Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Clara Gunawan
"Panjang badan merupakan salah satu parameter kualitas hidup anak. Pertumbuhan linier dipengaruhi oleh mikronutrien, salah satunya selenium. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui korelasi kadar selenium dan panjang badan bayi usia 8-10 bulan di Jakarta Pusat. Metode penelitian berupa cross sectional dengan menggunakan data sekunder penelitian yang dilakukan pada tahun 2014. Terdapat 75 data yang digunakan yang sesuai kriteria penelitian. Data dikumpulkan di lokasi Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, dan Rawasari. Kadar selenium diukur menggunakan metode LCMS/MS, sementara panjang badan diukur dengan length board. Distribusi data kadar selenium normal dan panjang badan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Dilakukan uji bivariat menggunakan korelasi Pearson dengan nilai p yang dianggap bermakna < 0,05. Karakteristik subjek terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah bayi perempuan sebanyak 39 bayi 52 . Sementara, bayi terbanyak berdasarkan usia adalah usia 8 bulan sebanyak 34 bayi 45,33 . Rerata kadar selenium 63,0267 13,2665 ?g/L dan rerata panjang badan 70,5453 2,8048 cm. Uji korelasi menghasilkan nilai r 0,277 p=0,016 . Dari penelitian ini, korelasi kadar selenium dan panjang badan bersifat lemah, signifikan, dan berbanding lurus.

Body length is one of the life quality parameters. Linear growth is influenced by micronutrients, one of which is selenium. The aim of this study is to find whether there is a correlation between selenium level and body length on 8 to 10 month old infants in Central Jakarta. This study used cross sectional method using secondary data from study which was done in 2014. There are 75 data which are used in this study which fulfill research criteria. Data were collected in Cempaka Putih Barat, Kramat, Paseban, and Rawasari. Selenium level was measured by LCMS MS method while body length was measured by length board. Selenium level and body length data distribution are normal using Kolmogorov Smirnov test. Bivariat test used Pearson correlation using p value which is considered significant is 0,05. The highest number in gender group is female babies, 39 babies 52 . While the highest number in age group is 8 month old babies, 34 babies 45,33 . The selenium level mean is 63,0267 13,2665 g L while the body length mean is 70,5453 2,8048 cm. Correlation study result is r 0,277 p 0,016 . From this study, the correlation between selenium level and body length is weak, significant, and positively proportional."
2016
S70392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angguh Gubawa
"Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. Stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal hingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental. Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh yang memadai. Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2018 menunjukkan penderita anak stunting sebesar 30,8%. Pengukuran panjang dan berat badan anak menjadi hal yang sangat penting untuk mengetahui kondisi normal atau tidak normal dengan memperhitungkan status gizi dan nilai Z-score. Selama ini pengukuran dilakukan secara manual. Penelitian ini membahas desain instrumentasi berbasis mikrokontroler Arduino dengan menggunakan sensor ultrasonik dan loadcell. Data dari sensor kemudian diolah pada mikrokontroler, hasilnya dapat ditampilkan pada LCD atau smartphone melalui konektivitas bluetooth. Pengujian sensor ultrasonik sebagai detektor panjang badan anak dengan nilai regresi 0,9999 menunjukkan pemasangan ideal pada ketinggian 23 cm dari permukaan pad. Pengujian sensor loadcell sebagai detektor berat badan menghasilkan nilai regresi = 1 dengan faktor kalibrasi 212. Pengujian fungsionalitas GUI smartphone menunjukkan seluruh hasilnya 100% akurat sama dengan mode LCD menampilkan status gizi dan nilai Z-score anak yang diukur. Hasil pengujian dan kalibrasi instrumen yang dirancang, dinyatakan LAIK PAKAI oleh laboratorium kalibrasi.

The problem of short children (stunting) is one of the nutritional problems faced in the world, especially in poor and developing countries. Stunting is a problem that is associated with an increased risk of morbidity and death, suboptimal brain till late motor development and inhibited mental growth. Stunting is a condition of growth faltering due to accumulation of nutrient insufficiency from pregnancy to 24 months of age. This situation is worse by not balanced catch up growth. In Indonesia, based on Riskesdas there was 30.8% stunted children in 2018. Measurement of children's length and weight are very important to determine normal or abnormal conditions by calculating nutritional status and Z-score. So far, the measurement is done manually. This thesis discusses the design of instrumentation base on Arduino microcontroller using ultrasonic and loadcell sensors. Data from sensors then processed in the microcontroller, the results can be displayed on the LCD or smartphone via bluetooth. Validation of ultrasonic sensor as body length detector has an ideal installation at height of 23 cm from the pad's surface shows regression value of 0.9999. Validation of loadcell sensor as body weight detector shows regression value = 1 with a calibration factor of 212. Functionallity testing of GUI smartphone shows all nutritional status and Z-score of the measured child are 100% accurate same as LCD mode. Testing and calibration results for designed instrument is expressed FEASIBILITY WEAR by calibration laboratory."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Naura Assyifa
"

