Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifqi Febri Hertianto
Abstrak :
Arsitektur Neo Klasik bangkit pada abad ke-18 sebagai gaya arsitektur yang mencoba untuk kembali menuju gaya Arsitektur Klasik yang murni, dengan interpretasi dari arsitek dan menyesuaikan kondisi lingkungan, daerah, fungsi dan tujuan wilayah terbangun. Meskipun Arsitektur Neo Klasik tersebar dan masuk ke Indonesia, setiap aturan atau sistem dari gaya ini tetap berlaku. Menyebarnya gaya arsitektur ini dibawa oleh Pemerintahan Perancis dalam Perang Napoleon saat Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda. Pengaruh dari hal tersebut yaitu masuknya bangunan bergaya Empire Style dan Neo Klasik yang dibawa oleh Perancis. Bangunan tersebut dibangun di sekitar Weltevreden yang saat itu menjadi pusat kota Batavia yang baru. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis aturan atau sistem yang digunakan dalam bangunan tersebut, dan menganalisis ciri-ciri yang terbentuk sebagai ciri bangunan bergaya Arsitektur Neo-klasik di Batavia. Bangunan yang akan diteliti meliputi Gedung A.A. Maramis, Gedung Kesenian Jakarta, dan Gereja All Saints Anglican. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejarah komparatif dan studi kasus. Hasil dari temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah setiap bangunan yang dianalisis memiliki perbedaan yang menyesuaikan dengan fungsi dan tujuan yang ingin dicapai oleh Arsitek, tetapi setiap bangunan tetap mengikuti aturan Arsitektur Klasik sehingga termasuk Arsitektur Neo-klasik.
Neoclassical Architecture arise in the 18th century as an architectural style that tried to return to the purest Classical Architecture style, with the interpretation by the architects and adapting to environmental conditions, regions, functions and objectives of the built regions. Although Neoclassical Architecture spread and entered Indonesia, every rule or order of this style still applies. The spread of this architectural style was brought about by France Government in the Napoleonic Wars when Indonesia was still in the Dutch colonial period. The influence of this is the entry of the Empire Style and Neoclassical buildings brought by France. The building was built around Weltevreden which was then the center of the new city of Batavia. This study aims to find out and analyze the rules or order used in the building, and analyze the characteristics formed as a feature of the Neoclassical architecture in Batavia. The buildings to be studied include the A.A. Maramis building, Jakarta Arts Building, and All Saints Anglican Church. The method used in this study is comparative history and case studies. The results of the findings obtained from this study are that each building analyzed has a difference that correspond to the functions and objectives to be achieved by the Architect, but each building still tyfollows the rules of Classical Architecture so that it includes Neoclassical Architecture.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taylor, Jean Gelman, 1944-
Jakarta: Masup Jakarta, 2009
959.822 TAY k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Leiden: KITLV Press, 2000
306.095982 JAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Taylor, Jean Gelman, 1944-
Madison, Wisconsin: University of Wisconsin Press, 1983
306.095982 TAY s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R. Achmad Sunjayadi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
959.81 ACH v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Taylor, Jean Gelman, 1944-
Depok: Masup Jakarta, 2009
959.822 TAY k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
G. Andika Ariwibowo
Abstrak :
ABSTRAK
Kosmopolitan dapat diartikan sebagai suatu kewarganegaraan global. Giddens mengatakanbahwa salah satu faktor sebuah kota dikatakan kosmopolitan adalah perkembangan globalisasidalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat. Konektivitas yang semakin mudahberkat perkembangan komunikasi, media, dan transportasi sejak abad ke-19 telah menjadikankota-kota besar seperti Batavia menjadi titik luluh (melting pot) berbagai budaya dan bangsa.Sebuah kota kosmopolitan ditandai dengan hadirnya masyarakat kosmopolitan global yangberasal dari berbagai latar belakang budaya, bangsa, tingkat ekonomi, dan gaya hidup.Kapitalisme dan industrialisasi telah mendorong perubahan pada struktur sosial dalammasyarakat. Kajian ini menggunakan metode sejarah dengan menelisik berbagai literatursezaman yang terdiri atas artikel, dokumentasi, laporan, dan survei baik oleh instansipemerintah, individu, maupun lembaga nonpemerintah. Kajian ini menemukan bahwa kebijakan tata ruang dengan menempatkan berbagai etnis dan bangsa dalam permukimanyang sama telah menghadirkan suasana kota yang lebih toleran. Keberadaan ruang publikrupanya dikelola dengan baik oleh Gemeente Batavia yang menjadi titik luluh beragam etnisdan kelas sosial. ABSTRACT
