Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiman Mador M. O. S.
Abstrak :
UU No.13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah memberikan kewenangan untuk melakukan monopoli di sektor angkutan kereta api kepada suatu badan penyelenggara. PT KA dalam hal ini merupakan satu-satunya badan penyelenggara yang didirikan untuk dapat menjalankan kewenangan badan penyelenggara tersebut. Sebagai satu-satunya operator kereta api di Indonesia, PT KA memiliki keunggulan ekonomis, yaitu posisi monopoli terhadap penyediaan jasa angkutan kereta api tersebut, dibandingkan dengan badan usaha lain yang mempergunakan jasa angkutan kereta api tersebut. Dengan kondisi yang tidak seimbang tersebut, badan usaha lainnya yang memilih kereta api sebagai satu-satunya altematif yang paling tepat untuk tujuan pengangkutan, tetap mengadakan hubungan perjanjian dengan PT KA tersebut. Kondisi yang tidak seimbang dalam penutupan perjanjian tersebut melahirkan klausula-klausula yang memberatkan bagi pengguna jasa angkutan dan tidak sesuai dengan kepatutan. Suatu kondisi tidak adanya keseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur, adalah tidak sesuai dengan falsafah Pancasila. KUHPER, yang menganut asas kebebasan berkontrak, dengan ketiadaan keseimbangan kondisi ekonomis pada waktu penutupan perjanjian tidaldah rnembuat perjanjian tersebut menjadi langsung tidak sah dan tidak mengikat, akan tetapi dengan adanya akibat pelaksanaan prestasi yang berat sebelah dan tidak sesuai kepatutan oleh pengguna jasa angkutan kereta api tersebut, membuat perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Berdasarkan praktek yurisprudensi di Indonesia, hakim dapat saja mencari perjanjian yang dimintakan pembatalannya tersebut, dengan membatalkan klausula yang tidak sesuai dengan kepatutan tersebut dan mengubahnya sesuai rasa keadilan hakim yang paling baik (ex aqua et bona) ataupun membatalkan perjanjian tersebut secara keseluruhan.
Law number 13 year of 1992 concerning on Railway provides monopoly authority to a certain coordinator institution in the rail transportation sector. In this case, Railway State-Owned Company (PT KA) is the only institution established in order to maintain the authority. As the only railway operator in Indonesia, PT KA has economical benefit, the monopoly position in providing the railway transportation service, compared to other business entities which also use the railway transportation service. Due to the imbalance position, those business entities, which choose the railway as the only perfect alternative for their transportations, still maintain/is still entitled to maintain their contract with PTKA. The imbalance position in closing the contract has raised severe clauses for the user of the railway transportation, and these are unfair. A condition in which imbalance implementation of the contract's right and obligation exists does not meet the Philosophy of Pancasila. According to the Codification of Civil Law (KUHPER), which consists of the Principle of the Freedom of Contract, the imbalance of economic condition in closing the contract does not make the contract become illegal and invalid, but as the result of the existence of the imbalance in obligation implementation as well as the unfairness raised by the railway transportation user has caused the contract to be terminated by the Judges as long as there is a request to do so. In accordance with the Indonesia Jurisprudence, a Judge could interfere the agreement which has been made by the parties by terminating the unfair clauses and amending them based on the Judge's fairest value (ex aquo et bono), or even completely terminating the contract.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Imanuel Bureni
Abstrak :
Perjanjian kredit bank merupakan media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana surplus of funds dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana lack of funds. Perjanjian kredit bank membentuk perikatan diantara para pihak dalam hubungan yang saling membutuhkan dimana masing-masing pihak berkehendak memperoleh manfaat/ keuntungan dari perikatan tersebut. Karena itu dalam perjanjian kredit bank harus ada keseimbangan kepentingan para pihak baik pada tataran pembuatan perjanjian kredit bank maupun pada tataran pemenuhannya yang dimuat sebagai klausula perjanjian. Kenyataannya, seringkali ditemukan tidak terdapatnya keseimbangan pengaturan kepentingan para pihak diantaranya terdapat klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank yang disinyalir sebagai klausula eksonerasi karena dengan pencantuman klausula tersebut maka pihak bank dapat secara sewenang-wenang mengubah bunga kredit dan juga sebagai benteng bagi pihak bank menghindari pertanggungjawaban hukum. Dalam hal ini masyarakat pencari keadilan mengharapkan hakim dapat memberi keadilan melalui pemulihan keseimbangan kepentingan dalam perjanjian kredit bank tersebut. Pokok permasalahan penelitian ini adalah : apakah pencantuman klausula Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank dalam perjanjian kredit bank melanggar asas keseimbangan dan apakah hakim dapat mengintervensi suatu perjanjian kredit yang disepakati para pihak ? Selanjutnya dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, peneliti