Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Askin Harta Mulya
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan (IUP) oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dengan melakukan analisa dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009) dan peraturan lainnya yang terkait dengan analisa tersebut. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Hasil penulisan ini memberikan kesimpulan bahwa penetapan status clear and clean pada IUP telah sesuai dengan UU 4/2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara selaku wakil Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada Pemerintah Daerah yang dijalankan melalui penetapan status clear and clean tersebut. Berbeda halnya dengan penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan sertifikat clear and clean menjadi salah satu persyaratan tambahan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan. Hal ini telah menciptakan akibat hukum baru yang mana tidak tercantum dalam UU 4/2009 dan bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan sebagai akibat daripada itu persyaratan sertifikat clear and clean dalam kegiatan pertambangan menjadi batal demi hukum. Kedua penetapan status clear and clean oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memperhatikan pada asas penyelenggaraan kepentingan umum, namun dalam penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan persyaratan tambahan dalam kegiatan pertambangan, hal ini telah bertentangan dengan asas kepastian hukum dan asas kewenangan. Tesis ini menyarankan agar pembuat undang-undang menerbitkan peraturan yang memberikan payung hukum kepada penerbitan sertifikat clear and clean yang merupakan bagian dari penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan dan selanjutnya Penulis menyarankan agar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh yang meliputi pemeriksaan administratif, teknis pertambangan di lapangan, faktor lingkungan dan finansial, yang mana kegiatan ini merupakan yang dipersyaratkan dalam undang-undang.
This thesis elucidates the stipulation of the clear and clean status of the mining business license (IUP) by the Directorate General of Mineral and Coal with the consideration to the provisions of the Law No. 4 Year 2009 (Law 4/2009) concerning Mineral and Coal Mining and other regulations that are related to such law. This thesis employs normative legal as its research method, using bylaw as the approach of the analysis. This thesis concluded that the clear and clean status on the IUP has a line with the Law 4/2009 jo. Government Regulation No. 55 Year 2010 concerning the Control and Supervision of the Mineral and Coal Mining Management. In such regulation, the Directorate General of Mineral and Coal as the government representative has been granted an authorization to conduct supervision toward the Local Governement that is conducted in the way of stipulation of the clear and clean status. In contrast with the issuance of the clear and clean certificate which effecting the clear and clean certificate as one of the additional requirement to perform the mining activities. This has created new norm that is not stipulated in the Law 4/2009 and violated Article 8 paragraph 2 of the Law No. 12 concerning the Establishment of Regulations and as the concequense of the regulation, the requirement of the clear and clean certificate in the mining activities turn out to be annulled. Secondly the stipulation of the clear and clean status by the Directorate General of Mineral and Coal has included the principle of governance to the public interest, however the issuance of the clear and clean certificate and causing such certificate to be the additional requirement in the mining activities had violated the principle of legal certainty and authorization. This thesis advises that the lawmaker to issue regulations that regulate the issuance of the clear and clean certificate as part of the clear and clean process on the mining business license and moreover the Author recommends to the Directorate General Mineral and Coal as the authorized authority by the law to conduct fully examination that comprise of administrative assessment, mining technical in the field, environmental elements and financial, whereby this assessments were required by the law.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Febrientama Yubilianto
Abstrak :
