Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Aris Munandar
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Aris Munandar
"Kajian morfologi terhadap bangunan candi Dadi telah menyimpulkan bahwa bangunan tersebut dahulu merupakan sebuah Stupa, sebagaimana yang telah dinyatakan para ahli. Namun kajian terhadap Candi Dadi seharusnya dengan memperhatikan aspek kontekstualnya, yaitu hubungan Candi Dadi dengan bangunan-bangunan lain di dekatnya, kemudian di sekitarnya pada wilayah yang sama. Hasil sintesis ini lalu dibandingkan dengan situs lain dari masa yang sama (jaman Majapahit), yang akhirnya menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari pendapat para ahli terdahulu.
Melalui prosadur kerja sebagaimana diuraikan di atas penelitian ini menyimpulkan, bahwa candi Dadi bukanlah sebuah Stupa, konstruksi bangunan itu sendiri yang menjawabnya. Candi Dadi harus dipandang dalam satu kesatuan dengan bangunan-bangunan lain di dekatnya. Ternyata candi Dadi termasuk dalam kompleks bangunan suci bagi kaum Rai. Runtuhan candi lain di 1ereng bawahnya jeIas menunjukkan tinggalan bangunan suci kaum rai, sebagaimana yang dijumpai di Pawitra"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Revianur
"ABSTRAK
Lanskap situs bangunan suci Hindu-Bali kuno tidak dibangun secara acak, posisi mereka dalam lansekap ditentukan oleh masyarakat pada abad ke-10 sampai 14 Masehi. Situs religi Hindu-Bali kuno dibangun di daerah aliran sungai DAS empat sungai besar di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, yaitu Sungai Pakerisan, Sungai Petanu, Sungai Kungkang, dan Sungai Wos. Tesis ini membahas lanskap situs bangunan suci Bali Kuno dengan pendekatan Fenomenologi Heidegger. Arkeologi Lanskap memberikan petunjuk berharga mengenai wacana orang Bali kuno melihat pemandangan di sekitar mereka, dan bagaimana hal itu dikembangkan dan diciptakan. Tulisan ini juga menegaskan pentingnya ruang berdasarkan konsep kosmologi Hindu yang menentukan lanskap Bali Kuna. Ruang kosmologis juga mengungkapkan pembagian sungai Bali berdasarkan tingkat lokasi situs sesuai dengan konsep triloka yang merujuk pada dunia bawah Bhurloka , dunia tengah Bhuwarloka , dan dunia atas Swarloka . Tesis ini juga menawarkan refleksi tentang struktur tempat-tempat keagamaan dan hubungannya dengan ruang dikonsepsikan yang menunjukkan pengaruh pemikiran Hindu-India, serta batasannya.

ABSTRACT
Landscapes of Ancient Hindu Balinese religious sites were not built anywhere, their position determined by peoples in the 10th to 14th century. The ancient Hindu Balinese religious site was built in the watersheds of four major rivers in Gianyar Regency, Bali Province, Indonesia, i.e. Pakerisan river, Petanu river, Kungkang river, and Wos river. This thesis reveals the main trait of landscape archaeology with Heidegger Phenomenological approach in archaeology to religious sites in the ancient Balinese period 10th up to 14th centuries . Landscape Archaeology provides valuable clues about how ancient Balinese people saw the landscape around them, and how it was developed and created. It confirms the importance of space based on Hindu cosmology concept which determined the Ancient Balinese Landscape. This cosmological space also reveals the division of Balinese rivers based on the level of the ancient Balinese temples location according to Trailokya concept which explains lower world Bhurloka , middle world Bhuvarloka , and upper world Svarloka . This thesis also offers a reflection on the structure of the religious places and its relations with conceptualized space, showing the influence of Hindu Indian thought, as well as its limits"
2017
T48437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garbi Cipta Perdana
"Pembahasan mengenai bangunan suci di Nusantara terlalu berkutat pada tinggalan-tinggalan yang ada di wilayah Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur. Padahal di wilayah Jawa bagian barat atau Tatar Sunda terdapat istilah Kabuyutan yang merujuk pada bangunan suci di masa Sunda Kuna. Penelitian ini menggunakan kajian arkeologi lanskap yang merupakan bagian dari paradigma arkeologi pasca-prosesual. Penelitian ini membahas mengenai lanskap kabuyutan di Bandung Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lanskap dengan kabuyutan yang ada di Bandung utara serta untuk mengetahui makna dari lanskap kabuyutan Bandung Utara. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa penempatan suatu kabuyutan erat kaitannya dengan pengetahuan masyarakat Sunda Kuna terhadap lanskap. Penempatan kepurbakalaan pada kabuyutan pun didasari dengan pengetahuan yang sama yaitu, pengetahuan mengenai lanskap. Selain itu, lanskap kabuyutan Bandung Utara menyimpan makna mengenai konsepsi pemujaan adikodrati yang terdiri dari dua tingkatan yaitu, Tingkatan Niskala dan Tingkatan Sakala-Niskala.

