Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nesita Anggraini
Abstrak :
ABSTRACT
Dalam upaya melindungi hak atas informasi sebagai hak asasi manusia sekaligus mewujudkan pemerintahan yang baik, diperlukan suatu instrumen hukum bagi masyarakat yang menginginkan informasi dari badan-badan publik. Di Indonesia, hak atas informasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU KIP . Salah satu informasi yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut untuk dibuka ke publik adalah perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh badan publik dengan pihak lain. Menjadi masalah ketika dalam perjanjian tersebut, badan publik terikat dengan klausula kerahasiaan yang melarang badan publik untuk mengungkapan seluruh informasi yang berkaitan dengan transaksi yang diperjanjikan, termasuk dokumen perjanjian itu sendiri. Beberapa isu yang muncul dalam sengketa informasi yang berkaitan dengan perjanjian badan publik dengan pihak lain adalah pemaknaan badan publik itu sendiri serta informasi-informasi yang dikecualikan untuk dibuka ke publik dalam undang-undang. Skripsi ini meneliti tentang kerangka hukum keterbukaan perjanjian badan publik dengan pihak lain serta bagaimana pelaksanaan kewajiban pengungkapan ini dilihat dari sengketa-sengketa informasi yang muncul. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis normatif yaitu dengan melihat bahan hukum dan menganalisis putusan. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa klausula kerahasiaan merupakan pengaturan keperdataan yang tunduk pada hukum publik dalam yurisdiksi perjanjian tersebut, termasuk kewajiban untuk mengungkapkan perjanjian dalam undang-undang. Jika dalam kenyataannya perjanjian tersebut mengandung informasi yang dikecualikan maka badan publik diperbolehkan untuk tidak menyampaikannya kepada publik. Selain itu, ditemukan pula bahwa pendefinisian badan publik dalam UU KIP tidak hanya mencakup badan-badan organik dalam pemerintahan namun juga badan privat lainnya. Namun, kewajiban membuka informasi bagi badan privat tersebut terbatas pada aktivitasnya yang berada dalam domain publik.
ABSTRACT
In an effort to protect the right to information as a human right while creating good governance, a legal instrument is needed for people who want information from public bodies. In Indonesia, the right to information is regulated in Law Number 14 of 2008 concerning Public Information Openness of the FOI Law. One of the information mandated by the law to be made public is agreements made by public bodies with other parties. Being a problem when in the agreement, the public body is bound by a confidentiality clause that prohibits the public body from disclosing all information relating to the promised transaction, including the agreement document itself. Some of the issues that arise in information disputes relating to agreements of public bodies with other parties are the meaning of the public body itself as well as information that is exempt from being disclosed to the public in law. This thesis examines the legal framework for the disclosure of agreements of public bodies with other parties and how the implementation of this disclosure obligation is seen from information disputes that arise. The study was conducted using the normative juridical method, namely by looking at legal materials and analyzing decisions. Based on this study, it was concluded that the confidentiality clause is a civil regulation subject to public law in the jurisdiction of the agreement, including the obligation to disclose the agreement in law. If in reality the agreement contains excluded information, then the public body is allowed not to submit it to the public. In addition, it was also found that defining public bodies in the FOI Law did not only include organic bodies in government but also other private bodies. However, the obligation to disclose information to a private body is limited to its activities in the public domain.
