Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irfan
Abstrak :
Luasan daerah otonom terformulasi dalam penentuan batas-batas daerahnya. Penentuan batas-batas yang dimaksud harus mampu menggapai apa yang disebut oleh Hoessein (1993) sebagai Catchment area yakni luas wilayah yang optimal bagi layanan, pembangunan, penarikan sumberdaya, partisipasi dan kontrol baik masyarakat maupun birokrasi. Namun demikian penataan batas daerah semata,tidak mampu menjawab keinginan yang tinggi untuk menciptakan masyarakat madani (civil society) di tingkat lokal. Untuk itu diperlukan suatu "tata organisasi' daerah. Penelitian ini mengupas tata organisasi dan batas daerah yang berangkat dan konsep "catchment area" tersebut. Berdasarkan kajian teoritis, ditemui aspek-aspek sosio-administratif dan ekonomi-geografis sebagai pembentuk proses "catchment area" di daerah. Aspek pertama terdiri dari: kohesi masyarakat, fungsi birokrasi dan efisiensi administrasi pemerintahan daerah; sedangkan aspek kedua terdiri dari: kegiatan ekonomi di Daerah., keadaan permukaan daerah dan penarikan sumber-sumber pajak baik potensiil maupun secara riil. Tipe penelitian ini adalah deskriptif -analitis bersifat kualitatif dengan metode pengumpulan data meliputi wawancara mendalam, studi pustaka dan analisa data sekunder --termasuk foto- dan observasi lapangan dengan lokasi penelitian di Daerah Kota Depok. Pertimbangan lokasi di daerah ini antara lain daerah ini telah diangkat statusnya menjadi Daerah Otonom yang semula bagian dari Kabupaten Bogor yang sebelumnya melakukan perluasan wilayah; dan dilakukan pada saat transisi UU Pemerintahan Daerah dari UU No. 5 Tahun 1974 ke UU No. 22 Tahun 1999. Hasil penelitian menunjukkan adanya bukti yang kuat di Daerah Kota Depok tidak cukup terjadi "catchment area". Dan aspek-aspek yang berpengaruh, baik sosio-administratif maupun ekonomi-geografis daerah ini kurang memiliki kemampuan untuk menciptakan "catchment area". Bahkan kondisi geografis tata guna lahan menunjukkan adanya "dis-catchment area". Ada beberapa saran/rekomendasi dan hasil penelitian ini yang mampu disumbangkan dalam dua kategori: pertama, kelompok tata batas antara lain: perlu ditinjau kembali peraturan perundangan yang mengatur perihal penataan batas daerah kota di Indonesia dengan mendasarkan pada terciptanya "catchment area" yang lebih komprehensif, batas-batas yang tercipta di Depok yang tidak mendasarkan pada adanya pembentukan "community" di Depok harus ditengarahi dengan kebijakan-kebijakan lokal yang berorientasi pada masyarakat, seperti sosialisasi Pemerintahan Depok, menciptakan visi kebersamaan sebagai warga Depok, dan ikut sertanya partisipasi masyarakat yang lebih luas di berbagai sektor. Diperlukan visi pembangunan yang terfokus pada kompetensi lokal dengan mengupayakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi. Kedua, kelompok tata organisasi yakni, antara lain: sebagai unsur birokrasi pemerintahan daerah, pembentukan dinas-dinas harus didahului dengan analisis beban tugas secara seksama. Jika kecamatan dan kelurahan sebagai basis yurisdiksi kerja cabang-cabang dinas bagi dinas yang tidak hanya di Kantor Pusat (headquarters) pemerintahan daerah, maka terlebih dahulu pembentukan kecamatan dan kelurahan harus berdasarkan kondisi riil kepadatan penduduk, keadaan geografi, aktivitas penduduk, tingkat kebutuhan, dan rentang kendali operasional dan analisis beban tugas lainnya. Memfokuskan kerja pelayanan dinas-dinas yang ada dan juga kecamatan yang terbentuk di Kota Depok, sangat kondusif jika kerja birokrasi tujuan-ganda baik kecamatan maupun kelurahan diarahkan ke upaya membangun dan mengembangkan "sistem informasi masyarakat kota", sehingga penetrasi politik birokrasi ini dapat ditekan sekecil mungkin.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Maisyaroh Indrayanti
Abstrak :
Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penegasan batas antara Kabupaten Merauke dengan Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua yang disebabkan oleh adanya perebutan wilayah dengan melibatkan unsur masyarakat adat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya penegasan batas menggunakan teori Gerardo A. Okhuysen (2009) dalam Coordination in Organization. Pendekatan yang digunakan adalah post positivism dengan teknik pengambilan data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa proses koordinasi yang terjalin antara Pemerintah Pusat dan Daerah belum berjalan dengan optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: terdapat kesenjangan dalam resource allocation (alokasi sumber daya) baik dalam hal sumber daya manusia maupun anggaran yang digunakan untuk mendukung proses penegasan batas daerah, kurang tegasnya Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengambil keputusan dan menjalankan hasil kesepakatan yang sudah dituangkan dalam Berita Acara, serta belum adanya SOP atau mekanisme yang mengatur proses penegasan batas baik secara teknis maupun non teknis. Dari hasil kesimpulan tersebut, maka saran yang diberikan oleh penulis adalah: perlu dilakukan analisis beban kerja yang mempertimbangkan ketersediaan sumber daya (resource allocation) baik dari sisi sumber daya manusia maupun anggaran, perlu dilakukan revisi terhadap Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 Tentang Penegasan Batas Daerah dan juga pembuatan SOP yang mengatur proses penegasan batas yang dipengaruhi oleh faktor non teknis secara detil, serta perlunya konsistensi terhadap tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengambilan keputusan dan menjalankan hasil keputusan berdasarkan mekanisme proses penegasan batas daerah. ......This thesis discusses the factors that affect the coordination between the Central and Regional Governments in delimiting the boundaries between Merauke Regency and Boven Digoel Regency, Papua Province, which is caused by territorial disputes involving elements of indigenous peoples. This study aims to determine the factors that influence the coordination between the Central and Regional Governments in an effort to define boundaries using the theory of Gerardo A. Okhuysen (2009) in Coordination in Organization. The approach used is post positivism