Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Wildan Masyhari
Abstrak :
Setelah Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari kekuasaan Indonesia, pemerintah mulai memberikan perhatian yang lebih besar terhadap Kawasan perbatasan. Dalam rumusan RPJPN tahun 2005-2025, misalnya, arah kebijakan pembangunan perbatasan yang sebelumnya berorientasi ?inward looking?, yang hanya memandang Perbatasan sebagai halaman belakang, kini orientasinya diubah menjadi ?outward looking?. Kemudian, pada tahun 2008, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang di dalamnya terdapat aturan mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan perbatasan. Di dalam undang-Undang ini, terdapat pula perintah untuk membentuk Badan Pengelola Perbatasan yang berkedudukan di Tingkat Pusat dan Daerah. Akhirnya, Badan Pengelola perbatasan tersebut terbentuk pada akhir tahun 2010 dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. ......After losing the souvereign authority of Sipadan and Ligitan, the government of Indonesia began to give more attention to its border. We can find, for instance, that in the RPJPN 2005-2025, the old orientation of Indonesia's border development, "inward looking", was improved to the new one, "outward looking". In the late of 2008, the government also issued Law No. 43 regarding to the division of authority between central and local government on border and boundaries management. Based on this law, the government formed National Board of Border Management called Badan Nasional Pengelola Perbatasan by Issuing Presidents Rule No. 12 year 2010.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiothania Tasha Melissa
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai perlindungan terhadap kreditor dimana harta pailit berada diluar jurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Metode Penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif. Peneliti menggunakan analisa yuridis dalam mencari upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemberesan terhadap harta pailit yang berada di luar negeri. Peneliti melakukan analisa dengan melihat ke Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Selanjutnya metode analisa data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana upaya yang dapat dilakukan serta perlindungan terhadap kreditor dalam rangka pemberesan terhadap harta pailit yang berada di luar negeri. ......The focus of this thesis is about protection for the creditor when the bankruptcy assets located outside the jurisdiction of Indonesia. The methode of this research is juridical analysis to find the attemps that can be done in terms of Bankruptcy Assets Abroad. The data were collected by the author from literative study. The author conducted an analysis with a review towards Law Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy. Primary issues in this thesis is what kind of attempts that can be done and also protection towards creditor in terms of bankruptcy assets located outside jurisdiction of Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Amelina
Abstrak :
Polusi udara lintas batas negara merupakan permasalahan lingkungan yang terjadi ketika polusi dari suatu negara berpindah ke negara lain. Penanganan terhadap polusi udara lintas batas negara menjadi penting karena kerugian tidak hanya terjadi di negara asal melainkan negara yang terkena dampak polusi. Polusi udara lintas batas negara terus berkembang terutama di ASEAN. Polusi asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan di Indonesia saat musim El Nino berpindah ke Singapura dan Malaysia dipicu oleh angin muson. ASEAN memiliki instrumen hukum ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (?AATHP?) yang mulai berlaku sejak tahun 2003. AATHP mengatur adanya pengumpulan data, pengawasan, evaluasi dan penanganan kebakaran hutan untuk mengurangi polusi asap lintas batas negara. Namun, pada praktiknya, ketentuan tersebut dirasa belum mampu melakukan pengembangan teknologi pemadaman api di hutan atau lahan yang berada di wilayah terpencil. Koordinasi dan kerja sama regional dalam penanganan polusi asap lintas batas negara juga belum optimal. Selain itu, diperlukan penegakan hukum yang memadai di tingkat nasional untuk mencegah sistem tebang bakar lahan (slash and burn); tindak lanjut bagi pelanggar, baik pelaku industri skala kecil maupun skala besar; dan adanya sosialisasi kepada masyarakat terpencil akan bahaya sistem tebang bakar lahan yang tadinya merupakan salah satu kearifan tradisional yang diakui oleh negara Indonesia. ...... Transboundary air pollution is an environmental problem that occurs when pollution moves from one country to another country. Managing and handling transboundary air pollution become important because loss does not only suffered by home country but also affected country. Transboundary air pollution has been growing continually, especially in ASEAN. Haze pollution caused by land and forest fires in Indonesia during El Nino season moved to Singapore and Malaysia triggered by monsoon. ASEAN has legal instrument named ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution ("AATHP") which has came into force since 2003. AATHP has several main provis1ion namely data collection, monitoring, evaluation and handling of forest fires to reduce transboundary haze pollution. However, in practice, these provisions are still not be able to provide and develop sufficient land or forest fire fighting technology that happened in remote areas. Regional coordination and cooperation yet has not performed optimally. In addition, this also required strict law enforcement at the national level to prevent slash and burn; further investigation for offenders, both small scale industry and large scale industry; and socialization to remote communities or indigenous people about the dangers of slash and burn method that had been one of their local wisdoms that also recognized by Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristyo Rizka Darmawan
