Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuliana Gunawan
Abstrak :
Pajak yang timbul sebagai akibat dari teijadinya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang dipungut berdasarkan sistem Self Assessment menggunakan Surat Setoran Pajak Penghasilan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2008 tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak Dalam Rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Sebelum seseorang diwajibkan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, ia terlebih dahulu harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, jika hanya memenuhi salah satu syarat ia belum diwajibkan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: bagaimana peraturan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) beserta prakteknya menyangkut kewajiban pencantuman Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak Penghasilan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan? dan bagaimana tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) khususnya terkait dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)?. Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai Nomor Pokok Wajib Pajak ada pertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan bahwa Pajak Penghasilan, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tax arises as the impact of land and/building rights transfer which is realized by means of Income Tax and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights. These taxes are collected based on the Self Assessment system using the Tax Payment Form and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights Tax Payment Form which are regulated in the Regulation of Directorate General of Tax Number 35/PJ/2008 35/PJ/2008 on the Obligatory Ownership of Mandatory Taxpayer Number on Land and/ Building Rights Transfer. The Mandatory Taxpayer Number is a facility in the tax administration which is used to identify the Taxpayer. Before a person can obtain this number, the applicant must first fulfill the subjective and objective requirement cumulatively. Partial completion does not lead to the obligation to own Mandatory Taxpayer Number. In this thesis, the author would like to discuss about rules regarding the Income Tax and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights Tax Payment Form along with its practice regarding the Obligatory Ownership of Mandatory Taxpayer Number on Land and/ Building Rights Transfer Tax Payment Form. In addition it also seeks to research about the responsibility of Official Certifier of Land Deeds in the enactment of Income Tax and Duty on the Acquisition of Land and Building Rights, particularly relating to the Mandatory Taxpayer Number. The legal research method applies a juridical normative research methodology which focuses on the aspects or norms of positive law. From the research, it is concluded that the regulation regarding Mandatory Taxpayer Number conflicts with Law Number 28 Year 2007 on General Rules and Taxation Procedures, Law Number 38 Year 2008 on Income Tax and Law Number 28 Year 2009 on Provincial Tax and Provincial Levies.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T43906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Regina Agustin
Abstrak :
Pembayaran pajak BPHTB merupakan self-assesment yaitu suatu sistem perpajakan dimana inisiatif untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajak berada di tangan wajib pajak. Dalam prakteknya, kebanyakan klien meminta bantuan Notaris/PPAT untuk membayarkan pajak BPHTB tersebut. Namun masalah muncul ketika Notaris/PPAT tidak jujur dalam melaksanakan jabatannya dan melanggar kode etik. Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris/PPAT dalam penggelapan BPHTB yang dilakukan olehnya dan sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris/PPAT dikaitkan dengan studi kasus yang secara riil terjadi di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Notaris/PPAT dapat dikenakan tanggung jawab secara hukum terhadap penggelapan BPHTB dilihat dari sudut pandang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik sehingga sanksi yang dapat dikenakan berupa sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administratif. ......The payment of BPHTB is a self assesment system where the initiative to fulfill the obligation of tax payment is in the hands of tax payers. In reality, most clients often ask for the help of Notary PPAT in paying their BPHTB. But the problem arises when a Notary PPAT is dishonest while carrying out his duty as a trusted profession and violates the code of ethics. This thesis discussed about Notary PPAT's liability in terms of embezzling BPHTB which was commited by himself and the sanctions that can be imposed on him. This research conducted using juridical normative and the result revealed that Notary PPAT could be imposed with legal responsibility against BPHTB embezzlement perceived from Criminal Code, Civil Code, Notary Position Act, and Notary PPAT Code of Ethic point of view. Therefore, criminal sanction, civil sanction as well as administrative sanction are the sanctions which could be imposed against them.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Ardelia
