Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antonina
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian laboratorium untuk mengetahui pengaruh pemberian 13-Metildigoksin secara in vitro terhadap motilitas spermatozoa manusia golongan astenozoospermia. Sampel semen yang digunakan berasal dari 30 pria lbasangan ingin anak (PIA) dengan syarat: volume semen lebih dari 2 ml, jumlah spermatozoa lebih dari 10 juta per ml semen, persentase spermatozoa yang bergerak maju dan lurus (kategori (a)) clan spermatozoa bergerak lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus (kategoni (b)) antara 40% sampai 50%. Sampel semen tenlebih dahulu dicuöi dengan menggunakan larutan Hank, kemudian dibagi menjadi empat .kelompok perlakuan yaltu satu kelompok kontrol yang dibeni 2 ml larutan Hank tanpa 13-Metildigoksjn clan tiga kelompok perlakuan yang diberi masingmasing 2 ml larutan 13-Metildigoksjn dengan konsentrasi 10-4 , I0, dan 10 10 M, lalu diinkubasj pada suhu 370C selama 20, 40, dan 60 menit. Perhitungan persentase motilitas spermatozoa menggunakan metode WHO, dengan menghitung jumlah spermatozoa motil dan immotil pada beberapa lapangari pandang yang berbeda secara acak dan dilakukän di bawah rnikroskop medan terang. Hasil uji Tukey (a = 0,05) menunjukkan bahwa pemberian in vitro f3-Metildigoksin pada konsentrasi 10 clan 10 10 M meningkatkan motilitas spermatozoa yang dipertahankan sampai waktu inkubasi 40 menit, sedangkan pada konsentrasi 10 M semakin lama waktu inkubasi semakin menurunkan motilitas spermatozoa. Motilitas spermatozoa tertinggi diperoleh pada pemberian 3-MetiIdigoksin pada konsentrasi 10' M pada waktu inkubasi 40 menit.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhyni Eriel Tombe
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Regulasi fungsi spermatozoa bergantung pada modifikasi paska translasi yang dapat diaktivasi melalui serangkaian tranduksi sinyal. Berbagai hormon telah diketahui mengatur aktivasi serangkaian transduksi sinyal dalam spermatozoa matang. Pemberian prolaktin pada spermatozoa normal telah diketahui dapat berperan sebagai faktor ketahanan hidup melalui aktivasi jalur transduksi sinyal PI3K/AKT ? anti apoptosis, sehingga spermatozoa dapat mempertahankan motilitas dan viabilitas. Namun efek pemberian prolaktin terhadap kondisi spermatozoa lainnya seperti astenozoospermia (motilitas rendah dan marker apoptotik tinggi) masih belum diketahui. Inkubasi in vitro pada spermatozoa pasien infertil sebelum dilakukannya fertilisasi berbantuan dapat menyebabkan penurunan viabilitas dan motilitas sperma akibat proses apoptosis. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian prolaktin terhadap fosforilasi AKT dari spermatozoa pasien infertil astenozoospermia. BAHAN DAN CARA KERJA: Sampel penelitian ini berjumlah 30 pasien yang dibagi dalam kelompok perlakuan dengan prolaktin dan tanpa prolaktin (Kontrol). Status astenozoospermia, data motilitas sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan dari analisis data CASA oleh staff laboratorium androlog Klinik IVF Yasmin, RSCM Kencana Jakarta. Analisis ekspresi protein, fosforilasi dan apoptosis dilakukan dengan teknik imunositokimia dan western blot kemudian dilanjutkan dengan analisis densitometri dengan Image J. HASIL : Berdasarkan hasil uji anova one way dan t test independent, terdapat peningkatan motilitas yang bermakna antara kelompok sebelum inkubasi dan sesudah inkubasi dengan prolaktin serta antara kelompok inkubasi dengan prolaktin dan tanpa prolaktin (kontrol) (p<0,05), meskipun tidak terdapat perbedaan fosforilasi tirosin yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan prolaktin dan kontrol. Pada kelompok perlakuan terdapat peningkatan fosforilasi AKT yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05), akan tetapi tidak terdapat perbedaan aktivasi kaspase 3 yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan prolaktin dan kelompok kontrol. KESIMPULAN : Pemberian prolaktin pada spermatozoa astenozoospermia dapat meningkatkan motilitas dan tingkat ketahanan hidup pada spermatozoa astenozoospermia melalui induksi fosforilasi AKT meskipun tidak memberi perubahan signifikan pada tingkat apoptosis (aktivasi kaspase 3).