Vitamin D dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar vitamin D dengan panjang badan bayi di Jakarta Pusat. Studi cross-sectional dilakukan terhadap 75 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Kadar vitamin D dalam serum diukur dengan metode CLIA (Chemiluminescence Immunoassay), dan panjang badan bayi diukur dengan teknik terstandarisasi dengan ketelitian 1mm oleh tenaga terlatih. Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Pearson (korelasi bermakna jika p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian (80%) tidak memiliki asupan vitamin D yang cukup. Nilai tengah kadar vitamin D bayi berusia 8-10 bulan di Jakarta Pusat sebesar 26,4 ng/dL, sedangkan nilai tengah panjang badan bayi 70,63 cm. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar vitamin D dengan panjang badan bayi 8-10 bulan di Jakarta Pusat (p=0,563).

 


 

Vitamin D can influence bone growth. This study aims to determine the correlation between vitamin D levels and body length on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta. Cross-sectional study was conducted on 75 infants which met the criteria. Serum vitamin D levels were measured with CLIA (Chemiluminescence Immunoassasy), while body length was measures by antropometric standardized technique by trained personnel. The data was analyzed with Kolmogorov-Smirnov test and Pearson test (significant correlation if p<0,05). The result shows that the majority of subjects (80%) do not have adequate vitamin D intake. The median value of vitamin D levels on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta is 26.4 ng/dL, while the median value of body length is 70.63 cm. The result shows that there are no significant correlation between vitamin D levels and body length on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta (p=0,563).

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Berwin
"Latar Belakang: Gigi impaksi merupakan kondisi ketika gigi mengalami kegagalan untuk erupsi sepenuhnya ke lengkung gigi dalam waktu yang diharapkan. Berdasarkan frekuensi kejadiannya, gigi molar tiga rahang bawah (M3 RB) paling sering mengalami impaksi dengan prevalensi mencapai 60.6% di Indonesia. Salah satu faktor lokal utama terjadinya gigi M3 RB impaksi adalah kurangnya ruang pada lengkung rahang bawah yang sering dikaitkan dengan proses pertumbuhan tulang mandibula. Beberapa studi menunjukkan bahwa ukuran morfologi tulang mandibula yang mencerminkan kuantitas dan arah pertumbuhan tulang seperti tinggi simfisis mandibula, panjang badan mandibula, dan sudut gonial berpotensi untuk mempengaruhi kejadian gigi M3 RB impaksi.
Tujuan: Mengevaluasi hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan morfologi tulang mandibula.
Metode: Sebanyak 110 sampel sisi rahang bawah diperoleh dari 67 data radiografi panoramik digital pasien RSKGM FKG UI (50 perempuan dan 17 laki-laki; usia: 21.22–30.91 tahun). Sampel yang tersedia kemudian dibagi menjadi kelompok kasus (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang mengalami impaksi baik fully unerupted atau partially erupted) dan kelompok kontrol (sisi rahang dengan gigi M3 RB yang erupsi sempurna) untuk dilakukan perbandingan. Pada studi ini, uji-t independen dan uji Anova 1 arah digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi normal. Di sisi lain, uji Mann-Whitney U dan Uji Kruskal Wallis digunakan untuk menganalisis hubungan status impaksi gigi M3 RB dan klasifikasinya dengan morfologi tulang mandibula pada data berdistribusi tidak normal.
Hasil: Tinggi simfisis mandibula dan sudut gonial secara statistik (p < 0.05) lebih rendah pada kelompok kasus. Sementara itu, panjang badan mandibula antara kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak berbeda secara statistik (p > 0.05). Pada hasil tinjauan pasien laki-laki saja, tidak ditemukan adanya perbedaan tinggi simfisis, panjang badan mandibula, dan sudut gonial antara kelompok kasus dan kelompok kontrol secara statistik (p > 0.05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial. Semakin kecil ukuran tinggi simfisis dan sudut gonial, semakin besar kemungkinan gigi M3 RB mengalami impaksi. Di sisi lain, tidak ditemukan adanya hubungan kejadian gigi M3 RB impaksi dengan ukuran panjang badan mandibula.

