Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felicia Clarissa
"Dalam perjalanan menuju negara tujuan untuk mendapatkan perlindungan, pencari suaka seringkali melakukan perjalanan melalui laut dengan menggunakan kapal yang tidak laik laut dan seringkali pula dilakukan dengan bantuan kelompok penyelundup migran. Perjalanan yang berbahaya ini mengakibatkan banyaknya kapal pencari suaka yang mengalami kecelakaan di laut sehingga para pencari suaka seringkali berada dalam keadaan bahaya di laut. Hukum internasional mewajibkan negara untuk melakukan SAR untuk menyelamatkan setiap orang yang berada dalam keadaan bahaya di laut, termasuk pencari suaka. Ketentuan SAR secara khusus diatur dalam International Convention on Maritime Search and Rescue. Pelaksanaan upaya SAR bagi pencari suaka terkait pula penentuan place of safety, prinsip non-refoulement dan tindak pidana penyelundupan migran.

The journey to the destination country to seek protection, asylum-seekers frequently take the journey through sea by sea unworthy boats and they are seldom helped by migrant smugglers. This dangerous journey has caused a lot of asylum-seekers faced accident at sea and made them in distress at sea. International law obliges states to do SAR operation to save every person who is in distress at sea, including asylum-seekers. The special provisions related to SAR are consisted in International Convention on Maritime Search and Rescue. SAR operation to save asylum-seekers also related to the determination of place of safety, non-refoulement principle and migrant smuggling.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohaida Nordin
"Unaccompanied minor asylum seekers are vulnerable and thus, provided special international law protections. However, in reality, they are being mistreated as illegal immigrants and on the receiving end of ethnic violence, discrimination, restrictions in enjoyment of their rights duly recognised by international human rights law. This article identifies legislative, policy and support mechanisms which encompass the minimum UMAS guardianship standards at international law and which are evidence-based from best practice models for the provision of guardians for UMAS internationally. It presents situation of UMAS in relation to human rights violations with emphasis on the legal framework and practices in Australia and five ASEAN State Members. This article also highlights the various stands taken by various countries providing better legal framework and practices regarding the terms for protection and enforcement of human rights for UMAS. Finally, this article provides recommendations for Australia and ASEAN Member States to adopt in order to realise the international human rights of UMAS with respect to guardianship.

Pencari suaka di bawah umur (Unaccompanied Minor Asylum Seekers (UMAS)) berada dalam keadaan rentan dan karenanya mendapat perlindungan hukum internasional khusus. Namun demikian, atas dasar ras, mereka seringkali diperlakukan sebagai imigran ilegal di banyak dan menjadi korban tindak kekerasan, diskriminasi dan hambatan menerima hak-hak mereka sebagaimana yang telah dijamin dalam hukum hak asasi manusia internasional. Artikel ini mengidentifikasi peraturan legislatif, mekanisme kebijakan dan dukungan, yang memenuhi standar minimum perwalian dalam hukum internasional dan yang terbukti menjadi model praktik terbaik terkait peraturan perwalian UMAS secara internasional. Artikel ini juga menjelaskan situasi yang dialami UMAS dalam kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia dengan penekanan pada kerangka hukum dan praktik di Australia dan lima negara ASEAN. Selain itu, artikel ini juga menyoroti pandangan negara-negara dalam menyediakan kerangka hukum dan pelaksanaan yang lebih baik terkait persyaratan perlindungan dan penegakan hukum hak asasi manusia bagi UMAS. Pada bagian akhir, artikel ini memberikan rekomendasi bagi Australia dan negara anggota ASEAN untuk mengakui hak asasi manusia internasional UMAS terkait perwalian."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiana Qisthi
"ABSTRAK
