Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Citra Fitri Agustina
Abstrak :
Latar Belakang : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan psikiatrik paling sering dijumpai pada anak, dengan prevalensi 26,2 % di Jakarta. Berbagai penelitian menyatakan patofisiologi GPPH terkait dengan aktivitas dopaminergik, yang diduga dipengaruhi oleh serum feritin. Tujuan: Mengetahui hubungan kadar feritin dengan gejala klinis GPPH serta mengetahui adakah perbedaan kadar feritin pada anak GPPH dan bukan GPPH Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang, membandingkan 47 anak GPPH dan 47 anak sehat sebagai kontrol yang berusia 7-12 tahun (rerata usia 9,09± 1,29). Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan kadar feritin dengan gejala klinis GPPH. Pemeriksaan serum feritin menggunakan metode Electrochemiluminescent ImmunoAssay (ECLIA). Diagnosis GPPH ditegakkan dengan MINI KID sedangkan gejala klinis GPPH dinilai berdasarkan SPPAHI. Hasil : Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar feritin dengan gejala klinis GPPH, koefisien korelasi 0,108 (p>0,05). Rerata kadar feritin anak GPPH adalah 38,7 ng/mL (median), yang tidak berbeda bermakna dengan kontrol (median 28 ng/mL). Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak terbukti adanya hubungan antara feritin dengan gejala klinis GPPH. Masih diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat peran feritin melalui dopamin pada GPPH. ......Background : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is the most common psychiatric disorder in children with prevalence of 26,2% in Jakarta. Various studies have acknowledged the pathophysiology of ADHD in relation to dopaminergic activity possibly influenced by serum ferritin Objectives: To find relationship between ferritin level with clinical symptomsof ADHD, and to identify any difference in ferritin level in children with and without ADHD. Methods: This study is cross sectional by design, comparing 47 ADHD children and 47 healthy controls aged 7-12 years old (mean age 9.09 ± 1,29). Spearman test was performed to find correlation between ferritin level and clinical symptoms of ADHD. Serum ferritin was examined using Electrochemiluminescent ImmunoAssay (ECLIA) method. ADHD was diagnosed by MINI KID while clinical symptoms of ADHD were assessed with SPPAHI. Results : No signification correlation was found between ferritin level and clinical symptoms of ADHD, coefficient correlation 0,108 (p> 0,05). Mean ferritin level of ADHD children was 38,7 ng/mL (median) and was not significant in comparison to control group (median 28 ng/mL) Conclusions: In this study, ferritin has been found to have no correlation with clinical symptoms of ADHD. Further study needs to be performed to identity ferritin role through dopamine in ADHD
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Gemayuni Yusman
Abstrak :
Terdapat berbagai masalah klinis yang dapat terjadi dalam masa perkembangan anak. Masalah-masalah tersebut seharusnya menjadi perhatian karena berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi dan dapat berlanjut hingga masa dewasa. Salah sate masalah klinis adalah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder), yang merupakan suatu gangguan perkembangan, dalam bentuk gangguan pemusatan perhatian. Gangguan ini memiliki tiga gejala utama, yaitu inattention (kurang mampu memperhatikan), impulsivitas, dan hiperaktivitas (Wenar & Kerig, 2000). Anak yang didiagnosa ADHD seringkali memiliki gangguan psikiatris lain dan mengalami serangkaian resiko kesehatan, perkembangan, dan sosial. ADHD diklasifkasikan dalam DSM-IV sebagai disruptive behavior disorder' karena adanya kesulitan yang signifikan dalam perilaku sosial dan penyesuaian sosial. Perilaku interpersonal anak ADHD lebih impulsif, mengganggu, berlebihan, tidak teratur, agresif, intens, dan emosional, sehingga mereka mengalami kesulitan dan gangguan dalam alur interaksi sosial biasa yang resiprokal dan kooperatif, yang merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial anak. Barkley (2004) mengungkapkan bahwa ketika anak ADHD memasuki sekolah dasar, masalah dalam ketiga karakteristik utama berlanjut dan ditambah dengan berbagai kesulitan karena sekarang masalah mungkin terjadi di sekolah dan rumah. PrevaIensi ADHD pada usia sekolah mencapai sekitar 5 % dari anak usia sekolah (Wenar & Kerig, 2000). Masalah sosial pada anak ADHD muncul bukan hanya karena perilaku inattentive, hiperaktif, dan impulsif mereka, namun juga merupakan konsekuensi dari ekspresi emosi, raut muka, nada bicara, dan Bahasa tubuh yang berlebihan, lebih terbatasnya timbal batik dalam interaksi, kurang digunakannya pemyataan sosial yang positif, lebih negatifnya aksi fisik, dan terbatasnya pengetahuan akan keterampilan sosial (Barkley, 2004). Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995), keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial dan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain secara timbal balik. Selain treatment dengan obat-obatan, anak ADHD membutuhkan bantuan khusus untuk mengembangkan tehnik dalam mengelola pola perilaku, termasuk cara berinteraksi dengan orang lain (National Institute of Mental Health, 2000). Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk menyusun suatu program pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD usia sekolah (6 -- 12 tahun). Pelatihan yang dilakukan merupakan modifikasi dari program pelatihan keterampilan sosial yang dikembangkan oleh Goldstein & Pollock (1988). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan sosial anak usia sekolah yang mengalami ADHD melalui program pelatihan keterampilan sosial. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pengambilan sampel penelitian akan dilakukan melalui pemeriksaan psikologis. Subyek penelitian adalah 3 anak usia sekolah dengan diagnosis ADHD pada Axis I. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner asesmen keterampilan sosial yang diisi oleh guru dan orangtua sebelum dan sesudah subyek mengikuti pelatihan (pre and post training). Berdasarkan hasil kuesioner sebelum pelaksanaan program pelatihan serta wawancara dengan guru dan orangtua subyek, peneliti menentukan target pelatihan yaitu keterampilan sosial yang dianggap masih kurang atau buruk pada ketiga subyek. Tiga keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan adalah Bertanya dengan Baik, Mengikuti PerintahlInstruksi, dan Menyadari Akibat Tindakannya terhadap prang Lain. Peneliti juga menggunakan token reinforcement berupa stiker "senyum" untuk menguatkan keterampilan sosial yang dilatihkan dan agar subyek bersikap kooperatif selama pelatihan. Token yang telah dikumpulkan oleh subyek dapat ditukarkan dengan hadiah pada hari terakhir pelatihan. Selama pelaksanaan pelatihan, peneliti melakukan observasi terhadap perilaku maupun jawaban-jawaban yang diberikan subyek pada tiap pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial yang telah dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan (dengan tiga kali pertemuan inti untuk melatih keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan) memperlihatkan terjadinya perkembangan keterampilan sosial pada subyek penelitian. Hasil kuesioner yang diisi 10 hari sesudah pelatihan (post training) menunjukkan bahwa dua subyek mengalami perubahan dalam hal keterampilan sosial sedangkan satu subyek lainnya tidak mengalami perubahan. Penerapan token reinforcement ditemukan cukup berhasil pada dua subyek yang mengalami perubahan namun kurang berhasil pada subyek yang tidak mengalami perubahan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azza Maulydia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas penerapan prinsip-prinsip Parent-Child Interaction Therapy PCIT dalam mengatasi perilaku disruptive pada anak usia 7 tahun dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder ADHD . PCIT digunakan untuk meningkatkan keterampilan orangtua dalam melakukan interaksi positif dengan anak dan keterampilan dalam mendisiplinkan anak. Kedua keterampilan tersebut kemudian akan meningkatkan kualitas pengasuhan orangtua, sehingga perilaku disruptive anak menurun. Perilaku disruptive diukur dengan menggunakan alat ukur Eyberg Child Behavior Inventory ECBI . Keterampilan orangtua diukur menggunakan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III DPICS-III . Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip PCIT efektif dalam menurunkan perilaku disruptive dari rentang klinis menjadi rentang normal pada anak usia 7 tahun dengan ADHD.