The discussion on sacred buildings in Nusantara is too much in the remains of the remains of the central and eastern parts of Java. Whereas in the western part of Java or the Tatar Sunda there is the term kabuyutan which refers to the sacred buildings in the old Sundanese period. This research use archeology lanscape study is a part of pasca-processual archaeology. This research discuss about lanscape of kabuyutan at North Bandung. This research purpose to knowing relation between lanscape and kabuyutan in North Bandung and to knowing mening of kabuyutan North Bandung lanscape. The result from this research tell the placement a kabuyutan base on people knowledge acient Sunda to lanscape. Placement acient at kabuyutan in based with same knowing about lanscape. Other than that, kabuyutan North Bandung landscape composed from Tingkatan (tiers) Niskala and Tingkatan (tiers) Sakala-Nikala. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Candrika Ilham Wijaya
"Pada masa Hindu-Buddha, Lasem telah menjadi daerah penting sebagai vasal Majapahit yang dipimpin oleh ratu dengan gelar Bhre Lasem. Meskipun menjadi vasal Majapahit, kondisi tinggalan era Hindu-Buddha Lasem tidak banyak karena tinggalan bangunan suci berupa candi telah dihancurkan oleh VOC melalui perintah Bupati Suroadimenggolo pascaPerang Lasem. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data inventarisasi situs-situs masa Hindu-Buddha di Lasem sekaligus memperoleh gambaran mengenai fungsi bangunanbangunan suci masa Hindu-Buddha di Lasem. Metode yang digunakan adalah analisis filoarkeologi dengan mengkomparasikan data dari teks Babad Lasêm, Rapporten Oudheidkundigen Diens(ROD), dan survei lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian peruntukan bangunan suci di Lasem sesuai dengan uraian dalam Nāgarak[tāgama, yaitu untuk saiwa, sogata, dan rsi. Kemudian penempatan bangunan suci masa Hindu-Buddha di Lasem ternyata juga disesuaikan dengan konsep caturāśrama dan penerapan konsep triloka, yaitu dengan adanya bangunan suci pemujaan, bangunan suci pertapaan, dan bangunan suci pendharmaan. Penerapan bangunan suci berupa candi di Lasem dapat dilihat sebagai penerapan alam keserasian makrokosmos dan mikrokosmos yang tidak bersifat sendiri, akan tetapi sebagai sebuah relasi antar bangunan suci sehingga memunculkan penerapan konsep triloka di dunia."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2024
900 HAN 7:2 (2024)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noviani Retna Budiarti
"ABSTRAK
Penelitian tentang bangunan suci dan tempat suci pada abad 13-15 M dilakukan berdasarkan data relief candi dari abad 13-15 M, dengan tujuan melakukan identifikasi bangunan suci dan tempat suci pada masa itu melalui tinggalan relief candi yang masih dapat dilihat hingga sekarang. Kajian itu dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap bentuk arsitektur dari bangunan suci dan tempat suci yang terdapat dalam relief. Dalam hal ini pengamatan terhadap arsitektur tempat suci diwakili oleh komponen tempat suci tersebut, yang dalam relief digambarkan dengan meja sesaji, miniatur candi dan arca. Bangunan suci dalam relief tersebut dapat dibagi menjadi dua berdasarkan konstruksinya, yaitu bangunan, konstruksi kayu dan bangunan konstruksi batu. Bangunan dan komponen dalam relief tersebut kemudian dibandingkan dengan bangunan suci dan komponen tempat suci dari masa 13-15 M pula, yang masih dapat diamati hingga saat ini. Untuk bangunan suci konstruksi kayu diupayakan mencari keterangan lain pada bangunan kayu dari mesa sekarang, yaitu