Cosmopolitan can be described as a global citizenship. Giddens said that one of factorswhich indicates a cosmopolitan city is the globalization development in various aspects ofpeople's daily lives. Connectivity has become easier due to the development of communica-tion, media and transportation since the 19th century that made big cities like Bataviabecame the melting pot of various cultures and nations. A cosmopolitan city is characterized by the presence of a global cosmopolitan society that comes from various culturalbackgrounds, nationalities, economic levels, and lifestyles. Capitalism and industrializa-tion have driven changes in social structures in society. This study used a historical methodby investigating a variety of contemporary literature consisting of articles, documentation,reports and surveys of both government agencies, individuals, and non-governmental or-ganizations. This study found that spatial policy which put various ethnics and nationalitiesin the same settlement has brought a more tolerant city atmosphere. The existence of publicspace was apparently well-managed by Gemeente Batavia, which became a melting pot forvarious ethnics and social classes.
Kalimantan Barat: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2019
900 HAN 3:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aryandini Novita
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitin ini membahas tentang perkembangan, tata kota dan hubungan antar bangunan di Betavia pada abad 17 dan 18. Dari pembahasan tersebut kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan kota Amsterdam pada masa yang sama pula. Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui tata kota Batavia pada abad 17 dan 18 dan seberapa jauh persamaan tata kota dan arsitektur Batavia dengan Amsterdam, serta inventarisasi peta-peta kuno Batavia.

Hasil dari penelitian ini diketahui pada awalnya pembangunan fisik Betavia dimulai di sissi timur sungai Ciliwung, sampai tahun 1629 kota Batavia terbagi menjadi dua bagian, yaitu di dalam tembok kota dan diluar tembok kota. Mulai tahun 1632 barulahlah terlihat kota Betavia berkembang ke sisi barat sungai Ciliwung sampai akhirnya kota terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kota bagian timur (oosterstad) di sisi timur sungai Ciliwung; kota bagian depan (voorstad) di sebelah selatan kota bagian timur; dan kota bagian barat (westerstad) di sisi barat sungai Ciliwung.. Dari pengamatan terhadap perkembangan kotanya terlihat bahwa Batavia merupakan kota yang direncanakan. Berdasarkan fungsi-fungsinya, Batavia dapat dibagi menjadi empat kawasan; kawasan pusat kota, kawasan pemukiman, kawasan niaga, dan kawasan militer...
1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanty Wulandari Putri
Abstrak :
Batavia merupakan wilayah yang memiliki sejarah panjang pada masa kolonial. Bangunan di Batavia memiliki perpaduan gaya akibat dari datangnya berbagai bangsa. Terciptalah akulturasi antara gaya kolonial dengan gaya tradisional Indonesia yang disebut Arsitektur Indis. Koningsplein merupakan pemukiman elit kolonial yang juga didiami oleh residen dan penjabat tinggi pemerintah di Weltevreden. Balai Kota yang merupakan tempat tinggal serta kantor Residen, memiliki perpaduan gaya antara Eropa dan tradisional yang diadaptasi dari perkembangan gaya abad 19 M. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Balai Kota Jakarta memiliki gaya Indische Empire dengan mengadaptasi gaya Neoklasik Romawi dari Eropa, vernakular Jawa dan Betawi dari Indonesia. ......Batavia is a region with extended history about colonialism in Colonial Period. Built in Batavia had blended because of the arrival of various nations. Those was created an acculturation between colonial style with Indonesian traditional style called Indische Architecture. Koningsplein was a colonial elite settlement that inhabited by the resident and government high officials in Weltevreden. City Hall was the living place and Resident office, have a blended style between European and traditional that adapted from the development of 19th Century’s style. Therefore, it can be deduced that Jakarta City Hall had Indische Empire style adapted from European Roman Neoclassic style, Javanese and Batavia vernacular style from Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>