Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melisa Ratna Anggraini
Abstrak :
Penelitian ini adalah penelitian eksploratif pada perilaku selingkuh pada dewasa muda yang berpacaran. Penelitian ini dilakukan karena tingkah laku pada saat berpacaran akan dapat mempengaruhi tingkah laku pada masa pernikahan dan tingkah laku sendiri dapat dipengaruhi oleh salah satunya atribusi kausal. Atribusi kausal dalam penelitian ini adalah atribusi kausal dari Weiner, yang terdiri atas (1) locus of causality, (2) extemal control, (3) stability, (4) personal control. Melalui peninjauan atribusi kausal ini dapat diketahui gambaran dari apa yang dipersepsikan seseorang sebagai penyebab dari terjadinya perselingkuhan. Dengan diketahuinya gambaran tersebut maka seseorang akan dapat lebih memahami perilaku dirinya maupun orang lain, memprediksi perilaku dimasa mendatang, serta memungkinkan dirinya mengontrol lingkungannya. Dengan melihat permasalahan tersebut serta berbagai faktor yang terkait dengannya, dirumuskan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini. Masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pola atribusi kausal perselingkuhan dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda? Permasalahan tersebut terbagi atas beberapa masalah khusus, yaitu : Bagaimana pola atribusi dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda yang berselingkuh? Bagaimana pola atribusi dewasa muda berpacaran pada kelompok dewasa muda yang diselingkuhi? Adakah perbedaan pola atribusi perselingkuhan dewasa muda antara kelompok dewasa muda yang berselingkuh dan yang diselingkuhi? Adakah perbedaan pola atribusi perselingkuhan dewasa muda antara kelompok pria dan wanita? Penelitian ini dilakukan di Jakarta dengan menggunakan metode kuesioner. Sampel penelitian ini adalah 63 orang dewasa muda yang terdiri dari 31 pria dan 32 wanita. Kriteria subyek adalah, berusia 22 sampai 28 tahun, belum menikah dan pemah selingkuh dan atau diselingkuhi. Pendekatan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa hal, secara umum subyek mengatribusikan perselingkuhan kepada faktor internal, tidak stabil, terdapat kontrol personal dan tidak terdapat kontrol eksternal. Tidak ada perbedaan atribusi kausal yang signifikan antara kelompok subyek yang berselingkuh dan yang diselingkuhi, maupun antara kelompok pria dan wanita. Seluruh kelompok menunjukkan kecenderungan pola atribusi kepada satu sisi, kecuali kelompok pria yang diselingkuhi pada dimensi stabilitas. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai penerapan teori atribusi kausal dalam interpersonal relationship, khususnya dalam perselingkuhan di masa berpacaran. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi perkembangan terapi atribusi. Dengan diketahui pola atribusi kausal perselingkuhan baik dari kelompok yang berselingkuh dan diselingkuhi, dapat dikethui atribusi yang disfungsional, yang kemudian dapat diganti dengan atribusi yang lebih adaptif.
2003
S3287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuanita Sunatrio
Abstrak :
Sejalan dengan adanya perubahan sosial dalam masyarakat, terdapat pula perubahan harapan dan pola perkawinan, yang cenderung mengabaikan arti penting perkawinan itu sendiri. Fenomena tersebut yang banyak ditemui di masyarakat adalah meningkatnya perceraian dalam perkawinan. Salah satu penyebab terbesar perceraian adalah perselingkuhan dari salah satu pasangannya. Perselingkuhan atau dikenal pula dengan hubungan seks ekstramarital (HSE), didefinisikan sebagai hubungan seks dengan pasangan di luar nikah, baik terlibat secara emosional maupun tidak. Walaupun secara umum HSE Iebih memiliki dampak yang negatif bagi perkawinan, ditemukan adanya peningkatan jumlah orang yang melakukan HSE pada pria maupun wanita. Banyak hal yang dapat menjadi faktor penyebab HSE, baik yang berasal dari segi individunya sendiri, pihak Iain yang terlibat maupun karena perubahan sosial yang terjadi. Dibalik faktor-faktor penyebab tersebut, apa yang dapat disimpulkan atau apa yang rnendasarinya. Hal ini dapat ditinjau melalui pendekatan atribusi kausal, yang menekankan pada pemahaman bagaimana seseorang mempersepsikan diri, orang Iain atau suatu kejadian dimana ia menggunakan informasi untuk memperoleh penjelasan tentang suatu kejadian atau peristiwa. Melalui atribusi