This research was conducted to see the principle implementation of Parent Child Interaction Therapy PCIT effectivity to deal with disruptive behavior in school aged child with Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD . PCIT used to increasing parents skills when interacting positively with their child and skill to dicipline their child. Both of those skills will increasing quality of their parenting, therefore disruptive behavior will reduce. To evaluate the effectiveness of the result, the study measured development of interaction between the mother and child using the Dyadic Parent Child Interaction Coding System III DPICS III and the disruptive behavior intensity using Eyberg Childhood Behavior Inventory ECBI . The result indicate that the principals used in PCIT effective to overcome disruptive behavior on 7 year old with ADHD.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T47347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amatul Firdausa Nasa
Abstrak :
ABSTRAK
Secara umum, anak dengan ADHD kesulitan untuk tetap menampilkan perilaku on-task pada tugas yang ia kerjakan. Hal ini berkaitan dengan kesulitan mereka untuk mempertahankan perhatian mereka dalam waktu yang lama. Kesulitan dalam mempertahankan perhatian membuat anak ADHD sering mengalami kegagalan akademis dan memiliki prestasi yang rendah. Diperlukan penanganan untuk meningkatkan kemampuan anak mempertahankan atensinya yang ditampilkan melalui peningkatan perilaku on-task. Modifikasi perilaku merupakan intervensi yang digunakan secara luas dan terbukti efektif untuk menangani anak dengan ADHD. Pada penelitian ini teknik shaping digunakan untuk meningkatkan durasi perilaku on-task pada seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang didiagnosa mengalami ADHD with combined presentation. Tugas yang diberikan berupa mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan sesuai dengan isi cerita. Hasil penelitian menunjukkan teknik shaping dapat meningkatkan durasi perilaku on-task anak dengan ADHD yaitu 100 dari baseline atau dari 1 menit saat baseline hingga mencapai 10 menit pada saat post test.
ABSTRACT
In general, children with ADHD have difficulty performing on task behavior when they are doing their task. This relates to their difficulty to sustain their attention for a long time. Difficulty in maintaining attention that make children with ADHD often experience academic failure and have a poor academic performance. Treatment for improving the child 39 s ability to maintain their attention showed through the increasing on task behavior in children with ADHD is required. Behavior modification is an intervention that is widely used and proven effective for treating children with ADHD. In this research, shaping technique used to increase the duration of on task behavior in a boy aged 11 years old who were diagnosed with ADHD with combined presentation. The task given was listening the stories and answering questions based on the story. The results showed shaping technique can increase the duration of on task behavior of children with ADHD, that was 100 of the baseline or from 1 minute during the baseline up to 10 minutes during the post test.
2017
T47384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windarti
Abstrak :
Gangguan Altention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang berhubungan dengan kurangnya perhatian (inattentiveness), hiperaktivitas-impulsivitas, atau kombinasi dari keduanya. American Psychiatric Association mengatakan bahwa tiga sampai lima persen anak usia sekolah di Amerika menderita ADHD. Jika jumlah anak usia sekolah dengan ADHD di Indonesia sama dengan jumlah penderita di Amerika, maka kemungkinan besar saat ini terdapat 2,13 - 3,55 juta anak usia sekolah di Indonesia yang menderita ADHD. Jumlah yang sangat besar ini menunjukkan bahwa ADHD patut mendapat perhatian yang besar. Masalah pertama yang perlu diperhatikan sebelum kita dapat melakukan penanganan lebih lanjut adalah bagaimana kita dapat mengenali anak-anak ADHD di antara anak-anak lain. Dalam skripsi ini, peneliti membuat suatu alat ukur penilaian tingkah laku ADHD yang dapat digunakan oleh orang awam, khususnya orangtua dan guru anak usia 6-9 tahun, sebagai pihak yang paling banyak berinteraksi dan mengikuti perkembangan anak. Alat ukur yang akan dibuat ditujukan