Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herfira Triana
"Secara global, konsumsi energi pada bangunan didominasi sebesar 55% oleh penggunaan energi listrik selama bangunan beroperasi. Sementara di Jakarta, sebesar 15 – 25% dari keseluruhan konsumsi energi digunakan untuk sistem pencahayaan buatan, berdasarkan riset tahun 2009. Untuk menurunkan konsumsi energi, serta mengurangi dampak negatif emisi pada lingkungan, diterapkan upaya peningkatan efisiensi energi. ASHRAE 189.1 merupakan standar yang disusun oleh sebuah asosiasi profesional Amerika, yang menjadi acuan teknis dunia untuk mendesain bangunan dengan penggunaan energi yang efisien. Melihat pencahayaan buatan pada bangunan seni multifungsi memegang peran yang penting, konsumsi energi pada tipe bangunan ini berpotensi didominasi oleh sistem pencahayaannya.
Penulisan ini mengkaji sistem pencahayaan buatan pada salah satu bangunan seni multifungsi, yaitu Makara Art Center Universitas Indonesia, untuk mengetahui apakah konsumsi energi sistem pencahayaan buatan pada bangunan telah efisien menurut standar ASHRAE 189.1. Kajian ini diawali dengan meninjau literatur yang berkaitan dengan bahasan, dilanjutkan dengan mengukur dan mengevaluasi iluminasi sistem pencahayaan bangunan studi kasus secara manual berdasarkan standar SNI 7062: 2019 serta dengan simulasi menggunakan perangkat lunak DIALux evo 10.1, yang kemudian disetarakan dengan standar ASHRAE 189.1. Hasil pengukuran 36 ruangan pada bangunan ini menunjukkan konsumsi energi untuk sistem pencahayaannya berlebih sebesar 0.17%. Berdasarkan 6 ruangan yang mengkonsumsi energi berlebih, terdapat 5 ruang yang lebih dominan menggunakan pencahayaan alami. Maka secara keseluruhan, konsumsi energi untuk sistem pencahayaan buatan Makara Art Center telah mendekati efisien, namun tetap dapat ditingkatkan kembali.

Globally, energy consumption in buildings is dominated by 55% use of electrical energy during building operations. Meanwhile in Jakarta, 15 – 25% of the total energy consumption is used for artificial lighting systems, based on research in 2009. To reduce energy consumption, and reduce the negative impact of emissions on the environment, efforts to improve energy efficiency are implemented. ASHRAE 189.1 is a standard compiled by an American professional association, which is a world’s technical reference for designing buildings with energy efficient use. Seeing that artificial lighting in multifunctional art buildings plays an important role, energy consumption in this building type has the potential to be dominated by the lighting system.
This paper examines the artificial lighting system in one of the multifunctional art buildings, namely Makara Art Center Universitas Indonesia, to find out whether the energy consumption of the artificial lighting system in the building is efficient according to ASHRAE 189.1 standards. This study begins by reviewing the literature related to the discussion, followed by measuring and evaluating the lighting system’s illumination of the case study building manually based on the SNI 7062: 2019 standard and by simulating it using the DIALux evo 10.1 software, which is then compared to the ASHRAE 189.1 standard. The measurement results of 36 rooms in this building show that the energy consumption for the lighting system is 0.17% excessive. Based on 6 rooms that consume excess energy, there are 5 rooms that use natural lighting more dominantly. So overall, the energy consumption of Makara Art Center's artificial lighting system is nearly efficient, but still can be increased.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukawati Susetyo
"Penelitian ini menelisik seni bangun dan seni arca Padang Lawas. Di samping mempunyai kemiripan dengan masa Jawa Tengah (abad ke-8-10 M) dan Jawa Timur (abad ke 13-15 M), juga mempunyai corak yang khas. Beberapa gaya seni bangun dari masa Jawa Tengah dan Jawa Timur itu berkenaan dengan denah, bentuk biaro, perbingkaian, kala-makara, penggunaan bahan, bentuk arca penjaga berupa figur manusia dan singa. Adapun gaya seni bangun yang merupakan ciri khas dari kepurbakalaan Padang Lawas berupa biaro tanpa objek yang dipuja, penataan biaro induk dan perwara, arca penjaga berbentuk buaya dan gajah, dan penempatan arca penjaga berbentuk manusia di samping makara.
Gaya seni pahat dari masa Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dijumpai pada kepurbakalaan Padang Lawas, misalnya figur prajurit yang dipahatkan di dalam mulut makara dan pahatan untaian bunga berbentuk guirlande Meskipun bentuk makara Padang Lawas mirip dengan yang ditemukan di Prambanan, namun gaya pemahatannyapun mempunyai corak yang khas. Adapun corak khusus seni pahat yang ditemukan di Padang Lawas yaitu pahatan arca penjaga dan singa yang mempunyai bentuk tubuh berbeda dengan pahatan di Jawa.
Bentuk penjaga wanita mungkin disesuaikan dengan figur setempat. Mengenai latar keagamaan kepurbakalaan Padang Lawas, berdasarkan studi ikonografi terhadap arca dan relief yang menggambarkan wajah-wajah menyeramkan serta prasasti singkat bertuliskan mantra-mantra aliran Tantris, jelas membuktikan bahwa masyarakat pendukung biaro di Padang Lawas adalah pemeluk agama Buddha aliran Vajrayana. Suatu hal yang menarik adalah terdapatnya temuan berupa arca Ganeśa dan Yoni yang ditemukan pada Biaro Bahal 2 dan Tandihat 1 pada waktu dilakukan pembersihan situs. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedua jenis temuan itu merupakan indikasi kuat terdapatnya agama Hindu aliran Śaiwa yang dianut di Padang Lawas. Diduga pada zaman dahulu terdapat komunitas penganut agama Hindu Śiwa di sana. Arca Ganeśa dan Yoni tersebut merupakan temuan lepas maka bisa saja dipindahkan pada saat benda tersebut sudah tidak dipergunakan lagi. Di samping kedua temuan itu, ada termuan lain yang sempat ?dicurigai?sebagai indikasi adanya agama Hindu Śiwa, yaitu lapik arca berhias naga, dan arca memegang trisula, namun terbukti bahwa kedua artefak tersebut tidak ada hubungannya dengan agama Hindu Śiwa, jadi latar keagamaan kepurbakalaan di Padang Lawas adalah Buddha aliran Vajrayana.