kausal akan diperoleh keyakinan seseorang akan penyebab suatu kejadian sehingga dapat membantu untuk meramalkan bagaimana perilakunya di masa mendatang. Dalam atribusi kausal HSE, akan dijelaskan hal-hal apa yang dipersepsikan sebagai penyebab HSE atau tidak melakukan HSE. Weiner membagi dimensi atribusi kausal ke dalam dimensi fokus, stabilitas dan kontrofabilitas. Menurut Weiner, bila seseorang memiliki atribusi kausal perilakunya ke dalam dimensi yang 'internaI, stabil dan terkontrol', maka ada kecenderungan pada dirinya untuk mempertahankan atau mengulang perilakunya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana gambaran pola atribusi kausal HSE, khususnya di kalangan orang yang melakukan dan tidak melakukan HSE. Mengingat adanya perbedaan alasan melakukan HSE pada pria dan wanita, akan dikaji juga perbedaan atribusi kausal di antara mereka. Dalam penelitian ini alat ukur atribusi kausal yang digunakan adalah hasil adaptasi Causal Dimension Scale Il dari Russel. Penelitian ini dilakukan pada 136 orang pria dan wanita yang menikah. Analisis data pertama-tama dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan mean (t-test), untuk melihat perbedaan di antara orang yang melakukan HSE dan tidak melakukan HSE dalam hal mengatribusikan masing-masing perilakunya. Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan, dimana orang yang melakukan HSE mengatribusikan penyebab perilakunya yaitu ?ketidapuasan emosional/psikologis dengan pasangan' pada hal yang internal, tidak stabil dan terkontrol. Sedangkan orang yang tidak melakukan HSE mengatribusikan penyebab perilakunya yaitu 'memegang norma-norma agama dan sosial' pada hal yang Iebih internal, stabil dan Iebih terkontrol dibandingkan orang yang tidak melakukan HSE. Kelompok subyek yang melakukan HSE mengatribusikan perilakunya pada hal yang tidak menetap, menunjukkan bahwa ada ekspektansi pada mereka untuk mengubah perilakunya. Selanjutnya, dilihat juga perbedaan atribusi kausal HSE berdasarkan keterlibatan HSE dan jenis kelamin. Melalui perhitungan dengan teknik analisa varian dua arah diperoleh beberapa hasil. Walaupun kelompok subyek yang melakukan HSE dan tidak melakukan HSE menyatakan faktor penyebab yang berbeda, namun tidak ada perbedaan dalam atribusi kausal, dimana mereka mengatribusikannya pada hal yang internal, tidak stabil dan terkontrol. Dalam hal ini kelompok subyek yang melakukan HSE meyakini faktor penyebab perilakunya adalah 'ketidakpuasan emosional/psikologis dengan pasangan?, sedangkan kelompok subyek yang tidak melakukan HSE meyakini faktor penyebab seseorang melakukan HSE adalah 'kurangnya pemahaman norma agama dan sosiaI'. Selanjutnya, ditemukan pula adanya perbedaan atribusi kausal tidak melakukan HSE di antara kedua kelompok, dimana kelompok yang melakukan HSE mengatribusikannya pada hal yang internal, stabil dan terkontrol, sedangkan kelompok subyek yang tidak melakukan HSE mengatribusikannya pada hal yang internal, cenderung Iebih terkontrol dan Iebih stabil dibandingkan kelompok subyek yang melakukan HSE. Dalam hal ini kedua kelompok meyakini faktor penyebab tldak melakukan HSE adalah 'memegang norma-norma agama dan sosial'. Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan bahwa kelompok wanita mengatribusikan penyebab HSE cenderung Iebih internal dibandingkan kelompok pria. Dalam atribusi tidak melakukan HSE, tidak ditemukan perbedaan di antara kedua kelompok. Sebagai saran untuk menyempurnakan penelitian Ianjutan yang serupa adalah mengkaji Iebih jauh mengenai reaksi emosional yang berkaitan dengan atribusi kausal HSE, memperbanyak jumlah sampel jauh melebihi batas minimal, dan menyeimbangkan jumlah penyebaran sampel berdasarkan karakteristik demografis.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S2646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu A. Fiantoro
Abstrak :
ABSTRAK
Fakultas Psikologi UI mempunyai Iebih dari 10% mahasiswa yang memiIiki IPK (indeks prestasi kumulatif) kurang dari 2.00. Kondisi ini tidak hanya menunjukkan rendahnya prestasi akademik sebagian mahasiswa Fakultas Psikologi UI saja, tapi juga menunjukkan bahwa mereka terancam untuk tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Rendahnya prestasi akademik memiliki pengaruh yang Iebih Iuas Iagi yaitu ketidakefisienan kegiatan pembelajaran.

