Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Inayatur Rohmah
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian multiplikasi tunas ubi kayu tinggi beta karoten genotipe Ubi Kuning secara kultur in vitro menggunakan dua tipe eksplan, yaitu nodus apikal dan empat nodus aksilar yang ditanam pada medium MS dengan penambahan 0,75 mgl-1 BAP. Penelitian bertujuan untuk mengetahui nodus yang paling responsif terhadap media induksi tunas. Hasil uji Kruskal-Wallis dan analisis variansi (ANOVA) menunjukkan adanya perbedaan nyata (α=0,05) antara perlakuan nodus (Apikal, Aksilar 1, Aksilar 2, Aksilar 3, dan Aksilar 4) dengan rata-rata jumlah tunas, tinggi tunas, jumlah daun, dan panjang daun. Hasil uji lanjut Duncan (α=0,05) menunjukkan adanya perbedaan nyata di antara perlakuan nodus. Respon pertumbuhan yang paling cepat dan seragam terkait tinggi tunas, hari tumbuh tunas, jumlah daun, dan panjang daun ditunjukkan oleh nodus tengah, yaitu nodus aksilar 2 dan 3.
ABSTRACT
Research on cassava shoot multiplication of high beta-carotene Ubi Kuning genotype in vitro culture has been done using two different types of explant sources i.e., apical and four axillary buds grow on MS medium containing 0,75 mgl-1 BAP. The study aims to determine the most responsive node for shoot multiplication. The Kruskal-Wallis and ANOVA test showed that various of explants (Apical, Axillary 1, Axillary 2, Axillary 3, and Axillary 4) had significant different (α=0,05) with average value of shoot number, shoot length, leaf number, and leaf length. The Duncan test showed that there was a significant different (α=0,05) between various type of explants. The most rapid growth response that associated with shoot length, leaf number, and leaf length obtained from the 2nd and 3rd axillary buds.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42373
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian mengenai optimalisasi kalus remah tangkai daun urutan ke-1 Centella asiatica (L.) Urban (pegagan) pada medium Murashige dan Skoog (MS) 1962 modifikasi dengan delapan variasi auksin dan sitokinin. Delapan variasi tersebut adalah 2,4-D 0,5 mgl -1 + BAP 0,5 mgl -1 (M1), 2,4-D 0,5 mgl -1 + Kinetin 0,5 mgl -1 (M2), 2,4-D 1 mgl -1 + Kinetin 0,5 mgl -1 (M3), 2,4-D 2,5 mgl -1 + Kinetin 1 mgl -1 (M4), NAA 0,2 mgl -1 + BAP 2 mgl -1 (M5), NAA 0,5 mgl -1 + BAP 0,5 mgl -1  (M6), NAA 1 mgl -1 + Kinetin 0,5 mgl -1 (M7), dan NAA 2 mgl -1 + Kinetin 1 mgl -1 (M8). Untuk menginduksi kalus dilakukan penanaman potongan tangkai daun dalam medium Murashige dan Skoog (MS) 1962 modifikasi dengan penambahan 2,4-D 2,5 mgl -1 + Kinetin 1 mgl -1 . Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA UI, Depok (April 2007--September 2007). Untuk induksi dan optimalisasi kalus, dilakukan pemeliharaan selama delapan minggu dengan pencahayaan kontinu. Semua eksplan yang ditanam pada medium induksi kalus membentuk kalus remah. Kalus remah yang terbentuk pada medium tersebut kemudian disubkultur ke dalam delapan medium optimalisasi kalus. Setelah ± empat minggu disubkultur ke medium optimalisasi kalus, tampak bahwa terjadi keragaman tekstur dan warna kalus yang tergantung pada macam dan konsentrasi ZPT yang digunakan. Jumlah kalus remah yang terbentuk pada medium optimalisasi iii berturut-turut dalam medium M1 (40%), M2 (80%), M3 (66,67%), dan M4 (33,33%) dengan warna kalus sebagian besar abu-abu muda, hartal, hingga cokelat. Sementara itu, medium M5--M8 cenderung membentuk kalus kompak dan campuran (remah dan kompak), dengan warna kalus sebagian besar hijau. Berat basah dan berat kering kalus tertinggi terdapat pada medium M7 masing-masing (750,7 ± 357) mg dan (69,1 ± 32,3) mg, sedangkan berat basah dan berat kering terendah terdapat pada medium M4 masing-masing (363,3 ± 230,9) mg dan (29,6 ± 21,1) mg. Secara umum, medium M2 dapat dinyatakan sebagai variasi auksin dan sitokinin yang baik untuk optimalisasi kalus remah tangkai daun C. asiatica.
