Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bimantoro Whisnu Aji
Abstrak :
Latar belakang penelitian ini adalah fenomena transfer pricing TP abuse yang sering dilakukan oleh PMA. Permasalahan yang diangkat terkait kesesuaian proses pemeriksaan TP dengan konsep dan regulasi, hambatan yang ada, dan melihat dari sisi BEPS Action 8-10. Penelitan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dengan jenis penelitian studi kasus PT XYZ. Hasil penelitian terdapat ketidaksesuaian praktik dengan konsep dan juga regulasi berupa ambiguitas penggunaan checklist, proses penetapan perusahaan pembanding, dan penetapan operating margin PT XYZ di titik median. Hambatan dalam proses pemeriksaan TP yaitu assymetrical information, pemahaman TP yang beragam, dan keterbatasan waktu. BEPS Action 8-10 memberikan lima langkah penilaian risiko pada analisa FAR dengan tetap berpedoman pada control over risk dan financial capacity.Kata Kunci : harga transfer, Analisa Fungsi, Asset, dan Risiko, BEPS
AbstractsBackground for this research is the phenomenon of transfer pricing TP abuse that often used by MNE rsquo s. The problem that brought up on this research were the conformity between tax audit practice according to TP rsquo s concept and regulation, the obstacle that faced during tax audit, and the perspective on BEPS Action 8 10. This research used qualitative approach with depth interview data collection using case study in PT.XYZ. This research found that there are non conformity such as ambiguities of Per 22 rsquo s checklist, process for comparabled selection, and adjustment on median level for PT XYZ OM. The obstacles that faced during Tax Audit were asymmetrical information, various understanding on TP, and time constrain. BEPS Action 8 10 provide five step of risk analysis on FAR that still guided by control over risk and financial capacity approaches.
2017
T48006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiduri Ismayanti Fitriana
Abstrak :
MAP merupakan cara yang paling efektif dalam upaya menghilangkan pajak berganda, oleh sebab itu, implementasi MAP yang baik sangat diperlukan, namun ketidakjelasan informasi dan pengetahuan mengenai MAP, membuat jalur penyelesaian sengketa internasional tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan efektif. Penerapan peraturan MAP yang berlaku semenjak 6 tahun yang lalu tidak menunjukan adanya peningkatan penyelesaian kasus sengketa melalui jalur MAP. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana Implementasi MAP di Indonesia berdasarkan BEPS Action Plan 14 yang berisikan prosedur tindakan yang direkomendasikan untuk membuat MAP berjalan lebih efektif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data secara studi literature dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menggambarkan Implementasi Kebijakan Mutual Agreement Procedure (MAP) masih belum berjalan dengan baik, namun pihak pejabat berwenang masih terus melakukan perbaikan kinerjanya. BEPS Action Plan 14, tidak dapat diadopsi semuanya, karena memang harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. ...... MAP is the most effective dispute resolution to prevent double taxation, but lack of information and knowledge about MAP, make this international dispute resolution is not can be utilized effectively. MAP Regulations are applicable since 6 years ago did not show any increase in the settlement of disputes through the MAP. This research is trying to analyze implementation of MAP policy in Indonesia based on BEPS Action Plan 14 containing procedure actions which is recommended to make MPA more effective. Descriptive qualitative data collection method is chosen to be approach of this study by collecting data from literature review and field studies using in-dept interview technique and observation. At the end of this study, researcher conclude that the implementation of Mutual Agreement Procedure in Indonesia is not running well but the competent authority still continue to improve its performance. BEPS Action Plan 14, can not be adopted all of them, because it must be adapted to the conditions in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rizky Saputra
Abstrak :

Penelitian ini membahas mengenai latar belakang perubahan entity approach menjadi transactional approach dalam CFC rules Indonesia. Penelitian ini menganalisis kelebihan dan juga kelemahan dari masing-masing pendekatan. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis CFC rules Indonesia ditinjau dengan six building blocks BEPS Action Plan 3.. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis data kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah pertama, perubahan pendekatan dilatar belakangi kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pendekatan dan untuk mendorong transparansi, kepastian hukum, dan keadilan bagi wajib pajak. Kedua, terdapat beberapa rekomendasi dari BEPS Action Plan 3 baik yang sudah diterapkan, maupun belum diterapkan untuk dipertimbangkan, diantaranya mengatur lebih lanjut mengenai definsi CFC yang disertai dengan hybrid mismatch rule, mengatur lebih lanjut ketentuan trust, menerapkan tax rate exemption, meningkatkan kemampuan dan kapasitas pemerintah terkait penerapan transactional approach, memperjelas ketentuan untuk menggunakan ketentuan parent dalam menghitung penghasilan CFC, mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai kerugian CFC, mengatur batas minimal kepemilikan bersama-sama, dan mengatur ketentuan atribusi penghasilan CFC yang berdasarkan periode kepemilikan


