Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Teguh Srinadi
"Pegunungan Kendeng, yang merupakan pegunungan lipatan, yang memanjang dari Semarang sampai Surabaya, tepat di utara Ngawi diterobos silang oleh Bengawan Solo sehingga membentuk lembah melintang. Pengangkatan Pegunungan Kendeng lebih lanjut menyebabkan Bengawan Solo menoreh alas lembahnya (erosi vertikal), untuk menjaga keseimbangannya. Proses tersebut dinamakan anteseden. Pada lembah anteseden ditemukan teras-teras sungai. Teras sungai pada dasarnya merupakan suatu sisa alas lembah yang terbentuk karena perubahan letak alas erosi, yang dapat dipengaruhi oleh eustasi, iklim, atau tektonik. Kenampakan-kenampakan yang terdapat di lembah melintang, dan khususnya lembah anteseden tidak terlepas dari pengaruh 2 kekuatan, endogen dan eksogen.
Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik lembah melintang khüsusnya dengan penekanan pada karakteristik teras-teras sungai anteseden.
Adapun masalah yang hendak dibahas adalah bagaimana karakteristik geomorfologi lembah melintang dan karakteristik teras-teras sungai anteseden ?"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beti Cahyaninng Astuti
"Air merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia, sehingga kualitas air menjadi suatu perhatian yang sungguh-sungguh. Pencemaran dalam kadar sangat sedikit pada air tidak diperbolehkan sama sekali. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi kualitas air sumur di desa bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah, dan mengkaji pengetahuan masyarakat tentang air bersih. Kualitas air sumur dikaji berdasarkan pengetahuan masyarakat dan dianalisis dengan parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/ Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sumur enam desa di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah tidak memenuhi syarat baku mutu untuk air bersih."
Tanggerang: Lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Universitas Terbuka, 2015
520 JMSTUT 16:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wartono Hadie
"Studi tentang variasi genetik dan truss morphometric telah dilakukan pada dua populasi ikan lele di Sungai Musi dan Bengawan Solo dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara keduanya. Populasi yang diamati adalah lele lokal (Clarias batrachus) untuk kedua habitat dan lete keli (Clarias meladerma) di Sungai Musi sebagai pembanding.
Sampel ikan lele diambil dari masing-masing habitat sebanyak 100 individul populasi untuk pengukuran truss. Pengukuran morfometrik dilakukan dengan ukuran komersial konvensional yakni panjang total (PT), panjang standar (PS), panjang badan (PB), dan panjang kepala (PK), serta rasio termakan (edible portion). Pengukuran secara truss morfometrik dilakukan dengan mernbagi menjadi 4 truss cell dan 6 titik homologus (dengan 21 variabel truss). Analisis elektroforesis protein (protein electrophoresis) dilakukan pada 12 enzim dari 40 individu masing-masing populasi. Jaringan yang dianalisis berasal dari hati dan otot daging bagian dorso ventral di belakang insang sebelah kid. Waktu yang digunakan untuk proses elektroforesis adalah 4 jam pada kekuatan 80 mA.
Dengan menggunakan 21 variabel truss (P < 0,05) populasi Clarias batrachus di S. Musi dengan Clarias meladerma mempunyai kemiripan yang lebih tinggi dan terpisah dengan populasi C. batrachus dari B. Solo. Demikian pula dengan ukuran komersial konvensional yakni PK dan edible portion. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu genetik terutama untuk budidaya.
Dad 12 enzim yang dianalisis diperoleh 16 lokus dan 4 (25%) diantaranya heterozigot. Heterozigositas pada tingkat populasi (H) adalah 0,029 (populasi Bengawan Solo), 0,063 (populasi Sungai Musi), dan 0,167 untuk Clarias meladenna dari Sungai Musi. Jarak genetik C. batrachus dari S. Musi lebih dekat kepada populasi Bengawan Solo daripada populasi C. meladerma yang juga berasal dari Sungai Musi.

Clarias batrachus, or Catfish, is a popular fish, especially in java, where they serve as a natural food resources in most villages. Catfish comprises several species included in 30 families found world wide, with 7 families widely distributed throughout Asia, including Indonesia. At least four species are known in Indonesia, each having a different local name. Nevertheless, information concerning the genetic variation/diversity and phenotype of C. batrachus in Indonesia is not yet available.
The aim of these study is to established the relationship between morphometric and enzymatic haracters of C. batrachus from different geographic distribution, namely from the Musi river in Sumatra and Bengawan Solo river in Java. The results obtained from these studies will serve as a basic information for further research and development of this species.
