Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azura Zuhria
Abstrak :
Kemajuan teknologi dan globalisasi mendorong perubahan di berbagai bidang, salah satunya di bidang perekonomian. Namun, perubahan tidak selalu membawa dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang dari perubahan ini adalah timbul kejahatan lintas batas dan kejahatan terorganisir, seperti kejahatan pencucian uang. Sehingga, negara perlu membentuk suatu perjanjian bantuan hukum timbal balik antar negara untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan yang terjadi yang disebut MLAT. MLAT mengatur berbagai bantuan hukum, salah satunya menyita, merampas, dan membekukan aset hasil kejahatan. Negara menggunakan asas retroaktif dalam MLAT yang menyebabkan bantuan hukum berlaku secara surut sebagai upaya menanggulangi dan memberantas kejahatan, seperti MLAT Indonesia-Swiss. Sedangkan, Pasal 28 VCLT menyatakan bahwa perjanjian berlaku secara non-retroaktif, kecuali ditentukan lainnya dalam perjanjian. Perjanjian yang berlaku surut juga berpotensi melanggar hak seseorang untuk tidak dihukum oleh hukuman yang berlaku surut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan mengkaji mengenai kedudukan hukum asas retroaktif dalam MLAT serta melakukan perbandingan dengan MLAT yang telah diratifikasi Indonesia. Kesimpulannya, asas non-retroaktif dalam Pasal 28 VCLT tidak mutlak. Asas retroaktif dalam MLAT Indonesia-Swiss tidak menyimpangi hukum perjanjian internasional. Walupun begitu, akan lebih baik MLAT berlaku secara non-retroaktif. Apabila MLAT bersifat retroaktif, maka penerapan harus dilaksanakan dengan hati-hati. ......Advances in technology and globalization have driven changes in various fields, one of which is in the economy. However, change does not always bring positive impacts, but also negative impacts. One of the negative impacts of this change is the emergence of cross-border crime and organized crime, such as money laundering. Thus, States needs to form a mutual legal assistance agreement among them to eradicate and overcome crimes that occur. MLAT regulates various legal assistance, one of which is confiscation, seizure, and freezing of assets resulting from crimes. States includes the retroactive principle in MLAT which causes legal assistance to apply retroactively as an effort to tackle and eradicate crime, such as Indonesia-Swiss MLAT. Meanwhile, Article 28 of the VCLT states that an international agreement applies non-retroactively, unless established otherwise in the treaty. A retroactive treaty also has the potential to violate a person's right not to be punished by a retroactive penalty. This research is normative, by examining the legal position of the retroactive principle in MLAT and compare MLATs which has been ratified by Indonesia. In conclusion, the principle of non-retroactivity in Article 28 of the VCLT is not absolute. The retroactive principle in the Indonesia-Swiss MLAT does not deviate from law of treaties. Even so, it would be better for MLAT to apply non-retroactively. If the MLAT is retroactive, it must be implemented with caution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiyah Tsamara
Abstrak :
ABSTRAK Perkembangan teknologi memberikan berbagai kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan, namun juga menempatkan masyarakat dunia untuk menghadapi berbagai tantangan baru khususnya dalam menangani kejahatan lintas negara yang memanfaatkan teknologi pada sektor perbankan. Penelitian ini membahas mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dan diimplementasikan di Indonesia, serta implementasi terhadap pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara tersebut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, namun juga dilengkapi dengan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank yang didasarkan atas permohonan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dari negara lain diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 42 Undang-Undang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006. Adapun apabila tidak dilakukan penyidikan atas perkara yang berlangsung di yurisdiksi negara lain, tidak ada perbedaan ketentuan yang berlaku mengenai pelaksanaan pembukaan rahasia bank sebagai tanggapan atas permohonan bantuan untuk perkara tersebut. Saran yang Penulis berikan kepada Pemerintah dan instansi terkait adalah agar dapat dimasukkan ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk perkara-perkara pidana yang penyelesaiannya dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia dalam Undang-Undang Perbankan dan penegasan kewenangan OJK untuk memberikan izin tertulis pembukaan rahasia bank berkaitan dengan permintaan bantuan hukum timbal balik dalam penanganan perkara pidana yang berada di yurisdiksi negara lain, serta maksimalisasi kerja sama informal agency to agency communication antara financial intelligence unit (FIU) seperti PPATK.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelomita Savitri
Abstrak :
ABSTRAK
Kawasan Asia Tenggara memiliki tingkat kejadian perdagangan manusia yang tinggi dengan latar belakang dan penyebab yang beragam; baik dari aspek ketenagakerjaan, migrasi, kemiskinan, kejahatan maupun konflik negara. Hal ini menyebabkan pendekatan untuk pemberantasan perdagangan manusia menjadi beragam pula; baik dari tahapan pencegahan, penegakan hukum, maupun dukungan untuk korban. Tesis ini membahas pemberantasan perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara sebagai tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia dan hukum pidana internasional; baik secara internasional maupun regional antar negara-negara anggota ASEAN. Pendekatan yang digunakan adalah kerja sama internasional melalui bantuan hukum timbal balik atau mutual legal assistance (MLA). Instrumen bantuan hukum timbal balik yang digunakan dan dianggap sesuai untuk kawasan Asia Tenggara adalah perjanjian yang dihasilkan oleh Association of South East Asia Nations (ASEAN) yaitu ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty in Criminal Matters (ASEAN MLAT). Bantuan hukum timbal balik merupakan instrumen kerjasama formal yang sesuai untuk pemberantasan kejahatan formal maka mampu mengikat komitmen negara secara penuh. Penelitian dilakukan dengan studi kasus perdagangan manusia yang terjadi di kawasan ZAMBASULTA (Zamboanga, Basilan, Sulu, Tawi- Tawi) di Filipina. Sebagai daerah di Filipina dengan kasus perdagangan manusia yang secara dominan lintas batas Negara antara Filipina dengan Malaysia. ZAMBASULTA dapat menggambarkan penerapan ASEAN MLAT di kawasan Asia Tenggara sebagai instrument regional pemberantasan manusia.