This research discusses about the background change of entity approach into transactional approach in CFC rules Indonesia by analyzing the advantages and disadvantages of each approach. In Addition, this research also discusses about the current CFC rules Indonesia reviewed by six building blocks Base Erosion and Profit Shifting Action Plan 3. The research method uses qualitative descrirptive method. This research concludes that first, the background change of entity approach into transactional approach is the advantages and disadvantages of each approach and to stimulate transparency, legal-certainty, and fairness. Second, there are some recommendation from six building blocks BEPS Action Plan 3 that have been or not been adopted that needs to be reconsidered  such as regulating the definition of CFC rules that also includes hybrid mismatch rule, regulating provision about trust, upgrading the capacity of DGT, regulating the provision to use parent provision for calculating CFC income, regulating provision about CFC losses, regulating the minimum threshold of joint ownership, and attributing the CFC income by considering period of ownership

Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dealita Tiara Oktaviani
Abstrak :
Advance Pricing Agreement (APA) merupakan salah satu instrumen untuk meminimalisir sengketa transfer pricing. Di Indonesia ketentuan mengenai APA pertama kali diadopsi dalam UU Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 18 ayat (3a) kemudian dikeluarkannya peraturan pelaksana melalui PER Nomot 69/PJ/2010. Namun selama masa itu, perkembangan APA di Indonesia masih lambat dan sampai dengan tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum dapat menyepakati satu pun APA. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan pelaksanaan APA di Indonesia pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.03/2015 memilki peningkatan. Berdasarkan statistik APA setelah tahun 2016 terjadi peningkatan pengajuan APA dan adanya beberapa APA yang dapat disepakati oleh DJP dan pelaksanaan APA di Indonesia berdasarkan rekomendasri BEPS Action Plan 14 telah menerapkan best practice 4 dan best practice 11. Namun, disamping itu dalam pelaksanaan APA di Indoensia masih memiliki beberapa kendala antara lain permasalahan mengenai transparansi dan kepastian mengenai penyelesaian APA. Menanggapi hal tersebut pemerintah telah melakukan beberapa upaya antara lain, peningkatan sumber daya manusia dan penyempurnaan peraturan. ...... Advance Pricing Agreement (APA) is one of the fiscal instruments for minimizing transfer pricing disputes. In Indonesia, the regulation of APA first adopted in UU Nomor 17 tahun 2000 about Income Tax, provision 18 (3a) and later issued implementation regulation through PER Number 69/PJ/2010. However, during that period the development of APA in Indonesia still passive. In 2015 Directorate General of Taxation (DGT) has not able to agree on any APA. This thesis is descriptive qualitative reasearch with data collection techniques through literature study and field study conducted by interviews with relevant parties. The result of this research shows that the development of APA implementation after the issuance of Minister of Finance Regulation No 7/PMK.03/2015 has increased. Based on statistics of APA in Indonesia after 2016 there was an increase in the APA submissions and the DGT has sucsessfully conclude some APAs and the APA implementation in Indonesia based on BEPS Action Plan 14 shows that Indonesia has applied best practice 4 and best practice 11. However, there are problems that still occured in the implementations of APA such as transparency and certainty regarding the APA process. Responding to these matters DGT has made several attempts such as, improving human resources and strengthening the regulatory.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palupi, Dyah Santi
Abstrak :
ABSTRAK Pada tahun 2015, negara-negara yang tergabung dalam Organization of Economic Co-operation and Development dan G20 termasuk Indonesia sepakat menjalankan 15 rencana aksi yang disebut Base Erosion and Profit Shifting BEPS Action Plan untuk mengatasi masalah penggerusan basis pajak dan pengalihan laba. Salah rencana aksinya adalah BEPS Action Plan 12: Mandatory Disclosure Rules untuk menangkal aggressive tax planning. BEPS Action Plan 12: Mandatory Disclosure Rules merupakan pelaporan wajib bagi Wajib Pajak dan promotor untuk mengungkap skema perencanaan pajak tax planning yang dijalankan dalam rangka mendapat informasi dini mengenai perencanaan pajak agresif aggressive tax planning . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam pengimplementasian, bentuk dan kerangka desain implementasi yang sesuai, serta dampak dari pengimplementasian rekomendasi BEPS Action Plan 12: Mandatory Disclosure Rules di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data yang dilakukan berupa studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan praktisi, akademisi dan otoritas pajak di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan tantangan utama yang dihadapi adalah landasan hukum, bentuk implementasi berupa Peraturan Menteri Keuangan, dan pengimplementasian menimbulkan dampak positif dan negatif.