bangunan yang terdapat di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukken bahwa bangunan dan komponen dalam relief yang diperkirakan sebagai bangunan dan komponen tempat suci pada umumnya memiliki kemiripan dengan bangunan dan komponen tempat suci dari masa Hindu-Buddha yang masih dapat dilihat sampai sekarang. Bentuk bangunan suci konstruk_si kayu dari abad 13-15 M itu tidak berbeda dengan bentuk bangunan profannya. Hal itu karena tidak adanya ketentuan tentang bentuk bangunan suci, kayu, sehingga masyarakat me_ngambil bentuk arsitektur yang telah mereka kenal pada saat itu. Meskipun tidak terdapat ketentuan, tetapi terdapat keteraturan penggunaan bentuk arsitektur tertentu sebagai bangunan sakral. Keteraturan tersebut tampaknya masih berlangsung hingga masa Islam dan pada masyarakat tradisional saat ini. Adapula bentuk bangunan kayu yang tidak terda_pat pada masyarakat Jawa saat ini, karena bangunan tersebut sudah tidak berfungsi di masyarakat. Janis bangunan itu masih dapat ditemui di Bali, berfungsi sebagai pelinggih. Bangunan konstruksi batu dalam relief mempunyai persa-maan bentuk dengan bangunan candi di :lawn Timur yang masih ada saat ini. Bentuk arsitektur bangunan-bangunan konstruksi batu dalam relief pada umumnya dapat digolongkan dalam klasi_fikasi yang telah diajukan oleh Hariani Santiko. Komponen tempat suci dalam relief yang berupa meja sesaji mempunyai persamaan dengan altar, sedangkan miniatur candi, serupa dengan pedupaen atau menara teras dan tugu. Komponen-komponen tersebut biasa dijumpai pada tempat suci yang berupa pertapaan. Tempat suci pada abad 13-15 M, berda_sarkan karya sastra, terdiri dari beberapa macam. Dalam tempat suci tersebut biasa dijumpai bangunan suci atau kompo_nen suci, atau pun keduanya.

"
1996
S11963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Indah Sari Dewi
"Kebudayaan merupakan hasil dari cipta rasa dan karsa manusia. Salah satu unsur dari kebudayaan manusia tersebut adalah religi. Religi selalu berkaitan dengan kehidupan manusia baik masa lampau maupun masa sekarang. Religi atau kepercayaan pada hal-hal yang bersifat spiritual selalu berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Kepercayaan pada hal-hal yang bersipat spiritual ini mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang mengusai alam semesta atau adanyaYang Maha atas segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Setiap religi atau agama memerlukan wadah dan sarana untuk menunjang aktivitas peribadatannyya. Salah satu bentuk wadah dan sarana tersebut adalah bangunan suci. Oleh kerena aktifitas ritual peribadatan pada setiap agama adalah berbeda, maka secara logikanya kebutuhan akan tempat dan ruangan pun berbeda. Kebutuhan ini indentik dengan rasa nyaman, praktis dan sesuai dalam melakukan aktivitas ritual peribadatan. Hal ini pun indentik dengan ajaran dan nilai yang ada dalam agama itu sendiri. Kebutuhan ini kemudian diwujudkan dalam konsep pembangunan suci yang kemudian menjadi salah satu penyebab timbulnya kekhasan bentuk pada sebuah bangunan suci. Salah satunya adalah mesjid. Dalam sebuah konsep penataan ruang pada sebuah bangunan mesjid yang selalu lapang, terdapat kolam bersuci dan adanya batasan yang memisahkan penempatan jemaah perempuan dan laki-laki., Kelenteng juga memiliki konsep penataan ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan para pemeluknya. Hal ini tercermin dalam pola penataan ruang, sistem kontruksi bangunan, dan komponen-komponen yang terdapat di dalamnya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library