Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Pola pertumbuhan tinggi dan berat badan merefleksikan status nutrisi dan kondisi kesehatan suatu populasi. Penilaian pola pertumbuhan dan status nutrisi pada anak dan remaja sangat diperlukan karena selama periode pertumbuhan ini, terdapat periode transisi dari masa bayi hingga dewasa yang ditandai oleh lonjakan pertumbuhan, kematangan ciri kelamin sekunder, dan perubahan proporsi tubuh yang dramatis. Studi cross-sectional status pertumbuhan fisik dilakukan terhadap 514 anak Arfak, terdiri atas 231 anak perempuan usia 6-19 tahun dan 283 anak laki-laki usia 6-23 tahun, di daerah Manokwari Provinsi Papua Barat. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pola pertumbuhan besar tubuh anak Arfak. Pengukuran antropometri meliputi tinggi badan dalam satuan (cm) dan berat badan dalam satuan (kg). Kurva pertumbuhan dari variabel tersebut menunjukkan peningkatan menurut umur baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Laju pertumbuhan berat badan anak Arfak pada fase yuwana lebih tinggi dari populasi lain, yaitu India, Purwakarta dan Karawang, kecuali populasi Amerika.
Growth Pattern of Body Dimension of Arfak Children. Growth pattern of body height and weight reflect the nutritional status and health condition of a population. Assessment of growth pattern and nutritional status of children and adolescence is urgently needed because during this growth period there is a transition period from infant to adult with fast growth spurt, secondary sexual character maturation, and dramatic body proportion change. A cross-sectional study of the physical growth status was done to 514 Arfak children consisted of 231 girls aged 6-19 years and 283 boys aged 6-23 years, in Manokwari, West Papua Province. The study was conducted to find out the growth pattern of the body size of Arfak children. Anthropometry measurement consists of body height (cm) and body weight (kg). Growth charts of these variables showed increase with age in both sexes. Growth rate of body weight of Arfak children at juvenile phase was higher than those of other populations, such as India, Purwakarta, and Karawang, except American population.
Institut Pertanian Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wong Winami Wati
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian antropometri di Jakarta pada 40 laki-laki dewasa muda Cina Indonesia, 40 laki-laki dewasa muda Jawa, 40 laki-laki dewasa muda Flores dan 40 laki-laki dewasa muda Papua yang semuanya menetap di Jakarta. Parameter antropometri yang diukur adalah tinggi badan (vertex-base), panjang lengan atas/humerus (acromion-radiale), panjang lengan bawah(radius (radiale-stylion), panjang tungkai atas/femur (Trochanterion-tibiale) dan panjang,tungkai bawah/tibia (tibiale-sphyrion). Pengukuran dilakukan dengan metode pengukuran Martin dengan antropemetri Martin. Data diolah untuk mendapatkan faktor multiplikasi (Fm) dan ratio pada setiap kelompok, nilai rata-rata dan simpang bakunya, kemudian dilakukan perbandingan diantara kelompok menggunakan test anova dengan tingat kemaknaan 5% atau nilai p < 0,05. Hasil penelitian menunjukan adanya persamaan (tidak berbeda bermakna) diantara orang Cina, Jawa dan Flores pada tinggi badan, panjang lengan atas (hunters), panjang lengan bawah (radius), panjang tungkai atas (femur) dan panjang tungkai bawah (tibia). Tetapi terdapat sedikit perbedaan pada ukuran lengan bawah (radius) antara laki-laki Jawa dan Flores. Tinggi badan dan panjang tungkai atas (femur) kelompok Papua (kelompok melanesoid) berbeda secara signifikan dari kelompok Cina, Jawa dan Flores (kelompok Mongoloid) sedangkan panjang lengan atas (humersu), lengan bawah(radius dan tungkai bawah (tibia) semuanya sama (tidak berbeda secara signifikan). Kelompok Papua (kelompok melanesoid) berbeda secara signifikasi dengan kelompok Flores, Jawa dan Cina ( kelompok mongoloid) pada : 1. Faktor multiplikasi radius (lengan bawah) dan tibia (tungkai bawah); 2. Ratio radius ( lengan bawah), femur (tungkai atas) dan tibia (tungkai bawah). Hubungan panjang tulang-tulang panjang terhadap tinggi badan dijabarkan dalam persamaan regresi sebagai berikut : Kelompok Mongoloid Indonesia : (WHmo) TB = 99,467 + 2,083 HSE : 5,705r : 0,467 (WRmo) TB = 102,964 + 2,457 R. SE : 4,475 r : 0,720 (WFmo) TB = 103,804 + 1,364 FSE : 5,131r : 0,606 (WTmo} TB = 96,939 + 1,981 TSE : 4,832r : 0,663 Kelompok Melanesoid Indonesia : (WHme) TB = 119,300 + 1,398 H SE : 4,103 r : 0,440 (WRme) TB = 126,803 + 1,401 R SE : 4,216 r : 0,385 (WFme) TB = 143,760 + 0,414 FSE : 4,312r : 0,330 (WTme) TB =114,325+ 1,378 TSE : 4,072r : 0,454 Pengujian ketepatan rumus dalam penerapan pada 30 orang laki-iaki Indonesia yang terdiri atas 25 orang Mongoloid Indonesia dan 5 orang Melanesoid