Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purwasto Saroprayogi
"Aspergillus terreus merupakan salah satu kapang penghasil senyawa metabolit sekunder yang bersifat antibiotik. terreus UICC 317 adalah kapang yang belum banyak diteliti kemampuannya dalam menghaailkan senyawa metabolit' sekunder yang bereifat antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas penghambatan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan A, terreus UICC 317 terhadap bakteri penguji Escherichia coJi ATCC 25922, Pseudowonas aeruginosa ATCC 27853, Staphylococcus aureus ATCC 25923, serta khamir Candida albicans UICC Y-29. Fermentasi antibiotik A. terreus UICC 317 dilakukan dalam medium CDB modifikasi tanpa pengocokan. Inkubasi o dilakukan selama 10 hari pada suhu 30 C. Pengujian aktivitas antibiotik senyawa metabolit sekunder A^ terrens UICC 317 menggunakan "Cylinder Plate Assay Method". Hasil penelitian menunjukkan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan A, terreus UICC 317 mempunyai aktivitas antibiotik terhadap E^ coli, aureus, C- albicansf kecuali terhadap P- aer ug inosa. Aktivitas tersebut paling kuat terhadap C, albicans lebih kuat terhadap bakteri Bram positiT daripada bakteri Gram negatif yang diteliti."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Oktawira
"ABSTRAK
Lovastatin merupakan metabolit sekunder yang dapat dihasilkan oleh kapang dari jenis Aspergillus terreus melalui proses fermentasi. Senyawa ini telah diteliti manfaatnya sebagai obat yang dipakai dalam mengobati penyakit jantung dan pembuluh darah, terutama yang disebabkan oleh tingglnya kadar koiestero! seseorang dl dalam tubuhnya. Oleh karena semakin banyaknya permlntaan pasar akan obat ini, maka telah diupayakan beberapa teknik untuk mengisolasi dan memurnikannya.
Penelitian dilakukan untuk mengisolasi dan memumikan senyawa lovastatin dari kaldu hasil fermentasi. Optimasi proses isolasi dilakukan pada saat melakukan ekstraksi dan kristalisasi. Untuk itu dilakukan variasi-variasi pada saat melakukannya, seperti variasi jenis pelarut, waktu ekstraksi, pH, perbandingan volume pengekstrak danperbandingan campuran pelarut. Hasil penelitian yang diperoleh pada saat melakukan proses ekstraksi memperlihatkan, bahwa pada saat proses ekstraksi tahap pertama, pengekstrak yang paling baik adalah etil asetat, dengan perbandingan volume pengekstrak 1 ; 1 dan pH pada saat melakukan ekstraksi adalah 3. Proses ekstraksi tahap dua memperlihatkan bahwa dengan semakin lamanya waktu ekstraksi (2 Jam), maka jumlah lovastatin yang dapat terekstrak akan semakin banyak. Untuk proses ekstraksi tahap III pelarut yang dapat mengekstrak lovastatin sekaligus melangsungkan proses laktonisasi adalah butil asetat.
Pada proses ekstraksi tahap I dan III lovastatin dldistribusikan ke dalam fasa organik yang bersifat kurang polar, sedangkan pada proses ekstraksi tahap II lovastatin didistribusikan ke dalam fasa air yang bersifat polar. Hal ini didasarkan pada bentuk lovastatin yang dapat berubah sesuai dengan pH lingkungan. Setelah melalui proses ekstraksi, dilakukan proses kristalisasi pada senyawa lovastatin dengan menggunakan campuran pelarut (aseton - air). Hasil optimal ditunjukkan pada perbandingan aseton-air 1 : 1,5; di mana berat lovastatin pada fasa organik hasil ekstraksi yang pada mulanya 103 mg dengan kemurnian 95,9%, setelah dilakukan proses kristalisasi berat kristal lovastatin yang dihasilkan sebesar 99,2 mg dengan kemurnian 98,3%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nainggolan, Dorlina
"Ruang lingkup dan metode penelitian : Pesatnya perubahan gaya hidup di abad ini, terutama di negara berkembang, sangat berperan pada timbulnya penyakit degeneratif yang berhubungan dengan kerusakan sel akibat ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan endogen. Akhir-akhir ini banyak penelitian yang ditujukan untuk melihat aktivitas antioksidan yang bersumber dari bahan alam sebagai hepatoprotektor, seperti, Ginkgo biloba, Bauhinia rasemosa, Glycyrrhiza glabra dan Morine. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Puslit Kimia, LIPI, bahwa residu ekstrak Aspergillus terreus mempunyai aktivitas antioksidan (DPPH Scavenging effect) in vitro, dengan iCso sebesar 44 ppm. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah residu ekstrak Aspergillus terreus tersebut juga mempunyai aktivitas antioksidan in vivo seperti halnya in vitro. Untuk menilai aktivitas antioksidan in vivo tersebut, dilakukan pengukuran kadar MDA plasma dan jaringan hati, GPT plasma serta pemeriksaan histopatologis jaringan hati.
Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih galur Wistar, yang dibagi secara acak menjadi 4 .kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor. Kelompok 1 (kontrol), diberikan akuades 600 µUl00 g berat badan, kelompok 2, 3, dan 4, masing-masing diberikan Tween-80, residu ekstrak Aspergillus terreus 100 mgi kg berat badan dan 300 mg/kg berat badan, selama 3 hari berturut-turut. Karbon tetraklorida 2 mL (3,2 mg) / kg berat badan diberikan pada hari ke 3, kecuali pada kelompok I. Seluruh hewan coba diterminasi dengan cara dekapitasi pada hari ke 4, yaitu 24 jam setelah pemerian CCIL4, sebelum diterminasi tikus dipuasakan selama 17 jam. Darah diambil untuk pengukuran kadar GPT, MDA plasma. Hati diambil untuk pengukuran kadar MDA dan pemeriksaan histopatologis. Data rerata (SB) kadar GPT dan MDA dianalisis dengan uji Anova satu arah dan dilanjutkan dengan multiple comparison metode Bonferroni dengan menggunakan komputer. Data histopatologis diuji dengan Kruskal-Wallis secara manual dan dilanjutkan dengan perbandingan prosedur Dunn. Hasil : Hasil uji statistik kadar MDA dan GPT plasma pada kelompok kontrol dan E-300 berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok CC14 dan E-100.
Hasil uji statistik untuk menilai tingkat kerusakan hati secara histopatologis, kelompok kontrol dan E-300 lebih rendah secara bermakna (p<0,001) dibandingkan dengan CC14 dan E-100. Hasil uji statistik kadar MDA jaringan hati tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Bahkan kelihatannya kadar MDA jaringan hati pada kelompok kontrol dan E-300 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CCL4 dan E-100. Hai ini tidak sesuai dengan laporan penelitian yang sudah ada. Kesimpulan : Residu ekstrak Aspergillus ferreus 300 mg/kgBB sekali sehari, selama 3 hari menunjukkan aktivitas antioksidan in vivo secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok CCI4. Kadar MDA pada jaringan hati pada kelompok kontrol dan E-300 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CCL4 dan tidak sesuai dengan laporan penelitian lain, yang mengemukakan kadar MDA jaringan hati kelompok CCL4 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang diproteksi oleh antioksidan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Elva Aprilia
"Lovastatin adalah produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Aspergillus terreus dan mempunyai aktivitas sebagai inhibitor enzim hidroksi metil glutaril koenzim A (HMG-KoA) reduktase. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kadar lovastatin yang dihasilkan oleh A. terreus BSC1 isolat lokal dan A. terreus F2 hasil fusi protoplas. Fermentasi dilakukan dengan metode kultur kocok menggunakan media Albert, media Martius, media Martius dengan minyak kedelai dan minyak sawit. Analisis kaldu fermentasi menggunakan KCKT dengan fase gerak asetonitril : asam fosfat 0,1% (65:35 v/v), fase diam supercosil LC-18 dan detektor spektrofotometer UV-Vis pada  235 nm. Konsentrasi lovastatin tertinggi isolat lokal A.terreus BSC1 sebesar 1094,27 ppm diperoleh menggunakan media Martius dengan minyak kedelai, sedangkan konsentrasi lovastatin tertinggi fusan A. terreus F2 sebesar 1003 ppm diperoleh dengan menggunakan media Albert.