Abstrak :
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai yang sangat panjang dan berbatasan dengan sepuluh negara. Hal tersebut menyebabkan delimitasi batas maritim merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Namun demikian proses delimitasi batas maritim seringkali membutuhkan waktu yang sangat lama hingga ber tahun-tahun. Permasalahan yang sering timbul ketika proses negosiasi delimitasi batas maritim sedang berlangsung adalah apabila terjadi pelanggaran kenentuan hukum nasional dari kedua negara, sehingga sering menimbulkan ketidak pastian hukum terkait siapa yang memiliki kewenangan untuk menegakkan ketentuan hukum nasional di perairan perbatasan yang belum ditentukan diantara kedua negara. Ketidak pastian tersebut sering berakibat pada saling tangkap terhadap pelanggaran yang terjadi di perairan perbatasan yang belum ditentukan oleh kedua negara yang bersengketa. Terkait hal tersebut UNCLOS hanya memberikan kewajiban kepada kedua negara untuk membentuk pengaturan sementara di perairan perbatasan yang belum ditentukan untuk mencegah terjadinya konflik. Skripsi ini lebih lanjut akan menganalisa mengenai regulasi nasional dan Internasional serta praktek negara-negara terkait penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan. Adapun penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu penegakan hukum secara preventif, Kuratif dan Represif. Berdasarkan praktek negara dan hukum internasional tindakan represif oleh negara di perairan perbatasan yang belum ditentukan dapat menimbulkan konflik dan memperlambat penyelesaian delimitasi batas maritim antara kedua negara. Sehingga dapat disarankan bahwa di perairan perbatasan yang belum ditentukan negara hanya dapat melakukan penegakan hukum secara preventif dan juga kuratif. ......Indonesia as the largest archipelagic country in the world has a very long coastline and is bordered by ten countries. This makes delimitation of the maritime boundary is genuinely important for Indonesia. Nevertheless, the process of maritime boundary delimitation often takes a very long time. The problem that often arises when the maritime boundary delimitation negotiation process is underway is if there is a violation of the provisions of the national law of both countries, which often leads to legal uncertainty over who has the authority to enforce national law provisions in the unresolved maritime boundary between the two countries. Such uncertainty often results in interception of violations occurring in undefined border waters by the two disputing countries. In this regard, UNCLOS only provides obligations to both countries to establish provisional arrangements in undefined border waters to prevent conflicts. This thesis will further analyze the national and international regulations as well as the practice of law enforcement related countries in undefined border waters. The law enforcement in unspecified border waters can be divided into three forms preventive law enforcement, curative and repressive. Based on country practice and international law, repressive action by the state in undefined border waters can lead to conflict and slow the completion of the delimitation of the maritime boundary between the two countries. So it can be suggested that in the undefined border waters country can only do law enforcement in a preventive and also curative.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiyaa Ananda Khoirunnisaa
Abstrak :
Pesatnya aktivitas transaksi jual beli yang berlangsung melalui e-commerce tentunya berbanding lurus dengan peluang terjadinya sengketa antara pihak konsumen dengan pelaku usaha. Transaksi ini pun kerap kali melibatkan pelaku usaha dan e-commerce asing yang memiliki perbedaan dari segi yurisdiksi dengan konsumen Indonesia. Melalui metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan komparatif penulis memperoleh jawaban bahwa mekanisme penyelesaian sengketa lintas batas negara melalui e-commerce pada akhirnya diatur melalui klausula baku yang tercantum dalam syarat dan ketentuan penggunaan e-commerce tersebut. Hanya saja terhadap transaksi yang berlangsung pada e-commerce asing tentu umumnya juga menggunaan pilihan hukum dan pilihan forum asing. Kondisi-kondisi di atas tentu mampu memperlemah kedudukan konsumen Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Belum lagi dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk pergi dan berperkara di luar negeri yang belum tentu sebanding dengan kerugian yang diderita oleh konsumen. Seiring perkembangan teknologi, terdapat penyelesaian sengketa secara daring yang dikenal dengan istilah Online Dispute Resolution (ODR). Sejauh ini, Indonesia masih dalam tahap awal pengembangan ODR pasca berkomitmen melalui ASEAN Strategic Action Plan on Consumer Protection (ASAPCP) 2016-2025 untuk mewujudkan ASEAN Regional Online Dispute Resolution (ODR) Network bersama negara-negara ASEAN lainnya. Sebelum mewujudkan ODR dalam skala regional, Indonesia harus terlebih dahulu mewujudkan ODR