Sampai saat ini, Indonesia masih belum menjadi anggota dari Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Kondisi ini mengakibatkan penanganan pencari suaka di Indonesia tidak memiliki kerangka hukum yang yang memadai dalam menjamin perlindungan hak-hak mereka ketika masuk ke wilayah Indonesia. Penanganan Pencari Suaka di Indonesia masuk kedalam lingkup keimigrasian, yang mengkategorikan pencari suaka sebagai Imigran Ilegal, karena masuk ke wilayah Indonesi tanp adokumen yang sah. Pengkategorian sbagai Imigran Ilegal, menjadikan Pencari Suaka berisiko untuk ditahan di Rumah Detensi Imigrasi. Penahanan di Rumah Detensi Imigrasi ini bisa bertahun-tahun lamanya tanpa kepastian yang jelas. Penyiksaanpun kerap terjadi selama masa penahanan. Skripsi ini menjelaskan mengenai perlindungan pencari suska ditinjau dari instrumen hukum internasional yang dianalisis melalu peristiwa penahanan pencari suak yang terjadi di Indonesia. Melalui metode penelitian hukum normatif dan metode analisis pendekatan yuridis normatif dengan cara menganalisa data kualitatif. Analisis ini menyimpulkan bahwa tindakan penahanan dalam menangani pencari suak a akibat dari ketiadaan kerangka hukum nasional yang mengatur secra akhusus mengenai penanganan pencari suaka yang masuk ke wilayah Indonesia merupakan pelanggaran hak asasi manusia baik dari instrumen hukum internasional maupun nasional.

ABSTRACT
until now, Indonesia is still non-signatory the Refugee Convention 1951 and Protocol 1967. This condition cause there is no national legal frameworks which ensure the protection in handling the asylum seekers which enter Indonesia. So that, Asylum Seekers handling in Indonesia fall into the Immigration framework, which categorizes Asylum Seekers as the Illegal Immigrant because of illegal entry (undocumented). Categorizing as Illegal Imiigrant makes Asylum Seekers in danger. They subjected to detention in Immigration Detention. This detention could be for years without certainty. Torture often occur along the detention. This thesis explain the protection of the asylum seekers by the detention case that occur in Indonesia, through normative legal research method of method of analyzing the data is qualititative data analysis. This analysis concluded that the detention as in handling asylum seekers is a result of the absence of specific national framework in handlig asylum seekers who enter Indonesian territory, and this detention is arbitrary and violate human rights.
"
Universitas Indonesia, 2016
S65314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Cambridge University Press, 2004
348.04 MIG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Dwi Deswanti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang gambaran kondisi biologis, psikologis, dan sosial atau
dapat disingkat menjadi biopsikososial pada keluarga pencari suaka etnis Rohingya
yang sedang tinggal sementara di YLBHI. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kondisi
biopsikososial penting untuk diperhatikan karena kondisi biopsikososial individu
mampu mempengaruhi bagaimana individu tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tidak hanya itu, kondisi biopsikososial individu juga mampu memperlihatkan
keadaan individu dapat dikatakan sejahtera atau tidak. Penelitian ini memberikan
gambaran mengenai kondisi biopsikososial keluarga pencari suaka etnis Rohingya
yang berkaitan dengan cara keluarga tersebut dalam usahanya memenuhi kebutuhan
hidup mereka selama tinggal di kantor YLBHI yang erat kaitannya dengan
kesejahteraan mereka.

ABSTRACT
This study is contained of a big frame description about biologically, psychologically,
and socially condition of asylum seeker family who currently lived in YLBHI for a
while. This study is a descriptive study that uses qualitative approach. The result of
this study says that biopsychosocial condition is an important thing that has influence
people to find a way to fulfill their daily life needs. In addition, biopsychosocial
condition of people is able to show the circumstances of well being or not which
people have. This study want to show you a full description about biopsychosocial
condition of asylum seeker family which has influence them to find a way to fulfill
their daily life needs during lived in YLBHI and its relation with asylum seeker
family well being."