Upaya untuk meningkatkan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi UI dilakukan oleh pihak fakultas, baik dengan kebijaksanaan- kebijaksanaan yang diberikan maupun melalui peran PA (penasehat akademik).

Berbagai alasan akan dikemukakan oleh mahasiswa jika ditanyakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademiknya. Proses mencari penyebab sesuatu atau peristiwa ini disebut atribusi kausal (Fiske & Taylor, 1991). Atribusi kausal rpemiIiki dimensi kausalitas (internalitas), kontrolabilitas serta stabilitas. Atribusi kausal dapat meramalkan bagaimana motivasi, sikap serta Iangkah-Iangkah yang akan dilakukan pada masa yang akan datang. Weiner(1988) menyimpulkan bahwa mahasiswa yang berpresiasi dalam ujian biasanya memiliki atribusi kausal yang kausalitasnya Iebih internal, terkontrol serta stabil dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak berprestasi.

Penelitian ini berusaha memberikan gambaran dimensi atribusi kausal pada mahasiswa Fakultas Psikologi UI yang memiliki prestasi rendah (IPK < 2,00) dan prestasi tinggi (IPK > = 3,00). Kedua kelompok ini kemudian dibandingkan untuk melihat apakah ada perbedaannya. Untuk mengetahui dimensi-dimensi atribusi kausal digunakan alat dari Russel (1992) yang disebut Causal Dimension Scale Il (CDSII) yang terdiri dari 12 item.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi atribusi kausal pada mahasiswa yang berprestasi akademik rendah adalah : memiliki kausalitas yang internal, dan kontrolabilotas yang personal serta cenderung tidak eksternal, dan tidak stabil. Mahasiswa berprestasi akademik tinggi memiliki dimensi: kausalitas yang internal, memiliki kontrolabilitas yang personal serta cenderung tidak eksternal, dan tidak stabil. Perbedaan antara dua kelompok ini pada stabilitasnya. Walaupun kedua kelompok memiliki dimensi yang tidak stabil, pada kelompok mahasiswa berpresiasi rendah stabilltasnya Iebih rendah daripada kelompok mahasiswa berprestasi tinggi.

Dalam pembahasan atribusi kausal tidak pernah Iepas dan reaksi emosi seseorang dalam menghadapi keberhasilan maupun kegagaIannya, oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya disarankan mengkaitkan secara khusus pada reaksi emosi seseorang pada atribusi kausal yang diberikan pada keberhasilan maupun kegagalannya. Selain itu sebaiknya untuk mengetahui reaksi emosi yang muncul digunakan pertanyan-pertanyaan terbuka.
1998
S2677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesa Melani Zainuddin
Abstrak :
ABSTRAK
Di Indonesia terjadi peningkatan perilaku hubungan seks ekstramarital (HSE) terutama yang dilakukan pria maupun wanita. Tidaklah dipungkiri wanita yang sudah menikah dapat saja melakukan HSE dengan pria menikah maupun pria lajang. Dengan semakin sempitnya waktu yang dimiliki oleh wanita menikah untuk dirinya sendiri, juga semakin pesatnya jumlah wanita lajang saat ini (BPS, 1990), maka diperkirakan lebih banyak wanita Iajang yang terlibat affair dengan pria menikah.

