Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Airina
Abstrak :
ABSTRAK
Abstrak. Inovasi terbaru untuk mendapatkan regenerasi jaringan periodontal adalah dengan bahan platelet rich fibrin (PRF) dan cangkok tulang. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental klinis. Tujuan: Mengevaluasi perbedaan tinggi tulang alveolar pada terapi bedah flep poket infraboni menggunakan Platelet rich fibrin dan kombinasi dengan cangkok tulang. Metode penelitian: Evaluasi radiografis periapikal sebelum dan sesudah perawatan menggunakan PRF dan kombinasi dengan cangkok tulang Hasil: secara statistik, terdapat perbedaan tinggi tulang yang bermakna pada terapi bedah poket infraboni dengan PRF dan kombinasi dengan cangkok tulang. Kesimpulan: Platelet rich fibrin dan kombinasi dengan cangkok tulang memiliki hasil yang sama pada evaluasi radiografis ketinggian tulang secara statistik
ABSTRACT
Abstract. The new innovation to enhance periodontal tissue regeneration are using PRF and bone graft material. The study was clinical experimental. Purpose:To evaluate the difference of alveolar bone heigh on periodontitis therapy using PRF and combination with bone graft.Research methods: periapical radiograph evaluation before and after periodontitis therapy using PRF compare to combination with bone graft. by assessing alveolar bone height. Results: Statistically, there were no significant difference between alveolar bone height on periodontitis therapy PRF compare to combination with bone graft. Conclusion: PRF and combination with bone graft has the same result statictically in radiographic evaluation of alveolar bone height.
2013
T32781
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Karina Fitriananda
Abstrak :
Latar Belakang:  Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut kedua terbanyak diderita masyarakat Indonesia. Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis. Periodontitis adalah inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau kelompok mikroorganisme. Dalam mendiagnosis penyakit periodontitis pada umumnya diperlukan pemeriksaan radiografis untuk melakukan evaluasi perubahan tulang alveolar, terutama perubahan tinggi tulang alveolar yang merupakan salah satu tanda adanya penyakit periodontal. Data ini diperlukan bagi tatalaksana pasien yang meliputi diagnosis, rencana perawatan, prakiraan prognosis dan observasi. Radiograf periapikal adalah “gold standard” pada pemeriksaan radiografis konvensional kasus periodontitis. Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada pasien penderita periodontitis kronis rentang usia 25-40 tahun secara radiografis di RSKGM FKG UI. Metode: Pengukuran penurunan tinggi tulang alveolar pada 192 sampel radiograf periapikal digital usia 25-40 tahun di RSKGM FKG UI. Hasil: Nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada gigi insisif sentral rahang atas permukaan mesial sebesar 5.13 ± 0.58 dan pada permukaan distal sebesar 3.82 ± 0.4. Pada gigi insisif sentral rahang bawah, nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar permukaan mesial sebesar 7.98 ± 0.6 dan pada permukaan distal 6.85 ± 0.48. Pada gigi molar 1 rahang atas, diperoleh nilai rata-rata permukaan mesial sebesar 3.73 ± 0.37 dan pada permukaan distal 4.66 ± 0.55, sedangkan pada gigi molar 1 rahang bawah permukaan mesial diperoleh nilai rata-rata 3.74 ± 0.43 dan permukaan distal sebesar 3.08 ± 0.17. Kesimpulan: Nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada permukaan mesial gigi insisif sentral rahang bawah kasus penyakit periodontal adalah yang tertinggi dibanding kelompok lainnya. ...... Background: Periodontal disease is the second most common tooth and mouth disease suffered by Indonesian society. Periodontal disease consists of gingivitis and periodontitis. Periodontitis is defined as an inflammatory disease of supporting bone tissues of teeth caused by specific microorganisms or groups of specific microorganisms. In diagnosing periodontitis, in general we need radiograph examination to evaluate changes in alveolar bone, especially changes in alveolar height which indicates the periodontal disease. This data is necessary for the management of the patient including diagnosis, treatment plan, prognosis, and observation.  Periapical is a “gold standard” on conventional radiographic examination on periodontitis cases. Objective: To obtain the average value of decreased alveolar bone height in 25-40 years old patients with chronic periodontitis at RSKGM FKG UI radiographically. Method: Measurement of decreased alveolar bone height in 192 digital periapical radiograph samples aged 25-40 years in RSKGM FKG UI. Result: The mean value of decreased alveolar bone height of maxillary central incisors on the mesial surface was 5.13 ± 0.58 and on the distal surface was 3.82 ± 0.4. On mandibular central incisors, the mean value of decreased alveolar bone height on the mesial surface was 7.98 ± 0.6 and on the distal surface was 6.85 ± 0.48. On maxillary first molars, the mean value of decreased alveolar bone height on the mesial surface was 3.73 ± 0.37 and on the distal surface was 4.66 ± 0.55. Whereas, on mandibular first molar, the mean value of decreased alveolar bone height on mesial surface was 3.74 ± 0.43 and on the distal surface was 3.08 ± 0.17. Conclusion: The average decreased in alveolar bone height on mesial surface of mandibular central incisors is the highest among other groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Widyastuti