BACKGROUND: The regulation of sperm cell function depends on post translation modification that can be activated through several signal transduction pathways. Those transduction pathways can be activated by several hormones. It has been reported that prolactin exerts a prosurvival effect on human spermatozoa via mechanisms that involved the stimulation of akt phosphorylation and suppression of caspase activation and capacitation, so that it could preserves viability and motility of spermatozoa. However, prolactin effect on asthenozoospermic sperm has not been investigated. Asthenozoospermia, or low sperm motility, is a common cause of human male infertility. Apoptosis markers appeared significantly higher in asthenozoospermia as compared with normozoospermia. Studies have revealed that apoptosis markers tend to increase in spermatozoa following cryopreservation and thawing or others preparation before assisted reproductive technology treatment. The aim of this research was to evaluate any possible effect of prolaktin as prosurvival factor to induce AKT phosphorylation on spermatozoa of patients with asthenozoospermia. METHODS: Human spermatozoa of asthenozoospermic patients (n=30) were divided into two groups, one with prolactin treatment and one as control (without prolactin. Determination of asthenozoospermic condition, sperm motility parameters were assessed using CASA System at Andrology Laboratorium, Yasmin IVF Clinic, RSCM Kencana,Jakarta. Analysis of prolactin receptor, tyrosine phosphorylation and apoptosis were performed with immunocytochemistry and western blot analysis at Molecular biology Laboratorium FK University of Indonesia and continued with densitomtry analysis using Image J (NIH) program. RESULT : The result of anova one way dan t test independent show that there was a significant increase of motility in the group of sample after incubation with prolactin compare togroup of sample before treatment and control (p<0,05), even though there was no significant difference of tyrosine phosphorilation in both group tratment with prolactin and control. Incubation of spermatozoa with prolactin showed a significant increase in AKT phosphorylation compare with control group (p<0,05), however there was no significant difference of Caspase 3 activation between treatment group and control. CONCLUSION: Prolactin treatment on spermatozoa of asthenozoospermic patient has increase survival rate by induction of AKT phosphorylation, however the high level of proapoptosis factor caused a failure to prevent caspase 3 activation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Favian Ariiq Rahmat
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Untuk meningkatkan kemungkinan konsepsi pada pasangan yang menjalani inseminasi intrauterin (IIU), dilakukan preparasi spematozoa dengan metode pencucian swim-up (SU) yang dapat meningkatkan kualitas spermatozoa. Aktivitas dari dinein ATPase dapat terlibat dalam proses preparasi spermatozoa, namun nilai yang pasti dari aktivitas dinein ATPase pada spermatozoa kelompok astenozoosperma yang menjalani pencucian SU belum diketahui. Tujuan: Studi ini dilakukan untuk melakukan evaluasi terhadap efisiensi dari metode preparasi spermatozoa dengan pencucian SU pada sampel astenozoospermia pada laki-laki infertil. Metode: Sampel semen didapatkan dari 6 laki-laki pasangan infertil (astenozoospermia) yang akan menjalani terapi inseminasi intrauterin. Analisis semen dilakukan sebelum dan sesudah dilakukannya preparasi spermatozoa. Preparasi spermatozoa dilakukan dengan metode swim-up (SU). Kemudian, aktivitas dinein ATPase diuji dengan metode Vivenes setelah fraksi aksonem sperma dikumpulkan dengan metode Olson. Dilakukan uji statistik paired t-test atau uji Wilcoxon Signed Rank untuk melihat derajat kemaknaan, dengan nilai bermakna jika p<0,05. Hasil: Berdasarkan analisis semen, ditemukan peningkatan signifikan terhadap motilitas dan morfologi progresif spermatozoa kelompok astenozoospermia setelah dilakukannya preparasi sperma dengan metode swim-up (p<0,05). Didapatkan pula peningkatan pada aktivitas spesifik dinein ATPase pasca-pencucian (p>0,05). Walaupun begitu, terdapat penurunan pada nilai konsentrasi sperma (p>0,05). Kesimpulan: Terdapat peningkatan kualitas spermatozoa kelompok astenozoospermia yang signifikan disertai peningkatan aktivitas spesifik dinein ATPase setelah pencucian dengan metode swim-up.