Wanita Iajang menarik untuk diteliti terutama yang berada dalam kelompok dewasa muda, mengingat pada periode ini seseorang diharapkan sudah menikah dan membentuk keluarga. Pada periode ini pula timbul kebutuhan akan intimacy. Terlibatnya wanita lajang dengan pria menikah meperlihatkan adanya kecenderungan pemenuhan intimacy melalui affair. Keterlibatan wanita lajang dengan pria menikah menurut penelitian sebelumnya akan berlanjut pada perilaku HSE jika mereka menikah suatu saat nanti.

Banyak faktor penyebab affair- wanita Iajang dengan pria menikah yang dikemukakan para ahli, diantaranya ?kesepian? dan ?kesenangan semata?. Wanita lajang pelaku affair ataupun yang bukan pelaku affair tentunya juga melakukan penyimpulan terhadap penyebab perilakunya sendiri.

Adanya penyimpulan terhadap penyebab peristiwa atau perilaku diri sendiri maupun orang lain disebut atribusi kausal. Dengan mengetahui pola atribusi kausal affair dari subyek pelaku affair, akan dapat membantu pembentukan suatu tingkah Iaku baru yang positif, mengingat atribusi kausal sangat berkaitan erat dengan sikap yang merupakan dasar dari tingkah laku seseorang.

Weiner mengajukan model 3 dimensi dalam teori atribusi kausal. Dimensi tersebut adalah locus, stability dan controllability. Dengan mengetahui dimensi lokus akan diketahui pula apakah faktor penyebab berkaitan dengan diri pelaku ataukah berada di luar diri pelaku. Sedang dimensi stabilitas berhubungan dengan ekspektansi apakah perilaku akan dipertahankan atau tidak di masa mendatang. Dimensi kontrolabilitas akan memperlihatkan apakah penyebab perilaku berada dalam kontrol diri atau dalam kontrol orang lain/lingkungan.

Dalam proses atribusi sering terjadi bias, diantaranya adalah actor observer effect, dimana seseorang akan mengatribusikan kegagalan atau perilaku negatif dalam penyebab yang eksternal sedangkan perilaku orang lain dalam penyebab internal.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan pola atribusi kausal affair wanita lajang pelaku affair dan bukan pelaku affair. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Causal Dimension Scale II yang dibuat oleh Russel dan kawan-kawan (1992). Subyek dalam penelitian ini berjumlah 67 orang, yang terdiri dari 34 pelaku affair dan 33 bukan pelaku affair.

Dari penelitian diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan atribusi kausal affair pada kedua kelompok subyek penelitian. Kelompok pelaku affair mengatribusikan perilakunya dalam dimensi yang lebih internal, tidak stabil namun lebih terkontrol secara personal dibandingkan kelompok bukan pelaku affair. Dengan demikian baik pelaku rnaupun bukan pelaku, keduanya menganggap bahwa perilaku affair tidak akan dipertahankan, sedangkan faktor penyebab berada pada lokus internal atau berkaitan dengan diri pelaku serta dapat dikontrol oleh diri sendiri.

Sedangkan dalam atribusi kausal tidak melakukan affair antara kedua kelompok subyek juga terdapat perbedaan dalam dimensi stabilitas, dimana subyek bukan pelaku mengatribusikan perilakunya ke dalam dimensi internal, stabil, dan memiliki kontrol personal. Artinya, bukan pelaku affair tetap akan mempertahankan perilakunya untuk tidak melakukan affair. Pelaku affair mengatribusikan tidak melakukan affair disebabkan oleh sesuatu yang internal, tidak stabil tapi juga memiliki kontrol personal. Dengan demikian, pelaku affair memiliki anggapan bahwa subyek bukan pelaku diperkirakan akan melakukan affair di masa mendatang.

Tidak ditemukan indikasi bias atribusi bagi pelaku affair dalam mengatribusikan penyebab perilaku affair seperti yang dikemukakan oleh Jones, Nisbett dan Watson (dalam Brehm & Kassin, 1993), tetapi terjadi bias atribusi pada subyek bukan pelaku affair mengingat subyek mengatribusikan perilaku affair dalam lokus internal atau yang berkaitan dengan diri pelaku. Peneliti melihat adanya kemungkinan bahwa pelaku affair tidak memandang perilakunya sebagai hal yang negatif.

