Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boston : Butterworth-Heinemann, 2001
617.762 BIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Haryono
"Penglihatan binokular yang normal adalah faal penglihatan maksimal yang dicapai seseorang pada penglihatan dengan kedua mata dan bayangan yang diterima setajam-tajamnya dapat diolah oleh susunan syaraf pusat menjadi satu bayangan tunggal ( fusi ) dan berderajat tinggi.( stereoskopis ) (1,2,3).
Penglihatan stereoskopis adalah derajat paling tinggi penglihatan binokular, yang merupakan kedalaman penglihatan atau lebih tepatnya persepsi kedalaman penglihatan binokular dimana dimungkinkan karena kedua mata melihat dari "vintage point" yang berbeda (4,5).
Oleh karena terpisahnya kedua mata di dalam bidang horisontal, maka kedua bayangan retina yang terbentuk menjadi sedikit berbeda. Hal ini menyebabkan disparitas bayangan retina yang akan memberi data penting untuk persepsi kedalaman penglihatan binokular. Agar terjadi penglihatan binokular yang normal, maka diperlukan persyaratan sebagai berikut : (1,2,3,5) fungsi tiap mata harus baik dimana bayangan benda jatuh tepat pada masing-masing bintik kuningnya. tidak terdapat aniseikonia. Fungsi dan kerja sama yang baik dari seluruh otot penggerak bola mata, dan susunan syaraf pusat mempunyai kemampuan untuk mensitesa kedua bayangan yang terbentuk tersebut menjadi bayangan tunggal.
Bila terjadi sedikit saja penyimpangan di atas,akan terjadi penurunan kwalitas penglihatan binokular (2,5).Sebagai salah satu syarat utama untuk terjadinya penglihatan binokular , tajam penglihatan harus baik yaitu 1.00 ( 6/6 ) dengan atau tanpa koreksi. Apabila terjadi gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi, dimana bayangan jatuh tidak tepat di bintik kuning akan terjadi gangguan penglihatan binokular ( 7 ).
Tajam penglihatan yang baik,yaitu 6/6 tanpa koreksi pada emetropia dan dengan koreksi pada ametropia. Kelainan refraksi dapat berupa miopia , hipermetropia dan astigmat. Miopia sendiri menurut derajatnya dibagi menjadi miopia ringan (1 - 3 D), sedang (3 - 6 D), berat (lebih dari 7 D).(7).
Penderita yang ternyata mempunyai kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan kiri, dan setelah diberi kaca mata dengan ukuran yang tepat ternyata ia mengeluh kacamata tersebut tidak enak dipakai atau memberikan rasa pusing. Kelainan refraksi yang berbeda antara mata kanan dan kiri disebut anisometropia.(8,9,10,11)
Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu: (12).
1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5D.
2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D.
3. anisometropia besar, beda refraksi'lebih besar dari 2,5D.
Kelainan ini dapat terjadi dalam berbagai variasi antara lain satu mata emetropia sedangkan mata lainnya lagi ametropia atau keduanya ametropia. Kelainan ini sebagian' besar disebabkan oleh karena perbedaan perkembangan sumbu bola mata antara mata kanan dan kiri. Keluhan anisometropia akan lebih jelas lagi bila perbedaan tersebut lebih dari tiga dioptri,yang akan menyebabkan aniseikonia.(2,13).
Penderita dengan anisometropia sedang akan menyebabkan gangguan stereoskopis ( 12 ).
Duke Elder menuliskan bahwa perbedaan refraksi sebesar 0,25 Dioptri antara kedua mata akan menyebabkan perbedaan persepsi besar bayangan sebesar 0,5 % .Perbedaan besar bayangan yang masih dapat ditoleransi oleh manusia adalah sebesar 5 % (13).
Penilaian penglihatan stereoskopis dapat dilakukan dengan TNO Random Dots Test yang nilainya pada orang normal sebesar 40 detik busur .Karena anisometropia kecil tidak mampengaruhi penglihatan stereoskopis sedangkan anisometropia sedang mempengaruhi penglihatan stereoskopis ( 12 ) , sehingga timbul pemikiran untuk meneliti perbandingan penglihatan stereoskopis antara anisometropia kecil dan anisometropia sedang?"
1999
T58511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seruni Era Lestari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menilai akurasi skrining ROP bayi prematur dengan
menggunakan wide field retinal imaging system (RetCam
vi
®
) yang dilakukan oleh
dokter umum terlatih dibandingkan dengan menggunakan oftalmoskopi indirek
binokuler (BIO). Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dan bersifat uji
diagnostik. Semua bayi prematur yang memenuhi kriteria skrining menurut workshop
ROP dan bayi prematur di Indonesia diikutsertakan pada penelitian ini. Pada
penelitian ini didapatkan hasil bahwa WFDRI (RetCam
®
) yang dilakukan oleh dokter
umum yang terlatih secara baku sama akuratnya dengan oftalmoskopi indirek
binokuler (BIO) dalam skrining ROP pada bayi lahir prematur.ABSTRACT
The aim of this study was to evaluate the accuracy of wide field digital retinal
imaging (RetCam
®) conducted by trained general practitioner in comparison with
binocular indirect ophthalmoscopy (BIO). The design of this study was a cross
sectional, diagnostic trial study. Preterm infants that met the inclusion criteria
according to Indonesia retinopathy of prematurity workshop were included in the
study. The result of this study revealed that the accuracy of WFDRI (RetCam
)
performed by trained general practitioner were similar to those performed using BIO
in ROP screening.;The aim of this study was to evaluate the accuracy of wide field digital retinal
imaging (RetCam
®
) conducted by trained general practitioner in comparison with
binocular indirect ophthalmoscopy (BIO). The design of this study was a cross
sectional, diagnostic trial study. Preterm infants that met the inclusion criteria
according to Indonesia retinopathy of prematurity workshop were included in the
study. The result of this study revealed that the accuracy of WFDRI (RetCam
)
performed by trained general practitioner were similar to those performed using BIO
in ROP screening.;The aim of this study was to evaluate the accuracy of wide field digital retinal
imaging (RetCam
®
) conducted by trained general practitioner in comparison with
binocular indirect ophthalmoscopy (BIO). The design of this study was a cross
sectional, diagnostic trial study. Preterm infants that met the inclusion criteria
according to Indonesia retinopathy of prematurity workshop were included in the
study. The result of this study revealed that the accuracy of WFDRI (RetCam
)
performed by trained general practitioner were similar to those performed using BIO
in ROP screening.;The aim of this study was to evaluate the accuracy of wide field digital retinal
imaging (RetCam
®
) conducted by trained general practitioner in comparison with
binocular indirect ophthalmoscopy (BIO). The design of this study was a cross
sectional, diagnostic trial study. Preterm infants that met the inclusion criteria
according to Indonesia retinopathy of prematurity workshop were included in the
study. The result of this study revealed that the accuracy of WFDRI (RetCam
)
performed by trained general practitioner were similar to those performed using BIO
in ROP screening."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library