Riset di Indonesia sampai saat ini masih dihadapkan pada sederet permasalahan krusial seputar kualitas, kapasitas, dan kelembagaan riset hingga membuat Indonesia hanya menduduki peringkat ke-75 dari 132 negara pada Global Innovation Index 2022. Dalam rangka memajukan iptek dan sekaligus menjawab permasalahan tersebut, telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mengatur pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, invensi, dan inovasi yang terintegrasi. Sejak awal, BRIN didesain untuk mengintegrasikan litbangjirap yang sumber dayanya tersebar dan pengelolaannya karut-marut akibat miskoordinasi, diskoneksi, dan tumpang tindih riset. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional lalu mengatur pengintegrasian litbangjirap sebagai peleburan tugas, fungsi, kewenangan, dan kelembagaan litbangjirap K/L menjadi satu atap di bawah BRIN. Dalam praktiknya, ditemukan banyak permasalahan terkait kelembagaan BRIN. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kedudukan BRIN, penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dalam pembentukan dan pengaturan kelembagaan BRIN, dan komparasi BRIN dengan UK Research and Innovation di Inggris Raya dan Agency for Science, Techology and Research di Singapura. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif melalui studi kepustakaan, analisis putusan judicial review, wawancara narasumber, dan studi komparasi antara regulasi Indonesia dengan Inggris Raya dan Singapura. Penelitian ini menemukan bahwa BRIN adalah lembaga superbody riset di Indonesia karena menjadi satu-satunya lembaga pemerintah yang secara sekaligus membuat kebijakan, mengimplementasikan, dan mengontrol jalannya riset. Asas kepentingan umum dan asas pelayanan yang baik sebagai AUPB ditemukan belum BRIN terapkan secara optimal. Komparasi BRIN dengan UKRI dan A*STAR menunjukkan adanya pengaturan dan prinsip yang dapat diadopsi, yakni Prinsip Haldane, check and balance kelembagaan riset, dan perencanaan tersistematis untuk kebijakan dan alokasi anggaran riset. Penelitian ini juga menemukan adanya krisis kepemimpinan dan politisasi riset di BRIN yang secara mendesak memerlukan perhatian khusus stakeholder terkait. ......Research in Indonesia is still faced with a series of crucial issues surrounding research quality, capacity, and institutions, making Indonesia only ranked 75th out of 132 countries in the Global Innovation Index 2022. In order to advance science and technology and at the same time answer these problems, Law Number 11 of 2019 on National System of Science and Technology was issued which regulates the establishment of the National Research and Innovation Agency (BRIN) to carry out integrated research, development, assessment, application, invention, and innovation. From the beginning, BRIN was designed to integrate R&D whose resources are scattered and whose management is chaotic due to miscoordination, disconnection, and overlapping research. Presidential Regulation Number 78 of 2021 on National Research and Innovation Agency then regulates the integration of R&D as the consolidation of tasks, functions, authorities, and institutions of R&D into one roof under BRIN. In practice, many problems were found related to the BRIN institution. Therefore, this research was conducted to analyse the position of BRIN, the application of general principles of good governance in the establishment and institutional arrangements of BRIN, and a comparison of BRIN with UK Research and Innovation in the United Kingdom and the Agency for Science, Technology and Research in Singapore. The research method used is the normative juridical method through literature study, analysis of judicial review decision, resource person interviews, and comparative studies between Indonesian regulations with the United Kingdom and Singapore. This research found that BRIN is a research superbody institution in Indonesia because it is the only government institution that simultaneously makes policy, implements, and controls research. The principle of public interest and the principle of good service were found not to be optimally applied by BRIN. A comparison of BRIN with UKRI and A*STAR shows that there are arrangements and principles that can be adopted, namely the Haldane Principle, checks and balances of research institutions, and systematic planning for research policy and budget allocation. This research also found a crisis of leadership and politicisation of research at BRIN that urgently requires special attention from relevant stakeholders.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Apriyanti
Abstrak :
Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dilakukan di daerah kerap kali  menimbulkan polemik. Permasalahan yang terkait dengan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini bisa merugikan negara hingga mencapai angka triliun rupiah. Terlebih, hal ini berkaitan dengan tindakan Badan/Pejabat Negara dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini menjadi penting untuk meninjau kembali penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam menjalankan pemerintahan guna mewujudkan good governance untuk Indonesia yang lebih maju. Dalam menyusun tulisan ini, Penulis mencari dan mengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan teori hukum dan praktik pelaksanaan yang terjadi dalam penerbitan izin tersebut. Dimana dari kasus-kasus yang diambil ditemukan adanya pelanggaran terhadap kelima Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yakni asas kepentingan umum, asas tidak menyalahgunakan wewenang, asas pelayanan yang baik, asas keterbukaan, dan asas non-diskriminasi. Sehingga dapat mengatasi kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran lain dalam praktik pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP).
