Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kelly Manthovani
"Jual beli tanah di Indonesia seharusnya tidak dilakukan dengan hanya berdasarkan bukti pembayaran berupa kwitasi, melainkan harus dilakukan dengan prinsip dan tata cara jual beli tanah yang berlaku. Jual beli tanah dalam hukum pertanahan nasional mengacu pada asas terang, tunai dan riil. Terang artinya dibuat di hadapan Pejabat yang berwenang. Namun, tak jarang ditemukan di dalam kehidupan bermasyarakat, jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertipikat sekalipun dilakukan dengan hanya membuat secarik kertas tanda terima / kwitansi yang dibuat di bawah tangan tidak di hadapan Pejabat. Beberapa contoh jual beli hanya berdasarkan kwitansi terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 964 PK/Pdt/2018 tertanggal 16 Januari 2019, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2538 K/Pdt/2020 tertanggal 20 Oktober 2020, Putusan Mahkamah Agung No. 312 K/Pdt/2017 tanggal 24 Mei 2017, Putusan Mahkamah Agung RI No. 755 K/Pdt/2022 tertanggal 28 Maret 2022, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2433 K/Pdt/2017 tertanggal 5 Maret 2018, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2354 K/Pdt/2018 tertanggal 22 November 2018. Penelitian akan menganalisis jual beli hanya berdasarkan kwitansi ditinjau dari peraturan perundang-undangan dan pertimbangan-pertimbangan hukum dalam Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI tersebut di atas. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dari buku-buku dan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian, syarat keabsahan jual beli tanah di Indonesia masih terdapat perbedaan penilaian oleh Majelis Hakim yaitu terdapat putusan yang menyatakan jual beli berdasarkan kwitansi saja sah, dan ada yang menyatakan jual beli berdasarkan kwitansi saja tidak memenuhi syarat formil jual beli tanah, sehingga jual beli tidak sah

Sale and purchase of land in Indonesia should not be carried out solely on the basis of proof of payment in the form of a receipt, but must be carried out according to the principles and procedures for buying and selling land that apply. The sale and purchase of land in the national land law refers to the principle of clear and cash. Clear means made before an authorized official. However, it is not uncommon to find in social life, the sale and purchase of land even that land has been certified is carried out by simply making a piece of receipt / receipt made privately containing information that payment has been received for the purchase of a plot of land. Several example of buying and selling based only on receipts are contained in Decision of Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 964 PK/Pdt/2018 dated 16 Januari 2019, No. 2538 K/Pdt/2020 dated 20 Oktober 2020, No. 312 K/Pdt/2017 dated 24 Mei 2017, No. 755 K/Pdt/2022 dated 28 Maret 2022, No. 2433 K/Pdt/2017 dated 5 Maret 2018, and No. 2354 K/Pdt/2018 dated 22 November 2018. This research method uses normative juridical research methods using secondary data from books and statutory regulations. Based on the research results, there are still differences in the requirements by the judges for the validity of land sales and purchases in Indonesia, namely that there are decisions that state that sales and purchases based on receipts only are valid, and there are those that state that sales and purchases based on receipts do not meet the formal requirements for land sales and purchases, so the sale and purchase invalid."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Maudira Olanda
"Jual beli tanah di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam pelaksanaannya, jual beli hak atas tanah haruslah berdasarkan hukum adat, dimana asas terang dan tunai haruslah dipenuhi. Asas terang berarti, perbuatan jual beli harus dilakukan di hadapan pihak yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan asas tunai berarti peralihan hak atas tanah dilakukan secara tunai dan bersamaan. Penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran pemindahbukuan ditemukan di dalam praktik jual beli tanah. Jual beli tanah dengan bilyet giro diperbolehkan untuk dilakukan namun perlu untuk diperhatikan karena cara pembayarannya melalui pemindahbukuan dari rekening milik pembeli ke penjual. Pada kasus di dalam Putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor 245/Pid.B/2019, terjadi sebuah penipuan di dalam jual beli tanah menggunakan bilyet giro bilyet giro kosong. Dalam kasus ini, asas tunai tidak terpenuhi. Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan jual beli tanah menggunakan bilyet giro kosong sebagai alat pembayaran apabila dikaitkan dengan asas terang dan tunai, dan peran PPAT mencegah terjadinya jual beli tanah dengan bilyet giro kosong dikaitkan dengan asas terang dan tunai. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris, yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jual beli tanah yang pembayarannya menggunakan bilyet giro kosong dan belum dibayarkan sama sekali, padahal hak atas tanahnya sudah berpindah tidaklah sah, karena melanggar asas tunai. Kemudian peran dari PPAT untuk mencegah penggunaan bilyet giro kosong dalam jual beli tanah dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, dan apabila ditemukan pembayaran dengan bilyet giro yang belum dilakukan dapat menyarankan untuk membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terlebih dahulu.