ABSTRACT
In 2015, countries in the Organization of Economic Co operation and Development OECD and G20 including Indonesia have agreed to implement 15 action plans called the Base Erosion and Profit Shifting BEPS Action Plan to address the problem of the tax base erosion and profit shifting. One of the action plans is BEPS Action Plan 12 Mandatory Disclosure Rules to counter aggressive tax planning. BEPS Action Plan 12 Mandatory Disclosure Rules is mandatory reporting for Taxpayers and promoters to disclose tax planning schemes undertaken in order to obtain early information on aggressive tax planning. This study aims to determine the challenges faced in implementing, the form and design framework of the appropriate implementation, and the impact of the implementation of BEPS Action Plan 12 Mandatory Disclosure Rules in Indonesia. The research is conducted with qualitative approach and data collection is conducted through literature review and in depth interview with practitioner, academics and tax authority in Indonesia. The results of this study indicate the main challenges faced is the legal basis, the form of implementation is Regulation of the Minister of Finance, and the implementation has positive and negative impacts.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Pramasanti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menganalisis manfaat keikutsertaan Indonesia dalam rencana aksi Base Erosion Profit Shifting (BEPS) nomor 15 Multilateral Instrument on Tax Treaty /MLI) yang mencakup mengenai latar belakang bergabungnya Indonesia dalam MLI, manfaat posisi Indonesia dalam MLI, implikasi MLI terhadap Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia yang berlaku saat ini dan juga kecukupan posisi Indonesia di MLI dalam kaitannya untuk menangkal praktik BEPS. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik analisis data kualitatif. Indonesia bergabung dalam MLI adalah wujud komitmen Indonesia sebagai anggota G-20, langkah efisien untuk menerapkan rencana aksi BEPS yang terkait dengan P3B, memperbaiki ketentuan penyalahgunaan P3B dengan memasukkan ketentuan anti avoidance rule berupa Principle Purpose Test (PPT) dan juga memperbaiki ketentuan P3B Indonesia yang dicakup dalam MLI dengan rekomendasi MLI. Dengan menandatangani naskah MLI, maka P3B Indonesia yang tercakup dalam MLI akan dimodifikasi dengan rekomendasi MLI dengan cara mengganti atau menambahkan ketentuan P3B Indonesia yang berlaku saat ini. Posisi Indonesia dalam MLI dinilai cukup ekstensif jika dibandingkan dengan negara lain sehingga dianggap relatif optimal untuk menangkal praktik BEPS di Indonesia melalui jalur P3B. Namun demikian, diperlukan perubahan ketentuan domestik agar dapat MLI diimplementasikan secara maksimal.
This study aims to analyze the benefits of Indonesias participation in the Base Erosion Profit Shifting (BEPS) action plan 15 (Multilateral Instrument on Tax Treaty/MLI) which covers the rationals of Indonesias joining the MLI, the benefits of Indonesias position in the MLI, MLIs implications for the current Indonesias Double Tax Avoidance Agreement (DTA) and also the adequacy of Indonesias position at the MLI in relation to counter the practice of Base Erosion Profit Shifting (BEPS). The method used in this study is descriptive qualitative with qualitative data analysis techniques. Indonesia joined MLI as a manifestation of Indonesias commitment as a member of the G-20, an efficient way to implement BEPS action plans related to DTA, avoiding improper use of DTA by including the provisions of the Anti-Avoidance rule in the form of Principle Purpose Test (PPT) and also improving the current Indonesian DTA which covered in MLI with MLI recommendations. By signing the MLI, the Indonesian DTA covered in MLI will be modified by the MLI recommendation by replacing or adding to the current Indonesian DTA provisions. Indonesias position in MLI is considered quite extensive when compared to other countries, so it is considered relatively optimal to counter the BEPS practice in Indonesia in the context of DTA. However, changes in domestic regulations are needed for MLI can be well-implemented.