Universitas Indonesia, 2007
S31476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dilia Tri Rahayu Setyaningrum
Abstrak :
Praduga mempakan dugaan awal terhadap seseorang atau sesuatu, baik yang bersifat positif, maupun negatif. Praduga yang bersifat negatif biasanya disebut prasangka atau prejudice. Praduga dapat terjadi pada siapa saja, dalam skripsi ini penulis membahas praduga petugas polisi, khususnya pemeriksa tersangka dalam proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Polri. Penelitian ini mengangkat masalah bagaimana dan mengapa praduga tersebut dapat terjadi di kalangan pemeriksa. Untuk itu, penelitian berfokus pada pemeriksa tersangka yang telah berpengalaman menangani kasus kejahatan yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya, dengan harapan dapat diperolah gambaran mengenai proses yang terjadi sebelum dan ketika pemeriksaan dilakukan. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang proses praduga, dengan demikian dapat diketahui secara jelas penyebab praduga di kalangan pemeriksa BAP. Pemeriksa di Polda Metro Jaya merupakan subyek yang tepat untuk diambil datanya sebab di sana merupakan pusat pemeriksaan segala kasus, termasuk kasus yang tidak dapat ditangani oleh Polres atau Polsek. Dalam penelitian ini dipilih pendekatan kualitatif, agar gambaran dan dinamika serta proses yang diceritakan subyek terlihat jelas dan unik sehingga dapat dipahami Iebih baik, sesuai makna yang diberikan dari sudut pandang individu yang bersangkutan. Dapat dikatakan pula bahwa penelitian ini bersifat deskriptif, karena berusaha menggambarkan gejala, keadaan, dan proses yang terjadi pada diri individu. Data untuk penelitian ini didapat dari wawancara mendalam terhadap beberapa pemeriksa tersangka di Polda Metro Jaya. Wawancara dilakukan di rumah kediaman mereka. Pembahasan dimuiai dengan pemberian contoh praduga positif dan negatif pada pemeriksaan terhadap tersangka. Selanjutnya pembahasan kasus yang dialami subyek pertama. Bagian kedua membahas kasus subyek kedua. Kedua bagian tersebut membahas 4 proses yang masing-masing adalah: Pengaruh kontekstual, impression formation, attribution, dan faktor penyebab praduga pada setiap subyek. Bagian ketiga, berisi pembahasan antar subyek yang membandingkan antara hasil yang diperoleh pada subyek 1 dan 2. Bagian keempat merupakan rangkuman pembahasan, berisi proses-proses kognisi sosial yang terjadi sehingga menghasilkan praduga, baik positif maupun negatif. Proses-proses tersebut antara Iain schema dan prototypes, heuristic, dan automatic vigilance. Penelitian ini menemukan bahwa praduga terjadi karena manusia memiliki proses berpikir yang dilandasi oleh berbagai faktor, antara lain pengaruh kontekstual yang termasuk di dalamnya kehidupan masa lalu, pembentukan impresi saat pertama kali pemeriksa bertemu tersangka dan proses selama pemeriksaan, atribusi yang merupakan sikap pemeriksa untuk dapat mengerti penyebab sikap dari tersangka, dan faktor penyebab praduga Iain seperti stereotypes, Iingkungan kerja, desakan tugas dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut melandasi proses terjadinya praduga yang dapat diterangkan melalui proses skema dan prototip dimana telah terbentuk suatu framework dalam kognisi pemeriksa saat bertemu tersangka, proses heuristik yaitu jalan pintas yang diambil dalam praduga negatif atau positif, proses yang menimbulkan kesalahan kognisi seseorang yang disebut automatic vigilance dimana seseorang lebih memperhatikan informasi negatif dari tersangka dibanding informasi lainnya sehingga mengakibatkan kesalahan dalam menarik kesimpulan, dan faktor afektif yang dapat mempengaruhi praduga pemeriksa terhadap tersangka. Praduga yang terjadi pada tersangka tidak selamanya merupakan hal yang buruk, karena berguna agar proses pemeriksaan berjalan Iebih lancar tanpa mengesampingkan asas praduga tidak bersalah. Tentunya harus terdapat toleransi pada diri masing-masing pemeriksa agar praduga yang terjadi tetap pada batas-batas yang diperkenankan. Semoga skripsi ini berguna.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Amalia