menganalisis pengaruh pencantuman klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank? terhadap keseimbangan perjanjian kredit bank dan menganalisis kewenangan hakim dalam mengintervensi suatu perjanjian kredit yang disepakati para pihak sekaligus memberikan rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencantuman klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank? tanpa memuat klausula yang menjamin dilakukannya negosiasi ulang mengenai perubahan bunga kredit bank adalah melanggar asas keseimbangan dan karena itu hakim karena jabatannya (ex officio) maupun karena amanat undang-undang berwenang mengintervensi perjanjian kredit bank tersebut untuk memulihkan keseimbangannya. Atas terdapatnya kelemahan / kekosongan hukum positif mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan dengan itikad baik dan juga mengenai pengaturan peranan hakim dalam memulihkan keseimbangan perjanjian kredit bank, maka direkomendasikan agar dilakukan revisi KUHPerdata dan/atau revisi atas regulasi undang-undang terkait. ......The bank credit agreement is a medium or an intermediary of the parties in the involvement of the parties that have surplus of funds with the parties having lack of funds and needing funds. The bank credit agreement establishes the bond among the parties in a relationship which mutually needs each other where each party wishes to obtain advantages/benefits from the bond. Therefore, in the bank credit agreement there has to be a balance of interests of the parties both in the phase of the drawing of the bank credit agreement and in the phase of its fulfillment set forth as one of the clauses of the agreement. In reality, the imbalance of the parties interest arrangement is often discovered, which among others there is a clause of Bank Interest Determined and Calculated by the Bank pointed out as an exoneration clause because by putting the clause the bank can arbitrarily change the credit interest and also as the shield for the bank to avoid legal liability. In this case, the society seeking for justice expect the judge can provide it through the restoration of interest balance in the bank credit agreement. The main problems of the research are: does the writing of the clause Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? in the bank credit agreement violate the balance principle And can a judge intervene a credit agreement approved by all parties? Furthermore, by using the descriptive analysis research method, the researcher analyzes the influence of the writing of the clause Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? to the balance of the bank credit agreement and analyzes the authority of a judge in intervening a credit agreement approved by all parties and in providing recommendations. The research result shows that the writing of the clause ?Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? without setting forth the clause which guarantees a renegotiation to be done on the change of the bank credit interests violates the balance principle, and therefore a judge because of his/her position (ex officio) and because of the mandate of the laws has the authority to intervene the bank credit agreement to restore its balance. As there are some weaknesses/positive law disparities on the arrangement of the credit agreement implementation done with good faith and also on the arrangement of the judges roles in the restoration of the bank credit agreement balance, it is recommended that the revision of Civil Code and/or the revision on the relevant laws should be done.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristian Dwi Sancoko
Abstrak :
Power Purchase Agreement ldquo;PPA rdquo; yaitu perjanjian jual beli dengan klausul baku dimana calon penjual diwajibkan untuk mematuhi isi PPA dan tidak ada tawar menawar terhadap ketentuan isi pasal yang tercantum dalam PPA. Standar baku PPA ini yang akan ditelaah lebih lanjut apakah merugikan salah satu pihak karena kedudukan pihak yang satu lebih kuat daripada kedudukan pihak yang lainnya dan sebagainya. Para pihak dalam PPA yaitu PLN sebagai pembeli listrik dan IPP sebagai penjual listrik. Tesis ini membahas asas keseimbangan dalam Power Purchase Agreement PPA dengan memfokuskan analisis kepada pelaksanaan asas keseimbangan hak dan kewajiban antara PT. Perusahaan Listrik Negara Persero dengan Independent Power Producer dalam Perjanjian Jual Beli Listrik. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Berdadasarkan hasil penelitian pengaturan klausula baku Power Purchase Agreement belum memenuhi asas keseimbangan karena IPP harus menanggung resiko dalam tahap Financing period, Mobilization period. Construction period dan operation and maintenance period. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu adanya penerapan terhadap Peraturan Menteri dan Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2017 tentang tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli agar kedudukan PLN dan IPP sama kuat. ...... Power Purchase Agreement PPA is a sale and purchase agreement with a standard clause whereby the prospective seller is required to comply with the content of PPA and there is no bargaining against the terms of the contents of the article contained in the PPA. This raw standard of PPA which will be further examined whether harming one party because one party 39 s position is stronger than the position of the other party and so on. The parties in PPA are PLN as the buyer of electricity and IPP as electricity seller. The focus of this thesis discusses the balance of rights and obligations reflected in power purchase agreement with focus on the implementation of balance principle rights and obligations between PT. Perusahaan Listrik Negara Persero with Independent Power Producer in the power purchase agreement. This research is use normative juridical research methods. Based on the result of the research, the clause of Power Purchase Agreement has not fulfilled the balance principle because the IPP must bear the risk in the stage of Financing period, Mobilization period, Construction period and operation and maintenance period. The results of the research suggest that the application of the Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia No. 10 of 2017 on the Principles in the Power Purchase Agreement so that position of PLN and IPP is equal.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Srimenganti
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai peran notaris selaku pejabat umum yang mempunyai kedudukan mandiri dan tidak berpihak baik kepada kreditur maupun debitur sehingga dapat berperan mewujudkan keseimbangan antara kepentingan kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit. Peran notaris dalam menjalankan ketentuanketentuan secara konsisten mengakibatkan terlaksananya tindakan kehati-hatian bagi dirinya sendiri sebagai pejabat umum. Dalam perjanjian kredit perbankan kehatihatian notaris dalam menyerap maksud dan tujuan para penghadap, penyusunan dan penulisan isi akta menjadi sangat penting. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat explanatoris. Alat pengumpulan data penelitian ini adalah studi kepustakaan dan didukung dengan melakukan wawancara, sehingga akan didapat data yang komprehesif untuk melakukan perubahan dan penyesuaian yang dapat dilakukan dalam pelaksanaanya. Hasil penelitian menyarankan agar ketentuan khusus tentang perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian kredit dapat diundang-undangkan sebagai pedoman perjanjian kredit bank bagi masyarakat Indonesia. ......This thesis deals with the role of the notary as a public official, who has the status of an independent and impartial to both creditors and debtors alike, so they may contribute to the realization of a balance between the interest of creditors and debtors in a loan agreement. The role of notaries in carrying out the provisions consistently brings the implementation of precautionary measures for themselves as public official. The bank loan agreement of prudence notary in absorbing the intent and purpose of the clients, deed preparation and writing of the content becomes very important. This study used a normative method and explanatory. Obtainment of data through the study of literature and supported by conducting interviews, as to acquire comprehensive data to make changes and adjustments that may be carried out in its implementations. It was found that specific provisions of legislation governing loan agreement might be invited and legislated as a guide to bank loan agreements for the Indonesian people.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28869
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Arfan Purnama
Abstrak :
Penggunaan Klausula Baku dalam kehidupan sehari - hari sangat marak dan karenanya dapat dengan sangat mudah ditemukan. Kecenderungan masyarakat, dalam hal ini kelompok konsumen, untuk mempersepsikan bahwa klausula baku tersebut sebagai sesuatu hal yang wajar dan tanpa masalah, adalah fenomena yang dapat penulis simpulkan selama proses penelitian ini berlangsung. Dilain sisi, penulis juga melihat adanya kegiatan ataupun upaya yang disengaja dan tanpa ragu dari pihak pelaku usaha untuk terus menerus menggunakan klausula baku ini, meskipun secara hukum hal tersebut tidak dibenarkan. Ketegasan larangan penggunaan klausula baku ini dalam Undang - Undang Perlindungan Konsumen, seakan tidak berarti, terutama sekali apabila penggunaaan klausula baku tersebut di legitimasi dengan menggunakan asas kebebasan berkontrak sebagai suatu asas fundamental yang melandasi keterikatan para pihak dalam setiap kegiatan berkontrak yang dilakukannya. Untuk itulah penulis mengangkat kembali pokok - pokok materi yang terkait dengan asas kebebasan berkontrak ini disertai dengan tinjauan kesejarahan yang melingkupinya, dengan tujuan agar masyarakat kembali memahami bahwa penggunaan klausula baku dengan mendasarkan legitimasinya pada asas kebebasan berkontrak adalah tidak benar, dan berdasarkan kenyataan sejarah legitimasi yang sedemkian itu telah lama sekali ditinggalkan oleh bangsa - bangsa lain yang notabene adalah bangsa - bangsa pencetus atau setidak - tidaknya diakui sebagai pencetus asas kebebasan berkontrak ini bagi masyarakat dunia pada umumnya. Asas kebebasan berkontrak, selanjutnya digantikan atau setidak - tidaknya diimbangi dengan landasan legitimasi yang lain lagi yaitu asas keseimbangan dalam perjanjian. Melalui penerapan asas keseimbangan ini, penulis mengharapkan agar masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan klausula baku tersebut benar - benar tidak memliki basis legitimasi apapun baik berdasarkan hukum positif maupun lebih jauh lagi berdasarkan asas - asas yang melandasi hukum positif itu sendiri.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30538