2014
S53592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Liliansa
"Being a non-party to the 1951 Convention relating to the Status of Refugees (“1951 Refugee
Convention”) and 1967 Protocol relating to the Status of Refugees (“1967 Protocol”), Indonesia
does not have legal obligations to provide permanent resettlement for asylum seeker and/or
refugee. However, as a transit country for those seeking shelter in Australia, Indonesia undergoes
a myriad of issues resulting from illegal entrance by asylum seeker and/or refugee. Besides having
neither legal framework nor domestic mechanism to handle asylum seekers and/or refugee,
Indonesia’s immigration law identifies every foreigner including asylum seeker and refugee who
unlawfully enter Indonesia’s territory into the same box as illegal migrant. It then leads to the
arrest of asylum seeker and/or refugee to be put in an over-capacity detention center or other
places. This paper will analyze various issues related to asylum seeker and refugee in Indonesia
and to weigh whether it is indispensable for Indonesia to accede to the 1951 Refugee Convention
and its 1967 Protocol.
Sebagai negara yang tidak menjadi peserta dari Convention relating to the Status of Refugees
(“Konvensi Pengungsi”) dan Protokolnya, Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk
menyediakan penempatan permanen bagi pencari suaka dan/atau pengungsi. Namun demikian,
sebagai negara transit bagi mereka yang mencari suaka ke Australia, Indonesia menghadapi
berbagai permasalahan akibat illegal entrance yang dilakukan oleh pencari suaka dan/atau
pengungsi. Di samping Indonesia tidak memiliki kerangka hukum ataupun mekanisme untuk
mengatasi pencari suaka dan/atau pengungsi, hukum imigrasi Indonesia mengkategorikan
setiap orang asing termasuk pencari suaka dan pengungsi yang masuk ke wilayah Indonesia
dengan melawan hukum sebagai migran illegal. Hal ini mengakibatkan penahanan pencari
suaka dan/atau pengungsi yang kemudian ditempatkan di rumah detensi atau tempat lain yang
sudah melebihi kapasitas jumlah orang. Tulisan ini mengkaji pelbagai permasalahan pencari
suaka dan pengungsi di Indonesia serta menilai ada atau tidaknya urgensi bagi Indonesia untuk
melakukan aksesi atas Konvensi Pengungsi dan protokolnya."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Afriansyah
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2018
340 UI-ILR 8:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Violin Janey Hewis
"Studi literatur ini dilatarbelakangi oleh peran Indonesia yang menjadi negara transit bagi pengungsi dan pencari suaka meskipun tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Dihadapi dengan perpindahan secara paksa, ketidakpastian hukum dari negara penerima, dan keterbatasan pemenuhan haknya, para pengungsi dan pencari suaka yang tinggal di Indonesia pun mengalami kerentanan. Urgensi dilakukannya studi literatur ini ialah untuk menganalisis peran, potensi, dan hambatan kewirausahaan sosial untuk bisa diterapkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Studi literatur ini dilaksanakan pada tahun 2022 dengan metode penelitian non reaktif (unobtrusive) dan jenis tinjauan pustaka tinjauan konteks dan tinjauan integratif. Peneliti melaksanakan penelusuran terhadap sejumlah literatur mengenai kewirausahaan sosial di Indonesia, penanganan dan regulasi mengenai pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, pelaksanaan kewirausahaan sosial yang melibatkan pengungsi asing di Indonesia dan negara lainnya, serta penelitian mengenai respons masyarakat terhadap keberadaan pengungsi asing dan pencari suaka. Melalui studi literatur ini, peneliti mendapati bahwa kewirausahaan sosial berperan dalam memberikan dampak positif secara material dan non material bagi pengungsi dan pencari suaka. Peneliti juga menemukan beberapa faktor yang mendukung implementasi kewirausahaan bagi pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, yakni modal yang dimiliki pengungsi berupa keterampilan yang dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pemberdayaan, respons positif dari masyarakat lokal terhadap gagasan pengungsi untuk berwirausaha, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu pengungsi, keberadaan ruang secara informal bagi pengungsi untuk merintis usaha, model kewirausahaan sosial NPO (Non-Profit Organization) yang bisa diterapkan, serta model pemberian hak bekerja secara terbatas yang bisa dipertimbangkan secara nasional. Namun, peneliti juga mengidentifikasi adanya beberapa faktor yang berpotensi untuk menghambat implimentasi tersebut, yakni hambatan keterbatasan modal finansial yang dimiliki pengungsi, kesulitan berbahasa Indonesia yang dialami pengungsi, miskonsepsi dan kesadaran yang rendah akan isu pengungsi oleh masyarakat lokal, dan larangan bagi pengungsi dan pencari suaka untuk bekerja secara formal. Hasil studi literatur ini diharapkan dapat berkontribusi dalam kajian kewirausahaan sosial pada mata kuliah Dimensi Sosial Ekonomi bagi Kesejahteraan Sosial pada program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI, dalam konteks fenomena keberadaan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia.