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tingkat kepercayaan guru terhadap Disdik Kota Bandung (studi atas Program BAP) sebagai upaya pengembangan e-learning di Kota Bandung. Sebagai program baru, dibutuhkan kepercayaan masyarakat sebagai dasar kesediaan mendukung. Namun, pada tahap implementasinya Disdik Kota Bandung melakukan tindakan inkonsistensi pelaksanaan tugas sehingga menyebabkan belum tercapainya target program, yaitu konten ajar digital lebih dari 1.000 dan 30.000 pengguna. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan tingkat kepercayaan guru di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat terhadap Dinas Pendidikan Kota Bandung (studi atas Program BAP). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan instrumen kuesioner terhadap 100 responden. Tingkat kepercayaan guru diukur berdasarkan 3 dimensi yang dikemukakan Lijeblad, Borrie, dan Watson, yaitu nilai dan norma bersama, kesediaan untuk mendukung, dan penilaian kemampuan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kepercayaan guru di Kota Bandung terhadap Disdik Kota Bandung (studi atas Program BAP) sebanyak 62% berada pada kategori tinggi.
ABSTRACT
This thesis discussed about the teacher trust level to Bandung Department of Education related to the implementation of BAP Program as an effort to develop elearning in Bandung City. As a new program, it takes willingness of the public trust as a basis for support. However, at the implementation stage Bandung Education Department did inconsistencies action causing targets has not been achieved, more than 1,000 digital teaching content and 30,000 users. Purpose of this study was to describe teacher trust level to Bandung Department of Education related to the implementation of BAP Program. Research is done in quantitative with questionnaire to 100 respondents. Level of teacher trust measured by 3 dimensional raised Lijeblad, Borrie, dan Watson, namely shared values and norms, willingness to endorse, and perceived efficacy. The result showed that teacher trust level in Bandung, West Java Province to Bandung Department of Education (Program BAP study) 60% at the high category.
2014
S56479
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Anggun Septeza Dewi
Abstrak :
ABSTRAK
Physalis angulata L. merupakan tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional, oleh karena itu untuk menjaga ketersediaannya perlu dilakukan budidaya, salah satunya dengan kultur in vitro. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui respons eksplan daun P. angulata pada medium MS vitamin MS + 2,4-D 0,3 mg l -1 (M1); MS vitamin MS + 2,4-D 0,4 mg l -1 (M2); MS vitamin MS + NAA 0,5 mg l-1 & BAP 0,5 mg l-1 (M3), MS vitamin B5 + 2,4- D 0,3 mg l -1 (M4); MS vitamin B5 + 2,4-D 0,4 mg l-1 (M5); MS vitamin B5 + kombinasi NAA 0,5 mgl & BAP 0,5 mg l-1 (M6). Eksplan dikultur dengan fotoperiodesitas 12 jam. Terdapat 4 kategori respons, yaitu terbentuknya kalus (K), Akar adventif (A), kalus yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya akar advenif (KA), serta kalus yang kemudian juga diikuti dengan tumbuhnya akar adventif dan tunas adventif (KAT). Eksplan dapat membentuk K dan KA diseluruh medium, sedangkan eksplan yang membentuk A saja hanya terlihat di medium M2. Sementara itu, eksplan yang membentuk KAT juga hanya terlihat di medium M3 dan M6. Secara keseluruhan, eksplan menunjukkan respons banyak terbentuk di medium M6. Pada penelitian ini, eksplan dapat merespons media perlakuan melalui tahapan kalogenesis dan organogenesis.