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kewajiban penerapan validasi BPHTB yang dilakukan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi sebelum melakukan proses pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli. Permasalahan timbul ketika Bapenda menolak untuk memvalidasi bukti pembayaran BPHTB walaupun Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu dengan menggunakan harga transaksi atau harga sesuai NJOP jika harga transaksi lebih rendah. Bentuk penelitian yang akan dipakai adalah bentuk penelitian yuridis-normatif dan bersifat deskriptif analitis. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan menggunakan pengumpulan data, menganalisis suatu perkara hingga penyusunan laporan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa dalam proses validasi BPHTB pada transaksi jual beli di Kota Bekasi, Bapenda tidak berwenang melakukan penentuan harga NPOP untuk pembayaran BPHTB, karena penetapan harga NPOP sudah diatur dalam UU Pajak dan Retribusi Daerah. Selanjutnya akibat dari kewajiban validasi ini adalah dapat membuat harga kesepakatan para pihak berubah sehingga ada kemungkinan dibatalkannya perjanjian. Selain itu juga proses balik nama sertipikat menjadi terhambat. Akan tetapi, walaupun kewajiban validasi ini memberatkan sebagian masyarakat, Bapenda sebagai bagian dari Pemerintah Daerah memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan Kota Bekasi. ......This thesis discusses about the obligation of applying the validation of Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) which is done by Regional Revenue Body (Bapenda) of Bekasi before doing the registration of conveyance process by sale and purchase transaction. The conflict emerges when Bapenda declines to validate the receipt of BPHTB payment even though the Acquisition Value of Taxable Object (NPOP) used is in accordance with the aplicable law and regulations which is to use transaction price or the price in accordance with Sale Value of Taxable Object (NJOP) if the transaction price is lower than the latter. This research was conducted by using a normative juridical approach and descriptive analysis. The data analysis method used is qualitative method, by collecting the data, analyzing the conflict, and writing the reports. Based on the result of this research, it can be concluded that in the process of validating the BPHTB on sales and purchase transaction in Bekasi, Bapenda does not have the authority to determine NPOP price for BPHTB payment, because the determination of NPOP price is regulated by local tax and retribution law. The effect of this validation obligation is that it can change the price agreement from both parties so there is a chance for the agreement to be cancelled. Also, it can detain the process of land title transfer document. Even though this validation obligation stresses some parts of the society, Bapenda as a part of the local government has an intention to increase local income which is used to develop the city of Bekasi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisangihe, Amelia Sonja
Abstrak :
PPAT adalah Pejabat Umum yang bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai perbuatan hukum tersebut, selain PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, maka PPAT hanya dapat membuat akta pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun setelah Wajib Pajak menyerahkan tembusan Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) dan BPHTB (SSB). Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: Bagaimana prosedur pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB)? dan: Apakah hambatan dalam penagihan Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif; data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat evaluatif yakni menganalisa mengenai prosedur pelaksanaan pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB serta hambatan dalam penagihan PPh dan BPHTB bagi PPAT. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB hanya dapat melalui bank-bank tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan meminta validasi terhadap bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak yang telah ditunjuk membutuhkan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu hambatan bagi PPAT untuk melakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan, sehingga PPAT menyerahkan dokumen-dokumen untuk pendaftaran terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, kemudian menyerahkan tembusan SSP dan SSB setelah mendapat validasi. ......Land Deed Official is the General Official, who has duty to perform part of Land Registration Activities by iss uing deeds as legal proof of certain lawful acts conceming land and ownership rights on property, which will be used as Standard for land registration amendment resulting from such acts. Before issuing the deeds conceming such acts, official other than Land Deed Official, shall assess the actuality of the land and ownership rights certificate to the Land Office, afterwards Land Deed Official may issue