The studies were conducted on two different populations of C. batrachus in the Musi and Bengawan Solo river, and a population of C. meladerma of Musi. The truss morphometric study was conducted on 100 fish from each species collected by fishing and trapping. The fish was divided into 6 truss length and 4 truss cells. Fourty fish were then frozen at -24°C for analysis of enzymes polymorphisms.
Genetic variation based on enzyme polymorphisms and multivariate analysis of truss morphometric characters suggest that catfish populations from Bengawan Solo and Musi river do not form panmictic population. Electrophoretic analysis of 12 enzymes using aqueous muscle and liver tissues revealed the product of 16 loci. Genetic variation among these enzymes in this species was observed in 4 loci (Mdh, Pgm, Gpi, and Me) at 25% of the total number of loci. Avarage heterozygosities for C. batrachus was 0.029 (Bengawan Solo) and 0.063 (Musi river), while avarage heterozygosity of C. meladerma (Musi river) was 0.167.
Truss morphometric measurement have successfully shown to be a good technique for distinguishing catfish originated from different geographic areas. Most of the significant variation in morphological shapes of catfish population were found in the anterior (head) rather than the posterior part of the body. The information obtained from these studies may be used in aquaculture for strain improvement through selection and testing.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T2704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Partoso Hadi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T39650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Bandung: PT Kereta Api Indonesia (Persero), 2019
385 DJO d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herlambang Prijatno Soeparto
"ABSTRAK
Berbagai penelitian terdahulu menyatakan bahwa pada pengoperasian jaringan irigasi selain meningkatkan intensitas tanam dan produksi padi, juga berpengaruh pada kualitas tanah, penggunaan masukan produksi dan pendapatan usahatani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa keuntungan yang diperoleh dari pemberian air irigasi juga memberikan kerugian lingkungan terutama terhadap keberlanjutan usahatani.
Penelitian ini dilakukan di daerah irigasi Solo (Proyek Irigasi Bengawan Solo), yang terletak pada tiga wilayah administrasi kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar dan Sragen, Propinsi Jawa Tengah, pada musim tanam I (MT I ) 1994/1995.
Pemilihan petani contoh dikaitkan dengan letak usahatani. pada lahan sawah beririgasi (terkena proyek) dan lahan tadah hujan (tanpa proyek). Karena keterbatasan waktu penelitian, maka pendekatan untuk mengetahui kondisi tanpa proyek digunakan kondisi lahan sawah tadah hujan di daerah sekitar proyek. Pemilihan petani contoh dilakukan secara stratifikasi dan perwakilan. Perwakilan dilakukan menurut pembagian daerah irigasi yaitu bagian hulu dan bagian tengah (Kab. Sukoharjo) dan bagian hilir (Kab. Karanganyar dan Kab. Sragen). Pada setiap bagian daerah irigasi, pengambilan contoh untuk data sosial ekonomi petani/responden dan usahatani dilakukan pada 20 orang petani responden. Pengambilan contoh untuk data kondisi kualitas tanah dilakukan pada setiap bagian daerah irigasi (hulu, tengah dan hilir) masing-masing pada tiga kali ulangan/petak sawah.
Pengumpulan data sifat fisik tanah dilakukan pengamatan lapang dan sifat kimia tanah dilakukan dengan pengambilan contoh tanah yang selanjutnya dilakukan analisis laboratorium di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengambilan contoh air dilakukan pada saluran tersier dan petakan sawah pada lahan sawah beririgasi, masing-masing dua kali ulangan. Analisis laboratorium untuk kualitas air dilakukan di Laboratorium Kimia, Laboratorium Pusat, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada pengelolaan lahan sawah beririgasi maupun lahan sawah tadah hujan (tanpa irigasi), petani cenderung menggunakan pupuk buatan (Urea, TSP dan KC1) melebihi dosis anjuran, dan pada lahan sawah beririgasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sawah tadah hujan. Pola penggunaan masukan sarana produksi padi yang melebihi dosis anjuran secara jangka panjang akan mengakibatkan penurunan kualitas tanah, kualitas air dan dikhawatirkan akan mempengaruhi pemanfaatan lahan jangka panjang dan mengganggu keberlanjutan usahatani.
2. Akibat pemberian pupuk buatan yang melebihi dosis anjuran dan penanaman padi sepanjang tahun menurunkan kualitas tanah pada lahan sawah beririgasi yaitu nilai kemasaman tanah (pH) dan Kejenuhan Basa (KB). Kandungan N-total dan C-organik tanah pada lahan sawah beririgasi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sawah tadah hujan, sedangkan kandungan P-tersedia, K-tersedia dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) relatif sama.