Indonesia menunjukkan bahwa rumus yang diperoleh menghasilkan penyimpangan tinggi badan kurang lebih 1%. ......An anthropometric study was conducted in Jakarta in 2002 on 40 young adult males of Indonesia Chinese, 40 young adult males of Javanese, 40 young adult males of Flores and 40 young adult of males of Papua. Anthropometric parameters taken were body height (base-vertex), upper arm length/humerus (acromiale-radiale), lower arm length/radius (radiale-stylion), thigh length/femur (trochanterion-tibiale), shank lengthltibia (tibiale-sphyrion). Measurement was carried out according to Martin's method using Martin's Anthropometer. The measurement was computed to obtain: the multiplication factors (MF) and ratios of parameter pairs, means and their standard deviation values. Comparisons between the groups were analyzed using student anova test with the 5% significance level or p value < 0.05. Result of computation showed the homogeneity (non significant different) among Chinese', Javanese' and Flores's body height (base-vertex), upper arm length/humerus (acromiale-radiale), lower arm length (radius)(radiale-stylion), thigh/femur (trochanterion- tibiale) and shank lengths (tibia) /tibiale-sphyrion. But there was a slight heterogeneity in lower arm length/radius measures between Flores and Javanese male. Body height and thigh(femur) length of Papua group (melanesoid group) differed significantly from those of Chinese, Javanese and Flores groups ( mongoloid groups), while upper arm (humerus) length, lower arm (radius) length and shank (tibia)length were all homogenous (did not differ significantly). Papua group (melanesoid group) differed significantly with Flores, Javanese and Chinese groups (mongoloid groups) in: 1. Multiplication Factors of radius (lower arm) and tibia (shank), 2.Ratios of radius (lower arm), of femur (thigh) and of tibia (shank). Relationship of long bones of upper and lower extremities and body height was formulated as shown below: Male Mongoloid Group (Chinese, Javanese and Flores populations) (WHmo) Bodyheight= 99.467 + 2.083H SE:5.705 r.0.467 (WRmo) Bodyheight= 102.964 + 2.457R SE:4.475 r.0.720 (WFmo) Bodyheight= 103.804 + 1.364F SE:5.131 r.0.606 (WTmo) Bodyheight= 96.939 + 1.981T SE:4.832 r.0.663 Male Melanesoid (Papua) (WHme) Bodyheight= 119.300+ 1.398H SE:4.103 r.0.440 (WRme) Bodyheight= 126.803+ 1.401R SE:4.216 r.0.385 (WFme) Bodyheight= 143.760+ 0.414F SE:4.312 r.0.330 (WTme) Bodyheight= 114.325+ 1.378T SE:4.072 r.0454 Application test of these formulas on 30 individuals consisting of 25 Indonesian' mongoloids and 5 Indonesian melanesoids showed that the formulas give the deviation of body height of less than 1°%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T9970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Untuk mengetahui pola densitas mineral tulang pada wanita pasca menopause dilakukan penelitian secara retrospektif terhadap 40 wanita pasca menopause dengan menggunakan alat Dexa pada tulang L2 – L4. Didapatkan hasil dengan akurasi formula survey 15%: rerata usia menopause 53,25 tahun, 30 % densitas mineral tulang normal, 52,5 % osteopenia & 17,5 % osteoporosis. Pada penelitian ini juga didapatkan ada hubungan yang kuat ( r = 0,547 ) & sangat bermakna ( p = 0,000 ) antara tinggi badan dengan densitas mineral tulang, didapatkan hubungan yang cukup ( r = 0,315 ) & bermakna ( p = 0,047 ) antara berat badan dengan densitas mineral tulang, demikian pula hubungan yang cukup ( r = - 0,301 ) & bermakna ( p = 0,059 ) antara lama menopause dengan densitas mineral tulang, serta tidak didapatkan hubungan antara usia ( r = 0,119 ) maupun Indeks Masa Tubuh ( IMT ) ( r = 0,086 ) dengan densitas mineral tulang. (Med J Indones 2004; 13: 31-9)
To identify the pattern of bone mineral density in postmenopausal women through retrospective study in 40 postmenopausal women using Dexa instrument in bones (L2 - L4). Results with 15% of survey formula accuracy were found: mean of menopausal age was 53.25 years, normal bone mineral density 30%, osteopenia 52.5%, and osteoporosis 17.5%. A very strong relationship (r=0.547) and a significant relationship (p=0.000) between body height and bone mineral density were found in this study, and there was a moderate (r=0.315) and significant (p= 0.047) relationship between body weight and bone mineral density, and likewise there was a moderate (r=-0.301) and significant (p=0.059) relationship between duration of menopause and bone mineral density. By contrast, no relationship was found between age (r=0.119) and Body Mass Index (BMI) (r=0.086) and bone mineral density. (Med J Indones 2004; 13: 31-9)
Medical Journal of Indonesia, 13 (1) January March 2004: 31-39, 2003
MJIN-13-1-JanMar2004-31
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library