the deed after the Taxpayer has submitted a copy of Tax Payment Slip (SSP) and Acquisition Duty of Right on Land and Building Payment Slip (SSB). The main issue that the writer desires to bring to this research is: what is the procedure of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB)? and: what is the barrier to land deed official in collecting income tax relating to such issue?. This research constitutes juridical normative research; using a secondary data obtained through materials such as documents. The typology in this research is evaluative, that is to analyze procedures of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) and the barrier in collecting income tax by Land Deed Official relating thereto. By doing this research, it can be concluded that the payment of Income Tax in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) can only be made through certain banks appointed by the Directorate General of Taxation, and validation from the Tax Office generally takes a long period. This is one of the barriers to Land Deed Official in registering land to land Office, causing the copy of validation tax Payment Slip has to be submitted later after relating documents have been submitted.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26450
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Seftario Virgo
Abstrak :
Badan Pendapatan Daerah sebagai perangkat daerah dibentuk untuk mengolah, mengumpulkan pendapatan asli daerah dalam berbagai jenisnya. Salah satu diantaranya, adalah BPHTB. Berdasarkan data yang diperoleh maka pengawasan pemungutan pajak BPHTB belum efektif. Rata-rata realisasi BPHTB dalam kurun waktu lima (5) tahun diangka 37,71%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh Bapenda dalam pemungutan pajak BPHTB. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan sebagai data sekunder. Hasil penelitian ini, memperlihatkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Bapenda Kota padang pada pajak BPHTB belum efektif. Hal ini disebabkan dalam perencanaan target BPHTB disusun tidak sesuai dengan kemampuan pendapatan.  Sedangkan dari segi sumber daya manusia perlu penguatan dari segi keahlian. Pegawai Bapenda yang mengurusi pajak BPHTB belum mempunyai sertifikat keahlian sebagai petugas penilaian pajak BPHTB dan perlu peningkatan kualitas dengan pelaksanaan pelatihan dan sertifikasi sebagai penilai khusus bagi pegawai yang mengurusi pajak BPHTB. ......The Regional Revenue Agency, as a regional apparatus, was established to process and collect various types of regional original revenue. One of them is the BPHTB. Based on the data obtained, the supervision of collection tax BPHTB collection has not been effective. The average realization of BPHTB over a period of five (5) years is 37.71%. This study aims to determine how the supervision carried out by the Regional Revenue Agency (Bapenda) in the collection of BPHTB tax. This study uses a post-positivist approach. The data used in this study were obtained through in-depth interviews and literature study as secondary data. The results of this study indicate that the supervision carried out by the Padang City Bapenda on the BPHTB tax has not been effective. This is because the planning of the BPHTB target is not compiled in accordance with the revenue capacity. Meanwhile, in terms of human resources, there is a need for strengthening in terms of expertise. Bapenda employees who handle BPHTB tax do not yet have a certificate of expertise as BPHTB tax assessment officers and need to improve the quality through the implementation of training and certification as special assessors for employees who handle BPHTB tax.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas kasus penggelapan BPHTB yang dilakukan oleh notaris/PPAT ASD. Pokok permasalahan yang penulis angkat adalah bagaimana tanggung jawab hukum notaris/PPAT ASD yang melakukan penggelapan BPHTB ditinjau dari hukum pidana dan kode etik PPAT serta apakah penggelapan BPHTB yang dilakukan oleh notaris/PPAT ASD dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik ataukah hanya pelanggaran pidana. Dari sudut pandang hukum pidana, sanksi bagi notaris/PPAT ASD yang melakukan penggelapan BPHTB diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sedangkan dari sudut pandang kode etik, penulis mengkategorikan penggelapan BPHTB sebagai pelanggaran kode etik PPAT karena penggelapan BPHTB telah melanggar prinsip kejujuran dan prinsip bertanggung jawab yang harus dimiliki oleh notaris/PPAT serta melanggar isi sumpah jabatan PPAT terkait dengan pelecehan terhadap martabat PPAT. Pada intinya, kode etik dan hukum saling terkait. Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik maka sepanjang pelanggaran yang dilakukan tersebut juga menyangkut pelanggaran terhadap hukum negara, maka notaris/PPAT yang bersangkutan juga dapat dikenakan sanksi pidana. Penulisan tesis ini memakai metode yuridis normatif dimana penulis akan membahas semua permasalahan yang ada dengan cara menganalisis kasus dan mengkaitkannya dengan peraturan perundangan sedangkan kesimpulan diambil dengan menggunakan pola pikir induktif.