3. Akibat penggunaan pupuk buatan yang melebihi dosis anjuran menurunkan kualitas air, yaitu nilai Nitrit (N-NO2), Amonia bebas (N-NH3), Magnesium (Mg) dan Oksigen terlarut yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan sesuai dengan kualitas air golongan C.
4. Hasil produksi padi rata-rata per hektar pada lahan sawah irigasi berbeda nyata dibandingkan dengan lahan sawah tadah hujan, masing-masing yaitu 7.191,40 kg/ha dan 3.652,75 kg/ha.
5. Pendapatan bersih usahatani padi pada lahan irigasi berbeda nyata dengan lahan tadah hujan, masing-masing yaitu Rp. 1.255.705,90/ha/musim dan Rp. 443.669,12/ha/musim.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa dampak sistem irigasi terhadap pengelolaan usahatani, yaitu terjadi kecenderungan penurunan kualitas tanah dan peningkatan penggunaan masukan sarana produksi padi yang diperkirakan akan mengakibatkan keberlanjutan usahatani terganggu, meskipun terjadi peningkatan produksi padi dan pendapatan bersih usahatani.

ABSTRACT
Many researches concluded that the operation of irrigation system do not only have effect on yield and cropping intensity, but also on soil quality, use of agricultural inputs, and net income. This study was designed to identify whether that the advantage from using water irrigation, also give environmental damage, especially on the farming management sustainability.
The study was carried out at Bengawan Solo Irrigation Scheme (Bengawan Solo Irrigation Project), covering 3 administrative districts (kabupaten), i.e. Sukoharjo, Karanganyar and Sragen, in the Central Java Province, during the period of cropping season in 1994/1995.
The criteria of the participating farmers as respondents were selected in term of their farm site, which located on the irrigated rice field (with project) and rain fed rice-field (without project), respectively. The selection of respondents conducted by stratification and representation sampling. Due to time constraints, approach to identify without project condition was based on the condition of rain fed rice-field in the surrounding of the project. The representation was based on irrigation scheme areas : upper region (hulu), middle region (tengah) and lower region (hilir). In each irrigation region, data on farm management and socio-economic status of the farmers house-holds were collected randomly for 20 respondents. Samples of the soil condition observed, i.e. soil physics and soil fertility were conducted through soil samples collection and laboratory analysis in Laboratory of Soil Science, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, Surakarta. Water quality samples were observed on farm level and tertiary channel, whereas laboratory analysis were conducted in the Chemistry Laboratory, Centre Laboratory, Sebelas Maret University, Surakarta.
Results of the study are :
1. On farm management due to on the irrigated rice-field and non-irrigated rice-field, the farmers tend to use fertilizers (Urea, TSP and KC1) higher than standard dosage that recommended by Ministry of Agriculture; and on the irrigated rice-field higher than on the non-irrigated rice-field. Such pattern will cause decrease in the soil and water quality, and tend to affect the long-term utilization and sustainability of the farming management.
2. In the irrigated rice-field, the utilization of fertilizer that higher than standard dosage and the continuous rice monoculture system affect on the decreasing of soil acidity and base saturation. But the soil N-total and soil C-organic of the irrigated rice-field higher than the non-irrigated rice-field; and P, K, and Cation Exchange Capacity tend not different.
3. The effect of the utilization of the fertilizer that higher than standard dosage tend to decrease the water quality i.e. Nitrite (N-NO2), Ammonia (NNH3), Magnesium (Mg) and Dissolved Oxygen higher than maximum standard of the water quality standard for C.
4. The average of production rice yield in the irrigated rice field is significantly different compared with the rain fed rice field, i.e. 7.191,40 kg/ha (irrigated) and 3.652,75 kg/ha (non-irrigated), respectively.
5. The net income of rice yield in the irrigated ricefield is significantly different compared with the rain fed rice field, i.e. Rp 1.225.705,90/ ha/season (irrigated); and Rp. 443.669,12/ha/ season (non-irrigated).
