Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lea Marivona Hestiningtyas Broto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Hendrawan
Abstrak :
Kehidupan manusia yang selalu berubah dan berkembang (dinamis) tidak statis menimbulkan berbagai macam kegiatan didunia ini, tidak terkecuali dalam kegiatan berbisnis atau melakukan kegiatan usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Kegiatan usaha tersebut ada yang dilakukan secara perorangan atau sendiri ada pula yang dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok. Kegiatan usaha manusia secara bersama-sama atau berkelompok ini banyak bentuk dan ragamnya serta lazim disebut sebagai badan usaha atau organisasi usaha. Badan usaha-badan usaha yang ada dalam sistem hukum dagang kita, diantaranya adalah Maatschap Atau Persekutuan Perdata, Perseroan Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV yaitu Commanditaire Vennootschap) dan PT (Perseroan Terbatas). Badan usaha PT (Perseroan Terbatas) inilah yang lazim dan sering digunakan oleh pelaku bisnis di tanah air. Aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Perseroan Terbatas ini diatur dalam suatu Undang-undang yang sangat rinci dan lengkap yang dinamakan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT). Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dari pengertian yang diberikan oleh undang-undang ini sangat jelas bahwa dasar suatu pendirian PT (Perseroan Terbatas) adalah perjanjian. Sehingga dasar dari pendirian suatu PT (Perseroan Terbatas) yang dituangkan dalam suatu Akta Pendirian yang dibuat dihadapan Notaris dengan bahasa Indonesia tersebut adalah Perjanjian. Para pihak dapat dengan bebas menentukan apa-apa yang akan diperjanjikannya dalam akta pendirian tersebut, asalkan tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Perjanjian tersebut haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian dan Perjanjian ini mengikat para pihak yang membuatnya. Hal inilah yang disebut sebagai Asas Kebebasan Berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan menjadi dasar dalam pendirian suatu PT (Perseroan Terbatas). ......Human life is always changing and evolving (Dynamic) not static pose a variety of activities in this world, not least in business activities or conduct business in meeting their needs The. The business activity is done to individuals or own some are done together or in groups. The business activities of humans together or in groups, many forms and manifold and commonly referred to as a business entity or organization business. Business entities-entities that exist in the legal system we trade, including the Maatschap Or Guild Civil Code, the Company Firm (Fa), a limited partnership (CV namely Commanditaire Vennootschap) and PT (Company Limited). The business entity PT (Company Limited) is that common and often used by businesses in the country. The rules and regulations governing Company Limited is regulated in an Act that very detailed and complete, called the Law Company Limited (Company Law). In Act mentioned that the Limited Liability Company (PT) is a legal entity established under the agreement, activities venture with a capital base that is entirely divided into stock, and meet the requirements set forth in this law and its implementing regulations. From understanding given by this law very it is clear that the basis of an establishment of PT (Company Limited) is an agreement. So that the basis of the establishment of a PT (Limited Liability Company) as outlined in a Deed Incorporation before a Notary with language Indonesia is the Agreement. The parties may freely determine what is going diperjanjikannya in the deed, provided they do not conflict to morality, public order and law. The agreement must comply with the provisions a legal contract and the terms of this Agreement binds the parties who made it. This is what is referred to as The principle of freedom of contract contained in Article 1338 The Book of the Law of Civil Law and the basis for the the establishment of a PT (Company Limited).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T36546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Ramadhani
Abstrak :
