Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Fourina Surya
"Latar Belakang: Berdasarkan data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), talasemia sudah ditetapkan sebagai penyakit katastropik kelima setelah jantung, kanker, strok, dan gagal ginjal Tujuan: Mengetahui biaya perawatan peserta JKN penderita talasemia di Indonesia dalam satu tahun dan faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya perawatan tersebut. Metode: penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross-sectional) dengan analisis univariat, bivariate, dan multivariate. Sampel penelitan ini ialah pasien talasemia yang terdaftar sebagai peserta JKN berdasarkan data BPJS Kesehatan 2019-2020. Hasil: BPJS Kesehatan menghabiskan anggaran sebesar Rp. 564,780,608,657 untuk pengobatan pasien talasemia dalam satu tahun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya perawatan talasemia pada peserta JKN adalah jenis kelamin, umur, kelas rawat, tingkat kunjungan RJTL, tingkat kunjungan RITL, tingkat keparahan kasus, jenis talasemia dan obat kelasi besi (p-value<0,05). Kesimpulan: Pengobatan talasemia membutuhkan biaya yang besar dengan prediktor utama biaya perawatan talasemia adalah obat kelasi besi.

Background: Based on data from the National Health Insurance (JKN), talasemia has been designated as the fifth catastrophic disease following heart disease, cancer, stroke and kidney failure. Objective: To find out the cost of treating JKN participants with talasemia in Indonesia in one year period and the factors associated with the cost of the treatment. Methods: a cross-sectional study design using univariate, bivariate, and multivariate analysis. The study sample is talasemia patients who are registered as JKN participants based on BPJS Health data for 2019-2020. Result: BPJS Health spends a budget of Rp. 564,780,608,657 for the treatment of talasemia patients in one year. Factors relating to the cost of treating thalassemia in JKN participants are gender, age, class category, outpatient visit, inpatient visit, case severity, type of thalassemia, and iron chelation drugs (p-value<0,05). Conclusion: Treatment of talasemia requires a large amount of money and the main predictor of talasemia treatment costs is the use of iron chelation drugs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dina Yuliarty
"Latar Belakang: Pada tahun 2021, kasus TB di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus, dengan notifikasi kasus TB pada tahun 2022 mencapai 724.309 kasus (75%). Penemuan kasus TB pada tahun 2022 ini merupakan penemuan kasus tertinggi sejak 1 dekade terakhir. Situasi ini dapat berkontribusi pada peningkatan biaya pelayanan peserta JKN dengan penyakit TB. Tujuan: Mengetahui biaya pelayanan kesehatan peserta JKN dengan penyakit Tuberkulosis (TB) di Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam satu tahun. Metode: Desain studi cross-sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Sampel penelitan yaitu peserta JKN dengan penyakit Tuberkulosis (TB) berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan Tahun 2023. Hasil: Hasil analisis didapatkan bahwa BPJS Kesehatan menghabiskan anggaran sebesar Rp14.244.980.234 (14 Milyar) untuk membayar klaim 3.492 peserta JKN dengan penyakit Tuberkulosis (TB) di Wilayah Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2022. Faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya Tuberkulosis (TB) peserta JKN di Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2022 yaitu umur, jenis kelamin, penyakit penyerta (komorbiditas), segmentasi kepesertaan, hak kelas rawat, kunjungan RJTL, kunjungan RITL, lama hari rawat inap dan Wilayah tempat tinggal. Kesimpulan: Penelitian ini menggambarkan besarnya biaya pelayanan peserta JKN dengan penyakit Tuberkulosis (TB) sehingga program deteksi dini sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya dalam menghemat biaya.

