Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Hari Purwanto
"Ilmu tentang risiko manajemen perbankan yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS) merupakan ilmu yang selama ini belum sepenuhnya diterapkan oleh perbankan Indonesia. Hal ini terbukti dari penelitian yang penulis lalcukan baik' kepada Undang-undang No 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun Peraturan Bank Indonesia (PBI) sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang Perbankan. Keadaan ini membuat perbankan Indonesia mengalami kegoncangan tatkala terjadi krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Bankbank mengalami spread negatif sehingga harus dilikuidasi dan sebagian lagi berada dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Belajar dari pengalaman pahit tersebut, maka mulailah Bank Indonesia (BI) melakukan langkah-langkah pengamanan guna mengendalikan krisis agar tidak berkepanjangan. Akhirnya masuklah International Monetary Funds (IMF) dengan berbagai program restrukturisasi perbankan yang ternyata belum cukup ampuh untuk meredam gejolak, hingga akhirnya menimbulkan pesimisme tersendiri terhadap program program IMF termasuk program rekapitalisasi perbankan. Masalah kemandirian Bank Indonesia terus digodog, meskipun ada beberapa halangan yang berupaya mempolitisasi melalui amandemen Undang-undang Bank Indonesia (UTJBI). Akankah risiko manajemen perbankan ini menjadi titik tolak bagi upaya restrukturisasi perbankan nasional, semuanya terpulang kepada Bank Indonesia sebagai bank sentral yang tentunya harus didukung oleh kemauan politik dari elit politik Indonesia yang terus menerus berseteru. Risiko Manajemen Perbankan menyoroti sistem manajemen yang diterapkan oleh perbankan Indonesia yang selama ini masih belum optimal pelaksanaanya. Titik berat perbankan Indonesia selama ini banyak tercurah kepada risiko kredit, dimana risiko ini adalah risiko tertua dan merupakan risiko terberat disusul risiko likuiditas.
Dalam penelitian ini penulis juga memberikan risiko manajemen perbankan menurut versi penulis yakni risiko hukum, risiko penyelewengan dan fiducia. Pengabaian terhadap risiko manajemen perbankan akan berdampak kepada perekonomian nasional secara keseluruhan, sebab fungsi intermediasi bank akan terganggu, banyak terjadi kredit macet serta kemerosotan tingkat likuiditas perbankan. Dengan demikian adalah wajar jika perbankan Indonesia mengalami keterpurukan tatkala risiko manajemen perbankan ini diabaikan oleh kalangan perbankan. Salah satu kunci rusaknya sistem perbankan Indonesia adalah kurangnya kemandirian Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Kemandirian ini sangat diperlukan guna menghindari intervensi pemerintah ataupun pihak lainnya terhadap kebijakan perbankan. Selama ini Bank Indonesia selalu diintervensi menjelang pemilu yakni kebijakan pemberian kredit lunak kepada masyarakat untuk menarik simpati, setelah menang pemilu maka suku bunga kredit naik lagi. Demikian juga dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang nilainya ratusan trilyun rupiah juga tidak terlepas dari intervensi pemerintah kepada Bank Sentral. Ilmu tentang risiko manajemen perbankan ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran kepada kalangan perbankan Indonesia untuk lebih arif dan bijak dalam mengoperasikan bank serta lebih profesional dalam bekerja. Selain itu diharapkan pula agar kode etik bagi para bankir Indonesia benar-benar dipegang teguh dan dilaksanakan dalam kehidupan operasional perbankan Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T36512
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Edy Gunawan
"Perbankan merupakan industri yang paling banyak diatur oleh regulator sehubungan dengan dampak dari buruknya kinerja dari perbankan dapat menyebabkan systemic risk. Hal ini disebabkan oleh tingginya leverage yang dimiliki oleh industri perbankan sesuai dengan fungsi bank sebagai Iembaga intermediasi perekonomian yaitu memobilisasi dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit untuk mendorong sektor usaha. Dengan semakin berkembangnya industri perbankan, maka akhirnya Bank for International Settlement (BIS) mulai melakukan regulasi, terutama menyangkut permodalan perbankan berkaitan dengan risiko yang dihadapi. Salah satu risiko yang paling sering dihadapi bank adalah risiko kredit. Dalam Basel Accord II yang akan segera diterapkan, bank diperbolehkan mempergunakan Internal Rating Base model untuk menghitung kebutuhan modal untuk mengcover risiko kredit.
Karya tulis ini berusaha memberikan gambaran mengenai sistem Internal Rating Base model yang dikembangkan oleh sebuah bank nasional dan membandingkan basil pemeringkatan yang diperoleh dari Internal Credit Risk Rating (sebutan untuk Internal Rating Base model di bank tersebut) dengan basil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat Pefindo.
Analisa perbandingan tersebut meliputi perbandingan hasil pemeringkatan dari kedua sistem pemeringkatan terhadap perusahaan sama, konsistensi rata-rata rasio keuangan utama untuk beberapa kelompok hasil pemeringkatan internal bank tersebut, konsistensi rata-rata rasio keuangan utama untuk beberapa kelompok basil pemeringkatan Pefindo, dan perbandingan rata-rata rasio keuangan utama dari basil pemeringkatan bank dengan Pefindo untuk kelompok hasil pemeringkatan yang sama. Data yang dipergunakan untuk perbandingan ini meliputi data Hasil pemeringkatan bank nasional tersebut dan basil pemeringkatan Pefindo per 28 Februari 2005 dan laporan keuangan tahun 2003 dari perusahaan-perusahaan yang diperingkat.
Banking is an industry which is highly regulated since poor performance in the backing sector may lead to a systemic risk in the economy. This is due to the industry's high leverage as a result of its role as a financial intermediary, which mobilizes funds from the people and extends them in forms of loans to support businesses.In order to support the growth in the banking industry, the Bank for International Settlement (BIS) has started issuing regulation, particularly related to the bank's capital in association with the risk incurred. One of the risks mainly encountered by the industry is the credit risk. In Basel Accord II which will soon be implemented, bank is allowed to use the Internal Rating Base model to calculate the capital necessary to cover the credit risk.This paper tried to provide understanding about the Internal Rating Based model developed by a national bank (called the Internal Credit Risk Rating) and compare the result from that model with the rating derived from the rating institution, Pefindo. The comparative analysis include the comparison between the rating derived from both models toward the same company, the consistency of the average of main financial ratios of several groups derived from the internal bank rating, the consistency of the average of main financial ratios of several groups derived from Pefindo rating and the comparison of the average of main financial ratios derived from both models for groups with the same rating. The data utilised for this comparison purposes include data from the aforementioned national bank's rating and Pefindo rating as of 28 February 2005 and 2003 financial statement of the companies that are rated."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18199
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library