The summary of this study is the impact of irrigation system of Bengawan Solo on farming management sustainability having the trend to decrease of soil and water quality index and to increase of using rice production inputs which is estimating to disturb of the farming management sustainability, although the yield of the production and net income is increasing.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabarman Ranudiwiryo
"ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994;ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabar
"
ABSTRAK
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat bervariasi,baik dalam sekala ruang maupun waktu. selain berdasarkan ruang dan waktu, curah hujan juga bervariasi dengan nilal rata-ratanya. Perbedaan antara jumish curah hujan atau frekuensi dengan nilai rata-ratnya disebut variabilita. Kajian variabilita hujan dalam ruang lingkup DAS akan lebih bermanfaat bagi manusia, terutama untuk mengetahui hubungan antara klimatologi, hidrologi dan keadaan lokal. Selain itu dari segi praktisnya, informasi mengenal variabilita dinilai penting bagi segi pertanian terutama di wilayah-wilayah yang suplai airnya marjinal, sehingga deviasi hujan yang sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Jawa dan terletak di dua propinsi, yaitu Jawa tengah dan Jawa timur. Dilihat dari jumlahnya, Daerah aliran Bengawan Solo menerima curah hujan yang relatif cukup besar dan dapat dikatakan mencukupi, tetapi curah hüjan yang diterimanya tidak merata dalam arti bervariasi menurut ruang dan waktu.
Adapun permasalahan yang dibahas dalarn tulisan ini adalah : 1. Bagaimana distribusi curah hujan dan frekuensi hari hujan berdasarkan periode bulanan ? 2. Bagaimana variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan pada periode bulanan serta kaitannya dengan nilai rata-ratanya ? (untuk menjawab permasalahan tersebut, dipergunakan kumpulan data hujan dari Regenwaarnemingen th.1916-1940, ketinggian, lereng dan arah angin permukaan. Analisa dilakukan dengan superimpose peta berdasarkan permasalahan yang akan dibahas.
Dari hasil analisa diperoleh hasil sebagai berikut Jumlah curah hujan dan frekuensi hari hujan pada umumnya bertambah besar dengan naiknya ketinggian dan tingkat lereng serta tempat-tempat yang menghadap arah datangnya angin pembawa hujan (eksposure). Jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari-Februari di ketinggian >500 m dan lereng > 15 %. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus-September di ketinggian <500 m dan lereng 0-8%. Hal yang sama juga terjadi pada frekuensi hari hujan.
Kaitan antara variabilita curah hujan dan frekuensi dengan nhlai rata-ratanya pada umumnya benbanding terbalik, yaitu jumlah curah hujan dan frekuensi hari hujan rendah cenderung mempunyai nilai variabilita tinggi dan sebaliknya. Nilal variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan tertinggi tenjadi pada bulan Agustus-September dan terendah pada bulan Januari-Februari.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tidar Bayu Herlambang
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tekanan ( stressor ) lingkungan berganda dan indeks gangguan total dan asosiasinya terhadap profil morfometri sub DAS dan perilaku pemanfaatan air masyarakat. DAS Bengawan Solo merupakan DAS terbesar di pulau Jawa yang mempunyai peran penting dalam aspek sosial dan lingkungan. Daerah penelitian ini adalah tujuh sub DAS dari DAS Bengawan Solo, yaitu Sanggung, Siwaluh, Pepe, Samin, Jlantah, Gadingan, dan Dengkeng. Metode Integrated Watershed Assessment (IWA) digunakan dalam penelitian ini. IWA adalah metode terintegrasi untuk menilai sebuah DAS dengan menentukan skala prioritas untuk keperluan konservasi, restorasi, monitoring dan mitigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sub DAS Pepe dan Sanggung memiliki tingkat gangguan (stressor) lingkungan tertinggi dengan gejala sindrom sungai kota yang dapat terobservasi. Variabel yang berbasis pada jaringan jalan dan penggunaan tanah merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap tingkat gangguan lingkungan. DAS yang memiliki karakteristik topografi rendah dan datar cenderung memiliki tingkat gangguan (stressor) lingkungan yang tinggi dan berasosiasi dengan pemanfaatan air masyarakat tinggi.

ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the multiple environmental stressors, its total threat severity index, and its association with the watershed morphometric profile and residents water usage behavior. Bengawan Solo river basin is the biggest river basin in Java island with crucial role in social and environmental context. The study areas selected for this research are seven watersheds of Bengawan Solo river basin; Sanggung, Siwaluh, Pepe, Samin, Jlantah, Gadingan, and Dengkeng sw. The method selected for the research is Integrated Watershed Assessment (IWA). IWA is an integrated method to determine the prioritization scale of the watersheds for conservation, restoration, monitoring, and mitigation efforts. The final results of the research showed that Pepe and Sanggung watershed possessed highest level of environmental stressors with observed symptomps of urban stream syndrome. Road networks and land use ? based stressor variables are the most influencing stressors to the total threat severity index. Watershed profile characterized by flat topography and low elevation is attributed with high level of environmental stressors and associated with high residential water consumption."
2016
S64404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>