Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhadjir
Jakarta: Yayasan Obor Indonenesia, 2000
499.221 MUH b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
306.598 BET
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Hesti Pratiwi
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pemetaan bahasa di Indonesia belum sebanding dengan jumlah bahasa daerahnya. Pernyataan tersebut menjadi latar belakang penelitian pemetaan bahasa di Kecamatan Cipayung DKI Jakarta. Cipayung merupakan daerah yang menarik untuk diteliti. Berdasarkan letak geografisnya, kecamatan Cipayung terletak di pinggir sebelah Timur Jakarta dan merupakan daerah perbatasan antara DKI Jakarta dengan Jawa Barat. Ada tiga masalah dalam penelitian ini Cipayung termasuk wilayah DKI Jakarta, maka dapat dikatakan bahwa bahasa penduduk asli adalah bahasa Betawi. Mengingat kecamatan Cipayung merupakan daerah yang relatif kecil dan terbuka dan letaknya yang bersebelahan dengan desa tetangga sebagai daerah pakai bahasa Sunda, maka situasi tersebut diperkirakan akan mempengaruhi situasi kebahasaannya...

"
1996
S10923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus S.
"Dari bahasan tabulasi pemakaian bahasa berdasarkan latar, topik pembicaraan dan partisipan pada 3.2.1, 3.2.2 dan 3.2.3 ternyata asumsi yang diajukan pada 1.1 --bahasa komunikasi sehari-hari di antara penduduk Jakarta yang terdiri dari beragam suku adalah )Bahasa Indonesia, di lain sisi penduduk (pendatang) baru masih sering mema_kai bahasa asalnya -- sesuai dengan hasil yang diperoleh. Dengan melihat angka persentase pemakaian bahasa menurut latar dapat disimpulkan bahwa Bahasa Indonesia menjadi pilihan pertama, Bahasa Daerah menjadi pilihan kedua dan Bahasa Campuran menjadi pilihan ketiga. Bahasa Indonesia ternyata merupakan bahasa komunikasi baik di rumah, di pasar maupun di kantor/sekolah. Bahasa Indone_sia harus diutamakan, menurut pendapat responden, karena merupakan bahasa persatuan dan kesatuan bangsa.Bahasa Daerah hanya dipakai di rumah saja kepada keluarga, orang tua, keluarga istri/ suami, mertua dan orang satu daerah yang bahasanya lama dengan responden. Hal ini disebabkan oleh pendapat responden bahwa penguasaan bahasa-pertama/ Bahasa Daerah cukup panting. Sebab_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S10736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Dewi
"
ABSTRAK
Penelitian yang saya lakukan adalah penelitian geografi dialek di Kotif Depok. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya pertentangan antara perkembangan dialek Jakarta yang makin menanjak dan penelitian segi-segi dialek ini. Tujuan penelitian ini adalah mengadakan pemetaan bahasa guna memperoleh situasi kebahasaan di Kotif Depok.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pupuan lapangan. Peneliti turun langsung ke lapangan mendatangi informan guna memperoleh data berupa kosakata setempat berdasarkan daftar tanyaan yang telah disusun.
Adapun hasil dari pemetaan bahasa melalui penghimpunan isolgos dan penghitungan dialektometri adalah di Kotif Depok hanya terdapat satu daerah pakai bahasa; daerah pakai bahasa Betawi . Ciri fonetis bahasa Betawi di Kotif Depok merupakan ciri fonetis subdialek Pinggiran seperti yang dikemukakan oleh Muhadjir dalam Morfologi Dialek Jakarta. Di Kotif Depok juga ditemukan daerah pakai kosakata ora, sebagai penanda istilah Betawi Ora, di sebelah barat dan selatan.
Selain itu, dalam dialek ini banyak terdapat kosakata Jawa. Hal ini sesuai dengan asumsi Muhadjir bahwa dalam subdialek Pinggiran banyak terdapat kosakata Jawa. Kosakata lain yang terdapat dalam bahasa Betawi di Depok adalah Sunda, Bali, dan Belanda. Konstruksi kosakata bahasa Sunda juga turut mempengaruhi beberapa kosakata Betawi di Depok.