ABSTRACT
This thesis discussed about the embezzlement case of BPHTB1 by a notary public/PPAT2, ASD3. The core issues of this thesis are to observe how the notary, who carried out BPHTB embezzlement, be held responsible by law and PPAT’s code of ethics. The other one will be: should the BPHTB embezzlement be categorized as violating the PPAT’s code of ethics or is it only a matter of criminal law violation. From criminal law point of view, the penalty for notary who embezzles BPHTB is regulated on Article 372 Criminal Code. While from point of view of ethical code, researcher categorizes the BPHTB embezzlement as violation of PPAT ethical code. Since the act of BPHTB embezzlement violates the principles of honesty and responsibility, which all notaries ought to have, also it violates the oath of PPAT regarding the abuse of PPAT’s values. The code of ethic and law are mutually bound. If an ethical code violation was to happen, then as long as all following violations relate to the state law violation, then the concerned notary/PPAT is to be penalized to criminal sanctions. Researcher applies the normative judicial method in this thesis where research questions are explored, discussed and analyzed through case study in relation to relevant laws. Conclusion of the thesis is presented through inductive method.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Wibowo Halim
Abstrak :
ABSTRAK
Kepemilikan bersama adalah hak kebendaan yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, baik karena pewarisan maupun cara lain. Kepemilikan bersama atas hak atas tanah diakhiri dengan membuat Akta Pembagian Hak Bersama yang dibuat di hadapan PPAT. Pejabat Kantor Pertanahan dan Kantor Dinas Pelayanan Pajak Daerah menafsirkan bahwa pemisahan dan pembagian atas tanah warisan dianggap merupakan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, sehingga menjadi obyek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Hal ini menghambat pendaftaran APHB. Warisan merupakan kepemilikan bersama yang terikat, dan pemisahan dan pembagian terhadapnya tidak mengakibatkan adanya peralihan hak. Hal ini terjadi karena kekhilafan dalam pemahaman mengenai hukum waris, hukum keluarga dan hukum benda. Penelitian ini bersifat deskriptif-preskriptif yang memberikan data detil tentang gejala sosial dan ditujukan untuk mendapatkan saran-saran untuk mengatasi masalah-masalah tertentu
ABSTRACT
Co-ownership is ownership of property, which owned by two persons or more, wherefore inheritence or other means. Co-ownership could be ended by drawing Deed of Division of Co-Property (APHB) drawn before Land Deed Official. Land Official and Regional Tax Official interpret the splitting and dividing over inheritence of land title as a splitting resulting in transfer of title, thus subjected to Duty on Land and Building Title Acquisition/BPHTB. Such act obstruct registration process of APHB. Inheritence is a bound co-ownership, that splitting and division upon it, shall not result in transfer of title. This occurs because of negligence to have an understading of Inheritence Law, Family Law, and Property Law. The characteristics of this research are descriptive-prescriptive which provide detail data of social phenomenon and to obtain suggestions to resolves particular problems
2016
T45704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Diana Candradewi
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas penetapan dasar pengenaan pajak atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan pada perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam penetapan dasar pengenaan pajak terkait BPHTB di perkebunan kelapa sawit perlu ditelaah terlebih dahulu mengenai substansi dari objek BPHTB, apakah merupakan pemberian hak baru sebagai kelanjutan dari pelepasan hak atau pemberian hak baru diluar pelepasan hak, jika merupakan pemberian hak baru sebagai kelanjutan dari pelepasan hak maka dasar pengenaan pajak hanya berdasarkan atas nilai dasar tanah, jika merupakan pemberian hak baru diluar pelepasan hak, maka dasar pengenaan pajak berdasarkan nilai dasar tanah ditambah dengan nilai investasi.
ABSTRACT
The focus of this study is the determination of the tax base on the property right tax in palm plantation. This research using explanative research and qualitative approach. The results of this study conclude that in determining the tax base related to BPHTB in oil palm plantations need to be reviewed first about the substance of the object BPHTB, whether it is a grant of new rights as a continuation of the release of rights or granting new rights outside the release of rights, if it is granting new rights as continuation of the disposal of the right then the tax base is only based on the value of the land, if it is a grant of a new right outside of the disposal of the right, then the tax base is based on the value of the land plus the investment value.
2017
T49418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dominicus Donny Pamungkas
Abstrak :
