Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anky Tri Rini Kusumaning Edhy
"BAB I PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan manifestasi klinis berat penyakit arbovirus. Penelitian tentang manifestasi klinis DBD telah banyak dan dibahas secara luas oleh Sumarmo (1983), tetapi tidak banyak diungkapkan keadaan sistem pernafasan pada DBD. Pengamatannya terhadap analisis gas darah telah sampai pada kesimpulan yang serupa dengan penelitian Pongpanich dan Kumponpant (1973), yaitu hasil analisis gas darah menunjukkan gambaran asidosis metabolik ringan dan alkalosis respiratorik kompensasi. Kompensasi ini berhubungan dengan asidosis metabolik akibat renjatan, seperti dilaporkan Varavithya dkk. (1973).
Dalam penelitian mereka pada pasien 'Dengue Shock Syndrome' didapatkan asidosis metabolik ringan dan alkalosis respiratorik, tetapi tidak dibedakan derajatnya. Selain itu Miller dkk.(1967) menduga pula bahwa alkalosis respiratorik ads kaitannya dengan peningkatan ventilasi karena kenaikan suhu tubuh seperti yang terjadi pada malaria, karena rangsangan demam terhadap pusat pernafasan. Faktor eksitasi serta rasa ketakutan juga diduga menjadi penyebab.
Bhamarapravati dkk. ( 1967 ) mengemukakan bahwa pada 100 autopsi pasien DBD ditemukan edema dan perdarahan paru di samping terdapatnya cairan di dalam rongga pleura, perikardium, dan peritoneum. Tamaela dan Karjomanggolo (1982) melaporkan bahwa secara radiologis edema paru dan efusi pleura bahkan telah terlihat sejak awal penyakit ini dan dapat digunakan sebagai pembantu diagnosis dalam keadaan yang meragukan.
Pada DBD terjadi gangguan pernafasan akibat kebocoran plasma melalui kapiler paru yang cedera dengan akibat lebih lanjut terjadi edema paru serta efusi pleura (Pongpanich dan Kumponpant, 1973; Rohde, 1978; WHO, 1986). Kasim (1982) mendapatkan kesan bahwa edema paru akan mengakibatkan gangguan pertukaran gas di aloveoli dan selanjutnya terjadi hipoksemia yang dikompensasi dengan hiperventilasi. Hipoksemia dapat diikuti dengan hipoksia jaringan disertai laktoasidosis yang akan menambah keadaan hiperventilasi, dan pada analisis gas darah tampak seperti gambaran alkalosis respiratorik yang dapat disertai peningkatan pH.
Hiperventilasi adalah bertambahnya ventilasi alveolar karena berbagai sebab yaitu : hipoksemia, asidosis metabolik dan faktor central yang mengakibatkan tekanan parsial CO2 ( PaCO2 ) kurang dari 30 mmHg (Shapiro dkk., 1978).
Edema paru pada DBD terjadi sebagai akibat ekstravasasi cairan dan plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler. Edema ini pada stadium permulaan berupa edema interstisial yang akan menghambat difusi gas di paru. Hambatan difusi oksigen terjadi lebih dahulu oleh karena koefisien difusi oksigen adalah 1/20 koefisien difusi CO2. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan PaO2 atau keadaan hipoksemia yang akan merangsang pusat pernafasan dan terjadi hiperventilasi. Hipoksemia mengakibatkan berbagai derajat hipoksia jaringan dan diikuti peningkatan metabolisme anaerob dan pembentukan asam laktat serta asidosis metabolik yang dapat menambah hiperventilasi"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T1611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Yovansyah Putera
"Latar Belakang: Gawat napas merupakan kondisi di saat sistem pernapasan tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Diperlukan suatu metode atau skala penilaian untuk menilai gawat napas secara lengkap. Pada tahun 2018, Menaldi Rasmin mengembangkan sistem penilaian untuk menilai derajat keparahan keluhan sesak napas yang dinamakan Klasifikasi Klinis Gawat Napas yang terdiri dari tiga variabel pemeriksaan fisis: kesadaran, frekuensi nadi dan saturasi oksigen dari pulse oxymetry. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat akurasi instrumen penilaian Klasifikasi Klinis Gawat Napas dan kaitannya dalam menilai abnormalitas Analisis Gas Darah (AGD) pada pasien IGD RS Persahabatan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain cross sectional yang dilakukan di IGD RS Persahabatan pada bulan April 2023 – Agustus 2023. Subjek penelitian ini adalah pasien yang menjalani pengobatan di IGD KSM Paru RS Persahabatan serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada setiap subjek dilakukan penilaian derajat gawat napas menggunakan Klasifikasi Klinis Gawat Napas dan instrumen penilaian Respiratory Distress Observation Scale (RDOS) sebagai pembanding. Dikumpulkan juga data AGD dan karakteristik tiap subjek.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 189 subjek penelitian. Jenis abnormalitas AGD yang paling banyak ditemukan adalah hipoksemia pada 31 pasien (16.4%). Derajat gawat napas berat memiliki risiko lebih tinggi untuk AGD abnormal dibandingkan gawat napas ringan (OR 26.0 (CI95% 6.3 - 106.7), p=0.005). Penilaian menggunakan Klasifikasi Klinis Gawat Napas memiliki nilai terbaik pada cut-off skor ≥ 5 dengan sensitivitas 53.6 %, spesifitas 95.7% dan Youden Index 0.493, serta nilai AUC sebesar 0.77 dalam menilai abnormalitas AGD. Sedangkan penilaian dengan RDOS memiliki nilai terbaik pada cut-off skor ≥ 4 dengan sensititivitas 75.3%, spesifitas 53.3% dan Youden Index 0.286 serta nilai AUC sebesar 0.67.