Faktor penyebab affair yang paling utama bagi pelaku affair adalah ?menghindari komitmen untuk menjalin hubungan formal?, sedangkan bagi bukan pelaku lebih memilih, ?menyukai pribadi yang matang'. Faktor penyebab tidak melakukan affair bagi bukan pelaku maupun pelaku affair lebih disebabkan pada ?kontrol diri yang kuat?.

Pada penelitian lanjutan sebaiknya dilakukan wawancara mendalam, terutama untuk menggali keterlibatan atau kedekatan emosional pada pasangan affair, agar kita terhindar dari pandangan bahwa affair terjadi akibat motif-motif hedonis; seperti alasan ?variasi seks? dan ?kesenangan semata?. Sampel penelitian juga dapat menggunakan pria lajang yang memiliki affair dengan wanita menikah, karena adanya perbedaan karakteristik, sehingga penelitian dengan menggunakan sampel tersebut akan mcnarik untuk dibuat. Adanya ketidaksesuaian hasil penelitian dengan toeri-teori yang ada merupakan hal yang menarik. Bias yang terjadi dalam penelitian ini dapat dihindari dengan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar dengan alat yang lebih baik.
1998
S2679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hapsari
Abstrak :
Jumlah kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, Pada tahap tertentu, penggunaan narkoba secara terus menerus dapat berkembang menjadi ketergantungan (addiction). Ketergantungan pada narkoba tentu membawa berbagai akibat yang merugikan bagi penderitanya. Menurut cognitive model of addiction Marlatt, ketergantungan dapat dijelaskan dengan empat proses kognitif, yang salah satunya adalah atribusi kausal. Atribusi kausal adalah penyimpulan mengenai sebab dari suatu peristiwa atau tingkah laku, yang dapat dibedakan menurut berbagai dimensi, antara lain locus, stability, controlability, dan globality. Atribusi kausal ini diketahui berhubungan dengan berbagai konsekuensi psikologis, di antaranya adalah harga diri. Harga diri merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya berharga, penting, mampu menghadapi tantangan dalam hidup, serta layak mendapatkan kebahagiaan. Harga diri adalah variabel yang berperan penting dalam masalah ketergantungan, termasuk juga dalam menentukan kesembuhan. Didasari hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara atribusi kausal terhadap penggunaan narkoba dengan harga diri pada penderita ketergantungan narkoba yang sedang dalam masa penyembuhan. Selain itu, ingin diketahui juga gambaran atribusi kausal dan harga diri para penderita ketergantungan tersebut. Subyek penelitian adalah penderita ketergantungan narkoba yang sedang dalam masa penyembuhan dari ketergantungan, dengan jumlah 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling, yaitu purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Untuk mengukur atribusi kausal terhadap penggunaan narkoba, digunakan alat ukur yang disusun oleh peneliti. Untuk mengukur harga diri digunakan, Sel/ Esteem Inventory dari Coopersmith (1967). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, subyek mengatribusikan penggunaan narkobanya pada sebab yang internal, dapat dikontrol, tidak stabil, dan global. Mengenai harga diri, sebagian besar subyek diketahui memiliki harga diri yang cenderung tinggi. Selanjutnya, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara atribusi kausal dalam keempat dimensi dengan harga diri. Berarti, atribusi kausal subyek terhadap penggunaan narkobanya tidak berhubungan dengan tinggi rendah harga dirinya. Tidak signifikannya hubungan kedua variabel di atas diduga disebabkan oleh pengaruh variabel yang tidak terkontrol, yaitu treatment yang diperoleh subyek dalam penyembuhannya. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh variabel treatment tersebut terhadap kedua variabel penelitian, dilakukan wawancara dengan satu orang subyek. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa tinggi rendahnya harga diri subyek lebih berkaitan dengan treatment yang diperolehnya, daripada dengan atribusi kausalnya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian dengan memasukkan treatment yang diperoleh subyek sebagai salah satu variabel penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan berharga bagi treatment rehabilitasi untuk penderita ketergantungan narkoba.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library