The granting of mining business permits (IUP) is often creates polemics. Problems associated with the granting of mining business permits (IUP) can cause losses to the state up to trillions of rupiah. Moreover, this is related to the actions of State Agencies/Officials in running the government. This is important to review the implementation of the General Principles of Good Governance (AUPB) in running the government in order to realize good governance for a more advanced Indonesia. In compiling this paper, the author looks for and collects secondary data to re-examine the granting of Mining Business Permits (IUP) in the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 7 of 2020 against the five General Principles of Good Governance (AUPB), namely the principle of public interest, the principle of not abusing authority, the principle of good service, the principle of openness, and the principle of non-discrimination. So that it can overcome the possibility of other violations in the practice of granting Mining Business Permits (IUP).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Masdiana
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini meneliti bagaimana urgensi netralitas PNS dalam pilkada untuk mewujudkan AUPB, dan melihat bagaimana permasalahan penerapan netralitas PNS dalam beberapa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwasanya Pilkada di berbagai daerah di Indonesia beberapa waktu kebelakang masih diwarnai dengan beberapa permasalahan dan sengketa pasca pilkada dilaksanakan, hal tersebut dilatarbelakangi berbagai hal dan yang spesifik berkaitan dengan penelitian ini adalah pelanggaran terhadap netralitas PNS dalam pelaksanaan Pilkada. Pada hasil penelitian, terlihat dengan jelas bahwa netralitas PNS dalam pelaksanaan Pilkada merupakan suatu hal yang sangat penting, hal ini termaktub dengan jelas dalam berbagai aturan yang mengatur secara rinci tentang PNS, antara lain dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dimana PNS harus bebas dari pengaruh golongan maupun parpol, dan netralitas merupakan amanat yang ada didalam Asas Manajemen ASN. Selanjutnya Netralitas PNS sangat erat kaitannya dalam mewujudkan AUPB, dimana didalam UU ASN telah disebutkan bahwa PNS harus netral, dan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui AUPB, diatur bahwa PNS harus netral dan tidak boleh berpihak sehingga dengan pelaksanaan netralitas PNS dapat mewujudkan pelaksanaan AUPB. Selanjutnya mengenai pelanggaran netralitas PNS diatur sanksi hukuman sedang dan berat sebagaimana diatur dalam Disiplin PNS PP No. 53 Tahun 2010, dimana ancaman terberat PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat atas pelanggaran yang telah dilakukan. Pelanggaran netralitas PNS di daerah marak diwarnai modus, antara lain Mobilisasi PNS, Mutasi PNS, Penyalahgunaan Anggaran, serta intimidasi PNS. Pada akhirnya pasca dikeluarkannya UU ASN pengawasan netralitas ASN menjadi tugas Komisi Aparatur SIpil Negara (KASN), dengan tugas yang demikian besar, KASN masih memiliki keterbatasan dibidang kewenangan, SDM dan anggaran. Sehingga kedepannya untuk meningkatkan pengawasan netralitas PNS diperlukan penguatan KASN dari berbagai aspek tersebut, kemudian perlu diadakannya sosialiasi secara komprehensif kepada PNS di seluruh daerah untuk melakukan prevensi terhadap berbagai pelanggaran netralitas PNS, dan terakhir perlu kiranya memanfaatkan teknologi informasi untuk membuka pengawasan masyarakat terhadap PNS melalui pengaduan langsung dengan sistem informasi, sehingga dapat mewujudkan pengawasan netralitas PNS secara efektif.
ABSTRACT
This research examines how urgency of civil servant neutrality in elections to realize AUPB, and to see how the problem of civil servant neutrality implementation in some implementation of Election of Regional Head (Pilkada). Based on the results of the research, it appears that elections in various regions in Indonesia some time back are still colored by several problems and post election disputes implemented, it is motivated by various things and specific related to this research is a violation of the neutrality of civil servants in the implementation of elections. In the research results, it is clear that the neutrality of civil servants in the implementation of Pilkada is a very important thing, it is clearly stated in the various rules that regulate in detail about civil servants, among others, in Law no. 5 Year 2014 on ASN where civil servants should be free from the influence of groups and political parties, and neutrality is a mandate that exists within the ASN Management Principles. Furthermore, the neutrality of civil servants is closely related to the realization of AUPB, where in the ASN Act has been mentioned that the civil servants should be neutral, and to realize good governance through AUPB, regulated that the civil servants should be neutral and should not take sides so with the implementation of the neutrality of civil servants can realize the implementation of AUPB . Furthermore, regarding the violation of the neutrality of civil servants are sanctioned by medium and heavy punishment as stipulated in the Civil Government Regulation PP. 53 of 2010, where the heaviest threat of civil servants may be dismissed with disrespect for the offenses committed. Violations of the neutrality of civil servants in rampant areas are colored by modes, including Mobilization of Civil Servants, Mutation of Civil Servants, Budget Abuse, and civil servants intimidation. In the end, after the issuance of ASN Law, the control of ASN neutrality becomes the task of the State Apparatus Force (KASN), with such a large task, KASN still has limited authority, human resources and budget. So in the future to improve the supervision of the neutrality of civil servants is needed strengthening KASN from various aspects, then need comprehensive socialization to civil servants across the region to prevent the prevention of various violations of the neutrality of civil servants, and lastly need to use information technology to open the public surveillance of civil servants through a complaint directly with the information system, so as to realize the supervision of the neutrality of civil servants effectively.