Kesimpulan: Klasifikasi Klinis Gawat Napas menunjukkan manfat dalam aplikasi klinis sebagai penilaian awal derajat keparahan gawat napas serta dapat digunakan untuk mendeteksi abnormalitas AGD.

Background: Respiratory distress is a condition when the respiratory system is unable to carry out normal gas exchange without assistance. A method or assessment scale is needed to assess respiratory distress completely. In 2018, Menaldi Rasmin developed a scoring system to assess the severity of respiratory distress called the Clinical Classification of Respiratory Distress which consist from three variable : consciousness, respiratory rate and oxygen saturation from pulse oxymetry. This study aims to determine the level of accuracy of Clinical Classification of Respiratory Distress assessment instrument and its relation in assessing Arterial Blood Gas (ABG) abnormalities in emergency room patients at Persahabatan Hospital.
Methods: This research is an observational study using a cross-sectional design which was conducted in the emergency room at Persahabatan Hospital in April 2023 – August 2023. The subjects of this study were patients at pulmonology emergency room at Persahabatan Hospital and met the inclusion and exclusion criteria. Each subject was assessed for the degree of respiratory distress using the Clinical Classification of Respiratory Distress and Respiratory Distress Observation Scale (RDOS) assessment instrument as a comparison. ABG data and characteristics of each subject were also collected.
Result: In this study, there were 189 research subjects. The most common type of ABG abnormality found was hypoxemia in 31 patients (16.4%). Severe respiratory distress had a higher risk of abnormal ABG than mild respiratory distress (OR 26.0 (CI95% 6.3 - 106.7), p=0.005). Assessment using the Clinical Classification of Respiratory Distress has the best value at a cut-off score ≥ 5 with sensitivity of 53.6%, specificity of 95.7% and Youden Index of 0.493, as well as an AUC value of 0.77 in assessing ABG abnormalities. Meanwhile, assessment with RDOS has the best value at a cut-off score ≥ 4 with a sensitivity of 75.3%, specificity of 53.3% and a Youden Index of 0.286 and an AUC value of 0.67.
Conclusion: Clinical Classification of Respiratory Distress can be useful in clinical practice as an initial assessment for the severity of respiratory distress and can be used to detect ABG abnormalities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisah
"Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi masalah kesehatan utama saat ini. Selain gejala respiratorik, pada COVID-19 juga diyakini dapat menyebabkan gangguan pada ginjal dan menyebabkan gangguan asam basa dan elektrolit. Analisa gas darah, elektrolit, dan kreatinin adalah pemeriksaan laboratorium sederhana yang hampir selalu diperiksa pada saat pasien COVID-19 dirawat, tetapi peranannya dalam memprediksi luaran buruk COVID-19 belum banyak diketahui. Luaran buruk pada penelitian ini ialah subjek yang memiliki perawatan di intensive care unit (ICU) dan/atau menggunakan ventilator mekanik dan/atau meninggal. Penelitian ini memiliki desain kohort retrospektif, dengan jumlah sampel 136 subjek. Gangguan asam basa yang tersering adalah alkalosis respiratorik (), sedangkan kelainan elektrolit tersering adalah hiponatremia. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik pada parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, dan kadar natrium. Parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, dan kadar natrium memiliki luas Area Under the Curve secara berurutan sebesar 62,8%; 61,7%; 64,8%; 69,7%; 60,6% dan 73%. Pada analisis regresi logistik, didapatkan suatu model prediksi luaran buruk dengan menggunakan parameter pH, PO2, TCO2, kadar natrium, dan riwayat kardiovaskular.

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) pandemic has become a major health problem. COVID-19 cause respiratory and kidney problems and cause acid-base and electrolyte disturbances. Blood gas analysis, electrolytes, and creatinine are basic laboratory test that always be examined when a COVID-19 hospitalized, but it’s role in predicting COVID-19 poor outcome is still not clear. The poor outcome in this study was the intensive care unit (ICU) admission and/or using mechanical ventilator and/or died. This study has a retrospective cohort design, with a sample size of 136 subjects. The most common acid-base disorder is respiratory alkalosis, while the most common electrolyte abnormality is hyponatremia. In this study, we found statistically significant association between pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, and sodium levels with COVID-19 poor outcome. The parameter pH, pCO2, PO2, SO2, TCO2, and sodium content have an area under the curve respectively ​​62.8%; 61.7%; 64.8%; 69.7%; 60.6% and 73%. In logistic regression analysis, a model for poor prediction was obtained using pH, PO2, TCO2, sodium levels, and cardiovascular history."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library