This research is to explore the art of build and the art of sculpture in Padang Lawas, besides have some similarities with the period of Central Java (8th-10th Century) and East Java (13th -15th century), also have its own distinctive styles. There are styles of Central Java and East Java with respect to plans, forms of biaro, frames, kala-makara, use of materials, the shape of the guard statues of human figures and lion. The art styles, that characteristics of the archeological Padang Lawas, are the shape and arrangement of the main and perwara temple or biaro, statues of a crocodile and elephant-shaped guard, and the placement of human-shaped statues guard beside the makara.
Sculptural art style of the Central Java and East Java that found in Padang Lawas, such as a carved figure of a soldier in the mouth of makara and decoration of garlands flowers shaped. Although Padang Lawas?s makara forms are similar to those found in Prambanan, yet stylish designs have its own typical of carving.
The special styles of carving found in Padang Lawas are carved lion statue guards and having different body shapes from Java?s. Forms of female guard maybe adjusted to local figures. Regarding the religious background of archeological Padang Lawas, based on studies of the statues and reliefs iconography, depicting scary faces and a brief Tantric?s inscription spells, clearly proves that the people of Padang Lawas biaro worshipers were followers of the Vajrayana school of Buddhism. The interesting things are the presence of findings such as Ganesha and Yoni statues found at Biaro Tandihat, Bahal 2 and 1 when the sites were cleaning out. It is inevitable that these two types of findings are strong indication of the presence of the Hindu Shaivas flow were adopted in Padang Lawas. Presumably there were community of ancient Hindu Shiva there, Yoni and statues of Ganesha could have moved when the object were no longer used. In addition to these two findings, there are others which could be assumed as indication of the Hindu Shiva, which are the dragon decorated pedestal and the holding trident statue, however these had proved that the two artifacts are not related to the Hindu Shiva, so the religious background of archeological in Padang Lawas is Vajrayana Buddhism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T27955
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Izzatur Rahmani
"Dalam upaya memitigasi dampak bangunan terhadap lingkungan, prinsip green building telah diterapkan pada berbagai jenis bangunan. Salah satunya adalah bangunan dengan fungsi seni seperti art center. Art center merupakan bangunan multifungsi yang memfasilitasi berbagai kegiatan seni seperti musik, lukis, dan tari. Dengan begitu, kualitas akustik menjadi salah satu aspek yang penting terhadap keberlangsungan dan produktivitas kegiatan pada bangunan khususnya dengan fungsi seni.
Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji kenyamanan akustik pada bangunan dengan fungsi seni yang menerapkan prinsip green building. Kajian ini diawali dengan studi literatur mengenai green building dan kenyamanan akustik. Studi kasus yang dikaji pada tulisan ini adalah Makara Art Center UI. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran langsung dan penggunaan software simulasi Ease EVAC. Parameter yang dianalisis meliputi waktu dengung (RT), sound pressure level (SPL), noise criteria (NC), dan speech intelligibility (STI). Data yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan standar ASHRAE 189.1 sebagai salah satu standar green building. Hasil studi kasus menunjukkan performa akustik masih belum seluruhnya memenuhi standar kenyamanan akustik ASHRAE 189.1. Secara umum, bangunan yang menerapkan prinsip green building, termasuk Makara Art Center, masih belum menyediakan kualitas akustik yang memuaskan.

In an effort to mitigate the impact of buildings on the environment, the principle of green buildings has been applied to various types of buildings. One of them is a building with an artistic function such as an art center. The art center is a multifunctional building that facilitates various artistic activities such as music, painting, and dance performances. That way, acoustic quality becomes one of the important aspects for the sustainability and productivity of activities in buildings, especially with the function of art.
This thesis aims to examine the acoustical comfort of an art center that applies the principles of green buildings. This research begins with a literature study on green building and acoustic comfort. The case study studied in this paper is the Makara Art Center UI. The method of data collection was carried out by direct measurement and the use of Ease EVAC simulation software. Parameters analyzed included reverberation time (RT), sound pressure level (SPL), noise criteria (NC), and speech intelligibility (STI). The data obtained are then compared with the ASHRAE 189.1 standard as one of the green building standards. The results of the case study show that the acoustic performance still does not fully meet ASHRAE 189.1 acoustical comfort standards. In general, buildings that apply green building principles, including the Makara Art Center, still do not provide satisfactory acoustic quality.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library