2017
T49042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cenggana, Evan Dewangga
Abstrak :
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Sudah sepatutnya negara memberikan perlindungan kepada Notaris yang telah menjalankan jabatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Salah satu perlindungan yang dimaksud yaitu mengenai pembinaan Notaris yang dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Adapun yang menjadi permasalahan dari penulisan ini adalah mengenai kedudukan hukum Majelis Kehormatan Notaris terkait dengan kewenangan mengadili dari Pengadilan Tata Usaha Negara dalam peraturan perundang-undangan di Indonoesia; serta penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam persetujuan pemeriksaan Notaris oleh Majelis Kehormatan Notaris berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Nomor 119/B/2019/PT.TUN-MDN. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan metode pengolahan data kualitatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa MKN termasuk Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang apabila surat keputusannya digugat menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. MKN dituntut untuk mematuhi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam menjalankan tugasnya terutama dalam memberikan persetujuan atas permohonan pemeriksaan Notaris. Saran dari penelitian ini yaitu MKN Pusat seharusnya merangkum asas-asas yang termasuk dalam AUPB dan memberi pelatihan secara berkala kepada setiap anggota MKN Wilayah mengenai pentingnya AUPB dalam pemberian jawaban. ......Notary is a public official who has the authority to make authentic deeds and other powers as referred to in the Law of Notary (UUJN). It is appropriate for the state to provide protection to Notary who has carried out their positions in accordance with the laws and regulations. One of the protections referred to is the development of Notary which in Article 66 paragraph (1) UUJN is implemented by the Notary Honour Assembly (MKN). As for the problem of this writing are concerning the legal standing of the Notary Honour Assembly related to the judicial authority of the State Administrative Court in the laws and regulations in Indonesia and the implementation of General Principles of Good Governance in the approval of the Notary's examination by the Notary Honour Assembly based on the Decision of the Medan Administrative High Court Number 119/B/2019/PT.TUN-MDN. The research method used is normative juridical. Collecting data using literature study with qualitative data processing methods. Thus, it can be concluded that MKN is a State Administration Agency / Officer whose decision if being sued will be the authority of State Administrative Court. MKN is required to comply with the General Principles of Good Governance in carrying out its duties, especially in providing an answer to the request for examination of a Notary. The suggestion from this research is that the Central MKN should summarize the principles included in the AUPB and provide regular training to every member of the Disctrict MKN regarding the importance of AUPB in providing answers.
2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ahmad Iskandar
Abstrak :
Pengelolaan kawasan khusus di Indonesia, terutama pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dapat dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Pemerintah menetapkan Kepala Daerah sebagai Ex-Officio Kepala Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Kota Batam. Penetapan ini dimaksudkan agar dualisme kewenangan pemerintahan di Kota Batam dapat teratasi. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui tentang legalitas penetapan kepada daerah sebagai Ex-Officio dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan pemerintahan dari segi good corporate governance dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. ......The management of special areas in Indonesia, especially in the Free Trade Zone and Free Port, can be managed by the Central Government and Regional Governments. In implementing the Free Trade Zone and Free Port, the government appointed the Head of the Ex-Officio Region as the Head of the Free Trade and Free Port area in Batam City. This stipulation is intended so that the dualism of governmental authority in Batam City can be resolved. This study tries to find out about the legality of designating a region as an Ex-Officio and its influence on the implementation of government in terms of good corporate governance and good governance.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonavacio Diaz Kevin
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari asas-asas umum pemerintahan yang baik di dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, sebagai mana diatur didalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden ini menjadi cerminan terlaksananya Asas-Asas umum pemerintahan yang baik seperti Keterbukaan dan Transparansi. Sebagaimana di implementasikan di semua pengaadaan barang dan jasa pemerintah, termasuk didalamnya pengadaan Alat Umum Sistem Senjata untuk TNI AD di Kementerian Pertahanan. Pengadaan Alat Umum Sistem Senjata dilakukan secara tertutup dan auditnya pun dilakukan secara internal oleh Inspektorat Jendral di Kementerian Pertahanan. Rumusan permasalahan penelitian ini, Bagaimanakah Asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam pengadaan Alat Umum Sistem Senjata Untuk TNI AD di Kementerian Pertahanan sebagaimana diatur didalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2014 tentang pengadaan barang/Jasa di Lingkungan MABES TNI, dan Pengawasan Eksternal dari Lembaga Kebijakan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Pengadaan ALUTSISTA. Tujuannya adalah Menganalisis asas-asas umum pemerintahan yang baik yang diterapkan didalam mekanisme pengadaan Alat Umum Sistem Senjata dan Menganalisis pengawasan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terhadap pengadaan barang dan jasa khususnya dibidang ALUTSISTA. Metodologi yang digunakan adalah studi normatif dengan model deskriptif analitis. Hasil yang diperoleh adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik sudah diterapkan didalam pengadaannya, namun masih belum sempurna karena tidak adanya keterbukaan dan transparansi, begitupun juga pengawasan LKPP yang masih terasa sebagai pengawasan semu karena tidak semua alutsista bisa diawasinya.