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanne Eureka
Abstrak :
Skripsi ini membahas bagaimana keberlakuan asas proporsionalitas di dalam perjanjian, dalam hal ini adalah Processing Agreement, sebagai salah satu bentuk perjanjian yang berlaku di bidang pengusahaan gas bumi. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode kepustakaan dan wawancara dengan seorang narasumber. Dalam keberlakuannya, asas proporsionalitas sering disamakan artinya dengan asas keseimbangan, padahal keduanya memiliki pemaknaaan yang berbeda satu dengan yang lainnya, di mana asas keseimbangan lebih menekankan pada tujuan akhirnya, yaitu untuk mencapai posisi yang sama antara para pihak, sedangkan asas proporsionalitas lebih menekankan pada proses hingga terciptanya hak dan kewajiban dari para pihak di dalam perjanjian. Selain itu skripsi ini juga membahas apakah Processing Agreement telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian menurut Hukum Perjanjian yang berlaku di Indonesia dan Amerika. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Processing Agreement telah memenuhi syarat sahnya perjanjian di Indonesia dan Amerika, dan telah ditemukan pula keberlakuan dari asas proporsionalitas dalam pembentukan dan pelaksanaan Processing Agreement. ...... This thesis provides explanation the implementation of proportionality principle in an agreement, specifically in Processing Agreement as one of many contracts in oil and gas field. This thesis is a normative legal study with bibligraphical method and interviews. In the implementation, proportionality principle often given the same meaning as equality principle. Proportionality principle focuses on the process an agreement is made, while equality principle give more focus on the purpose of the principle itself, which is to create equality between parties. This thesis also provides explanation on how Processing Agreement is said to be a legally binding agreement, based on contract law in Indonesia and in the United States of America. This thesis concludes that Processing Agreement is a legally binding agreement and there is the implementation of proportionality principle in the Processing Agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Rizky Chandrasari
Abstrak :
ABSTRAK
Majelis Pengawas Notaris adalah Lembaga baru yang diatur dalam Undang – Undang Jabatan Notaris yang berwenang untuk menyelenggarakan sidang pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap notaris yang diduga melakukan pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris dan atau kode etik notaris. Struktur dan Komposisi anggota Majelis Pengawas Notaris, cara pengangkatan, sistem sanksi pemberhentian dari jabatan yang bersifat pengusulan kepada Menteri dan benturan kepentingan (conflict of interest) merupakan faktor yang mempengaruhi asas keseimbangan dan independensi Majelis Pengawas Notaris. Metode hukum pengaturan Majelis Pengawas Notaris di Belanda dengan asas keseimbangan (check and balances), benturan kepentingan (conflict of interest), dan pemberian otonomi kepada Majelis Pengawas Notaris di Belanda dalam penjatuhan sanksi dibandingkan dengan pengaturan Majelis Pengawas Notaris di Indonesia. Hasil penelitian struktur dan keseimbangan sistem sanksi menunjukkan adannya keikutsertaan secara langsung Pemerintah (eksekutif) yang mempengaruhi independensi dan tidak adanya pengaturan benturan kepentingan secara sah mempengaruhi independensi dan imparsialitas Majelis Pengawas Notaris sebagai organ penegak hukum disiplin.
ABSTRACT
Notary Supervision Board is a new institution that regulated by the application of act no 30 of 2004 concerning to notary position which is autorized to organizing a session of examination and giving a sanction for notary who expected make an offence of the notary rsquo s implementation and or about the notary rsquo ethics code Structure and compotition of notary supervision board the appointment discharge of sanction from the notary rsquo s position that are proposing to the minister and conflict of interest are the factors that affecting the principle of balance and the independention of the notary supervision board The law method of the notary supervision board in Belanda with the principle of balance check and balances conflict of interest and giving an autonomy to the notary supervision board in Belanda about discharge of sanction compared with the control of notary supervision board in Indonesia Research the resultof structure and compotition the member of Notary Supervision Board in Indonesia are not showing the principle of balance the sanction showed there is availability of government participation directly which is giving the affecting of the independention and because there is no control of the conflict of interest intactly giving an affect of independention and the impartiality of notary supervision board as an organ of law enforment discipline
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library