Background: In 2021, TB cases in Indonesia are estimated to be 969,000 cases, with TB case notifications in 2022 reaching 724,309 cases (75%). The discovery of TB cases in 2022 is the highest case discovery since the last decade. This situation can contribute to increasing service costs for JKN participants with TB disease. Objective: To find out the cost of health services for JKN participants with Tuberculosis (TB) in the DKI Jakarta Province Region in one year. Method: Cross-sectional research design with univariate and bivariate analysis. The research sample is JKN participants with Tuberculosis (TB) based on BPJS Health sample data for 2023. Results: The results of the analysis showed that BPJS Health spent a budget of IDR 14,244,980,234 (14 billion) to pay claims for 3.492 JKN participants with Tuberculosis (TB) in the DKI Jakarta Province Region in 2022. Factors related to the cost of Tuberculosis (TB) for JKN participants in the DKI Jakarta Province Region in 2022, namely age, gender, comorbidity, membership segmentation, treatment class rights, RJTL visits, RITL visits , length of stay and region of residence. Conclusion: This research illustrates the high costs of JKN service participants with Tuberculosis (TB), so that an early detection program is very important to carry out as an effort to save costs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surbakti, Erita Fitri
"Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah suatu tindakan intervensi non bedah dengan menggunakan kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh koroner yang menyempit dengan balon dan dilanjutkan dengan pemasangan stent agar pembuluh darah tetap terbuka. Proses penyempitan pembuluh darah koroner ini dapat disebabkan proses aterosklerosis atau thrombosis. PCI merupakan suatu tindakan yang biayanya relatif mahal. Hal ini terkait dengan sumber daya manusia yang terlibat, bahan habis pakai yang digunakan dan penggunaan alat-alat medik.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang terkait dengan biaya perawatan pasien dengan tindakan PCI di RSUP Fatmawati. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif melalui telaah data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), billing dan unit cost dan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya perawatan untuk tindakan PCI di RSUP Fatmawati pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 53.629.532, dan komponen biaya terbesar dari total biaya perawatan tindakan PCI adalah biaya tindakan intervensi PCI, yaitu 82,8%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap biaya perawatan adalah tingkat keparahan penyakit, lama hari rawat, penggunaan ICCU dan jumlah stent, sedangkan kelas perawatan, jumlah oklusi pembuluh darah dan kasus elektif tidak berpengaruh terhadap total biaya perawatan.

Percutaneous Coronary Intervention is a nonsurgical intervention procedure by using a catheter to dilate or open coronary vessels that are narrow with balloons and followed by stent replacement to keep blood vessels open. The process of narrowing of these coronary arteries can be due to the process of atherosclerosis or thrombosis. PCI is an procedure that is relatively expensive. It is related to the human resources involved, the consumabled used and the used of medical devices.
This study aims to analyse the factors associated with patient care costs with PCI procedure at Fatmawati General Hospital. This cross sectional study was conducted quantitatively through hospital information system, billing and unit cost, and qualitatively through in-depth interview.
The results show that the average cost for PCI procedure at Fatmawati General Hospital in 2017 was Rp 53,629,532 and the largest cost component of total PCI cost was the cost of PCI intervention measure of 82,8%. The statistic results showed that the variables severity level, length of stay, use of ICCU and number of stents are correlated with total costs of procedure PCI, but variable room class, blood vessel occlusion and elective cases is not correlated to total cost of PCI.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donatila Mano S.