ABSTRACT
South East Asia region has a high level of human trafficking case with various backgrounds and causes; whether from aspects of labor, migration, poverty, crime or homeland conflict. Hence the approach for human trafficking suppression varies; whether from the phase of prevention, law enforcement, or victim support. This thesis addresses human trafficking suppression in South East Asia region as a crime against human rights. Writer describes the law for human rights protection and international crime against human trafficking; internationally and amongst ASEAN member countries. The approach being taken is international cooperation through mutual legal assistance (MLA). The instrument considered appropriate is ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty in Criminal Matters (ASEAN MLAT). Mutual legal assistance is a compatible formal cooperation instrument for suppressing human trafficking because of its ability to handle transnational crimes and provides binding commitment amongst countries. Research is conducted with case study of ZAMBASULTA (Zamboanga, Basilan, Sulu, Tawi-Tawi) in Philippine. Being a Philippine region with cross border human trafficking cases between Philippine and Malaysia, ZAMBASULTA can represent the implementation of ASEAN MLAT in South East Asia region as a regional instrument of human trafficking suppression.
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mawar Fitriany
Abstrak :
Korupsi dan tindak pidana ikutannya berupa pencucian uang merupakan tindak pidana yang memberikan dampak negatif secara meluas. Tindak pidana tersebut semakin berkembang karena globalisasi yang menyebabkan batas-batas negara menjadi tidak jelas. Pencucian uang kini dilakukan secara lintas batas sehingga perlu bantuan hukum timbal balik antar negara untuk melawannya. Salah satu kerja sama yang penting adalah untuk membekukan, menyita dan merampas sarana dan hasil tindak pidana. Pelaksaan bantuan hukum timbal balik dapat berdasarkan pada resiprositas, UNTOC, UNCAC atau bahkan berdasarkan perjanjian internasional dalam tingkat bilateral, multilateral atau regional. Otoritas yang memiliki peranan besar dalam pelaksanaan kerja sama pemberian bantuan untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan adalah Otoritas Pusat, Unit Intelijen Keuangan dan Penyidik. Namun, dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum masih terdapat banyak rintangan. Yang menjadi penghambat dalam pelaksaannya adalah terdapat perbedaan mengenai pandangan terhadap tindak pidana dan kepentingan nasional masing-masing negara, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Dengan demikian, dirasakan perlu bagi penyidik untuk mempelajari hukum asing. Selain itu Indonesia perlu menaikkan posisi tawar, serta mengatur secara lebih praktis ketentuan yang berkaitan dengan bantuan hukum timbal balik, atau melakukan pendekatan secara kasuistis untuk kepentingan resiprositas dalam permintaan bantuan. Dengan melihat belum banyaknya praktik yang berkaitan dengan bantuan timbal balik untuk pembekuan, penyitaan dan perampasan, maka perlu pula dilakukan studi banding di negara-negara yang sudah sering melakukan praktik tersebut. ......Corruption as a predicate crime and its follow up crime, money laundering, have been giving negative impact significantly. Those crimes grow fast because of the globalization that blurring the idea about the border. Nowadays, money laundering is involving transnational activity, thus, the mutual legal assistance between government is needed. One of the most important mutual legal assistance is the one that related to freezing, seizing, and forfeiting the instrument and the proceed of crime. This mutual legal assistance is held based on reciprocity, UNTOC, UNCAC or based on an international treaty in bilateral, multilateral or regional scope. The authorities which have a big role in this cooperation related to freezing, seizing, and forfeiting are Central Authority, Financial Intelligence Unit, and investigator. However, in fact, there are many problems facing this cooperation. The substantive problems are the dissimilar point of view about crime and the different national interests, especially the one that related to the economy. Based on those facts, it is important for the investigator to understand foreign law. Furthermore, Indonesia should rise up their bargaining power and build more practical regulation, or doing a casuistic approach. By realizing there is not much practice related to this issue in our country, it is important to run a comparative study with the country which already familiar with that practice.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library