Background: An impacted tooth is a condition when a tooth fails to fully erupt into the dental arch within the expected time. Based on the frequency of occurrence, the mandibular third molar (M3M) is the most frequently impacted with a prevalence of 60.6% in Indonesia. One of the main local factors for impacted M3M is the lack of space in the lower arch which is often associated with the growth process of the mandibular bone. Several studies have shown that the size of the mandibular bone morphology that reflects the quantity and direction of bone growth such as symphisis mandibular height, mandibular body length, and gonial angle has the potential to influence the occurance of impacted M3M.
Objective: To evaluate the relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular bone morphology.
Methods: A total of 110 samples of the mandibular side were obtained from 67 digital panoramic radiographic data of RSKGM FKG UI patients (50 women and 17 men; age: 21.22–30.91 years). The data were then divided into the case group (jaw side with M3M that were fully unerupted or partially erupted) and the control group (jaw side with M3M that fully erupted) for comparison. In this study, an independent t-test and 1-way ANOVA test was used to analyze the relationship between the impaction status of M3M and their classification with the morphology of the mandible in normally distributed data. On the other hand, the Mann-Whitney U test and the Kruskal Wallis test were used to analyze the relationship between the impaction status of the M3M tooth and its classification with the morphology of the mandible bone in abnormally distributed data.
Results: Symphisis mandibular height and gonial angle were statistically (p < 0.05) lower in the case group. Meanwhile, the mandibular body length between the case group and the control group was not statistically different (p > 0.05). In the results of the review of male patients only, there was no statistical difference in symphisis height, mandibular body length, and gonial angle between the case group and control group (p > 0.05).
Conclusion: There is a relationship between the occurance of impacted M3M with the size of the symphisis height and gonial angle. The smaller the size of the symphisis height and gonial angle, the more likely the M3M to experience impaction. On the other hand, there was no relationship between the occurance of impacted M3M and mandibular body length.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hasanah
"Pengukuran panjang badan penting dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengukuran panjang badan anak usia di bawah 24 bulan seringkali kurang akurat. Sekitar 60-70 kesalahan pengukuran panjang badan disebabkan oleh faktor dari anak itu sendiri, terutama dalam hal pergerakan tubuh. Pengukuran pengganti dibutuhkan saat pengukuran panjang badan biasa tidak dapat dilakukan. Penelitian dengan desain studi cross-sectional ini bertujuan untuk mengembangkan model prediksi panjang badan anak usia 0-23 bulan berdasarkan panjang ulna dan tibia dengan menggunakan regresi linier. Sebanyak 153 orang anak laki-laki dan 153 orang anak perempuan yang berasal dari beberapa posyandu di Kelurahan Kebon Pala dilibatkan dalam penelitian ini selama bulan Mei-Juni 2018. Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi yang sangat kuat antara panjang ulna kanan dengan panjang badan laki-laki r=0.908, perempuan r=0.922, panjang ulna kiri dengan panjang badan laki-laki r=0.904, perempuan r=0.922 serta panjang tibia kanan dengan panjang badan laki-laki r=0.922, perempuan r=0.938, dan panjang tibia kiri dengan panjang badan laki-laki r=0.924, perempuan r=0.937. Panjang ulna dan tibia dapat menjadi prediktor yang baik untuk memprediksi panjang badan, diperlukan penelitian lanjutan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas rumus model prediksi yang dihasilkan, serta uji coba pengaplikasian rumus prediksi untuk menilai apakah rumus dalam penelitian ini dapat mengidentifikasi stunting pada anak.
Length measurement is important in monitoring the growth and development of children. Length measurement in children under 24 months are frequently measured incorrectly. About 60 70 error of length measurement caused by the child factors, especially the movement of child. Surrogate anthropometric measurements are required when the actual length measurement is unobtainable and unreliable. This cross sectional study aims to develop length prediction model in children aged 0 23 months from ulna and tibia length by using liner regression. 153 boys and 153 girls aged 0 23 months from several integrated children health center in Kebon Pala Village from May June 2018. The result of this study showed that there are very strong correlation between right ulna length and body length boys r 0.908, girls r 0.922 left ulna length and body length boys r 0.904, girls r 0.922 right tibia length and body length boys r 0.922, girls r 0.938 and left tibia length boys r 0.924, girls r 0.937. Ulna and tibia length can be good predictors for predicting body length, but it needs a further study to test the validity and reliability of the prediction model formulas from this study, and test of application prediction formulas to assess whether the formulas in this study can be used to identify stunting in children."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library