Lovastatin is a secondary metabolite produced by Aspergillus terreus. Lovastatin is an inhibitor of hydroxyl methyl glutaryl coenzyme A (HMG-CoA) reductase. The objective of this study were to recognize the comparition concentration between lovastatin produced by A. terreus the local isolate and A. terreus produced by protoplast fusion. Shake flask fermentation was carried out a rotary shaker using an Albert medium, a Martius medium, a Martius medium with soybean oil and palm oil. Lovastatin in fermentation broths was determined by HPLC using a Supercosil LC-18 column with an eluen comprising acetonitrile : 0,1% aqueous phosphoric acid (65:35 v/v) with the flow rate was 1,5 mL/min. The absorbtion was measured at a wavelength of 254 nm. The highest lovastatin concentration from isolate local A. terreus BSC1 was 1094,27 ppm using a Martius medium with soybean oil. The highest lovastatin concentration from fusan A. terreus F2 was 1003 ppm using an medium Albert."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S32837
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firna Indrianty Sari
"Asam lemak tak jenuh khususnya MUFA dan PUFA merupakan asam lemak esensial yang sangat penting untuk kesehatan tubuh manusia terutama untuk pencegahan penyakit kronis. Permintaan serta konsumsi MUFA dan PUFA semakin meningkat namun jumlah produksi yang selama ini berasal dari ikan kurang mencukupi untuk memenuhi permintaan tersebut. Saat ini berbagai jenis mikroorganisme telah diteliti sebagai penghasil asam lemak tak jenuh. Salah satu jenis mikroorganisme yang diketahui memiliki kandungan asam lemak tak jenuh adalah Aspergillus terreus. Kondisi kultur seperti konsentrasi glukosa pada medium dan suhu inkubasi merupakan salah satu faktor penting penentu yield lipid dan komposisi asam lemak tak jenuh untuk mendapatkan hasil yang optimum. Hasil penelitian menunjukkan perolehan komposisi MUFA dan PUFA optimum berada pada konsentrasi glukosa 9% (w/w) dan suhu inkubasi 35oC dengan perolehan MUFA sebesar 41,15% serta suhu inkubasi 20oC dengan perolehan PUFA sebesar 23,27%.
Unsaturated fatty acids which MUFA and PUFA are essential fatty acid which essential to human health especially the prevention of chronic diseases. Demand and consumption of MUFA and PUFA increased, however the amount of production that have been derived from fish were insufficient. Currently various types of microorganisms has been investigated as producer of unsaturated fatty acids. One of the microorganisms that are known contain unsaturated fatty acids is Aspergillus terreus. Culture conditions such as glucose concentration in the medium and incubation temperature are important factors to obtain optimum yield of lipid and unsaturated fatty acids composition. This result showed the optimum composition of MUFA and PUFA obtain at 9% (w/w) glucose concentration and incubation temperature at 35oC with acquisition of 41,15% MUFA and incubation temperature at 20oC with acquisition of 23,27% PUFA."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Ramadhan Aridis
"ABSTRAK
Proses penggilingan padi akan menghasilkan produk samping, salah satunya yaitu bekatul yang memiliki potensi yang sangat besar baik dari segi ekonomi maupun kesehatan tubuh jika diolah lebih lanjut, namun hingga saat ini pemanfaatan bekatul masih sangat terbatas. Bekatul mengandung kadar minyak yang cukup tinggi yaitu sekitar 10-23% yang terdiri atas 80% asam lemak tak jenuh dan 20% asam lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh umumnya diperoleh dari minyak ikan, namun minyak ikan mempunyai harga yang mahal dan berbau amis. Kandungan asam lemak tak jenuh pada bekatul dapat diperkaya dengan memanfaatkan kapang Aspergillus terreus, karena kapang tersebut dapat menghasilkan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dibanding jenis kapang Aspergillus lainnya. Penelitian ini mengkaji pengaruh variasi pH medium terhadap peningkatan kadar asam lemak tak jenuh pada minyak bekatul hasil fermentasi menggunakan kapang Aspergillus terreus. Metode fermentasi yang digunakan adalah metode fermentasi padat dengan metode ekstraksi Bligh-Dyer termodifikasi dan instrumen Gas Chromatography/Mass Spectrometry (GC-MS) digunakan untuk mengetahui komposisi dan kandungan dari asam lemak tak jenuh dalam minyak bekatul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH medium optimum untuk peningkatan kadar asam lemak tak jenuh dalam minyak bekatul dengan menggunakan Aspergillus terreus, yaitu pada pH 5 dengan kadar asam lemak tak jenuh semula 74,835% menjadi 76,719%.