untuk menyediakan informasi awal mengenai kelainan perilaku seorang anak untuk ditindaklanjuti dengan diagnosa yang lebih mendalam oleh ahli di bidang ini, seperti psikolog. Selain itu, alat ukur ini diharapkan menjadi alat bantu bagi orang awam khususnya orangtua dan guru dalam mengenali gejala awal dari ADHD sehingga penanganan sejak dini dapat segera diberikan kepada anak. Penelitian ini akan melakukan uji validitas, reliabilitas, dan analisis item, untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut baik untuk digunakan. Sedangkan norma dalam penelitian ini tidak dibuat karena penelitian ini adalah penelitian awal konstruksi tes dan tidak bertujuan untuk mendapatkan norma Subjek dalam penelitian ini diambil dengan metode pnrposive sampling, terdiri dari 30 orangtua dan 30 guru dari anak ADHD yang berusia 6-9 tahun, dan 30 orangtua serta 30 guru dari kelompok pembanding untuk keperluan uji criterion-prediction validation. Uji validitas juga dilakukan dengan uji construct validity. Reliabilitas alat diukur dengan menggunakan rumus Koefisien Alpha. Sedangkan analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi item dengan skor total tes dan menghitung perbedaan skor subjek dengan dengan kelompok pembanding sebagai kriteria eksternal. Hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa item yang perlu diteliti lebih lanjut yaitu item 10, 22, 35, 40, 49, dan 50. Perhitungan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara skor item hasil penilaian orang tua maupun guru anak ADHD dengan skor item hasil penilaian pada kelompok pembanding. Uji validitas menunjukkan bahwa alat ukur tersebut mampu membedakan antara anak ADHD dengan kelompok pembandingnya. Selain itu, item-itemnya memiliki korelasi yang signifikan dengan skor total. Reliabilitas alat ukur juga tergolong tinggi, yaitu 0,967 jika penilaian dilakukan oleh orangtua dan 0,9549 jika penilaian dilakukan oleh guru. Hasil perhitungan tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor hasil penilaian guru dengan skor hasil penilaian orangtua. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa alat ukur penilaian tingkah laku ADHD pada anak usia 6-9 tahun yang diuji dalam penelitian ini valid dan reliabel serta layak untuk digunakan untuk memperoleh informasi awal tentang gangguan perilaku pada anak usia 6-9 tahun yang menunjukkan gejala-gejala ADHD.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clare Stanford, editor
Abstrak :
In this volume there is a strong emphasis on translational science, with preclinical approaches suggesting new directions for development of new treatments. Individual chapters describe how neuroimaging, neuroendocrine, genetic and behavioral studies use powerful research tools that are offering a completely new understanding of the factors that increase vulnerability to ADHD. The clinical impact of co-morbid problems, especially obesity and substance misuse, are highlighted and explain what such problems can tell us about the etiology of ADHD, more generally. Reviews of the pharmacology of established drug treatments for ADHD justify an exciting novel theory for their therapeutic actions and address questions about the effects of their long‑term use.
Berlin: [, Springer], 2012
e20417778
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Jacobelli, Frank
Abstrak :
Although attention deficit disorder and attention deficit hyperactivity disorder (ADD/ADHD) affect between 3 to 5 per cent of school-age kids, they remain the most misunderstood problems facing young children today. While medications like Ritalin and Cylert are traditionally prescribed to treat these disorders, they often come with worrying side effects and can cause weight loss, insomnia, and may even slow growth in younger children. Finally, "ADD/ADHD Drug Free" gives frustrated parents a long-awaited natural alternative.The first book to feature activities for children that will help them cope with their disorder by strengthening brain functioning, this life-changing guide shows parents, teachers and counselors how they can improve learning and behavior effectively and without medication. Timely and thoroughly researched, this is the one guide that will help thousands of children become more focused, more attentive, and more successful in school and in life, without jeopardizing their health.