This research departs from the general principle of good governance that were statute by Presidential Decree number 54 2010 concerning directive on Procurement of Government good and services. This Presidential Decree are the guidelines of good governance that were implemented on every government procurement, including Indonesian Army armament procurement that dealt by Ministry of Defense, where it was held in disclose and secretive manner including its auditing were held by Ministry of Defense Inspectorate General, because of its reclusiveness, its lack of transparency therefore many armament procurements went sideways. the problem on this research are what general principle of good governance that were apparent on Indonesian Army armament procurement and how was the supervision of LKPP at Indonesian Army armament procurement. The purpose of this research is to find a clear and complete picture on both the mechanism of the armament procurement itself and analyzing LKPP supervision. Methodology that were used on this research are normative research and descriptive analysis. The results for this research is that there was already some general principle of good governance that were apparent on the Indonesian Army armament procurement but not perfect because it still lacks of transparency but it should be understandable because of the secretive manner of the armament details. Also LKPP supervision that were feel like a pseudo supervision because Ministry of Defense limits the armament procurement that LKPP could supervise.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Prasetyo Makarim
Abstrak :
Peraturan mengenai kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak dan objek yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai diatur di dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Pelaksanaan dan tata cara pemungutan Pajak Pertambahan Nilai diatur di dalam Undang-undang 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Di dalam UU No. 28 tahun 2007 tersebut diatur pula pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dan juga sanksi apabila seorang Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya. Namun, masalah kemudian timbul terkait kapan kewajiban perpajakan dari Pengusaha Kena Pajak itu timbul. Tidak ada pengaturan lebih lanjut dalam UU No. 28 tahun 2007 dan justru dalam UU No. 28 tahun 2007 terdapat pengaturan yang berimplikasi paradoks terhadap UU No. 42 Tahun 2009 terkait dengan kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu dengan penelitian yang bersifat yuridis normatif maka tulisan ini akan menganalisis peran Wajib Pajak serta Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana terjadi dalam kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XIV/2016. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa masih terdapat kekosongan hukum terkait pengaturan kewajiban perpajakan Pengusaha Kena Pajak. ......The regulations governing Value-Added Tax is Law No. 42 of 2009 on Value- Added Tax. The implementation of the Value-Added Tax is regulated in Law No. 28 of 2007 on General Provision and Taxation Procedure. Law No. 28 of 2007 regulates how to appoint someone to be a Taxable Entrepreneur/Enterprise. Nonetheless, problems then arise related to when is the tax obligation begins. No regulations regulate those things, and paradoxical interpretations arise between Law No. 42 of 2009 and Law No. 28 of 2007 related to Taxable Entrepreneur Obligations. Therefore, using Normative and Juridical methods in this study will try to conclude and analyze the taxpayers and the IRS’ role in conducting the Value- Added Tax activities based on the Constitutional Court’s Verdict No.13/PUU- XIV/2016. Build upon the case mentioned before; it concluded that there is still a legal uncertainty regarding the regulation that governs when the Taxable Entrepreneur’s tax obligations begin.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library