Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wanny Rahardjo Wahyudi
Abstrak :
ABSTRAK
Walaupun sejak lama diketahui bahwa diwilayah DKI Jakarta banyak ditemukan Beliung Persegi, namun penelitian yang mendalam mengenai benda ini masih amat terbatas, dan terkesan hanya bersifat pengumpulan artefak belaka. Analisis terhadap artefak ini hanya dilakukan sepintas. Para peneliti terdahulu antara lain Hoop (1941) Geldern (1945) Heekeren (1972) dan Pramono (1985) baru mengulasnya secara tipologis.

Berdasarkan kenyataan itu, penelitian ini berupaya mengkaji aspek fungsi beliung persegi dari jejak pakainya. Dari analisis jejak pakai diketahui bahwa beliung persegi dari beberapa situs di Jakarta digunakan sebagai alat untuk aktivitas nembelah (cleaving), mengampak (adzing), serta aktivitas mengerat /mengatam (whittling).
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Yulianto Soekardi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sarkoro Boedi Santoso
Abstrak :
Beliung Persegi merupakan salah satu alat batu dari tradisi Neolitik atau masa bercocok tanam yang banyak di-temukan tersebar di kepulauan Indonesia, terutama di Indonesia bagian barat. Sebagai suatu peralatan batu yang dipakai untuk bekerja, beliung persegi tampak memperlihatkan keanekaragaman dalam hal bentuk, ukuran, bahan dan kekerasannya, besarnya sudut tajaman, jenis kerusakan, dan letak keru sakan. Adanya keanekaragaman itu merupakan masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini. Masalah lain yang menjadi perhatian adalah mengenai fungsi beliung dilihat atas dasar bentuk jejak pakai yang ditinggalkan, sehingga akan jelas bagaimana hubungan antara jejak pakai pada be_liung dengan teknik (cara) pemakaiannya. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah beliung persegi koleksi Museum Nasional Jakarta dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang kesemuanya merupakan temuan lepas (bukan basil ekskavasi) berasal dari daerah Bogor, dengan jumlah temuan sebanyak 225 buah yang dapat diidentifikasikan. Analisis dilakukan dengan memperhatikan ciri-ciri bentuk, ukuran, bahan dan kekerasan, besarnya sudut tajaman, jenis kerusakan dan keletakannya pada mata tajaman. Untuk dapat menganalisis fungsi beliung, harus diketahui terlebih dahulu beberapa macam fungsi alat batu dengan masing-masing ciri-ciri kerusakannya yang digunakan oleh beberapa suku bangsa, di samping itu juga dari beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh beberapa ahli, melalui kajian kepustakaan yang digunakan sebagai data banding. Setelah terkumpulnya data banding tahap selanjutnya adalah. milakukan analogi etnografi berdasarkan kajian kepusta_kaan, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan tentang berbagai macam fungsi beliung. Hasil analisis tentang fungsi beliung persegi, menunjukkan bahwa beliung persegi digunakan sebagai alat untuk mengerat/meraut (whittling), penarah/pengetam/penyerut (planning), menggergaji (sawing), memotong/mengiris (cutting/slicing), membelah (chopping), mengampak (axing), mengikis/mengerik (scraping), baji (wedging).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Akbar
Abstrak :
Sebagaimana diketahui daerah Jakarta dan Bogor, terutama DAS Ciliwung, banyak menghasilkan temuan beliung persegi dari berbagai macam batuan. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sejauh ini belum menjawab mengenai nama batuan dan lokasi sumber bahan bakunya. Hasil analisis bahan beliung persegi dari DAS Ciliwung menunjukkan bahwa terdapat tujuh macam batuan yang dijadikan bahan beliung persegi. Bahan beliung persegi yaitu batuan chert, dacite, hornfels, jasper, metalimestone, silisifiedwood, dan siltstone. Metalimestone merupakan batuan yang paling banyak dijadikan bahan beliung persegi, sedangkan silisifiedwood dan siltstone merupakan batuan yang paling sedikit. Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta dan Bogor, chert, silisifiedwood, dan siltstone terdapat di DAS Ciliwung, yaitu di sekitar daerah Sugutamu, Depok. Sedangkan batuan lainnya tidak terdapat di DAS Ciliwung. Bila mengacu pada peta geologi, maka dacite, hornfels, jasper, dan metalimestone, yang terdekat terdapat di DAS Bekasi dan DAS Cisadane. Di DAS Bekasi ke empat batuan tersebut di atas, terdapat di sekitar daerah Cileungsi, Bogor. Chert, silisifiedwood, dan siltstone juga terdapat di daerah ini. Di DAS Cisadane ke empat batuan tersebut di atas terdapat di sekitar daerah Gunung Dago, Bogor. Sedangkan chert, silisifiedwood, dan siltstone terdapat pula di daerah ini, terutama di sepanjang aliran sungai Cisadane. Hasil ekskavasi di Kelapa Dua memberikan dugaan yang kuat bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu perbengkelan yang menghasilkan beliung persegi, sedikitnya Kelapa Dua merupakan situs perbengkelan tahap penyelesaian akhir, yaitu pada kegiatan penghalusan dan pengupaman. Beliung persegi yang ditemukan di Kelapa Dua terdiri dari seluruh macam batuan yang ada. Berdasarkan hal tersebut di atas tidak tertutup kemungkinan beliung persegi yang terdapat di Kelapa Dua didatangkan dari luar, mengingat tidak terdapatnya batuan dacite, hornfels, jasper, dan metalimestone. Terdapat kemungkinan bahwa beliung persegi Kelapa Dua berasal dari daerah Cileungsi atau dari daerah Gunung Dago, atau mungkin keduanya. Di kedua daerah tersebut juga dapat dijurnpai batuan chert, silisifiedwood, dan siltstone. sehingga terdapat kemungkinan ketujuh macam batuan yang dijadikan bahan beliung persegi didatangkan dari luar Kelapa Dua. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, tidak dijurnpai bukti-bukti perbengkelan di sekitar daerah Cileungsi dan Gunung Dago, Bogor. Hal ini membuka kemungkinan bahwa semua macam batuan yang dijadikan bahan beliung persegi didatangkan dari luar Kelapa Dua, baik berbentuk bongkahan maupun bentuk setengah jadi. Di Kelapa Dua dilakukan penyelesaian akhir sehingga menghasilkan beliung persegi yang telah berpermukaan halus dan siap dipakai. Dari Kelapa Dua kemungkinan besar didistribusikan ke lokasi-lokasi lain di DAS Ciliwung. Mengingat Kelapa Dua mempunyai sumber bahan chart, silisifiedwood, dan siltstone, yang dekat dengan lokasi, tampaknya ketiga bahan tersebut berasal dari daerah yang relatif sangat dekat, yaitu daerah Sugutamu, Depok. Hasil analisis menunjukkan bahwa batuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan pembuatan beliung persegi adalah metalimestone. Beliung persegi dan bahan tersebut tersebar di 7 dari 10 lokasi temuan di DAS Ciliwung. Pada uraian sehelumnya telah disampaikan bahwa secara geologis, di DAS Ciliwung tidak terdapat metalimestone. Dapatlah kiranya diperkirakan bahwa pada masa bercocok tanam telah terjadi kegiatan pertukaran, sehingga beliung persegi yang bahannya tidak terdapat di DAS Ciliwung, ditemukan di wilayah tersebut. Kegiatan pertukaran juga terjadi antar lokasi di DAS Ciliwung, sehingga lokasi yang tidak mempunyai sumber bahan, tetap dapat ditemukan beliung persegi.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. B Dwipayana
Abstrak :
I.B. Dwipayana, 0795030096, Beliung Persegi dari Cikokol, Tangerang Jawa Barat. (Dibawah bimbingan Kresno yulianto, M. Hum), Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pada masa Iampau, kondisi disekitar manusia merupakan Iingkungan yang alami, meliputi iklim, tanah, vegetasi dan fauna. Perkembangan budaya mengakibatkan manusia mampu menciptakan benda-benda yang digunakan untuk memanfaatkan sumber Jaya yang diperlukan, kehidupan manusia pada masa itu menunjukkan bahwa penguasaan dan pemanfaatan alam untuk kebutuhan hidupnya maju dengan pesat, hal ini terlihat pada pembuatan alat-alat yang dihasilkan seperti beliung persegi. Beliung Persegi merupakan benda penting pada masa bercocok tanam atau masa neolitik. Daerah temuan beliung