with qualitative data collection techniques. Based on the results of existing research, it can be concluded that the coordination process between the Central and Regional Governments has not run optimally. This is due to several factors, namely: there are gaps in resource allocation, both in terms of human resources and the budget used to support the process of affirming regional boundaries, the lack of firmness between the Central and Regional Governments in making decisions and implementing the agreed results. stated in the Minutes, and there is no SOP or mechanism that regulates the process of affirming boundaries both technically and non-technically. From the results of these conclusions, the suggestions given by the author are: it is necessary to carry out a workload analysis that considers the availability of resources (resource allocation) both in terms of human resources and budget, it is necessary to revise the Minister of Home Affairs Regulation Number 141 of 2017 concerning Affirmation of Regional Boundaries and also the formulation of SOPs that regulate the process of affirmation of boundaries that are influenced by non-technical factors in detail, as well as the need for consistency with the responsibility of the Central and Regional Governments in making decisions and carrying out the results of decisions based on the mechanism for the process of affirming regional boundaries.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Horas Yosua
Abstrak :
Rencana tata ruang dan wilayah Provinsi perlu sinkron dengan karakteristik kompenen air tanah yaitu letak daerah recharge dan daerah dischargenya. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan sebuah peta spasial yang berisikan informasi mengenai daerah recharge-discharge pada Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta, melakukan analisa sensitifitas pada pemodelan, melakukan rekomendasi berdasarkan peta spasial yang didapatkan dan menguji hasil simulasi numerik SEEP2D dalam menemukan batas recharge-discharge sebuah CAT. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah review, pengumpulan data tanah, pemilihan data tanah, korelasi litologi, kalibrasi model, pemodelan, membuat peta kontur air tanah, validasi model, membuat peta spasial daerah recharge discharge dan terakhir rekomendasi serta kesimpulan. Berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai CAT Jakarta digunakan untuk pemodelan spasial ini baik nilai parameter, konsep maupun sebagai pembanding. Berdasarkan hasil korelasi litologi, 15 Cross Section (CS) digunakan untuk pemodelan dengan menggunakan perangkat lunak SEEP2D. Nilai head beserta letak koordinat berdasarkan hasil simulasi numerik SEEP2D dijadikan peta kontur air tanah pada CAT Jakarta. Proses validasi menentukan peta kontur yang paling tepat untuk penetapan batas daerah recharge-discharge pada CAT Jakarta. Tahap akhir dari pemodelan spasial ini adalah sebuah peta spasial yang berisikan batas daerah recharge-discharge CAT Jakarta. Luas daerah recharge pada CAT Jakarta adalah 715 km2 sedangkan luas daerah discharge adalah 741 km2. Analisa sensitifitas pada model menunjukkan terdapat 5 paramater yang memiliki kerentanan terhadap model yaitu penempatan Flux Boundary Condition, Ketebalan lapisan akuifer 1, besaran nilai hidraulik konduktifitas arah horisontal dan vertikal, penempatan Exit Face, dan penempatan Vertical Boundary Condition. Berdasarkan peta spasial recharge-discharge CAT Jakarta, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan dan sebagian besar Kota Jakarta Selatan merupakan daerah recharge. Sementara itu, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi dan Jakarta Utara merupakan derah discharge. RTRW masing-masing daerah juga sudah mempertimbangkan kehadiran air tanah namun belum selaras dengan karakteristik recharge maupun discharge daerahnya. Selain itu, belum tampak implementasi datail yang akan dikembangkan mengenai pemeliharaan dan pengembangan air tanah pada CAT Jakarta.
Provincial spatial plans and regions need to be in sync with the characteristics of groundwater components, namely the location of recharge areas and discharges. The purpose of this study is to produce a spatial map containing information on recharge-discharge areas in the Jakarta Groundwater Basin (CAT), make recommendations based on the spatial map obtained at the previous destination and conduct sensitivity analysis on the modeling. The methodology used in this study is a review, collection of soil data, selection of soil data, lithological correlations, model calibration, modeling, making groundwater contour maps, model validation, making spatial maps of recharge discharge areas and finally recommendations and conclusions. Various previous research results on the Jakarta CAT were used for this spatial modeling both parameter values, concepts and as a comparison. The results of lithology correlation are 15 Cross Sections (CS) that are used for modeling using SEEP2D software. The head value and the location of the coordinates based on the SEEP2D results can be made a groundwater contour map on CAT Jakarta. The validation process determines the most appropriate contour map for determining the recharge-discharge area boundary in the CAT Jakata. The final stage of spatial modeling is a spatial map containing the boundaries of the CAT Jakarta recharge-discharge area. The recharge area in CAT Jakarta is 715 km2 while the discharge area is 741 km2. Sensitivity analysis on model showed 5 parameters that has vulnerability to changes the model which are Flux Boundary Condition placement, Unconfined akuifer thickness, value of horizontal dan vertical Hydraulic Conductivity, Exit Face placement, dan Vertical Boundary Condition. Depok City, Bogor Regency, South Tangerang City and most of South Jakarta City are recharge areas. Tangerang Regency, Bekasi Regency and North Jakarta are discharge areas. There are several suitability of area designation with the characteristics of recharge and groundwater discharge. The RTRW of each region has also considered the presence of groundwater but the implementation has not yet been seen.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library