Abstrak :
Latar Belakang: Informasi diagnostik tinggi tulang bukal atau lingual dari radiograf sangat penting untuk menegakkan diagnosis, rencana perawatan dan prognosis periodontitis. Destruksi tulang alveolar pada pasien periodontitis tidak hanya terjadi pada interproksimal melainkan juga mencakup permukaan bukal dan/atau lingual yang berada pada dimensi ketiga di radiograf konvensional. Destruksi yang terjadi di bukal dan/atau lingual tidak dapat terlihat secara langsung dari radiograf dua dimensi. Tujuan: Untuk memperoleh signifikansi hasil evaluasi sisa tulang bukal atau lingual secara klinis dibandingkan dengan prakiraannya secara radiografis. Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 68 rekam medis dan radiograf intraoral gigi molar satu atau dua rahang bawah dengan evaluasi kehilangan tulang 2 sampai 6 mm atau secara radiografis digolongkan moderate. Evaluasi secara klinis menggunakan data kehilangan perlekatan, dan secara radiografis dengan menghitung jarak dari CEJ (cementoenamel junction) ke defek tulang bukal dan/atau lingual. Analisis statistik dilakukan dengan uji Wilcoxon. Hasil: Nilai rata-rata pengukuran secara klinis adalah 4,28±0,99 mm dan secara radiografis adalah 3,97±1,13 mm. Rentang perbedaan hasil evaluasi prakiraan radiografis dan klinis berkisar antara 0-1,9 mm dengan rata-rata perbedaan sebesar 0,31±0,50 mm. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara hasil evaluasi prakiraan sisa tulang bukal dan/atau lingual secara radiografis dibandingkan klinis, dengan kecendrungan tinggi tulang secara radiografs tidak separah kondisi klinisnya yaitu lebih rendah 0 – 1.9 mm. ......Background: Radiographs provide diagnostic information of the buccal and lingual bone height that is essential in the diagnosis, treatment plan, and prognosis of periodontitis. Alveolar bone loss in periodontitis patients does not only occur at proximal areas but also involves the third dimensional aspects at the buccal and/or lingual two-dimensional radiographs. Objective: To acquire the significancy of the remaining buccal or lingual bone height assessed clinically in comparison with the radiographc estimation. Method: The cross sectional study was conducted on 68 medical records and intraoral radiographs of the lower first or second molar with moderate 2-6 mm alveolar bone loss. Clinical evaluation was performed using the loss of attachments data at the buccal and/or lingual surface, and the radiographic assessment was done by calculating the distance from CEJ (cementoenamel junction) to buccal and/or lingual bone defects. The datas were then analysed using the Wilcoxon test. Results: The average value of clinical compared to radiographic measurement was 4.28±0.99 mm and 3.97±1.13 mm consecutively. The difference between the estimated radiographic and clinical evaluation results was varied between 0-1.9 mm with the average difference value of 0.31±0.50 mm. Conclusion: There was a significant difference between the estimated evaluation results of the remaining buccal and/or lingual alveolar bone height evaluated clinically compared to the radiographic estimation, with a tendency that the estimated height of the radiographic assessment was not as severe as its clinical condition by 0-1.9 mm.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Catherine Naivasha
Abstrak :
Pendahuluan: Bimaxillary protrusion merupakan kondisi gigi insisif atas dan bawah sangat maju sehingga perawatan umumnya memerlukan pencabutan diikuti dengan retraksi gigi anterior. Retraksi pada maloklusi hiperdivergen perlu memperhatikan kondisi simfisis mandibula yang memiliki tulang alveolar tipis untuk mencegah dehisensi atau fenestrasi. Tujuan: Menganalisis perbedaan ketinggian dan ketebalan tulang alveolar regio simfisis mandibula sebelum dan setelah perawatan ortodonti cekat dengan ekstraksi premolar pada maloklusi kelas I bimaxillary protrusion dan hiperdivergen. Metode Penelitian: Penelitian menggunakan data sekunder berupa 34 sefalogram lateral pasien kelas I bimaxillary protrusion dan hiperdivergen sebelum dan setelah perawatan di klinik Ortodonti RSKGM FKG UI. Desain penelitian berupa observasional analitik dengan desain potong lintang. Pengukuran ketinggian dan ketebalan tulang alveolar dilakukan menggunakan perangkat lunak Winceph versi 11 English edition, Rise Corporation 3-9-15 Sendai, Jepang. Hasil: Terjadi penurunan ketinggian tulang alveolar sisi lingual sebesar 0.498 mm (p=0.003), dan penurunan ketebalan tulang alveolar sisi labial 1/3 servikal sebesar 0.226 mm (p=0.038). Secara keseluruhan terjadi perbedaan pada ketinggian dan ketebalan tulang alveolar sisi labial dan lingual, dengan perbedaan bermakna ditemukan pada perbedaan ketinggian sisi lingual, dan perbedaan ketebalan sisi labial 1/3 servikal. Kesimpulan: Terdapat perbedaan ketinggian dan ketebalan tulang alveolar regio simfisis mandibula sebelum dan setelah perawatan ortodonti cekat dan tidak menunjukkan adanya dehisensi ataupun fenestrasi. ......ntroduction: Bimaxillary protrusion is characterized by protrusive incisors requiring first premolar extractions and retraction of anterior teeth as treatment plan. Precautions are needed when retracting aenterior teeth of hyperdivergent patients with thin alveolar bones in order to prevent dehiscence and fenestration. Aim: To Analyze the difference of alveolar bone thickness and alveolar bone height before and after orthodontic treatment in Class I hyperdivergent and bimaxillary protrusion with extraction. Methods: This research is an analytical observational cross-sectional study using 34 before and after lateral cephalograms of Class I hyperdivergent with bimaxillary protrusion cases treated in the Orthodontic Clinic at RSKGM FKG UI. Changes of alveolar bone height and thickness were measured with Winceph software 11th version English edition, Rise Corporation 3-9-15 Sendai, Japan. Results: Reduce of 0.498 mm was found in alveolar bone height on the lingual side (p=0.003), and reduce of 0.226 mm was found in alveolar bone thickness on the 1/3rd coronal part of the labial side (p=0.038). Overall changes occur in alveolar bone height and alveolar bone thickness at both labial and lingual sides, but significant changes were only found at the alveolar bone height on the lingual side, and at the alveolar bone thickness on the coronal part of labial side. Conclusion: Changes were found at the alveolar bone height and alveolar bone thickness after fixed orthodontic treatment and showed no sign of dehiscene or fenestration.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Elton Heryanto
Abstrak :
Pendahuluan : Pasien maloklusi kelas III skeletal hiperdivergen memiliki tulang alveolar simfisis mandibula yang tipis. Perawatan ortodonti pada kasus maloklusi kelas III skeletal memiliki pergerakan gigi anterior yang terbatas. Retraksi anterior insisif bawah yang terbatas merupakan perawatan kamuflase untuk mengatasi maloklusi kelas III skeletal. Tujuan : Menganalisis perubahan ketinggian dan ketebalan tulang alveolar simfisis mandibula sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat maloklusi kelas III hiperdivergen. Metode : Desain penelitian ini berupa observasional analitik dengan desain potong lintang. Sampel pasien ini terdiri dari 34 sefalometri lateral pasien maloklusi kelas III skeletal hiperdivergen yang telah selesai dirawat ortodonti cekat di Kinik Ortodonti RSKGM FKG UI. Pengukuran ketinggian dan ketebalan tulang alveolar simfisis mandibula menggunakan perangkat lunak Winceph versi 11 English Edition, Rise Coorporation 3-8-15 Sendai, Japan. Hasil : Ketinggian tulang alveolar simfisis mandibula sebelum dan sesudah perawatan ortodonti menunjukkan tidak ada perbedaan yang berbeda bermakna. Ketebalan tulang alveolar sebelum dan sesudah perawatan ortodonti menunjukkan perbedaan bermakna berupa penurunan pada 1/3 servikal tualng alveolar sisi labial dan 1/3 apikal tulang alveolar sisi lingual (p<0.05). Kesimpulan : Ketebalan tulang alveolar regio simfisis bagian labial dan lingual sebelum dan sesudah perawatan ortodonti cekat mengalami penurunan namun tidak menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan yaitu dehisensi maupun fenestrasi. ......Introduction : Patient with Class III Skeletal Hiverdivergent have a thin alveolar bone thickness in symphisis region. Anterior teeth movement in orthodontic treatment in this Class III malocllusion case is limited. Retraction of lower incisors in orthodontic camouflage treatment in class III skeletal malocclusion become limited. Aim : Analyze alveolar bone height and thickness in symphisis region before and after fixed orthodontic treatment in Class III skeletal malocclusion Hyperdivergent. Methods : This research is analitic observasional study with cross sectional design. Sample are 34 cephalomatric lateral radiographs before and after fixed orthdootnics treatment in classs III hyperdivergent patients in RSGKM FKG UI. Alveolar bone height and thickness were measured using Winceph 11 English Edition Esoftware by Rise Coorp Rise Coorporation 3-8-15 Sendai, Japan. Results : There was no difference in alveolar bone height before and after orthodontic treatment. Significant decreased was found in the alveolar bone thickness in 1/3 servical on labial side and 1/3 apical on lingual side (p<0.05). Conclusion : Alveolar bone thickness was decreased before and after orthodontic treatment, however there was no undesireable effects, such as dehiscence or fenestration found.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library