2017
S68980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Puput Ristyastuti
Abstrak :
Transformasi organisasi pemerintahan yang mengedepankan demokrasi tidak bisa terlepas dari tuntutan keterbukaan informasi publik serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Maka untuk memastikan akuntabilitas dan kredibilitas lembaga publik dalam menyediakan informasi dan dokumen yang dibutuhkan oleh publik, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengikat seluruh badan publik meliputi Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, termasuk penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kontradiksi antara konsepsi akuntabilitas Keterbukaan Informasi Publik dengan konsepsi kerahasiaan infromasi intelijen negara, khususnya di Badan Intelijen Negara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori efektivitas prinsip good governance dalam implementasi keterbukaan publik oleh Febrianingsih (2012:150) yang meliputi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain analisis deskriptif analitik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi, dan studi literatur. Hasil penelitian menyatakan bahwa Badan Intelijen Negara telah mengimplementasikan keterbukaan informasi publik dengan membuat kelengkapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang meliputi, struktur PPID, Standar Operasional Prosedur (SOP), Aplikasi PPID, serta Daftar Informasi Publik (DIP). Selanjutnya, Badan Intelijen Negara juga telah menerapkan Pasal 17 UU KIP tentang Informasi yang Dikecualikan. Penelitian menemukan adanya kontradiksi antara keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan informasi intelijen, terutama dalam penilaian monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat terhadap penyelenggara intelijen negara yang menyatakan kurang informatif bahkan tidak informatif. Selain itu, kontradiksi terdapat pada kesalahan paradigma publik terkait keterbukaan informasi publik di lembaga intelijen. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, terdapat kontradiksi antara akuntabilitas keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan intelijen negara, sehingga penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara tidak mungkin menjadi lembaga yang informatif sesuai dengan tujuan UU KIP karena tetap harus berpedoman pada kerahasiaan informasi intelijen. ......Government organizations transform that promote democracy cannot be separated from the demands for public information disclosure and the realization of good governance. So to ensure the accountability and credibility of public institutions in providing information and documents needed by the public, the government has issued UU No. 14 Tahun 2008 concerning Disclosure of Public Information which binds all public agencies including executive, legislative and judicial institutions, including state intelligence administrators especially State Intelligence Agency. This study aims to prove the contradiction between the conception of accountability for Public Information Disclosure and the conception of the secrecy of state intelligence information, especially in the State Intelligence Agency. The theory used in this study is the theory of the effectiveness of good governance principles in the implementation of public disclosure by Febrianingsih (2012: 150) which includes the principles of accountability, transparency, and participation. This research uses qualitative methods with analytical descriptive analysis design. Data collection techniques were carried out by interviews, documentation, and literature studies. The results of the study stated that the State Intelligence Agency had implemented public information disclosure by making the completeness of the Information Management and Documentation Officer (PPID) which included the PPID structure, Standard Operating Procedures (SOP), PPID Applications, and the Public Information List (DIP). Furthermore, the State Intelligence Agency must also implement Pasal 17 UU KIP concerning Exempted Information. The study found a contradiction between the disclosure of public information and the confidentiality of intelligence information, especially in the monitoring and evaluation assessment conducted by the Central Information Commission on state intelligence administrators who stated that they were not informative or even uninformative. In addition, there is a contradiction in the misunderstanding of the public paradigm regarding the disclosure of public information in intelligence agencies. The conclusion of this study is that the implementation of information disclosure is contradictory to the principle of secrecy of state intelligence, so that state intelligence administrators, especially the State Intelligence Agency, are unlikely to become institutions with informative assessments because they must still be guided by the confidentiality of intelligence information.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regita Eka Maritza
Abstrak :
Asuransi risiko politik merupakan sebuah cara untuk melindungi investasi dari kemungkinan terjadinya risiko politik di negara tujuan investasi. Risiko politik merupakan risiko tidak terduga yang timbul akibat dari perbuatan atau kelalaian pemerintah tuan rumah, serta dapat berbentuk pembatasan transfer, ekspropriasi, kekerasan politik, serta wanprestasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pasar penyediaan asuransi risiko politik terbagi menjadi penyediaan oleh badan publik dan perusahaan asuransi. Pasar penyedia asuransi risiko politik berupa badan publik mencakup lembaga multilateral serta lembaga pemerintahan yang menyediakan produk asuransi risiko politik bagi tertanggung yang memenuhi syarat tertentu sebagai imbal balik dari pembayaran premi yang diterimanya. Sedangkan, pasar lembaga privat mencakup perusahaan-perusahaan asuransi swasta yang memberikan produk asuransi risiko politik. Skripsi ini akan berfokus pada analisis mengenai ketentuan penyediaan asuransi risiko politik oleh badan publik maupun perusahaan asuransi serta melakukan perbandingan dengan lembaga di Indonesia. Skripsi ini merupakan sebuah penelitian yuridis-normatif yang menggunakan pendekatan hukum positif dan teoritis. Berdasarkan analisis yang ditemukan oleh Penulis, masing-masing lembaga penyedia asuransi risiko politik memiliki ketentuan dan metode yang berbeda antar satu dengan lainnya. Adapun, terdapat beberapa hal serupa yang dapat ditemukan di antara bentuk lembaga sejenis. Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa hal yang dapat dikembangkan dan beberapa hal yang sudah baik untuk dipertahankan dari penyediaan asuransi politik oleh badan publik milik pemerintah. Hal ini ditujukan untuk mendorong investasi asing yang dilakukan oleh para investor Indonesia dan memperkuat ekonomi negara. ......Political risk insurance is a way to protect investments from the possibility of political risks in the investment destination country. Political risk refers to unexpected risks that arise due to actions or negligence by the host government and can take the form of transfer restrictions, expropriation, political violence, and government default. The market for political risk insurance is divided between provisions by public entities and insurance companies. The public agency segment includes multilateral institutions and government agencies that provide political risk insurance products to eligible policyholders in return for the premium payments they receive. Meanwhile, the private sector market includes private insurance companies that offer political risk insurance products. This paper will focus on an analysis of the provisions for political risk insurance by public and private entities. This research will focus on analysing the provisions of political risk insurance by public bodies and insurance companies and comparing them with institutions in Indonesia. Based on the analysis found by the Author, each political risk insurance provider has different terms and methods from one another. Additionally, there are several similar aspects that can be found among similar types of institutions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Welkinson
Abstrak :
Skripsi ini membahas upaya implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik di Badan Publik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran humas Badan Publik dalam upaya implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Peneliti melakukan penelitian pada Humas Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis data deskriptif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan peran humas DPR-RI dalam upaya mencapai implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Humas DPR sudah melakukan peran dengan baik, yaitu sebagai Manajer Humas dalam upaya mencapai implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Hasil penelitian ini menyarankan pentingnya keterlibatan humas dalam upaya mencapai implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik di Badan Publik. ......This thesis discuss about effort implementation of legislation number 14, 2008 about disclosure of public information in Public Institutions. Purpose of this research is to know the role of public relations in an effort implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information in Public Institutions. Researcher conducted a research in Public Institution of Representatives Public Agency of Indonesia (DPR-RI). This research is qualitative research with descriptive data analysis methods. This method used to describe the role of public relations DPR-RI in an effort implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information. The result of this research show that public relations in DPR have done a good role as a manager of public relations in an effort implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information. This research suggest the important of involvement public relations in order to achieve the implementation of legislation number 14, of 2008 about disclosure of public information.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Debora S.M.
Abstrak :
ABSTRAK
Pendefinisian Badan Publik berdasarkan UU KIP dilakukan dengan pendekatan sumber pendanaan. Persoalan yang ditimbulkan dengan pendekatan ini adalah timbulnya perdebatan yang tiada berakhir terkait dengan status BUMN/BUMD/badan usaha Negara lainnya dalam kaitannya dengan kewajiban penyediaan layanan informasi publik berdasarkan UU KIP. untuk mendukung prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Tesis ini berupaya menganalisa konsekuensi lanjutan dari perdebatan konsep Badan Publik serta berupaya membandingkan penormaan Badan Publik di Negara lain yang telah lebih memiliki UU KIP. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan melakukan penelusuran terhadap UU KIP, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP, Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, serta risalah pembahasan UU KIP di DPR. Selain penelusuran peraturan perundang-undangan, Penulis juga melakukan studi kasus terhadap beberapa alasan penolakan pengakuan instansi tertentu terhadap status Badan Publik yang dikenai kewajiban penyediaan layanan informasi publik. Kesimpulan yang Penulis peroleh dari penelitian in adalah jaminan hak untuk mengakses informasi dapat mendukung terlaksananya pemerintahan yang baik, yang akan mendukung terciptanya tujuan bernegara sebagaimana konsep Negara kesejahteraan. Terkait pendekatan sumber pendanaan terhadap pendefinisian Badan Publik, konsekuensi lebih lanjut adalah putusan terbuka yang dijatuhkan Komisi Informasi terhadap sengketa yang melibatkan BUMN/BUMD/badan usaha Negara lainnya tidak dijalankan oleh badan yang bersangkutan karena perbedaan pandangan terhadap definisi Badan Publik tersebut. Terakhir, pentingnya mempertimbangkan pendekatan lain untuk merumuskan Badan Publik misalnya pendekatan pelayanan publik.
ABSTRACT
Defining the Public Bodies based on Freedom of Information Act done based approach funding sources. The problems posed by this approach is the emergence of endless debate relating to the status of state-owned companies /regional-owned enterprises/ the other state enterprises in relation to the obligation to provide public information services based on the Freedom of Information Act to support the principles of good governance. This thesis seeks to analyze the consequences of continued debate the concept of public bodies as well as the attempt to compare the regulating of Public Bodies in other countries that already have a Freedom of Information Act. This study was conducted using normative juridical, that is by doing a search on the Freedom of Information Act, Government Regulation No. 61 Year 2010 on the Implementation of the Freedom of Information Act, Information Commission Regulation No. 1 of 2010 on Public Information Service Standards, as well as the minutes of the discussion of Freedom of Information Act. In addition to tracking the legislation, the author also conducted case studies on some of the reasons for refusal of recognition of certain agencies of the status of public bodies subject to the obligation to provide public information services. The author conclusions obtained from research in the guarantee right of access to information to support the implementation of good governance, which will support the purpose of the concept of the welfare state. Related approach to defining the sources of funding public bodies, further consequence is an open verdict handed down against the Information Commission disputes involving state-owned companies / regional-owned enterprises / the other state enterpreises are not obeyed by the agency concerned because of disagreements over the definition of the public agency. Finally, the importance of considering other approaches to formulating public bodies such public service approach.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library