ABSTRACT
The rice milling process will produce side products, one of them is rice bran which has enormous potential both in terms of economy and health if it is further processed, but until now the use of rice bran is still very limited. Rice bran contains a fairly high oil content, which is around 10-23% consisting of 80% unsaturated fatty acids and 20% saturated fatty acids. Unsaturated fatty acids are generally obtained from fish oil, but fish oil has a high price and smells fishy. The content of unsaturated fatty acids in rice bran can be enriched by using Aspergillus terreus, because these molds can produce unsaturated fatty acid higher than other types of Aspergillus. This study examines the effect of pH of the medium variations on increasing unsaturated fatty acid content in fermented rice bran oil using Aspergillus terreus. The fermentation method used is solid-state fermentation with modified Bligh-Dyer extraction method and Gas Chromatography/Mass Spectrometry (GC-MS) instrument is used to determine the composition and content of unsaturated fatty acids in bran oil. The result showed that the optimum pH of the medium for increasing the unsaturated fatty acid contents in rice bran oil using Aspergillus terreus, which is at pH 5 with the initial unsaturated fatty acid content of 74.835% to 76.719%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Swasono Adhi
"Bekatul merupakan salah satu produk sampingan sebanyak 10% dari seluruh hasil penggilingan padi. Bekatul mengandung sekitar 12-18,5% minyak bekatul yang menjadi sumber senyawa-senyawa bioaktif yang bermanfaat. Kandungan-kandungan bioaktif dan asam lemak di dalam minyak bekatul dapat dimanfaatkan pada bidang kesehatan. Peningkatan hasil rendemen minyak bekatul dapat dilakukan dengan melakukan proses fermentasi padat menggunakan kapang Aspergillus terreus. Faktor yang dapat mempengaruhi proses fermentasi bekatul diantaranya adalah rasio massa penambahan sumber nutrisi dan jenis sumber nitrogen tambahan. Penelitian ini memvariasikan rasio massa penambahan karbon dan nitrogen sebagai sumber nutrisi sebesar 25:1, 30:1, 35:1, 40:1, dan 45:1. Kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil metabolisme kapang dalam peningkatan asam lemak. Bekatul yang telah difermentasi, akan diekstraksi menggunakan metode sonikasi secara bertingkat dengan pelarut n-heksana dan etanol. Analisis kandungan yang terdapat di dalam minyak bekatul akan dilakukan dengan menggunakan instrumen Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis nitrogen tambahan yang cocok untuk sumber nutrisi Aspergillus terreus pada fermentasi padat dengan medium bekatul adalah jenis nitrogen organik (pepton) dengan rendemen minyak bekatul sebesar 10,46% dan rasio massa penambahan sumber nutrisi karbon dan nitrogen adalah rasio 45:1 dengan rendemen minyak bekatul sebesar 10,40%. Proses ekstraksi dari sampel hasil fermentasi padat bekatul dengan kapang Aspergillus terreus untuk menghasilkan minyak bekatul terbanyak adalah dengan menggunakan pelarut polar (etanol). Senyawa antioksidan yang teridentifikasi pada ekstrak minyak bekatul yaitu asam linoleat dan asam a-linolenat

Rice bran is one of the by-products, accounting for about 10% of the total rice milling yield. Rice bran contains approximately 12-18.5% rice bran oil, which serves as a source of beneficial bioactive compounds. The bioactive contents and fatty acids in rice bran oil is beneficial for health. To increase the rice bran oil yield, solid-state fermentation processes can be conducted using Aspergillus terreus. Factors affecting the rice bran fermentation process include the mass ratio of nutrient sources addition in fermentation medium and the addition of nitrogen sources. This study varied the mass ratio of carbon and nitrogen addition as a nutrient source in fermentation medium at 25:1, 30:1, 35:1, 40:1, and 45:1. Both factors can affect fungal metabolism and the increase in fatty acids during rice bran fermentation. After that, the result of rice bran fermentation process will undergo an extraction process using a multi-step sonication method with n-hexane and ethanol as solvents. The content of rice bran oil will be analyze using Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS). The results of this study indicate that the suitable type of additional nitrogen for Aspergillus terreus nutrition in solid-state fermentation with rice bran medium is organic nitrogen (peptone), yielding rice bran oil at 10,46%. The optimal mass ratio of added carbon and nitrogen nutrients is 45:1, resulting in a rice bran oil yield of 10.40%. The extraction process of rice bran oil from the solid-state fermentation sample with Aspergillus terreus is most effective using a polar solvent (ethanol). The identified antioxidant compounds in the rice bran oil extract include linoleic acid and a-linolenic acid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Ardelia Fathina
"Tokotrienol adalah anggota dari keluarga vitamin E dengan sifat neuroprotektif, antioksidan, antikanker, dan penurun kolestrol. Salah satu sumber dari senyawa tokotrienol adalah bekatul. Tokotrienol tersebut dapat diperoleh dari minyak bekatul yang merupakan salah satu minyak nabati dengan kandungan tokotrienol tertinggi. Untuk memperkaya kadar tokotrienol dalam minyak bekatul, dilakukan fermentasi pada bekatul dengan kapang Aspergillus terreus. Penelitian ini mengamati pengaruh variasi rasio pelarut metanol:kloroform:air dan fermentasi dengan kapang Aspergillus terreus saat melakukan proses ekstraksi terhadap peningkatan perolehan tokotrienol dalam minyak bekatul. Pada penelitian ini, dilakukan solid state fermentation pada bekatul sebelum minyak bekatul diekstraksi dengan metode Bligh-Dyer dan dianalisis dengan instrumen spektrofotometri UV dan GC/MS untuk mengetahui kadar tokotrienol dalam minyak bekatul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio pelarut metanol:kloroform:air terbaik untuk peningkatan perolehan tokotrienol hasil ekstraksi adalah pada rasio metanol:kloroform:air 1:1:0,9 (v/v/v), dengan peningkatan perolehan konsentrasi tokotrienol dari 2541,44 ppm menjadi  3642,79 ppm, dan proses fermentasi meningkatkan kadar tokotrienol dalam minyak bekatul dari 2541,44 ppm menjadi 3257,66 ppm. Senyawa antioksidan yang teridentifikasi pada ekstrak minyak bekatul antara lain asam n-heksadekanoat, asam benzoat, dan asam klorogenat.

