Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aynita Halim
"[ABSTRAK
Latar belakang: Berdasarkan data riskesdas 2013, prevalensi batu saluran kemih di Indonesia adalah 0,6 persen. Batu saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor; lingkungan kerja panas dan BJ Urin. Sebagian pekerja dapur RS X Tangerang mengeluh lingkungan kerja yang panas berlebihan sehingga berkeringat dan data medical check up tahun 2014 tidak ada pemeriksaan urin sehingga gambaran status kesehatan pekerja akibat lingkungan panas tidak dapat diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkungan kerja panas dengan kristalisasi urin pada pekerja dapur RS X Tangerang.
Metode: Rancangan penelitian yang digunakan adalah kros seksional. Pengumpulan data dilakukan di RS X Tangerang dari bulan Januari sampai Maret 2015, dengan menggunakan kuesioner, wawancara, pemeriksaan tanda vital responden sebelum dan sesudah kerja, pemeriksaan urinalisa sebelum dan sesudah kerja serta pengukuran suhu lingkungan kerja dengan menggunakan alat area heat stress monitor Quest Stemp 36 dan perhitungannya berdasarkan Indeks Suhu Bola Basah. Berdasarkan metode total populasi dan setelah mempertimbangkan faktor eklusi dan inklusi didapatkan sampel sebanyak 105 orang.
Hasil: Prevalensi kristal urin ditemukan sebesar 6,7% pada pemeriksaan urin sebelum kerja dan 10,5% sesudah kerja. Lingkungan kerja panas tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja (p=0,316). BJ urin mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya kristalisasi urin (p<0,05), dimana risiko untuk terjadinya kristalisasi urin meningkat 1,8 kali sesudah kerja. Faktor risiko lain seperti umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, Indeks Masa Tubuh, kebiasaan makan dan minum, masa kerja, lama kerja, dan jenis pekerjaan tidak terdapat hubungan yang bermakna (p>0,05).
Kesimpulan: Lingkungan kerja panas dan faktor risiko lainnya tidak berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di bagian dapur RS X Tangerang. BJ Urin responden berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin baik pada pemeriksaan urin sebelum dan sesudah kerja, Ini berarti sebelum kerja responden sudah dehidrasi, mungkin karena kurang minum atau paparan panas sebelumnya. Ditambah lingkungan kerja panas kepekatan urin meningkat, karenanya dianjurkan pekerja mengkonsumsi cairan minimal dua liter perhari.

ABSTRACT
Background: According to 2013 Riskesdas data, the prevalence of urinary tract calculus in Indonesia is 0.6%. Several factors like temperature of working environment and urine specific gravity contribute to the formation of urinary tract calculus. Some of kitchen workers in the hospital X Tangerang complain about their hot working environment which caused them to sweat excessively and medical check-ups data in 2014, there was no urine examination so that an overview of health status of workers due to hot environment can‟t be obtained.This study aims to determine the relationship between hot working environment and urine crystallization on the kitchen workers of hospital X Tangerang
Methods: The research used a cross-sectional design. Data collection was done in Hospital X Tangerang from January to March 2015 using questionnaire, interview, and vital signs examination of the respondents before and after work, urine examination before and after work. Environment temperature was measured using area heat stress monitor Quest Stemp 36 and the calculation was done based on WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index). Using total population methods after considering the inclusion and exclusion factors, we acquired 105 people as samples.
Result: The prevalence of urinary crystals was 6. 7% on urine samples before work and 10.5% after work. The relationship between hot working environment and the formation of crystals in the urine was not significant in the kitchen workers (p>0.316). Urine specific gravity has a significant relationship to the formation of crystals in the urine (p<0.05) in which the risk of the crystals formation increase 1,8 time after work. The other risk factors such as age, sex, hospital sheet, body mass index, eating and drinking habits, tenure, long working, and type of work showed no significant relationship (p>0.05).
Conclusion: Hot working environment and the other risk factors are not related to urine crystallization in the kitchen workers of Hospital X Tangerang. Urine specific gravity is related to the formation of crystals in the urine before and after work. This means, before working respondents already dehydrated, probably due to lack of drinking or heat exposure before. Hot working environment increases urine concentration. It‟s recommended for workers to consume at least two liters of fluid perday., Background: According to 2013 Riskesdas data, the prevalence of urinary tract calculus in Indonesia is 0.6%. Several factors like temperature of working environment and urine specific gravity contribute to the formation of urinary tract calculus. Some of kitchen workers in the hospital X Tangerang complain about their hot working environment which caused them to sweat excessively and medical check-ups data in 2014, there was no urine examination so that an overview of health status of workers due to hot environment can‟t be obtained.This study aims to determine the relationship between hot working environment and urine crystallization on the kitchen workers of hospital X Tangerang
Methods: The research used a cross-sectional design. Data collection was done in Hospital X Tangerang from January to March 2015 using questionnaire, interview, and vital signs examination of the respondents before and after work, urine examination before and after work. Environment temperature was measured using area heat stress monitor Quest Stemp 36 and the calculation was done based on WBGT (Wet Bulb Globe Temperature Index). Using total population methods after considering the inclusion and exclusion factors, we acquired 105 people as samples.