ABSTRACT Background: To increase the likelihood of conception in couples undergoing intrauterine insemination (IIU), spematozoa preparation was carried out with a swim-up (SU) washing method that could improve the quality of spermatozoa. The activity of dinein ATPase can be involved in the preparation process of spermatozoa, but the exact value of dinein ATPase activity in the spermatozoa of the astenozoosperm group undergoing SU washing is unknown. Objective: This study was conducted to evaluate the efficiency of the spermatozoa preparation method by swim-up washing in the asthenozoospermia sample in infertile men. Methods: Semen samples were obtained from 6 men from infertile couples (asthenozoospermia) who would undergo intrauterine insemination therapy. Cement analysis was carried out before and after the preparation of spermatozoa. Preparation of spermatozoa is carried out by the Swim-up (SU) method. Then, the dinein ATPase activity was tested by the Vivenes method after the axoneme fraction of the sperm was collected by the Olson method. Paired t-test statistics or the Wilcoxon were conducted to see the degree of significance, with a significant value if p <0.05. Results: Based on semen analysis, it was found a significant increase in the progressive motility and morphology of the asthenozoospermia spermatozoa after swim-up method of sperm preparation (p <0.05). There was also an increase in post-washing dinein ATPase specific activity (p> 0.05). However, there was a decrease in the value of sperm concentration (p> 0.05). Discussion: There was an increase in the quality of the asthenozoospermia spermatozoa and significant specific dinein ATPase activity after spermatozoa preparation with swim-up method.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cut Fauziah
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Perkembangan di bidang biologi molekuler mendeterminasi bahwa mikrodelesi kromosom Y merupakan penyebab penting pada infertilitas pria dan merupakan penyebab genetik kedua yang paling sering terjadi pada pria infertil. Region azoospermic Factor (AZF) dengan 3 subregion (AZFa,AZFb,AZFc) pada Ygll diduga berpengaruh terhadap gangguan spermatogenesis. Kandidat potensial AZF adalah RBMYI dan DAZ yang memiliki implikasi pada metabolisme testis-specifk RNA. Pada tahun 1998 Vogt dkk mendeteksi adanya protein DAZ pada spermatid dan ekor spermatozoa, dan dengan menggunakan teknik pewarnaan imunologi, Habermann dkk. memperlihatkan bahwa protein DAZ terutama terdapat pada spermatid dan ekor spermatozoa. Mereka juga menduga bahwa delesi gen DAZ tampaknya tidak mengganggu pematangan spenna tetapi menyebabkan penurunan bertingkat spenna matang. Pada spermatozoa yang belum matang, memiliki kemampuan menghasilkan energi yang Iebih sedikit sehingga menyebabkan motilitas yang kurang baik. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah pada pria astenozoospermia terdapat delesi pada gen DAZ?. Frekuensi delesi pada lengan panjang kromosom Y (Yq) pada pasien pria infertil bervariasi antara 1-55% tergantung pada kriteria seleksi pasien. Di Indonesia, frekwensi mikrodelesi kromosom Y yang ditemukan dart 35 pria azoospermia adalah 5,7%, dari 50 pria oligozoospermia adalah 2% dan dari 50 pria OAT adalah 2%. Delesi ditemukan pada ketiga subregion. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi mikrodelesi kromosom Y pada pria astenozoospermia dan untuk mengetahui pola delesi yang mungkin timbul pada 3 subregion tersebut. Penelitian ini menggunakan metode PCR menggunakan 6 STS (sequence-tagged sites) pada 50 pria astenozoospermia, 10 pria norrnozoospermia (kontrol positif), dan 8 wanita memiliki anak (kontrol negatif). Hasil PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarose 2% untuk melihat ada tidaknya delesi yang ditunjukkan dengan ada tidaknya pita spesifik dengan ukuran tertentu. Beberapa basil PCR disekuensing untuk konfirmasi ketepatan lokus yang diamplifikasi. Hasil dan kesimpulan : Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya mikrodelesi kromosom Y pada 50 pria astenozoospermia di Indonesia.
Scope and methods of study : The rapid growth of molecular biology has determined that microdeletions of the Y chromosome represent an important cause of male infertility, and the second most frequent genetic cause of male infertility. The AZF region has 3 non overlapping subregion AZFa,AZFb, and AZFc which are required for normal spermatogenesis. Two potential AZF candidates, RBMY1 and DAZ have been implicated in testis specific RNA metabolism. In I998 Vogt et al detection of DAZ proteins in late spermatids and sperma tails. Haberrnann et al used immunology staining technic detection DAZ genes encode proteins located in human late spermatids and in sperm tails. DAZ gene deletion cause decrease the sperm mature, and impairs motility by reducing the production or transfer of respiratory energy. It make the question what deletion in the DAZ gene can we found in astenozoospermic men ?. The incidence of Y microdeletions has varied widely ; from 1% to 55% depends on the selection criteria of the patients. In Indonesian incidence of Y microdeletion is 5,7% from 35 azoospermic men, 2% from 50 oligozoospermic men and 2% from OAT men. Location of deletion was in the AZFa, AZFb and AZFc. The aim of this study is to determine the frequency and the three loci of Y chromosome microdeletions in astenozoospermic men. The study include DNA isolation from peripheral blood of 50 astenozoospermic men, 10 normozoospermic men, and 8 Indonesian women. We used PCR-based Y chromosome screening with 6 STS for microdeletions, and then continued with agarose electrophoresis. One sample from each STS was sequenced to confirm the exact loci. Result and conclusion : This study not found men containing Y microdeletion from 50 Indonesian astenozoospermic men.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T55744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library