Tocotrienols are members of the vitamin E family with neuroprotective, antioxidant, anticancer, and cholesterol-lowering properties. One source of tocotrienols is rice bran. Tocotrienols can be obtained from rice brain oil, which is one of the vegetable oils with the highest tocotrienol content. To enrich the levels of tocotrienols in rice brain oil, the rice bran will be fermented with the fungus Aspergillus terreus. This study observed the effect of variations in the solvent ratio of methanol:chloroform:water and fermentation by utilizing the fungus Aspergillus terreus during the process of extraction to increase the tocotrienol levels in rice bran oil. In this study, solid state fermentation will be carried out on the rice bran before the rice bran oil is extracted by using the Bligh-Dyer method and analyzed with UV spectrophotometer and GC/MS to determine the tocotrienol levels in rice bran oil. The results of this study showed how the optimum solvent ratio of methanol:chloroform:water to increase the extraction of tocotrienols was the ratio of methanol:chloroform:water 1:1:0,9 (v/v/v), with an increase in tocotrienol concentration from 2541,44 ppm to 3642,79 ppm, and how fermentation increased the tocotrienol levels in the extracted rice bran oil from 2541,44 ppm to 3257,66 ppm. The antioxidant compounds identified in rice bran oil extract include n-hexadecanoic acid, benzoic acid, and chlorogenic acid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Azzahra Karimah
"Alpinetin merupakan senyawa bioaktif flavonoid yang diketahui memiliki berbagai macam manfaat, seperti antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan dengan toksisitas sistemik yang rendah. Bekatul diketahui memiliki kandungan antioksidan (flavonoid). Bekatul adalah produk sampingan yang dihasilkan dari proses penggilingan padi. Pengayaan kandungan senyawa bioaktif dan asam lemak pada minyak bekatul dapat dilakukan dengan proses fermentasi menggunakan kapang Aspergillus terreus. Pada proses fermentasi dilakukan penambahan sumber karbon, yaitu glukosa untuk meningkatkan produktivitas asam lemak. Variasi konsentrasi glukosa dilakukan sebanyak lima variabel, yaitu 4, 6, 8, 10, dan 12 g/L. Minyak bekatul yang telah diekstraksi kemudian diuji menggunakan alat Liquid Cromatography Mass Spectrometry (LCMS) secara kualitatif. Dari penelitian ini didapatkan pada penambahan glukosa sebanyak 10 g/L dihasilkan yield lipid optimum sebesar 7,69% dan kandungan alpinetin tertinggi dihasilkan pada penambahan glukosa sebanyak 8g/L dengan persentase luas peak sebesar 27,11%.

Alpinetin is a flavonoid bioactive compound that is known to have various benefits, such as anti-inflammatory, anticancer, and antioxidant with low systemic toxicity. Rice bran is known to contain antioxidants (flavonoids). Rice bran is a by-product of the rice milling process. Enrichment of the content of bioactive compounds and fatty acids in rice bran oil can be carried out by a fermentation process using Aspergillus terreus. In the fermentation process, a carbon source, namely glucose, is added to increase the productivity of fatty acids. Variations in glucose concentration were carried out by five variables: 4, 6, 8, 10, and 12 g/L. The extracted rice bran oil then tested using a Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LCMS) qualitatively. From this research, it was found that the addition of 10 g/L glucose produced the optimum lipid yield 7,69% and the highest alpinetin content was produced with the addition of glucose as much as 8g/L with area percentage of 27,11%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>