Perjanjian perkawinan saat ini semakin dikenal oleh masyarakat. Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan batasan bahwa isi perjanjian perkawinan tidak dapat melanggar hukum, agama, dan kesusilaan. Terdapat perbedaan pendapat apakah perjanjian perkawinan hanya dapat mengatur mengenai harta sesuai dengan ketentuan KUH Perdata atau dapat mengenai segala hal selama tidak melanggar batas yang disebutkan oleh Pasal 29 Ayat (2). Penelitian ini menganalisis mengenai pencantuman klausul kompensasi di dalam perjanjian perkawinan sebagai bentuk implementasi asas kebebasan berkontrak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan meneliti bahan kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah asas kebebasan berkontrak di dalam perjanjian perkawinan dapat diimplementasikan hanya dalam hal menyangkut subjek atau diri pribadi pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian. Mengenai isi perjanjian perkawinan mengikuti aturan KUH Perdata bahwa perjanjian perkawinan hanya mengenai soal harta. Dibutuhkan aturan spesifik yang mengatur mengenai isi perjanjian perkawinan. ......Marriage agreement is commonly recognized by the society nowadays. Article 29 Subsection (2) of Indonesian Marriage Act only regulate a limitation that the content of marriage agreement can not violate the law, religion, and ethics. There are different kind of opinions regarding whether marriage agreement can only regulate regarding matrimonial assets in accordance with Indonesian civil code or it can regulate in every aspect as long as it does not cross the limitation set by Article 29 Subsection (2). This research analyses about the inclusion of compensation clause in marriage agreement as an implementation of freedom of contract principle. Method that is used in this research is normative juridical by conducting library research. The result of this research is that freedom of contract principle in marriage agreement can be implemented only in terms of the subject or the parties that bind themselves in the agreement. Regarding the contents of the marriage agreement, it follows the regulation of the Indonesian Civil Code that the marriage agreement is only about marital assets. Thus, specific regulations regulating the contents of marriage agreement is needed.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang perlindungan konsumen serta penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian baku suatu perjanjian asuransi, di mana penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai perlindungan terhadap konsumen dan penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian baku suatu perjanjian asuransi, serta mengetahui dan memahami pelaksanaan Perjanjian Asuransi sehubungan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sebagai kasus Perjanjian Asuransi yang memuat klausul-klausul yang mengesampingkan Penanggung dari segala kewajiban dan tanggung jawab hukum, dimana asuransi tidak menjamin/mengcover kerusakan sendiri atau kerusakan karena sifat alamiah (Inherent Vice or Inherent Nature) dan kerugian kerusakan yang disebabkan oleh keterlambatan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Penyimpangan atas asas kepatutan dan asas kebebasan berkontrak dalam Perjanjian Asuransi antara PT. E.K. Prima Ekspor Indonesia dan PT. Chartis Insurance Indonesia ditunjukkan dengan mencantumkan pengecualian-pengecualian yang menghapus sama sekali tanggung jawab pelaku usaha dalam hal ini PT. Chartis Insurance Indonesia juga dengan tidak dilibatkannya PT. E.K. Prima Ekspor Indonesia dalam menentukan klausul-klausul dalam perjanjian asuransi antara PT. E.K. Prima Ekspor Indonesia dengan PT. Chartis Insurance Indonesia. Hasil penelitian menyarankan bahwa walaupun dalam membuat suatu perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi para pihak yang terlibat baik didalam proses membuat perjanjian maupun dalam pelaksanaan perjanjian tersebut tidak menerapkan asas kebebasan berkontrak. Dalam suatu perjanjian hendaknya memperhatikan asas kebebasan berkontrak karena bilamana perjanjian tersebut tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam hal pelaksanaannya terdapat suatu masalah atau sengketa hukum karena klausul-klausul dalam perjanjian cenderung menghilangkan kewajiban penanggung dan dapat merugikan tertanggung, maka Hakim dengan pertimbangan hukum dapat menambah atau mengesampingkan isi perjanjian yang tidak didasarkan pada itikad baik tersebut. Para pihak yang terlibat di dalam suatu perjanjian hendaknya selalu bersikap hati-hati dalam tindakannya karena perikatan itu muncul tidak hanya dari perjanjian yang telah dibuat tetapi juga dari UU, sebagai contoh adanya wanprestasi.