Result: The prevalence of urinary crystals was 6. 7% on urine samples before work and 10.5% after work. The relationship between hot working environment and the formation of crystals in the urine was not significant in the kitchen workers (p>0.316). Urine specific gravity has a significant relationship to the formation of crystals in the urine (p<0.05) in which the risk of the crystals formation increase 1,8 time after work. The other risk factors such as age, sex, hospital sheet, body mass index, eating and drinking habits, tenure, long working, and type of work showed no significant relationship (p>0.05).
Conclusion: Hot working environment and the other risk factors are not related to urine crystallization in the kitchen workers of Hospital X Tangerang. Urine specific gravity is related to the formation of crystals in the urine before and after work. This means, before working respondents already dehydrated, probably due to lack of drinking or heat exposure before. Hot working environment increases urine concentration. It‟s recommended for workers to consume at least two liters of fluid perday.]"
Lengkap +
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Scorlice Okfadi Mangori
"ABSTRAK
Latar Belakang : Bagi para pekerja yang beraktivitas diluar ruangan dan siang hari tentu akan rentan terhadap keadaan yang disebut Heat Stress akibat pajanan panas. Jika kemampuan tubuh berkurang dalam rangka menurunkan suhu inti tubuh, maka akan membuat beberapa gangguan kesehatan bagi para pekerja. Asupan cairan yang cukup akan membuat pekerja lebih tahan terhadap dampak Heat Stress. Salah satu cara melihat kecukupan cairan tubuh adalah dengan melihat Status Hidrasi. Status Hidrasi dapat dilihat dengan mengukur Berat Jenis Urin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat Status Hidrasi pada pekerja Land Seismic serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi Status Hidrasi serta ketaatan pekerja terhadap kebijakan perusahaan mengenai konsumsi air selama bekerja.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional dengan jumlah sampel sebanyak 68 orang yang dipilih berdasarkan total sampel (1unit pekerja). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, kuesioner, pemeriksaan fisik (Tinggi dan Berat Badan), pengukuran suhu lingkungan, dan pengukuran Berat Jenis Urin di akhir shift kerja. Pengukuran Berat Jenis Urin dilakukan dengan menggunakan Hand Refractometer. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Chi Square.
Hasil : Prevalensi Status Hidrasi yang TIDAK BAIK pada pekerja di akhir shift sebesar 42%. Faktor-faktor yang mempengaruhi status hidrasi (Umur, Indeks Masa Tubuh, Asupan Cairan, Lama Kerja) yang diteliti tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan Status Hidrasi. Selain itu, tingkat kepatuhan pekerja terhadap kebijakan perusahaan sangat rendah yaitu hanya 1,2% pekerja yang patuh terhadap kebijakan perusahaan.

ABSTRACT
Background : For workers who work outdoors and during the day would be prone to a condition called Heat stress due to heat exposure. If the ability of the body is reduced in order to lower the body's core temperature, it will create some health problems for workers. Adequate fluid intake will make workers more resistant to the effects of Heat Stress. One way to look at the adequacy of body fluids is to look Hydration Status. Hydration status can be seen by measuring Urine Specific Gravity. This study aims to look at Land seismic workers' hydration status and look at factors that affect the hydration status and also want to see workers adherences against company policy regarding the consumption of water during work.
Methode : This research using Cross Sectional design with 68 samples (total samples) . Data collected by interview, quesioners, physical check (body weight and Height), working enviroment temperature measurement, and Urin specific gravity measurement. Measurement of urine specific gravity using Hand- refractometer. Data analysed using Chi Square.
Result : The prevalence of hydration status is that classified as NOT GOOD (≥1.020) at end of shift at 42%. Factors that affect the hydration status (age, body mass index, intake of liquids, work time status) studied did not have a significant relation with the hydration status. In addition, the level of compliance of workers against company policy is very low at only 1.2% of workers who adhere to company policies.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Arighi Suhandi
"ABSTRACT
Cairan di dalam tubuh memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia agar dapat
bertahan hidup. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mengetahui status hidrasi untuk
mengetahui kondisi keseimbangan cairan tubuh sehingga aktivitas dapat berjalan
dengan lancar. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif sederhana
dengan 89 responden yang bertujuan untuk mengetahui gambaran status hidrasi
mahasiswa program sarjana reguler Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan pengukuran berat jenis urin,
diketahui bahwa sebanyak 58,4% responden memiliki status hidrasi
normal/euhidrasi, 37,1% mengalami overhidrasi, dan 4,5% mengalami dehidrasi.
Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan adanya asuhan keperawatan
preventif untuk meningkatakan kesadaran mahasiswa akan status hidrasi mereka.

ABSTRACT
Body fluid has important functions for human to survive. Therefore, students need
to know the hydration status to determine the condition of body fluid balance so
their activities can be performed well. This study uses a simple descriptive design
with 89 respondents to describe the hydration status on reguler students Nursing
Faculty of Universitas Indonesia. Based on measurment of urine specific gravity,
the results of the study showed that 58.4% of respondents had normal hydration
status/euhydration, 37.1% of respondents had overhydration, and 4.5% of
respondents had dehydration. Therefore, this study reccomend preventif nursing
care to increase awareness of students concerning their hydration status"
Lengkap +
2016
S63217
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Wahyudi
"ABSTRAK
Dunia industri erat dengan kegiatan proses produksi yang berhubungan dengan mesin dan ruangan kerja yang menghasilkan panas. Pajanan terhadap pekerja yang terus berlanjut, akan mengakibatkan penurunan produktifitas kerjadan terjadi peningkatan resiko gangguan kesehatan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh tekanan panas terhadap kondisi fisiologis dan psikologis pada pekerja di PT. XYZ tahun 2017. PT. XYZ bergerak di bidang pertambangan emas bawah tanah. Respon fisiologis pekerja PT. XYZ terhadap tekanan panas dilihat berdasarkan adanya peningkatan suhu, denyut nadi dan perubahan nilai berat jenis urin dan respon psikologis pekerja dilihat dari keluhan subyektif yang muncul. Hasil pengukuran indeks tekanan panas diketahui sebanyak 62 responden 73.8 mengalami tekanan panas dan sisanya sebanyak 22 responden 26.2 tidak mengalami tekanan panas. Hasil uji statistik chi-square dengan p value>0,05 diketahui tekanan panas tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan suhu tubuh (p=0,785), peningkatan denyut nadi (p=0.867), statushidrasi (p=0.280) dan keluhan subyektif (p=0.221).

ABSTRACT
The industrial world is closely linked to the production-related manufacturing processes associated with heat-generating machines and workspaces. Continuous exposure of heat stress to workers will lead to decrease
in work productivity and increased risk of heat related illness. This study aims to analyze the effect of heat stress on physiological and psychological conditions on PT. XYZ worker's in 2017. PT. XYZ is engaged in
underground gold mining. The physiological response of PT. XYZ workers to heat stress is seen based on body temperature increase, pulse rate and urine gravity
change. Psychological response of workers seen from subjective complaints that arise. The result of heat stress index measurement is known as 62 respondents
(73.8%) suffering heat pressure and the remaining 22 respondents (26.2%) did not suffering heat pressure. The result of chi-square statistic test with p value> 0,05
known that hot pressure has no significant correlation with increase of body temperature (p=0,785), increase of pulse rate (p=0,867), hydration status (p=0,280) and subjective complaint (P=0.221)."
Lengkap +
2017
T48489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Deasy Irwanto
"Latar belakang: Masa anak dan remaja merupakan masa tumbuh kembang yang membutuhkan gizi seimbang. Air sebagai bagian terbesar dalam tubuh manusia, kemungkinan berhubungan dengan asupan energi dan status gizi seseorang. Tujuan: Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara asupan energi, cairnn total, dan status gizi dengan status hidrasi pad a anak dan remaja untuk menurunkan risiko dehidrasi dan malnutrisi. Metode: Penelitian ini dilakukan terhadap 116 subjek anak dan remaja dari empat sekolah yang didapat secara random dengan menggunakan desain studi potong lintang. HasH: Dari penelitian diperoleh hasil rerata berat jenis urin sebagai indikator status hidrasi pada subjek adalah 1,0197 ± 0,007 dengan jurnlah subjek yang mengalami dehidrasi adalah 50%. Hampir 50% dari subjek juga mengalami malnutrisi. Pada subjek, tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara asupan energi (r=-0,110, p=0,239), air (r=-0,043, p=0,656), dan cairan total (r=0,042, p=0,656), namun subjek dengan status nutrlsi normal menunjukkan status hidrasi yang lebih baik daripada subjek dengan gizi berlebih (p=O,046). Kesimpulan: Pada subjek tidak ditemukan korelasi asupan energi dan cairan total yang bermakna dengan status hidrasi, namun terdapat perbedaan status hidrasi yang bermakna antara subjek dengan status gizi normal dan gizi lebih. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi asupan energi dan cairan total dan status hidrasi."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Ginova
"Studi eksperimental hewan memperlihatkan bahwa kadar vasopresin serum yang tinggi berhubungan dengan hiperfiltrasi, albuminuria dan hipertrofi glomerulus, dan dikhawatirkan berlanjut menjadi penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dalam jangka panjang. Namun, belum terdapat laporan yang membuktikan hubungan sebab-akibat antara peningkatan vasopresin serum dengan gangguan ginjal. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peningkatan vasopresin serum dengan gangguan ginjal, beserta lokasi gangguan ginjal tersebut. Studi ini juga ditujukan untuk melihat kemampuan berat jenis (BJ) urin untuk mendeteksi gangguan ginjal.