New York: American Management Association, 2008
e20448735
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Rinaldo Indra Rachman
Abstrak :
ABSTRAK
Dampak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas GPPH terhadap Kualitas Tidur Siswa Sekolah Dasar Abstrak Latar Belakang: Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas adalah kelainan kronik neurobehavioral yang sering terjadi pada anak usia sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara GPPH dengan penurunan kualitas tidur anak. Metode: Studi case-control dilakukan terhadap 386 anak usia sekolah di SDN Kenari 01, 03, dan 05 Pagi Jakarta. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia SPPAHI yang diisi oleh orangtua dan guru dan kuesioner Skala gangguan tidur untuk anak SDSC yang diisi oleh orangtua pada Januari-Februari 2016. Hasil: Sebanyak 34 31,5 anak dengan GPPH mengalami kualitas tidur tidak baik, sedangkan 74 68,5 diantaranya mengalami kualitas tidur baik. Pada kelompok anak GPPH negatif 37 13,8 mengalami kualitas tidur tidak baik, sedangkan 231 86,2 mengalami kualitas tidur baik. Secara statistik, terdapat hubungan bermakna antara GPPH dengan kualitas tidur p
ABSTRACT
Correlation Between Attention Deficit Hyperactivity Disorder and Sleep Quality on Elementary School Students Abstract Background Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD is a chronic neurobehavioral disorder, which is caused by several factors including genetic and environmental factor. The objective of this study is to determine the correlation between ADHD and sleep quality. Method Case control study of 387 elementary school children in Kenari 01, 03, and 05 Elementary School Jakarta was performed from July 2015 until May 2016. This study was conducted by giving questionnaires. Parents filled in Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia SPPAHI and Sleep Disturbance Scale for Children SDSC questionnaire, whereas teachers fill in SPPAHI questionnaire only. Result Out of all subjects, 34 31.5 ADHD elementary school students have poor sleep quality, whereas 74 68.5 have good sleep quality. In ADHD negative children 37 13.8 have poor sleep quality, whereas 231 86.2 have good sleep quality. Statistically, there is a correlation between ADHD and sleep quality p 0.001, chi square test with an odds ratio score 2.869. Conclusion There is a correlation between ADHD and sleep quality in elementary school student. Keywords Attention Deficit Hyperactivity Disorder, Sleep Quality, elementary school student, SPPAHI, SDSC
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allysa Soraya Safitri
Abstrak :
Tingginya screen time anak telah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari screen time. Beberapa penelitian mengasosiasikan gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dengan screen time berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara screen time dengan gejala GPPH pada anak. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan kuesioner Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktivitas Indonesia (SPPAHI) yang diisi oleh orang tua dengan latar belakang pendidikan minimal SMP atau sederajat. Kuesioner disebarkan ke seluruh murid SD Negeri Beji 1 Depok dan didapatkan total 227 data, data yang ada lalu dipilih secara acak dan didapatkan 95 data untuk dianalisis. Hasil analisis Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara screen time dengan gejala GPPH pada anak (p = 0,035). Anak dengan screen time berlebih memiliki peluang mengalami GPPH 3,1 kali lebih tinggi dibandingkan anak dengan screen time tidak berlebih (IK 95% = 1,051-9,174). Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan screen time untuk menurunkan peluang terjadinya GPPH pada anak. ...... High level of screen time among children has raised public awareness about its negative impact. Some studies associate attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) with excessive amount of screen time. The objective of this research is to analyze the association between screen time and ADHD symptoms in children. A cross sectional study was used for this research along with SPPAHI questionnaire, which was filled by parents with a minimum educational background of junior high school. The questionnaire was distributed to all students of SD Negeri Beji 1 Depok and a total of 227 data were collected, 95 data were selected randomly and used as sample for data analysis. These data were analyzed using Chi-square test and showed a significant relationship between screen time and ADHD symptoms in children (p = 0.035). Children with excessive amount of screen time are 3.1 times more likely to develop ADHD than children who do not have excessive amount of screen time (95% CI = 1.051-9.174). Therefore, screen time limitation is needed to reduce the odds of developing ADHD in children.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>