ABSTRACT
Physalis angulata L. is plant widely used in traditional medicines, therefore to keep its availability the cultivation is required, one way to ensure its availability is by using in vitro culture. Research aims to know response of P. angulata?s leaves explant on medium MS supplemented with MS vitamins + 2,4-D 0,3 mg l -1 (M1); MS supplemented with MS vitamins + 2,4-D 0,4 mg l -1 (M2); MS supplemented with MS vitamins + NAA 0,5 mg l-1 & BAP 0,5 mg l-1 (M3), MS supplemented with B5 vitamins + 2,4-D 0,3 mg l -1 (M4); MS supplemented with B5 vitamins + 2,4-D 0,4 mg l-1 (M5); MS supplemented with B5 vitamins + kombinasi NAA 0,5 mgl & BAP 0,5 mg l-1 (M6). The explant were cultured with photoperiodisity in 12 hours. The result show there are four categories response, the first, explant response to form a callus (K), explant response to form adventitious root (A), next is the callus formation that followed by the growth of adventitious root (KA), and the last one callus formation that followed by the growth of adventitious root and adventitious shoot. The explant could form K and KA in every medium, but the one that form A only found in M2. However, the explant that form KAT only found in several medium, which are medium M3 and M6. Overall, the explant show response many formed in medium M6. By this research, the explant could response to several action, such as through organogenesis and calogenesis.
2016
S65622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
An experiment to investigate the somatic embryogenesis from shoot-derived callus of Pogostemon cablin (nilam plant) has been conducted at the Plant Biotechnology Laboratory, Agricultural Faculty, University of Jambi from January through to July 2004. Callus proliferation was induced on explants taken from young shoots cultured on solid MS medium supplemented with phytohormones NAA (0.8, 1.1, 1.4, and 1.7 ppm) and BAP (1.1, 1.4, 1.7, and 2.0 ppm) under in vitro conditions. Cultures were maintained at 25  1 oC, light intensity 50 �?�mol m-2 s-1, and 16 hours photoperiod. The results indicated that all cultured explants showed positive responses on callus proliferation on all treatments within two weeks of culture initiation. The effect of phytohormones, however, was unspecific as all callus showed similar properties, from non-embryogenic to embryogenic. The addition of NAA and/or BAP to the culture medium was not significantly affected the number of days to callus proliferation. Callus fresh weight was significantly affected by NAA (P = 0.01) or BAP (P = 0.05), but the interaction of these phytohormones resulted in a non-significant effect on callus fresh weight (P = 0.18). Also, BAP significantly affected callus dry weight (P =0.03). However, neither NAA nor its interaction with BAP significantly affected callus dry weight (P = 0.07 and 0.16, subsequently). Embryogenic and non-embryogenic callus were subcultured separately onto new fresh media with the same composition as for callus induction. Following this subculture, embryogenic callus regenerated somatic embryos within ten days, whereas non-embryogenic callus did not show any symptom of embryogenesis, and lost their proliferative capacity after six weeks of subculture. The regenerated somatic embryos continued to grow to form profuse mass of young plantlets ready for in vivo acclimatization.
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library