"Resistensi antimikroba menjadi masalah kesehatan global. Infeksi bakteri resisten dapat meningkatkan biaya perawatan kesehatan, lama perawatan di rumah sakit, morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun negara berkembang. Penelitian yang menghubungkan antara infeksi oleh bakteri gram negatif resisten antibiotik dengan biaya dan lama perawatan rumah sakit belum banyak dilakukan terutama di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang melihat perbandingan biaya perawatan dan lama rawat rumah sakit pada pasien dengan infeksi bakteri gram negatif resisten antibiotik dan peka antibiotik. Pengambilan data dilakukan secara konsekutif dengan kriteria inklusi adalah pasien yang berusis ≥18 tahun dan dirawat inap dengan hasil biakan positif terdapat isolat bakteri Gram negatif. Kriteria eksklusi adalah data psien dari laboratorium mikrobiologi yang tidak sesuai dan pasien yang tidak mendapat antibiotik. Dari 359 isolat hasil penelitian didapatkan sebanyak 221 isolat (61.6%) merupakan isolat bakteri gram negatif yang resisten antibiotik. Adapun bakteri tersebut terdiri K. pneumoniae penghasil ESBL sebanyak 97 isolat (27%), E. coli penghasil ESBL sebanyak 85 isolat (23.7%), P. aeruginosa yang resisten meropenem sebanyak 11 isolat (3.1%) dan A. baumannii resisten meropenem sebanyak 28 isolat (7.8%). Hasil perhitungan biaya perawatan pasien yang terinfeksi bakteri resisten memiliki rerata sebesar Rp 26.010.218,- sedangkan pasien yang terinfeksi bakteri peka memiliki rerata biaya perawatan sebesar Rp 18.201.234,- (p<0.05). Pasien yang terinfeksi A. baumannii resisten meropenem memiliki biaya rawat inap yang paling besar, diikuti E. coli penghasil ESBL, K. pneumoniae penghasil ESBL, dan P. aeruginosa resisten meropenem. Jumlah hari rawat pasien yang terkena infeksi bakteri adalah 14 hari, dan pasien yang terkena infeksi bakteri nonresisten adalah 9 hari (p<0.05). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa infeksi bakteri Gram nehatif resisten mengakibatkan biaya perawatan dan lama rawat rumah sakit meningkat secara bermakna dibandingkan pasien dengan infeksi bakteri peka antibiotik. Pemeriksaan mikrobiologi sangat penting dilakukan, agar pasien mendapatkan antibiotik yang tepat.

Antimicrobial resistance is a global health problems. Resistant bacterial infection increases hospital costs, length of hospital stay, morbidity and mortality in both developed and developing countries. A few research has been found linking infection with antibiotic resistant Gram-negative bacteria with the hospital costs in Indonesia. This study is a cross-sectional study, analyze the comparison of hospital costs in patients with antibiotic-resistant Gram-negative bacterial infections and antibiotic sensitive infections. The sample method is consecutive non-random sampling, with inclusion criteria were patients who were aged ≥18 years and hospitalized with Gram negative bacterial positive culture. Exclusion criteria were inappropriate patient data and patients not receiving antibiotics. From 359 isolates, 221 isolates (61.6%) were antibiotic resistant Gram negative bacteria. The bacteria consisted of 97 isolates (27%) of ESBL-producing K. pneumoniae, 85 isolates (23.7%) were ESBL-producing E. coli, 28 isolates (7.8%) were meropenem-resistant A. baumannii, and 11 isolates (3.1%) were meropenem-resistant P. aeruginosa. The average hospital cost of patients with antibiotic resistant Gram-negative bacteria was Rp. 26,010,218, whereas patients with antibiotic sensitive infection was Rp. 18,201,234, - (p<0.05). Patients with meropenem resistant A. baumannii have the highest hospital costs, followed by ESBL-producing E. coli, ESBL-producing K. pneumoniae, and meropenem-resistant P. aeruginosa. The average length of hospital stay in patients with antibiotic-resistant Gram-negative bacterial infections was 14 days, whereas patients with antibiotic sensitive infection was 9 days (p<0.05). The results showed that resistant Gram-negative bacterial infection is significantly higher hospital costs and hospital stay compared to patients with antibiotic-sensitive bacterial infections. Microbiological culture is important to do, so the patients will get the right antibiotics."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donatila Mano S.
"Resistensi antimikroba menjadi masalah kesehatan global. Infeksi bakteri resisten dapat
meningkatkan biaya perawatan kesehatan, lama perawatan di rumah sakit, morbiditas
dan mortalitas baik di negara maju maupun negara berkembang. Penelitian yang
menghubungkan antara infeksi oleh bakteri gram negatif resisten antibiotik dengan
biaya dan lama perawatan rumah sakit belum banyak dilakukan terutama di Indonesia.
Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang melihat perbandingan biaya
perawatan dan lama rawat rumah sakit pada pasien dengan infeksi bakteri gram negatif
resisten antibiotik dan peka antibiotik. Pengambilan data dilakukan secara konsekutif
dengan kriteria inklusi adalah pasien yang berusis ≥18 tahun dan dirawat inap dengan
hasil biakan positif terdapat isolat bakteri Gram negatif. Kriteria eksklusi adalah data
psien dari laboratorium mikrobiologi yang tidak sesuai dan pasien yang tidak mendapat
antibiotik. Dari 359 isolat hasil penelitian didapatkan sebanyak 221 isolat (61.6%)
merupakan isolat bakteri gram negatif yang resisten antibiotik. Adapun bakteri tersebut
terdiri K. pneumoniae penghasil ESBL sebanyak 97 isolat (27%), E. coli penghasil
ESBL sebanyak 85 isolat (23.7%), P. aeruginosa yang resisten meropenem sebanyak 11
isolat (3.1%) dan A. baumannii resisten meropenem sebanyak 28 isolat (7.8%). Hasil
perhitungan biaya perawatan pasien yang terinfeksi bakteri resisten memiliki rerata
sebesar Rp 26.010.218,- sedangkan pasien yang terinfeksi bakteri peka memiliki rerata
biaya perawatan sebesar Rp 18.201.234,- (p<0.05). Pasien yang terinfeksi A. baumannii
resisten meropenem memiliki biaya rawat inap yang paling besar, diikuti E. coli
penghasil ESBL, K. pneumoniae penghasil ESBL, dan P. aeruginosa resisten
meropenem. Jumlah hari rawat pasien yang terkena infeksi bakteri adalah 14 hari, dan
pasien yang terkena infeksi bakteri nonresisten adalah 9 hari (p<0.05). Hasil penelitian
ini memperlihatkan bahwa infeksi bakteri Gram nehatif resisten mengakibatkan biaya
perawatan dan lama rawat rumah sakit meningkat secara bermakna dibandingkan pasien
dengan infeksi bakteri peka antibiotik. Pemeriksaan mikrobiologi sangat penting
dilakukan, agar pasien mendapatkan antibiotik yang tepat.

Antimicrobial resistance is a global health problems. Resistant bacterial infection
increases hospital costs, length of hospital stay, morbidity and mortality in both
developed and developing countries. A few research has been found linking infection
with antibiotic resistant Gram-negative bacteria with the hospital costs in Indonesia.
This study is a cross-sectional study, analyze the comparison of hospital costs in
patients with antibiotic-resistant Gram-negative bacterial infections and antibiotic
sensitive infections. The sample method is consecutive non-random sampling, with
inclusion criteria were patients who were aged ≥18 years and hospitalized with Gram
negative bacterial positive culture. Exclusion criteria were inappropriate patient data
and patients not receiving antibiotics. From 359 isolates, 221 isolates (61.6%) were
antibiotic resistant Gram negative bacteria. The bacteria consisted of 97 isolates (27%)
of ESBL-producing K. pneumoniae, 85 isolates (23.7%) were ESBL-producing E. coli,
28 isolates (7.8%) were meropenem-resistant A. baumannii, and 11 isolates (3.1%) were
meropenem-resistant P. aeruginosa. The average hospital cost of patients with antibiotic
resistant Gram-negative bacteria was Rp. 26,010,218, whereas patients with antibiotic
sensitive infection was Rp. 18,201,234, - (p<0.05). Patients with meropenem resistant
A. baumannii have the highest hospital costs, followed by ESBL-producing E. coli,
ESBL-producing K. pneumoniae, and meropenem-resistant P. aeruginosa. The average
length of hospital stay in patients with antibiotic-resistant Gram-negative bacterial
infections was 14 days, whereas patients with antibiotic sensitive infection was 9 days
(p<0.05). The results showed that resistant Gram-negative bacterial infection is
significantly higher hospital costs and hospital stay compared to patients with antibioticsensitive
bacterial infections. Microbiological culture is important to do, so the patients
will get the right antibiotics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aysha Azzahra Bachmimsyah