"
1997
S11114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizah
"Luas Pemakaian dialek Jakarta, secara geografis, melebihi daerah administratif Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Walaupun hubungan kebahasaan antarpenduduk di daerah ini berlangsung lancar, namun sebenarnya dialek itu secara garis besar terbagi ke dalam dua subdialek geografis, yaitu subdialek Dalam Kota atau Tengahan dan subdialek Pinggiran (Muhadjir, 1984: 1 - 6). Secara singkat dapat dijelaskan di sini bahwa yang memisahkan kedua jenis subdialek tersebut antara lainadalah perbedaan ciri fonologisnya, yaitu sebagian besar vokal akhir yang dalam bahasa Indonesia diucapkan _a_ dalam subdialek Dalam Kota Diucapkan ? seperti pa_da kata man?. 'mana', ap? 'apa', dan dalam subdialek Pinggiran vokal yang sama itu diucapkan ah atau d? seperti mana, apa, kaga? 'tidak'. (Kahler, 196: 8). Namun, ada sebagian kampung yang terdapat di daerah Kebon Jeruk ini memiliki ciri fonetis yang berbeda, baik dengan subdialek Dalam Kota maupun subdialek Pinggiran seperti tersebut di atas. Misalnya, vokal a akhir dalam bahasa Indonesia itu, diucapkan dengan ?? seperti du?, _dua' , kaga? 'tidak', raw? 'rawa'. Karena itulah, maka daerah Kebon Jeruk ini menarik untuk diteliti dari segi penampilan lafalnya. Di lain pihak, seperti sudah dijelaskan pada 1.1.1, daerah ini berbatasan langsung dengan daerah Tangerang yang merupakan daerah penutur dialek Jakarta Pinggiran, dan juga berbatasan dengan Slipi, yang menggunakan dialek Jakarta Tengahan serta dari segi geografis dikatakan sebagai daerah suburban. 'Selain itu, di daerah ini juga telah terjadi pembangunan secara besar-besaran, seperti dengan berdirinya perumahan-perumahan mewah, misalnya perumahan Tomang City Garden, Green Ville, Taman Ratu, Putri Indah dan perumahan Taman Kebon Jeruk. Juga dengan dibangunnya jalan tol yang menghubungkan Jakarta dengan Merak yang akhirnya memisahkan kecamatan ini menjadi dua bagian. Dalam situasi yang demikian, akan memungkinkan adanya anggapan bahwa dialek yang digunakan oleh para penduduk setempat akan cepat berbaur dengan dialek pendatang, bahkan mungkin akan hilang keasliannya sama sekali. Dan, karena letak geografisnya itu, juga menimbulkan pertanyaan, subdialek Jakarta apakah yang dipakai disini"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugito
"ABSTRAK
Banyak pemakai bahasa Indonesia, terutama yang berdomisili di Jakarta, sering mencampurkan unsur-unsur dialek Jakarta ke dalam bahasa Indonesia. Gejala ini mengakibatkan adanya anggapan bahwa unsur-unsur dialek Jakarta menjadi penunjang utama bahasa Indonesia substandar. Bahkan dalam disertasi yang ditulis Muhadjir terdapat pernyataan bahwa dialek Jakarta menjadi ngoko-nya bahasa Indonesia. Kenyataan seperti itu membuat kedudukan dialek Jakarta menjadi penting. Unsur-unsur dialek Jakarta yang tercampur dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bentuk percakapan, tidak lagi terasa sebagai unsur yang merusak, tetapi justru sebaliknya, ia membuat percakapan menjadi lebih berkesan akrab. Hal tersebut sangat menarik bagi penulis, sehingga penulis sengaja mengambil dialek Jakarta subdialek Kampung Tugu sebagai objek penelitian dalam rangka penulisan skripsi ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Wahyu
"Skripsi ini membahas variasi dan persebaran bahasa Betawi di Kotamadya Depok. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara terhadap informan di tiap titik pengamatan. Pengolahan data dalam peneltian ini dibuat berdasarkan penghitungan dialektometri dan penghimpunan berkas isoglos. Daftar tanyaan yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh, medan makna bagian tubuh, dan sistem kekerabatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Depok hanya ada satu bahasa yang dominan, yaitu bahasa Betawi subdialek pinggiran. Sementara itu, ditemukan juga bahasa Sunda yang sudah hampir punah, bahkan kini hanya menjadi sebuah dialek.

This Thesis discuss about Betawi language variation and distribution at Depok. To collect the required data the writer interviewed informan within research areas. To analyze the data, the writer applied dialectometric and the bundels of isogloss. Question list that used is Swadesh basic word also semantic field concerning part of body and lineage. The research show that there is only one dominate language, and it_s called Margin-subdialect Betawi language. Meanwhile, also found Sunda language which is almost rare, even now only become an dialect."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11300
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Munawarah
"Depok berbatasan langsung dengan Jakarta dan menjadi daerah penyangga untuk diarahkan sebagai kota pemukiman, pendidikan, perdagangan, dan pariwisata, Bertambahnya sarana pendidikan dan sarana umum, seperti sekolah, universitas, mal, pertokoan, dan hotel, juga memberikan dampak yang signifikan dalam hubungan komunikasi antardaerah. Struktur demografi Depok yang disertai dengan semakin banyaknya alat transportasi memungkinkan tingkat interaksi yang tinggi bahkan hingga ke pelosok. Beberapa perguruan tinggi dan hotel berbintang telah menjadikan Depok sebagai tujuan urbanisasi. Hal yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana situasi kebahasaan di Depok dengan latar belakang perkembangan Kota Depok tersebut. Penelitian ini mengungkapkan distribusi dan variasi bahasa di Depok—sebagai daerah urban—yang terjadi akibat kontak bahasa antarpenutur bahasa di kota tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang berancangan sosiodialektologi, yaitu ancangan penelitian yang menggabungkan sosiolinguistik dengan dialektologi. Data bahasa dijaring dengan menggunakan kuesioner yang berisi 235 daftar tanyaan, yang dikumpulkan dari 63 kelurahan di Depok sebagai titik pengamatan (TP) dengan menggunakan metode pupuan lapangan dengan teknik bersemuka dan perekaman, lalu dianalisis dengan menggunakan metode berkas isoglos penghitungan jarak kosakata dengan menggunakan metode dialektometri melalui teknik segitiga antardesa dan etima. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan kajian dialektologi terdapat dua bahasa yang berbeda digunakan di Depok, yaitu bahasa Betawi dan bahasa Sunda. Selain itu, ditemukan tiga daerah pakai bahasa di Depok, yaitu bahasa Sunda, bahasa Betawi Pinggiran, dan bahasa Betawi, dengan daerah pakai terluas bahasa Betawi Pinggiran. Namun, berdasarkan penghitungan dialektometri, perbedaan bahasa hanya ditemukan pada kosakata kata ganti, sapaan, dan acuan dengan hasil penghitungan dialektometri mencapai 70%, Sementara itu, pada kosakata dasar Swadesh, kosakata sistem kekerabatan, dan kosakata secara keseluruhan hanya ditemukan perbedaan dialek. Hasil penghitungan dialektometri tertinggi pada kosakata dasar Swadesh sebesar 55%. Adapun hasil penghitungan dialektometri tertinggi pada kosakata sistem kekerabatan ditemukan sebesar 48%. Sementara itu, hasil penghitungan dialektometri keseluruhan tertinggi sebesar 53%. Dengan demikian, rumusan persentase dialektometri yang diajukan Lauder, yaitu di atas 70%, tidak semuanya tercapai, padahal mereka mengaku berbahasa yang berbeda sebagai masyarakat penutur bahasa Betawi dan penutur bahasa Sunda. Dengan demikian, hal itu dapat menjadi pembuktian adanya kontak bahasa yang intens antarpenutur bahasa di Depok. Berdasarkan analisis sosiodialektologi, dapat disimpulkan bahasa Betawi Pinggiran yang secara definitif memakai kata ora sudah mulai luntur dan tidak banyak digunakan pada masyarakat Depok, namun bahasa Betawi Pinggiran yang memakai kata khas, seperti nomina umum (common noun) yang merujuk pada sebutan orang berdasarkan jenis kelamin dan usia (wadon, lanang, bocah), menempati areal pemakaian terluas di Depok. Temuan sosiodialektologi lainnya memperlihatkan adanya saling meminjam kata sapaan antara bahasa Betawi dan bahasa Sunda akibat kontak bahasa.

Depok City, bordered to the north by Jakarta, serves as its buffer and is intended to be residential, educational, commercial, and tourism areas. The increase in educational and public facilities (schools, universities, malls, shops, and hotels) in Depok also has a significant impact on its interregional communication relations. The demographic structure of Depok and the growing number of transportation modes allow high levels of interactions even to its remote areas. Also, top universities and starred hotels have made Depok an urbanization destination. This background has triggered the interest to study the linguistic situation in Depok City by considering its development. This study reveals the variations and distribution of languages in Depok emerging as the results of language contacts between speakers of the languages in this urban area. This study used the qualitative research method with a sociodialectological design, combining sociolinguistics with dialectology. Using the field survey method (with face-to-face and recording techniques), the data were collected from questionnaires containing 235 questions, distributed to 63 subdistricts as the observation points. The data were analyzed by using the isogloss bundle method to calculate the vocabulary distance by utilizing the dialectometry method, specifically the inter-village triangles and etyma technique. The findings on the dialectological study indicate that there are two languages ​​used in Depok: Betawi and Sundanese. In addition, three language-speaking areas in Depok were identified: Sundanese, Peripheral Betawi, and Betawi, in which the Peripheral Betawi language occupies the largest area of use. However, with a dialectometry calculation reaching 70%, the language differences were only found in pronouns, address terms, and references, whereas, only dialect differences were found in the Swadesh basic vocabulary, kinship system vocabulary, and overall vocabulary. The highest dialectometry calculation of the basic Swadesh vocabulary reached 55%, whereas the highest dialectometry calculation result in the kinship system vocabulary stood at 48%. Furthermore, the highest overall dialectometry calculation was 53%. Thus, the dialectometric percentage formula (>70%) proposed by Lauder (2007) is not entirely proven in Depok although the inhabitants claim to speak different languages as members of Betawi-speaking and Sundanese-speaking community. This can also prove that there have been intense language contacts between speakers of the languages in Depok. The results of the sociodialectological analyses concluded that the definitive use of the word ora by the speakers of Peripheral Betawi language has begun to fade and is not widely used in Depok; however, the Peripheral Betawi language using distinctive words, such as common nouns or address terms based on gender and age (wadon, lanang, bocah) has occupied the largest area of ​​use. Finally, another sociodialectological finding shows there is a mutual borrowing of address terms between Betawi and Sundanese due to the language contacts."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library