Banyaknya bidang tanah di provinsi DKI Jakarta yang belum terdaftar merupakan potensi pajak yang cukup besar dalam meningkatkan penerimaan pajak BPHTB. Namun dalam pelaksanaannya, pengenaan pajak BPHTB untuk pemberian hak baru atas tanah ini masih mengalami kendala. Adapun kendala yang dialami yaitu pengenaan sanksi administrasi BPHTB berdasarkan saat terhutang sejak penandatanganan Surat Keputusan (SK) BPN. Dalam hal ini warga Jakarta sebagai pembayar pajak merasa dirugikan, karena mereka dikenai sanksi administrasi yang disebabkan keterlambatan dalam menerima Surat Keputusan BPN. Berdasarkan hasil analisis melalui pengumpulan data di lapangan, studi literatur sebagai bahan referensi dan wawancara mendalam dengan pihak terkait, penulis menyimpulkan bahwa BPRD DKI Jakarta, Kantor BPN Wilayah DKI Jakarta dan PPAT DKI Jakarta telah bekerja sama dengan baik dalam proses pengenaan pajak BPHTB. Namun dalam kenyataannya, masih ada masalah dalam hal pengenaan sanksi administrasi BPHTB untuk pemberian hak baru atas tanah karena keterlambatan penerimaan SK BPN oleh wajib pajak. Untuk meminimalkan hal ini, diperlukan kolaborasi yang lebih komprehensif antara lembaga-lembaga, yaitu BPRD DKI Jakarta, Kanwil BPN DKI Jakarta dan PPAT di DKI Jakarta dengan melakukan Tata Kelola Kolaboratif. Dengan Collaborative Governance, diharapkan pelayanan kepada wajib pajak akan lebih baik dan penerimaan pajak BPHTB di DKI Jakarta akan meningkat. ......The large number of land in DKI Jakarta province that have not yet beenregistered is a significant potential tax in increasing BPHTB tax revenue. But in its implementation, the imposition of BPHTB tax for granting new rights to this land is still experiencing obstacles. The constraints experienced are the imposition of BPHTB administrative sanctions based on the time of debt due to the signing of the BPN Decree (SK). In this case, Jakarta`s citizenas tax payers felt disadvantaged because they were subjected to administrative sanctions due to the delay in receiving the BPN Decree. Based on the results of the analysis through data collection in the field, literature study as reference material and in-depth interviews with related parties, author concluded that BPRD DKI Jakarta, DKI Jakarta Regional Office of BPN and PPAT DKI Jakarta have been cooperating well in the imposition process of BPHTB tax. But in reality, there are still problems in the case of the imposition of BPHTB administrative sanctions for granting new rights to land due to delays in receipt of SK BPN by taxpayers. To minimize this, a more comprehensive collaboration is needed between agencies, namely BPRD DKI Jakarta, Regional Office of BPN DKI Jakarta and PPAT in DKI Jakarta by conducting Collaborative Governance. With Collaborative Governance, it is expected that services to taxpayers will be better and BPHTB tax revenues in DKI Jakarta will increase.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T54082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Hadiwidjayanti
Abstrak :
Jaminan hukum kepemilikan tanah dapat diwujudkan dengan penerbitan sertifikat tanah, salah satunya melalui proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Timbulnya pajak terhutang saat peralihan hak yang tidak diketahui oleh para peserta membuat terhambatnya proses PTSL. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) penerapan ketentuan peraturan perpajakan terhadap transaksi yang diakui sebagai dasar peralihan pada sertipikat melalui proses PTSL dan (2) jaminan hukum sertipikat yang telah terbit melalui proses PTSL yang masih tercatat terhutang pajak PPh dan BPHTB. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan jenis data sekunder yang didukung hasil wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa masih belum ada pengaturan yang jelas mengenai mekanisme penagihan dan sampai kapan biaya ini dibayarkan sehingga mengikuti pengaturan perpajakan yang berlaku, yaitu jumlah bruto dari nilai pengalihan hak atas tanah dan/bangunan, dengan dasar pengenaan BPHTB yaitu NPOP. Pasal 33 Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 mengatur bahwasanya masyarakat yang tidak mampu membayar pajak peralihan akan dituliskan PPh dan BPHTB terhutang di dalam buku tanah dalam sertipikat yang akan diterbitkan. Sertipikat produk PTSL memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sporadik selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Perlu dibentuk pengaturan khusus mengenai pajak terhutang dalam Peraturan Pemerintah agar penerapan asas lex specialis derogat legi generali dapat diterapkan. ......Legal guarantees for land ownership can be realized by issuing land certificates, one of which is through the Complete Systematic Land Registration (PTSL) process. Incurring tax payable during the transfer of rights that the participants were unaware of made the PTSL process obstructed. The formulation of the problems in this study is (1) the application of the provisions of tax regulations to transactions that are recognized as a basis for the transfer of certificates through the PTSL process and (2) legal guarantees for certificates that have been issued through the PTSL process which are still recorded as paying PPh and BPHTB taxes. The research method is normative juridical with secondary data types supported by interview results. The results of the study state that there is still no precise regulation regarding the billing mechanism and how long this fee is paid so that it follows the applicable tax regulations, namely the gross amount of the transfer value of land and/building rights, on the basis of the imposition of BPHTB, namely NPOP. Article 33 Permen ATR/BPN No. 6 of 2018 stipulates that people who are unable to pay the transitional tax will be written down the income tax and BPHTB owed in the land book in the certificate to be issued. PTSL product certificates have the same legal force as sporadic as long as they cannot be proven otherwise. It is necessary to establish special arrangements regarding tax payable in a Government Regulation so that the application of the lex specialis derogat legi generali principle can be applied.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>