Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susetyo Soewarno
Abstrak :
Telah banyak laporan penelitian yang menyatakan bahwa dengan melakukan olahraga, kepadatan mineral tulang dapat meningkat. Salah satu usaha untuk mengorganisir bentuk senam baku bagi masyarakat adalah dengan dibentuknya Senam Pencegahan Osteoporosis (SPO). Apakah dengan mengikuti SPO kepadatan mineral tulang dapat meningkat? Untuk mengetahui hal tersebut maka 46 orang coba sehat berumur 25-35 tahun, yang sebelumnya tidak pemah berolahraga dan tidak sedang melakukan olahraga lainnya, dibagi dalam dua kelompok studi dan control. latihan SPO dilaksanakan 3 kali seminggu selama 3,5 bulan. Dengan cara mengukur kepadatan tulang sebelum dan setelah latihan dengan menggunakan alat Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) maka didapatkan adanya peningkatan yang bermakna pada tulang ulna, vertebral lumbal 2 dan vertebral lumbal 1-2. Oleh karena itu dapat disimpulkan adanya indikasi kuat bahwa SPO dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang terutama di tulang ulna dimana pada lokasi ini sering lebih cepat mengalami kekeroposan. ......Reports of surveys on exercises which can increase bone mineral density have already been proven in many studies. One of the efforts to organize a formal physical exercise training for every level of society is the formation of Senam Pencegahan Osteoporosis (SPO) - Physical Exercise to Prevent Osteoporosis. Can this exercise increase the bone mineral density? For that purpose a total of 46 healthy young women ranging from 25 -35 years of age who had never done any exercise before or even were not involved in any kind of exercise at the time of the study were divided into two groups (study and control groups) and volunteered to proceed a 3 times a week of this exercise for 3,5 months. Bone mineral density were measured by using Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). A Significant increase of bone mineral density in the ulna, vertebrallumbal 2 and vertebrallumbal 1 -2 were detected. Thus it can be concluded that there is a strong indication that Senam Pencegahan Osteoporosis can increase bone mineral density especially the ulna which has a high risk of osteoporosis.
Jakarta: Fakulitas Kedokteran Universitas Indonesia , 2002
T59047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enita Trihapsari
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang keadaan Densitas Mineral Tulang (DMT) dan faktor-faktor yang berhubungan dengan DMT wanita ≥ 45 Tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan sampel penelitian sebanyak 131 orang. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 45,8% responden memiliki DMT tidak normal dengan distribusi 41,2% responden mengalami osteopenia dan 4,6% responden mengalami osteoporosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan DMT yaitu status menopause (OR 2,5), paritas, aktivitas olahraga (OR 4,2), asupan kalsium (OR 5,9), asupan vitamin D dari makanan (OR 6,4), asupan vitamin C (OR 3,1), dan asupan protein (OR 2,9). Hasil penelitian menyarankan bahwa diperlukan peningkatan pola hidup sehat untuk meningkatkan kesehatan tulang, yaitu dengan meningkatkan konsumsi kalsium, vitamin D, dan vitamin C, serta menghindari gaya hidup yang buruk (merokok dan tidak aktif berolahraga).
The focus of this study is Bone Mineral Density (BMD) and factors related to BMD on women ≥ 45 years old in The Ministry of National Education, Central Jakarta. This research is quantitative with cross sectional study. The data were collected by means of interview. The results of this research are 41,2% person have osteopenia and 4,6% person have osteoporosis. Factors related to BMD are menopause status (OR 2,5), parity, sport activity (OR 4,2), calcium intake (OR 5,9), vitamin D intake (OR 6,4), vitamin C intake (OR 3,1), dan protein intake (OR 2,9). The researcher suggest that we have to live healthy to increase bone health by increasing calcium, vitamin D and vitamin C intake, increasing sport activity and avoid smoking.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Fristiyanwati
Abstrak :
Latar Belakang Perilaku duduk menetap telah menjadi suatu rutinitas yang berkontribusi sebagai penyebab gangguan kesehatan seperti keropos tulang. Namun, untuk beberapa orang seperti pekerja kantoran, hal ini sulit dihindari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor risiko individu dan pekerjaan terhadap kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density/BMD) pada pekerja kantoran dengan pola kerja sedenter. Metode Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada populasi pekerja administratif di RS Olahraga Nasional dan Kemenpora RI pada bulan Januari-Maret 2023. Variabel terikat adalah kepadatan mineral tulang berupa skor T yang diukur menggunakan alat DEXA. Variabel bebas mencakup faktor individu seperti usia, jenis kelamin, riwayat osteoporosis pada keluarga, indeks massa tubuh (IMT), merokok, minum alkohol, asupan kalsium, asupan vitamin D, penyakit DM, aktivitas fisik di luar tempat kerja dan faktor pekerjaan yaitu lama duduk harian di tempat kerja. Hasil Subjek penelitian berjumlah 110 orang pekerja kantoran, 70,9% perempuan, median usia 37 tahun. Skor BMD rendah terdapat pada 29 subjek (26,4%) terdiri dari 3 subjek dengan osteoporosis dan 26 subjek dengan osteopenia. Analisis multivariat dengan regresi logistik mendapatkan faktor yang berhubungan secara independen dengan skor BMD rendah adalah penyakit DM (OR 10,7 dengan IK 95% 1,3-85,2), lama duduk di tempat kerja >6 jam/hari (OR 8,5 dengan IK 95% 2,8-25,5), IMT kurus (OR 7,5 dengan IK 95% 1,2-46,6), dan usia>50 tahun (OR 5,1 dengan IK 95% 1,6-15,9). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, asupan vitamin D, aktivitas fisik, dan merokok terhadap skor BMD yang rendah. Kesimpulan. Satu dari empat pekerja kantoran mengalami skor kepadatan mineral tulang yang rendah yang berhubungan dengan penyakit DM, lama duduk di tempat kerja, status gizi, dan usia. Diperlukan tata laksana okupasi berupa modifikasi posisi bekerja untuk mengurangi waktu duduk harian demi mencegah terjadinya gangguan kesehatan tulang di kemudian hari. ......Background Prolonged sitting has become a routine that contributes to causing health problems, one of which is bone loss. However, for some people, such as office workers, this is difficult to avoid. The aim of this study was to determine the relationship between individual and occupational risk factors on bone mineral density (BMD) in sedentary office workers. Methods This research is a cross-sectional study conducted on a population of office workers at the National Sports Hospital and the Indonesian Ministry of Youth and Sport in January-March 2023. The dependent variable is bone mineral density in the form of a T-score as measured using Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Independent variables include individual factors such as age, gender, family history of osteoporosis, body mass index (BMI), smoking, alcohol consumption, calcium intake, vitamin D intake, history of DM, physical activity, and occupational factors, namely daily sitting time at work. Results The subjects totaled 110 office workers, 70.9% were female, the median age was 37 years old. Low BMD were found in 29 subjects (26.4%) consisting of 3 subjects with osteoporosis and 26 subjects with osteopenia. Multivariate analysis using logistic regresion found factors that were independently associated with a low BMD were history of diabetes mellitus (OR 10.7, 95% CI 1.3-85.2), duration of daily sitting at work > 6 hours (OR 8.5, 95% CI 2.8-25.5), underweight (OR 7.5, 95% CI 1.2-46.6), and age> 50 years old (OR 5.1, 95% CI 1,6-15,9). No significant relationship was found between gender, vitamin D intake, physical activity, and smoking on low BMD. Conclusions One in four office workers experience a low bone mineral density related to DM, prolonged sitting at work, nutritional status, and age. Occupational management is needed in the form of modifying work positions to reduce daily sitting time and to prevent bone loss in the future.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Raihan Yusuf Arrahman
Abstrak :
Osteoporosis adalah kelainan umum dengan komponen genetik yang kuat. Osteoporosis dapat terjadi pada wanita pasca menopause dan lansia di atas 70 tahun. Osteoporosis disebabkan oleh penurunan BMD (Bone Mineral Density) pada individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi polimorfisme gen BGLAP pada pasien osteoporosis. BGLAP -298 C > T (rs 1800247), ddH2O, dan MyTaq dicampur pada template DNA (sampel osteoporosis dan non-osteoporosis), kemudian dianalisis menggunakan teknik PCR-RFLP menggunakan HindIII sebagai enzim restriksi dilanjutkan dengan elektroforesis. Kemudian dianalisis menggunakan uji Pearson Chi - Square dan Continuity Correction. Frekuensi alel untuk osteoporosis dan non-osteoporosis dalam penelitian ini adalah 110% untuk h dan 90% untuk H. Prevalensi masing-masing genotipe dalam populasi penelitian adalah 35% hh, 40% Hh, dan 25% HH. Subjek dengan genotipe hh memiliki BMD terbesar dan subjek dengan HH memiliki BMD terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam distribusi frekuensi polimorfisme genotipe BGLAP antara osteoporosis dan non-osteoporosis. Kesimpulannya, polimorfisme gen BGLAP dikaitkan dengan penurunan BMD dan merupakan faktor predisposisi osteoporosis.
Osteoporosis is a common disorder with a strong genetic component. Osteoporosis can occur in postmenopausal women and the elderly over 70 years. Osteoporosis is caused by a decrease in BMD (Bone Mineral Density) in individuals. This study aims to determine the distribution of BGLAP gene polymorphisms in osteoporosis patients. BGLAP -298 C > T (rs 1800247), ddH2O, and MyTaq were mixed on DNA templates (osteoporosis and non-osteoporosis samples), then analyzed using PCR-RFLP technique using HindIII as a restriction enzyme followed by electrophoresis. Then analyzed using the Pearson Chi - Square test and Continuity Correction. The allele frequencies for osteoporosis and non-osteoporosis in this study were 110% for h and 90% for H. The prevalence of each genotype in the study population was 35% hh, 40% hh, and 25% hh. Subjects with the hh genotype had the largest BMD and subjects with HH had the smallest BMD. The results showed that there was a significant difference in the frequency distribution of BGLAP genotype polymorphisms between osteoporosis and non-osteoporosis. In conclusion, BGLAP gene polymorphism is associated with decreased BMD and is a predisposing factor for osteoporosis.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library