tersebut dalam lingkup nasional. Kehadiran proyek Digital Trading Online Dispute Resolution (DODR) Indonesia merupakan peluang besar atas kehadiran ODR berskala nasional ini. Proyek ini juga dibiayai oleh China Silk Road Group (CSRG) dan dikelola oleh UNCTAD. Dalam melakukan pengembangan ODR ini, Indonesia masih harus berkaca dari pengalaman negara-negara lainnya yang telah berhasil mewujudkan ODR, sehingga Penulis juga melakukan studi komparatif dengan Negara China dan Uni Eropa. Tak hanya itu, Indonesia juga perlu menentukan model ODR apa yang hendak diimplementasikan dengan mempertimbangan kelebihan dan kelemahannya disertai peluang dan tantangan yang terjadi. ODR ini juga masih perlu dikembangkan lebih jauh agar tidak hanya bersifat regional saja tetapi bersifat internasional. ......The rapid activity of buying and selling transactions that take place through e-commerce is certainly directly proportional to the opportunity for disputes between consumers and business actors. These transactions also often involve foreign business actors and e-commerce actors who have differences in terms of jurisdiction with Indonesian consumers. Through juridical-normative research methods with a comparative approach, the author obtained the answer that the mechanism for resolving disputes across national borders through e-commerce is ultimately regulated through the standard clauses contained in the terms and conditions of use of the e-commerce. It's just that transactions that take place in foreign e-commerce, of course, generally also use legal choices and foreign forum options. The above conditions are certainly able to weaken the position of Indonesian consumers in fighting for their rights. Not to mention that it takes a huge amount of money to go and litigate abroad, which is not necessarily worth the losses suffered by consumers. Along with the development of technology, there is online dispute resolution known as Online Dispute Resolution (ODR). So far, Indonesia is still in the early stages of ODR development after committing through the ASEAN Strategic Action Plan on Consumer Protection (ASAPCP) 2016-2025 to realize the ASEAN Regional Online Dispute Resolution (ODR) Network with other ASEAN countries. Before realizing ODR on a regional scale, Indonesia must first realize the ODR in the national scope. The presence of the Digital Trading Online Dispute Resolution (DODR) Indonesia project is a great opportunity for the presence of this national-scale ODR. The project is also financed by China Silk Road Group (CSRG) and managed by UNCTAD. In developing this ODR, Indonesia still has to reflect on the experiences of other countries that have succeeded in realizing ODR, so the author also conducted a comparative study with China and the European Union. Not only that, Indonesia also needs to determine what ODR model to implement by considering its strengths and weaknesses along with the opportunities and challenges that occur. This ODR also still needs to be developed further so that it is not only regional but international.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2020
341.44 NAI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Aditya
Abstrak :
Masyarakat hukum adat memiliki hubungan keterikatan yang kuat dengan wilayah tempat mereka tinggal. Banyak dari masyarakat hukum adat ini telah mendiami suatu wilayah secara turun-temurun sejak zaman pra-kolonisasi yang pada akhirnya wilayah yang mereka diami tersebut tidak jatuh ke dalam wilayah satu kedaulatan negara saja. Perbatasan negara, tidak hanya menjadi pembatas kedaulatan antar negara saja, tapi juga membelah masyarakat hukum adat yang wilayah tradisionalnya dilalui garis batas negara tersebut. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, budaya dan spiritual dan juga melanjutkan serta menjaga tradisi dan kebudayaan yang telah dijalankan secara turun temurun, masyarakat hukum adat yang dipisahkan oleh batas negara tidak dapat lepas dari kegiatan lintas batas tradisional. Untuk melihat perlindungan terhadap masyarakat hukum adat yang dipisahkan oleh batas negara, penelitian ini meninjau praktik dari Amerika Serikat, Norwegia dan Indonesia yang menunjukkan variasi perlindungan terhadap masyarakat hukum adat yang dipisahkan oleh batas negara berdasarkan posisi serta sikap masing-masing negara menanggapi permasalahan masyarakat hukum adat secara umum. ...... Indigenous peoples maintain a strong relationship with their homelands, not just based on social-economy needs, but more to cultural and spiritual connection. Long before colonialism came to the new world and divide the world into sovereign-state territory, indigenous peoples call it home, and some of their traditional homelands did not fall within one sovereign-state territory. International border, not only become the boundaries between state soverignty, but also split indigenous peoples whose traditional homelands crossed by those borders. In the effort to fulfill their social, economy, cultural and spiritual needs, those indigenous peoples can not be separated from the traditional cross-border activities. To help us understand about the protection of indigenous peoples whose homelands are separated by international border, this research describe and analyse the practices in the United States, Norway and Indonesia, which potrays the variety based on the country?s position and response to the problems of indigenous peoples in general.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library