The sale and purchase of land in Indonesia is regulated in Indonesian Basic Regulation Law (Undang-Undang Pokok Agraria). In its implementation, the sale and purchase of land rights must be based on customary law, where the principle of publicly and cash must be fulfilled. The publicly principle means that buying and selling must be carried out before the authorized party, namely the Acreedited Land Deed Officer (Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT), and the cash principle means that the transfer of land rights is carried out in cash and simultaneously. The use of bilyet giro as a payment instrument with book entry is found in the practice of buying and selling land. Buying and selling land using a bilyet giro is allowed to be carried out, but it is necessary to pay attention to it because the method of payment is through book-entry from the buyer's account to the seller. In the case of Decision of Lumajang District Court Number 245/Pid.B/2019, there was a fraud in the sale and purchase of land using an empty balanced bilyet giro. In this case, the cash principle is not fulfilled. The problems analyzed in this study are regarding the legitimacy of buying and selling land using an empty balanced bilyet giro as a means of payment when it is associated with the principle of publicly and cash, and the role of PPAT in preventing the sale and purchase of land with an empty balanced bilyet giro associated with the principle of publicly and cash. This study uses a normative juridical method with an explanatory typology, which uses a statutory and case approach. The results of this study indicate that the sale and purchase of land whose payment is using an empty balanced bilyet giro and has not been paid at all, even though the rights to the land have been transferred are not valid, because they violate the cash principle. Then the role of the PPAT to prevent the use of empty balanced bilyet giro in the sale and purchase of land can be done by applying the precautionary principle, and if it is found that payments with bilyet giro have not been made, they can suggest making Sale and Purchase Binding Agreement (Perjanjian Pendahuluan Jual Beli/PPJB) first."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Jayaputeri
"Saksi menurut Pasal 164 HIR semestinya melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum. Namun dalam kenyataannya, saksi yang tidak melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum dapat memberikan kesaksian di hadapan pengadilan dan diterima kesaksiannya oleh majelis hakim. Dalam kenyataannya, saksi yang tidak mengalami, melihat, mendengar secara langsung dalam putusan a quo dibenarkan sebagai alat bukti saksi yang meyakini hakim bahwa transaksi jual beli tanah telah dilakukan hingga menimbulkan pertanyaan tentang pemenuhan asas terang dan tunai sebagai persyaratan jual beli tanah. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian dilakukan dengan mengkaji kedudukan saksi perkara jual beli tanah untuk mengetahui hak dan kewajiban saksi serta menganalisa fungsi saksi guna memenuhi asas terang dan tunai dalam jual beli tanah, serta mengapa hakim perkara a quo tidak mempertimbangkan menghadirkan saksi instrumenter dalam proses pembuktian. Hasil penelitian menghasilkan bahwa kedudukan Saksi TY dalam proses pembuktian jual beli tanah perkara a quo adalah permulaan pembuktian saja. Saksi TY dalam kapasitasnya memberi kesaksian memiliki hak dan kewajiban sebagai saksi. Diketahui juga bahwa belum ada ketentuan mengenai unsur yang harus dicapai asas terang dan tunai dalam jual beli tanah sesuai hukum tanah nasional. Namun, dapat diketahui bahwa sekurang-kurangnya sifat kontan/terang dalam hukum adat mengandung pengertian bahwa suatu perbuatan itu nyata, suatu perbuatan itu simbolis, suatu perbuatan itu telah selesai seketika itu juga. Dalam kasus a quo, AJB 45/2021 dibuat di hadapan notaris/PPAT HH, S.H. telah memenuhi unsur kontan, di mana perbuatannya nyata dilaksanakan di hadapan pejabat umum. Asas tunai yang diformulasikan dari prinsip konkret atau visual tidak terpenuhi dalam perkara a quo karena hubungan jual beli tidak dapat dianggap terjadi karena tidak ada ikatan yang dapat dilihat atau alat bukti tertulisnya, walaupun ada saksi YT yang menyatakan bahwa dirinya hanya mengantarkan sekretaris Tn. JK ke notaris dengan membawa uang Rp700.000.000,- untuk penyerahan uang tanpa alasan-alasan lebih lanjut. Majelis hakim gagal untuk mengidentifikasi bahwa terdapat saksi akta dalam AJB 45/2015 yang seharusnya menyaksikan pembuatan AJB 45/2015 yang menyatakan kepada siapa uang tersebut diserahkan.

Witnesses according to Article 164 HIR should see, hear and experience a legal event themselves. However, in reality, witnesses who have not seen, heard or experienced a legal event themselves can testify before the court and have their testimony accepted by the panel of judges. In reality, witnesses who have not experienced, seen or heard directly in the said case are justified as evidence for witnesses who believe the judge that a land sale and purchase transaction has been carried out, raising questions about the fulfillment of the principle of light and cash. as a condition of buying and selling land. By using doctrinal research methods, research is conducted by examining the position of the witness in a land sale and purchase case is to find out the rights and obligations of the witness and to analyze the function of the witness in order to fulfill the principles of light and cash in land buying and selling, and in this case why the judge in the said case did not consider presenting an instrumental witness in the evidentiary process. The results of the research show that the position of Witness TY in the process of proving the sale and purchase of land in the a quo case is just the beginning of proof. Witness TY in his capacity to testify has rights and obligations as a witness. It is also known that there are no provisions regarding the elements that must be achieved when applying the clear and cash principles in a land sale and purchase in accordance with national land law. However, it can be seen that at least the direct/bright character in customary law implies that an action is real, an action is symbolic, an action is completed instantly. In the a quo case, AJB 45/2021 was made before a notary/PPAT HH, S.H. has fulfilled the cash element, in which the actual action was carried out before a public official. The principle of cash, which was formulated from concrete or visual principles, was not fulfilled in the a quo case because the sale and purchase relationship could not be assumed to have taken place because there were no visible ties or written evidence, even though there was witness YT who stated that he only accompanied Mr. JK to the notary with Rp. 700,000,000 to hand-over the money without further reasons. The panel of judges failed to identify that there were deed witnesses in AJB 45/2015 who should have witnessed the making of AJB 45/2015 which stated to whom the money was handed over."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library