ini, secara luas ditemukan di Indonesia, terutama di Indonesia bagian barat, salah satu situsnya adalah Cikokol, Tangerang, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara dominasi bentuk tertentu dengan tipe kegiatan tertentu dan merevisi kembali pendapat Roger Duff mengenai bentuk-bentuk tipe beliung di Indonesia terutama Indonesia bagian barat serta menjelaskan arti pentingnya situs Cikokol bagi kehidupan masyarakat prasejarah pada masa bercocok-tanam. Data yang dipakai dalam peneiitian ini merupakan beliung dari Cikokol, Tangerang koleksi Pusat Arkeologi di Jakarta. Berdasarkan pengamatan terhadap klasifikasi beliung persegi dalam tipe dasar dan variasinya dapat disimpulkan bahwa pada umumnya beliung persegi yang berasal dari Cikokol, Tangerang, Jawa Barat ini terdiri dari 3 macam tipe yaitu; Tipe I (beliung persegi), Tipe II (pahat), Tipe III (belincung). Tiap tipe ini masih terbagi Iagi menjadi beberapa variasi yailu: Tipe I dengan 6 variasi, Tipe II dengan 2 variasi dan Tipe IlI dengan 5 variasi. Sudut tajaman beliung dibagi menjadi 3 kelas yaitu ; tajam, sedang, tumpul. Ukuran beliung dibagi menjadi 3 yaitu: pendek, sedang, panjang. Dari semua tipe dan variasi yang dihasilkan terdapat 1 buah variasi yang tidak terdapat di dalam klasifikasi Roger Duff, maupun klasifikasi yang dibuat oleh para peneliti lainnya, yaitu beliung Tipe II variasi B. Pengamatan terhadap bentuk beliung terlihat bahwa ada 3 bentuk beliung yaitu; empat persegi panjang, berpenampang punggung tinggi dan berpenampang punggung bulat, dari ketiga bentuk tersebut, bentuk beliung empat persegi panjang merupakan bentuk yang paling dominan. Analisis bahan beliung menunjukkan 3 jenis batuan yang dipakai dan merupakan bahan baku beliung yaitu: (1) batuan beku: batuan daslt. (2) Batuan sedimen : Jasper, Rijang (chert), Fosil Kayu (Silisifiedwood), batu lanau (silt stone). (3) Batuan Metamori : Batuan metagamping dan hornfels. Berdasarkan peta geologi lembar Jakarta, Tangerang dan Bogor semua jenis batuan ini terdapat di sekitar DAS Cisadane. Batuan dasit terdapat di daerah Gunung Dago, Jasper didaerah Binong dan Peusar, Batuan Rijang Silisltledwood, batu lanau, metagamping terdapat di daerah Gunungsari, Cihuni, Cigaten. Batu gamplng terdapat di daerah Nagrak, Hawing dan Cipete. Pengamatan terhadap keragaman bentuk, sudut tajaman dan hubungannya dengan jenis kegiatan dapat disimpuikan: Tipe 1 ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tajam cenderung mengarah pada jenis kegiatan menyerut, menggergaji, memotong, mengikis, dan mengerik. Tipe I ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman sedang mengacu pada jenis kegiatan menarah, mengampak, dan membaji.Tipe II ukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tajam cenderung mengarah pada jenis kegiatan : menyerut, memotong, mengergaji, mengikis dan mengerik. Tipe III berukuran pendek dan sedang dengan sudut tajaman tumpul cenderung mengarah pada jenis kegiatan membelah. Tipe III berukuran sedang dengan sudut tajaman sedang cenderung mengarah pada jenis kegiatan menarah, mengampak dan membaji. Tipe III berukuran panjang dengan sudut tajaman tumpul cenderung mengarah pada jenis kegiatan mem belah. Berdasarkan data yang dibuat oleh Departernen Dalam Negeri (1999), daerah Cikokol yang dilalui oleh DAS Cisadane ini, memiliki persediaan air yang berlimpah, keadaan solum tanah (unsur Kara) yang balk dan subur, flora dan fauna yang beragam, keadaan suhu dan curate hujan yang tetap dan teratur, memungkinkan menarik minat manusia untuk hidup dan menetap di daerah tersebut. Kondisi inilah setidak-tidaknya mendukung kegiatan bercocok tanam yang pada masa neoiitik mungkin masih berbentuk perladangan berpindah, kondisi lingkungan yang mendukung dan kegiatan yang dilakukan memungkinkan daerah tersebut dapat berkembang.
2000
S11576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library