This thesis discusses consumer protection as well as the application of the principle of freedom of contract in a standard insurance agreement contract. Furthermore, this research is intended to obtain a deeper understanding of the consumer protection and the application of the principle of freedom of contract in a standard contract of an insurance agreement and to know and understand the further implementation of the insurance agreement with respect to the rights and obligations of each party. As for example the case of an insurance agreement that contains clauses that overrides the insurer from any legal liabilities and responsibilities, where insurance does not guarantee nor cover damages caused by the insurance applicant and damage caused due to nature ( Inherent Vice or Inherent Nature ) and loss of damages caused by delay. The research method used is Juridical - Normative literal study. Irregularities on merit and the principle of freedom of contract in the insurance agreement between PT. E.K. Prima Ekspor Indonesia and PT. Chartis Insurance Indonesia can be indicated by stating the exceptions which entirely removes the responsibilities of business operators, in this regard PT. Chartis Insurance Indonesia in exclusion of P.T. E.K. Prima Ekspor Indonesia in determining the clauses in the insurance agreement between PT. E.K. Prima Ekspor Indonesia and PT. Chartis Insurance Indonesia. Research results have suggested that even in the drafting of a contract the principle of freedom of contract is known, however the parties involved in the drafting process of the implementation of the contract do not apply the principle of freedom of contract; A contract should observe the principle of freedom of contract because in its implementation if the agreement is not in accordance with the principle of freedom of contract then in terms of implementation there is a problem or a legal dispute because clauses in the contract t tend to eliminate the insurers duties and may be detrimental to the insured , then judges with legal considerations can add or override the contents of the agreement that are not based on the good faith; The parties involved in a contract must always be cautious in their actions because the engagement appears not only from the contract that has been made but also from the law, as an example of the existence of defaults.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Apriyadi
Abstrak :
Sejak April tahun 2007, pemerintah telah mencanangkan Program 1.000 (Seribu) Menara Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), dalam rangka kebijakan untuk mengatasi permasalahan kebutuhan perumahan bagi Rakyat Indonesia.. Sebelum berlakunya UU Rusun No. 20 Tahun 2011, PPJB Sarusun banyak dilakukan secara dibawah tangan, tetapi sejak berlakunya UU Rusun, pembuatan dan penandatanganan PPJB Sarusun dapat dilakukan dihadapan Notaris sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman No. 1 Tahun 2011 pasal 42 ayat (1) dan UU Rumah Susun No. 20 Tahun 2011 pasal 43 ayat (1), yang mensyaratkan proses jual-beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui perjanjian pendahuluan atau perjanjian pengikatan Jual Beli, yang dapat dibuat di hadapan Notaris. Dalam penulisan ini yang menjadi permasalahan adalah dapatkah asas kebebasan berkontrak diterapkan dalam perjanjian baku PPJB Sarusun, dan bagaimanakah eksistensi dari pasal 43 ayat (1) UU Rusun?. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normative, dengan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak dalam PPJB Sarusun ini telah diterapkan dengan baik oleh pihak PT. BAP, dengan bukti dimana pihak pembeli telah menandatangani PPJB Sarusun ini. Sarannya agar PPJB Sarusun ini dapat dibuat secara otentik dihadapan Notaris. ......Since April 2007, the government has launched "1000 Simple Owned Apartemen Tower Program," in the framework of policies to address issues of housing needs of the people of Indonesia. Before enactment of the laws apartemen number 20 Years 2011, a binding agreement of the sale and purchase (SPA) apartemen unit are mostly done in under hand, but since enactment of the laws apartemen, the manufacture and the signing of a binding of the SPA apartemen unit can be done is before the notary as mandated in the act of housing and settlement number 1 Year 2011 article 42 paragraph (1) and the act of apartemen number 20 Year 2011 article 43 paragraph (1), that required the process trade of the apartemen unit before the construction finished can be done by covenant prefatory or a binding of the SPA apartemen unit, that can be made up before the Notary. In this study, that the problem is can the principle of freedom of contract applied in standard agreements of a binding of the SPA apartemen unit?, and how the existence of Article 43 paragraph (1) of the act of Apartemens ?. This research is a normative juridical, with the typology analytical descriptive study. Based on the research results in this paper can be concluded that the principle of freedom of contract under the binding of the SPA apartemen unit has been well implemented by the PT. BAP, with evidence of where the buyer has signed a binding of the SPA apartemen unit. His suggestion that the a binding of the SPA apartemen unit can be prepared in an authentic manner before the Notary.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoanita Hasan Joni