This literature study is prompted by the role of Indonesia as a transit country for refugees and asylum seekers despite being a non-signatory country to the 1951 Refugee Convention and the 1967 Protocol. Faced with forced displacement, legal uncertainty from their country of asylum, and limited fulfillment of their rights, refugees and asylum seekers living in Indonesia experience vulnerability. The urgency of this study is to analyze the the role, potential, and barriers of social entrepreneurship to be implemented in order to improve their well-being. This literature is conducted in 2022 with a nonreactive (unobtrusive) research method that combines context review and integrative review. The author reviews a number of literatures regarding social entrepreneurship in Indonesia, refugee management and policies in Indonesia, the implementation of social entrepreneurship involving refugees in Indonesia and other countries, as well as research papers on community responses to the presence of foreigners and asylum seekers. In this literature study, the author finds that social entrepreneurship plays a role in providing material and non-material positive impacts on refugees and asylum seekers. The author also finds that there are several factors that support the implementation of social enterpreneurship for refugees and asylum seekers in Indonesia, namely the capital owned by refugees in the form of skills that can be improved through empowerment programs, positive responses from local communities to the idea of entrepreneurship for refugees, efforts to increase public awareness of refugee issues, the existence of an informal space for refugees to start a business, an NPO (Non-Profit Organization) social entrepreneurship model that can be applied, as well as a models that allow limited work rights for refugees that can be considered to be applied nationally. However, this research also finds several factors that might hinder the implementation, namely the limitations of the financial capital owned by refugees, difficulties in speaking Indonesian experienced by refugees, misconceptions and low awareness of refugee issues by local communities, and prohibitions for refugees and refugees asylum to work formally. The findings of this literature study are expected to contribute to the study of social entrepreneurship in the Socio-Economic Dimensions for Social Welfare course in the Social Welfare study program of the Faculty of Social and Political Sciences University of Indonesia, in the context of the phenomenon of the existence of refugees and asylum seekers in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anindito Widyantoro
"Beberapa penelitian membuktikan bahwa tidak semua pasien gangguan jiwa berobat pada RS Jiwa, sebagian pasien berobat pada sektor pengobatan tradisional. Bila pengobatan ke sektor ini tidak menghasilkan perbaikan yang diharapkan, barulah keluarga bersedia mengantar penderita untuk berobat pada RS Jiwa, akan tetapi waktu yang sangat berharga untuk dapat memberikan terapi intensif dalam masa dini penyakit gangguan jiwa sudah hilang dan pasien sudah memasuki stadium kronisitas, yang menyebabkan pengobatannya menjadi lama dan kecenderungan untuk kambuh menjadi besar pada akhirnya membuat beban bagi keluarga baik secara moril maupun material, karena harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk pengobatan maupun untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Disamping itu pengobatan yang lama ini membuat keluarga menjadi jenuh dan bosan, apalagi bila tanggungjawab perawatan penderita di rumah dibebankan pada satu orang, sehingga akhirnya keluarga tidak lagi memperhatikan keadaan penderita. Penderita tidak terkontrol dan makan obat tidak teratur, sehingga akhirnya keadaan penderita menjadi sakit lagi dan perlu perawatan di RS Jiwa.