"Latar Belakang: Prevalansi penyakit periodontitis di Indonesia tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan berbagai penyakit gigi dan mulut lainnya. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, prevalansi periodontitis prevalansinya mencapai 74,1% pada tahun 2018. Beban ekonomi dari biaya perawatan periodontitis mencapai hingga 812 milyar rupiah secara global. Negara lain seperti negara Eropa dan Malaysia telah memiliki analisis biaya perawatan periodontitis yang dibutuhkan untuk menanggulangi prevalansi periodontitis. Peneliti tertarik untuk melakukan analisis biaya perawatan periodontitis stage I-IV pada penelitian ini dikarenakan Indonesia sendiri belum memiliki data tersebut. Tujuan: Untuk mendapatkan perkiraan biaya perawatan periodontitis yang dihitung berdasarkan perubahan status periodontal (Indeks Plak (IP), Papillary Bleeding Index (PBI), Indeks Kalkulus (IK)) setelah perawatan. Metode: Dari 210 rekam medik yang diambil dari Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode April 2020 - Juli 2022, terdapat 64 rekam medik yang dianalisis. Pendekatan deskriptif dan observasional analitik dibuat dan diolah dengan analisis univariat dan bivariat dengan SPSS 26.0. Dilakukan pengambilan data diantaranya adalah biaya perawatan periodontitis dan perubahan skor status periodontal pada variabel IP, PBI, dan IK. Hasil: Biaya perawatan periodontitis stage I-IV berhasil diperoleh, namun biaya perawatan tersebut tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perubahan variabel IP, PBI, dan IK. Perubahan variabel IP, PBI, dan IK juga tidak memiliki hubungan signifikan dengan jumlah kunjungan. Kesimpulan: Didapatkan analisis biaya perawatan berdasarkan stage I-IV dan sekuens perawatan, serta hasil analisis hubungan antara biaya perawatan dengan perubahan variabel IP, PBI, dan IK dan jumlah kunjungan.

Background: The prevalence of periodontitis in Indonesia is relatively higher compared to various other oral and dental diseases. According to data from the Ministry of Health, the prevalence of periodontitis reached 74.1% in 2018. The economic burden of periodontitis treatment globally amounted to 812 billion rupiah. Other countries, such as those in Europe and Malaysia, have conducted cost analyses of periodontitis treatment to solve its prevalence. Authors of this study are interested in conducting a cost analysis of periodontitis treatment stages I-IV in this study since Indonesia itself lacks such data. Objective: To estimate the cost of periodontitis treatment calculated based on changes in periodontal status (Plaque Index (PI), Papillary Bleeding Index (PBI) and Calculus Index (CI)) after treatment and number of visits. Method: Out of 210 medical records collected from the Periodontology Clinic at Dental and Oral Health Hospital (RSKGM) of Dentistry University of Indonesia during the period of April 2020 to July 2022, 64 medical records were analyzed. A descriptive and analytical observational approach was employed and processed using univariate and bivariate analysis with SPSS 26.0. Data collection included the cost of periodontitis treatment and changes in periodontal status scores for the PI, PBI and CI variables. Results: The cost of periodontitis treatment stages I-IV was successfully obtained; however, these treatment costs did not show a significant relationship with changes in variables PI, PBI and CI. Neither that the changes of PI, \PBI and CI showed a significant relationship with number of visits. Conclusion: An analysis of treatment costs based on stages I-IV and treatment sequences was obtained, along with the results of the analysis of the relationship between treatment costs and changes in variables PI, PBI and CI and number of visits."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library