[Depok;Depok, Depok]: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Efril Maulana
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rekomendasi OECD dalam BEPS action plan 12 terkait Mandatory Disclosure Rule sebagai cara untuk mendapatkan informasi dini praktik perencanaan pajak agresif serta penerapannya kedalam peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia. Pendekatan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MDR adalah strategi untuk mencegah penghindaran pajak dengan cara mendapatkan informasi dini atas praktik perencanaan pajak agresif yang paling efektif. Dalam penerapannya kedalam peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia, belum ada dasar hukum yang mengatur serta definisi dan karakterisasi dari perencanaan pajak agresif. Ketentuan MDR juga harus diatur dan disesuaikan dengan kondisi perpajakan Indonesia berdasarkan rekomendasi OECD dalam BEPS action plan 12.
ABSTRACT The purpose of this study is to analyze the recommendations by OECD under BEPS action plan 12 Mandatory Dicslosure Rule as a way to obtain early information regarding aggressive tax planning practice, and its implementation into Indonesian taxation regulation. The approach in this study is qualitative with descriptive analysis. The result of this study indicate that MDR is the most effective strategy for prevent tax avoidance by obtain early information regarding aggressive tax planning practice. In its application into Indonesian regulation, there is no legal basis for MDR implementation and definition and characterization of Aggressive Tax Planning. MDR provisions should also be regulated and adjusted to the conditions of taxation Indonesia based on the recommendations under the OECD BEPS action plan 12.
2017
S66277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Monika Herdina
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis dampak yang akan timbul dari implementasi Multilateral Instrument on Tax Treaty MLI yang diadopsi oleh Indonesia terhadap bilateral tax treaty yang sudah ditandatangani negara treaty partner dan faktor penyebab tertundanya penerapan Multilateral Instrument on Tax Treaty dalam perundang-undangan perpajakan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi lapangan dan literatur, studi lapangan dengan wawancara mendalam kepada pihak-pihak ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak dari implementasi MLI yang diadopsi Indonesia terhadap bilateral tax treaty adalah memodifikasi treaty-treaty yang sudah lama, baik itu mengubah, menambahkan klausul-klausul yang ada dalam MLI ke dalam bilateral tax treaty. Faktor-faktor penyebab tertundanya MLI adalah adalah proses ratifikasi perjanjian internasional tidak mudah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Saat ini proses ratifikasi sedang berlangsung, pemerintah yaitu DJP dan BKF sudah menyiapkan draft Peraturan Presiden dan Surat Edaran sebagai pemberitahuan bahwa suatu treaty telah dimodifikasi. Karena fokus pemerintah saat ini adalah pendapatan, maka pemerintah berharap MLI akan memberikan manfaat untuk Indonesia. ...... This thesis aims to analyze the impact that will arise from the implementation of Multilateral Instrument on Tax Treaty MLI implementation adopted by Indonesia on bilateral tax treaty signed by country treaty partner and the factors why the Multilateral Instrument on Tax Treaty is not immediately applied in Indonesia. This study used a qualitative approach with field studies and literature, field studies with in depth interviews to expert parties. The results show that the impact of MLI implementation adopted by Indonesia on bilateral tax treaty is to amend modify old treaties, either change, add clauses in MLI. MLI is not immediately implemented in Indonesia is because to ratify international agreements it is not easy and takes a while. Currently the ratification process is underway, the government of the DGT and BKF has prepared a draft of Presidential Regulation and Circular Letter as a notification that a treaty has been modified. Because the current government focus is income, the government hopes MLI will provide benefits for Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Sekarkinanti
Abstrak :
OECD memberikan rekomendasi untuk menerapkan carry forward dan/atau carry back untuk mengatasi isu volatilitas earnings dan perbedaan perlakuan antara akuntansi dan pajak dalam pendekatan interest-to-EBITDA. Lebih lanjut, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan terkait apakah pendekatan interest-to-EBITDA perlu dilengkapi dengan kebijakan carry forward dan/atau carry back, manakah di antara keduanya yang paling sesuai diterapkan di Indonesia, dan apakah terdapat alternatif selain menerapkan kebijakan carry forward dan/atau carry back sebagai pelengkap pendekatan interest-to-EBITDA. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Kemudian, hasil penelitian menyimpulkan bahwa kebijakan carry forward dan/atau carry back perlu diterapkan untuk menangani isu volatilitas earnings sebagai bentuk kompensasi atau tax benefits. Kebijakan carry forward dan/atau carry back juga perlu diterapkan jika terdapat perbedaan pengakuan beban antara akuntansi dan pajak. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa kebijakan carry forward atas interest expense dan/atau kapasitas bunga memiliki lebih banyak kelebihan dibandingkan kebijakan carry back sehingga lebih sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Namun, terdapat alternatif lain yaitu mengubah pendekatan interest-to-EBITDA menjadi filter ketiga ketentuan DER; atau menggunakan ketentuan DER untuk mengatasi EBITDA negatif serta menerapkan kompensasi kerugian fiskal. ......OECD provides recommendations for implementing carry forward and/or carry back to address the issue of earnings volatility and differences in treatment between accounting and taxes in an interest-to-EBITDA approach. Furthermore, this study also seeks to answer questions related to whether the interest-to-EBITDA approach needs to be complemented by carry forward and/or carry back policies, which of the two is most suitable to be applied in Indonesia, and whether there are alternatives to implementing carry forward and/or carry back policies to complement the interest-to-EBITDA approach. The approach used in this study is a qualitative approach. Then, the results of the study concluded that carry forward and/or carry back policies need to be applied to deal with the issue of earnings volatility as a form of tax benefits. Carry forward and/or carry back policies also need to be applied if there is a difference in expense recognition between accounting and taxes. Next, the carry forward policy on interest expense and/or interest capacity has more advantages than the carry back policy so that it is more suitable to be applied in Indonesia. However, there is another alternative, which is to change the interest-to-EBITDA approach to the third filter of DER; or using DER to address negative EBITDA as well as apply fiscal loss compensation.
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jita Shofiyani
Abstrak :
Sebagai negara yang terlibat dalam pembentukkan BEPS Action Plan 14, atas implementasi MAP di Indonesia dinilai sesuai standar dalam BEPS Action Plan 14. Agar semakin baik, Pemerintah juga mengatur MAP dalam Pasal 27C UU HPP. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis penerapan BEPS Action Plan 14 pada kebijakan MAP di Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi Wajib Pajak untuk mengajukan atau tidak mengajukan MAP di Indonesia, dan menganalisis dasar pertimbangan dicantumkannya klausul MAP dalam UU HPP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi MAP di Indonesia menunjukkan hasil yang baik karena telah mengadopsi sebanyak 18 rekomendasi BEPS Action Plan 14. Adapun, faktor-faktor yang melatarbelakangi Wajib Pajak untuk mengajukan MAP diantaranya kesempatan menghilangkan double tax, pembaharuan MAP, dapat mengajukan MAP bersamaan dengan domestic remedies, dan lainnya. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi untuk tidak mengajukan MAP antara lain hasil keputusan berupa agree to disagree, jangka waktu penyelesaian keberatan dan banding bisa lebih cepat dibandingkan MAP, mutasi pegawai DJP, transparansi DJP dalam proses perundingan, dan lainnya. Selanjutnya, pertimbangan dicantumkannya klausul MAP dalam UU HPP disebabkan terdapat tiga isu yaitu isu administratif, kedudukan MAP dalam hukum pajak di Indonesia, dan permasalahan apabila MAP diajukan bersamaan dengan upaya hukum domestik. ......As a country involved in the formation of BEPS Action Plan 14, implementing MAP in Indonesia is assessed based on the BEPS 14 Action Plan standards. To improve the implementation of MAP, the Government also ratified Article 27C of the HPP Law. This research aims to analyze the implementation of BEPS Action Plan 14 on MAP policy in Indonesia, the factors behind taxpayers applying or not applying for MAP in Indonesia, and the reason the MAP clause regulates in the HPP Law. This research uses a qualitative approach with qualitative data collection techniques. The results show that the implementation of MAP in Indonesia has shown good results because it has adopted as many as 18 BEPS Action Plan 14 recommendations. Meanwhile, the factors behind taxpayers submitting a MAP are the opportunity to eliminate double taxation, renewal of MAP, MAP can be submitted together with judicial remedies, etc. Meanwhile, the factors behind not submitting the MAP are the results of the decision agreeing to disagree, the time for resolving objections and appeals can be faster than MAP, employee mutations in the DGT, DGT transparency in the negotiation process, etc. In addition, the basis for considering the inclusion of the MAP clause in the HPP Law is due to three issues: administrative issues, the position of MAP in tax law in Indonesia, and problems if the MAP is filed together with domestic legal remedies.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library