Untuk itu kiranya perlu diteliti tentang penyebab ketidakpatuhan keluarga penderita skizofrenia dalam membawa berobat jalan ke RS Jiwa terutama setelah pulang dari rawat inap, dengan diketahui faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan, akan dapat dilakukan intervensi yang tepat terhadap faktor-faktor tersebut, bila penderita skizofrenia patuh berobat jalan kemungkinan akan kambuh kembali menjadi berkurang.
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian yaitu; pertama bagaimana tingkat kepatuhan keluarga membawa penderita skizofrenia berobat jalan di RS jiwa Lampung. Kedua faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan keluarga penderita skizofrenia berobat jalan di RS Jiwa Lampung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanan dan evaluasi di RS Jiwa Lampung.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama keluarga penderita skizofrenia yang tidak patuh membawa penderita berobat jalan di Rumah Sakit Jiwa Lampung sebesar 59,4 % dan yang patuh 40,6 %. Kedua faktor-faktor yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat jalan adalah, biaya pengobatan p = 0,012 dan kemudahan transportasi p = 0,012 .
Saran dari hasil penelitian ini, pertama mendekatkan pelayanan kepada penderita dengan membuat program integrasi, kunjungan rumah dan menyediakan obat-obat psikotropik di Puskesmas. Kedua tetap mempertahankan program JPS (Jaring Pengaman Sosial) untuk yang tidak mampu. Ketiga melakukan pemberdayaan kepada petugas, masyarakat dan keluarga penderita dengan melakukan pelatihan serta penyuluhan tentang kesehatan jiwa.
Factors Which are Related to the Family of Schizophrenia's Patient Obedient that Having an In House Medication at Lampung Province Asylum
Some researches proved that not all the insanity patients' have a medication at the asylum but some of them take a traditional medication. If this way has no result as they expected, then the family of the patient willing to take the medication at the asylum. The valuable time to have an intensive therapy at an early phase of the insanity passed through. It comes to the chronic phase, that will make the medication take a long time and the possibility to have suffer a relapse is greater. Then it makes a burden to the family morale and materially, because it has to spend so much of fund for the medication and for the daily needs. In addition, a long time medication can make the family be surfeited and led up. Moreover if the responsibility of the in house medication of patient by one person, so that the family no longer give some attentions to the patient. The patient did not have a regular check up and have the medicine regularly, then it will make the patient has or suffer a relapse and needs to be taken care at the asylum again.
So that, it is necessary to investigate the cause of the family disobedient of schizophrenia's patient in doing the in house medication to asylum, especially after get out from the intensive medication, by knowing the reason which causes the disobedient. Then it can be held a precise intervention toward those factors, if the patient of schizophrenia obeys to do an in house medication, the possibility to relapse is decreasing.
This research expectation, it can answer the researcher questions, they are; first, how is the family of schizophrenia's patient obedient that having an in house medication at Lampung Province asylum. Last, what are the factors that related to the family of schizophrenia's patient obedient that having an in house medication at Lampung Province asylum. The benefit of this research is as input in planning, organizing, actuating and evaluating at Lampung Province asylum.
The result of this research are; first, the family of schizophrenia's patient disobedient to have an in house medication at Lampung Province asylum is 59,4 % and the obedient one is 40,6 %. Last, factors which have a purpose relation to the obedient to have an in house medication is the fund of the medication is p = 0,012 and to facilitate the transportation is p = 0,012.
Suggestions from the result of the research are; first, get close to the patients by making an integrated program, home visit and provides the medicines at the Puskesmas (Local Government Clinic). Second, keep the JPS or Jaring Pengaman Sosial (Charitable Safeguard Network) for the poor people. Last, tricking the officers and the family of the patient by doing a workshop and elucidation about the health of soul or spirit.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>