Penelitian ini adalah studi potong lintang dengan consecutive sampling di sebuah pabrik sepatu pada bulan Januari–Maret 2020. Subjek adalah pekerja terpajan panas yang dinyatakan sehat berdasarkan medical checkup tahun 2019. Sampel darah dan urin diambil lima jam setelah subjek bekerja. Subjek diperiksakan kreatinin plasma, estimasi LFG berdasarkan CKD-EPI, BJ urin, albuminuria carik-celup, albumincreatinine ratio (ACR) urin, vasopresin serum, kidney injury molecule-1 (KIM-1) urin, dan nefrin urin. Data masa kerja, dan jenis kelamin diperoleh melalui wawancara.
Pada studi ini, diperoleh 119 subjek wanita dengan median usia 38 (31–51) tahun dan median masa kerja 10 (3–14) tahun. Hiperfiltrasi didapatkan pada 18 subjek, LFG tidak menurun pada 104 subjek (87,4%), dan peningkatan nefrin urin pada 104 pekerja (87,4%). Tidak terdapat hubungan antara vasopresin meningkat dengan hiperfiltrasi, penurunan LFG, albuminuria, nefrin urin, dan KIM-1 urin. Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan nefrin urin dengan masa kerja ≥ 10 tahun (p = 0,03). Terdapat hubungan peningkatan KIM-1 urin dengan albuminuria (p = 0,008). Terdapat area under the curve (AUC) antara BJ urin dan nefrin urin sebesar 81,7% (95% CI 68,8–94,6%), dengan titik potong BJ urin ≥ 1,018 yang memiliki sensitivitas 71,2% dan spesifisitas 80% untuk kenaikan nefrin.
Sebagai simpulan, peningkatan vasopresin serum tidak berhubungan dengan hiperfiltrasi, penurunan LFG, albuminuria, dan peningkatan KIM-urin. Masa kerja > 10 tahun dihubungkan dengan peningkatan nefrin urin. BJ urin ≥ 1,018 dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi kenaikan nefrin urin pada pekerja terpajan panas.

Animal experimental studies have shown that high serum vasopressin levels are associated with hyperfiltration, albuminuria, and glomerular hypertrophy, which may lead to decreased glomerular filtration rate (GFR) in long-term. However, there was no earlier report that has established the causal relationship between elevated serum vasopressin and renal impairment. This study aims to determine the association between increased serum vasopressin and kidney impairments, along with the location of these impairments. This study is also aimed to look at the ability of urine specific gravity to detect elevated serum vasopressin and kidney impairments.
This study was a cross-sectional study with consecutive sampling in a shoe factory from January–March 2020. Subjects were heat-exposed workers who were declared healthy based on the medical checkup in 2019. Blood and urine samples were taken five hours after the subject worked. Subjects were examined for plasma creatinine, estimated GFR (eGFR) based on CKD-EPI, urine specific gravity, dipstick albuminuria, urine albumin-creatinine ratio (ACR), serum vasopressin, urine kidney injury molecule-1 (KIM-1), and urinary nephrin. Data on age, length of service, and gender were obtained through interviews.
There were 119 female subjects with a median age of 38 (31–51) years and a median length of service 10 (3–14) years. eGFR was not decreased in 104 subjects (87.4%) and urinary nephrin increased in 104 workers (87.4%). There were no increase in urinary albumin excretion and urinary KIM-1. There were significant association between increased urinary nephrin with length of service ≥ 10 years (p = 0.03), normal-increased eGFR with age 30–39 years (p = 0.001), and increased urinary KIM-1 with albuminuria (p = 0.008). There was an area under the curve (AUC) of 81.7% (95% CI 68.8–94.6%) between urine specific gravity and urinary nephrin, with a cut-off point of urine specific gravity > 1.018 having a sensitivity of 71.2% and a specificity of 80% for the increase in urinary nephrin.
In conclusion, increased serum vasopressin does not cause a decrease in GFR, albuminuria, and increase in urinary KIM, but does cause an increase in urinary nephrin. urine specific gravity ≥ 1.018 can be used as a cut-off for detecting increased urinary nephrin in heat-exposed workers."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library