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang kontrak kontruksi jembatan ampera yang mencantumkanklausula baku dan menganalisis pembatasan asas kebebasan berkontrak.penerapan asa itikat baik dan keabsahan kontrak kontruksi tersebut,metode penelitian ini adalah penelitian keperpustakaan yang bersifat yuridis normatif yang menganalisis norma hukum dalam perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian adalah dalam perjanjian berlaku mutlak. klausula baku dalam kontrak konstruksi jembatan ampera belum memenuhi asas itikat objektif karena bertentangan dengan norma kepatutan, dan keadilan. Kontrak konstruksi tersebut juga belum memenuhi salah satu syarat perjanjian yaitu causa yang halal. ......This thesis discusses about Ampera Bridge Construction Contract that includes the standard clause and analyzes the restriction for the freedom of contract principle, the application of the good faith principle and the validity of the construction contract. This research methodology is the literature research that analyzes the normative aspect of legal norms in legislation related to this research. The result is, the freedom of contract principle applies in contract, but it does not apply absolutely. Standard clause in bridge construction contracts doesn't meet the good faith principle because it opposed to objective norms of propriety, and justice. The construction contract also isn't comply with one of the legal agreement which is a lawful cause.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28613
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra
Abstrak :
Penyalahgunaan keadaan merupakan salah satu alasan pembatalan perjanjian di dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek di Belanda. Penelitian ini membehas mengenai ajaran penyalahgunaan keadaan misbruik van omstandigheden yang menyebabkan dapat dibatalkannya suatu perjanjian dengan dasar keunggulan ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normative dengan menggunakan data sekunder, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi Mahkamah Agung dan buku-buku yang membahas mengenai pernyalahgunaan keadaan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, sehingga bentuk hasil penelitian ini adalah deskripstif analitis. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan yang menjawab pokok permasalahan, yaitu bahwa penyalahgunaan keadaan dapat dijadikan suatu alasan pembatalan perjanjian pada suatu perjanjian jual beli. Hal ini dikarenakan telah mempengaruhi kehendak bebas seseorang dalam memberikan sepakat atau persetujuannya dalam suatu perjanjian. Dengan banyaknya beberapa putusan Hakim di Indonesia terkait penerapan ajaran penyalahgunaan keadaan menunjukkan bahwa praktik peradilan di Indonesia pun telah menerima ajaran penyalahgunaan keadaan sebagi salah satu alasan pembatalan perjanjian, selain yang telah diatur dalam Burgerlijk Wetboek BW. ...... Undue influence is one of the defects of consent in Nieuw Burgerlijk Wetboek in Netherlands. Recently, undue influence has been used by Indonesian court as one of the defects of consent. This research discuss about the theory concerning the abuse of condition misbruik van omstandigheden which lead a sales purchase agreement become voidable. Furthermore, this research using normative juridical method in which some of the sources are based on the related literatures such as secondary data, law, Supreme Court rsquo s verdicts, and books concerning theory of abuse of condition. Method used to analyze data herein is qualitative method thus this is a descriptive analytical research. This research leads to a conclusion that abuse of condition can be deemed as one of term to revoke a sales purchase agreement since it affects the free will of a party in giving approval or consent to the agreement. It also supported by the fact that some judges rsquo verdicts in Indonesia have acknowledged that theory of abuse of conditions as one of reason, other than stipulated in Burgerlijk Wetboek BW , to revoke a sales purchase agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachella azalia
Abstrak :
Sektor perdagangan di Indonesia merupakan sektor kedua terbesar dalam menghasilkan pajak untuk Indonesia. Tentunya, hal ini tidak luput dari peran besar distributor sebagai pihak terdepan dalam menjalankan penjualan dan penyebaran barang di Indonesia. Dalam menjalankan perannya, distributor memerlukan izin edar dan surat penunjukan atau perjanjian distribusi dengan prinsipal. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan studi kasus perjanjian distribusi antara distributor tunggal dengan prinsipal asing, yang mana perikatan tersebut berujung pada permasalahan karena adanya pengakhiran perjanjian distribusi secara sepihak oleh prinsipal. Kekuatan prinsipal sebagai produsen kerap menimbulkan ketidakadilan bagi distributor tunggal yang pada akhirnya kerugian dialami oleh distributor tunggal. Perjanjian distribusi yang dilaksanakan dengan asas kebebasan berkontrak tetap memiliki batasan-batasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 tahun 2021. Salah satu batasan penting dalam perjanjian distribusi adalah adanya peraturan terkait Clean Break atau penyelesaian tuntas, yang berarti suatu perjanjian distribusi tidak dapat diakhiri secara sepihak tanpa adanya penyelesaian tuntas antara para pihak. Hal ini lah yang terkadang masih dilewatkan oleh para pihak dalam perjanjian distribusi, dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan. Dalam penelitian ini penulis juga memberikan pandangan dan saran terhadap perundang-undangan di Indonesia terkait dengan ketentuan penyelesaian tuntas dan persyaratan perizinan distribusi. ......The trade sector in Indonesia is the second largest sector in generating taxes for Indonesia. Of course, this does not escape the distributor's big role as the front party in carrying out the sales and distribution of goods in Indonesia. In carrying out its role, a distributor requires a distribution permit and a letter of appointment or a distribution agreement with the principal. This research was carried out using case studies of distribution agreements between single distributors and foreign principals, where the agreement led to problems due to the termination of the distribution agreement unilaterally by the principal. The power of the principal as a producer often creates injustice for the sole distributor which in the end the sole distributor suffers losses. Distribution agreements that are carried out under the principle of freedom of contract still have limitations as stipulated in the Minister of Trade Regulation Number 24 of 2021. One of the important limitations in distribution agreements is the existence of regulations related to Clean Break or complete settlement, which means that a distribution agreement cannot be terminated automatically. unilaterally without any settlement between the parties. This is something that is sometimes overlooked by the parties in the distribution agreement, and in the end it causes problems. In this study the authors also provide views and suggestions on legislation in Indonesia related to the provisions for final settlement and distribution licensing requirements.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Logawa
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas permasalahan antara peritel modern dengan pemasok. Masalah ini muncul oleh karena item-item trading term yang dipersyaratkan oleh peritel pada pemasok bertambah dari tahun ke tahun, membebani pemasok. Peritel menganggap Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 Tahun 2008 melanggar asas kebebasan berkontrak. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, ditujukan kepada pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku ritel di Indonesia pada umumnya, pelaku ritel modern khususnya. Lemahnya posisi pemasok terhadap bargaining power yang dimiliki peritel modern menyebabkan pemasok tidak mempunyai kekuatan untuk menolak item-item persyaratan perdagangan yang tidak disetujuinya. Hal tersebut menyebabkan item-item persyaratan perdagangan terus bertambah. Posisi yang tidak seimbang antara pemasok dan peritel modern, menyebabkan Pemerintah melakukan campur tangan melalui Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dan Peraturan Menteri Perdagangan No, 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Anggapan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan No, 53 Tahun 2008 melanggar asas kebebasan berkontrak, tidak dapat dibenarkan.
ABSTRACT
This study discusses the problem between modern retailer and supplier. The issue appeared because of trading term's items that is required by the retailers increasing from year to year, burdening suppliers. Retailers presume that regulation of the Minister of Trade Number 53 of 2008 is violated the principle of freedom of contract. This study used normative legal research, addressed to the statutory approach and a case approach. This study is expected to be useful for the retailer in Indonesia in general, and modern retailers in particularly. The weak position of the suppliers against the retailer is caused the suppliers has no power to refuse the trading term's that not approved by the suppliers. This causes the trading term's items continue increasing. Unbalanced position between the supplier and modern retailer causes the government to intervene through Presidential Regulation Number 112 of 2007 concerning Management and Development of Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores and Regulation of the Minister of Trade Number 53 of 2008 concerning Guidelines for Management and Development of Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores. The notion that regulation of the Minister of Trade Number 53 of 2008 violates the principle of freedom of contract, cannot be justified.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Badrudin
Abstrak :
ABSTRAK
Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya telah disusun dan ditetapkan secara sepihak oleh salah satu pihak, dan pihak yang lain pada dasar nya tidak mempunyai peluang untuk meminta perubahan.. Namun keabsahan dari perjanjian baku tidak perlu lagi dipermasalahkan karena perjanjian baku eksistensinya timbul serta berkembang dari kebutuhan masyarakat,yang menjadi masalah bukanlah mengenai pembakuan klausulanya, akan tetapi perumusan klausula-klausulanya agar perumusannya berimbang,dan memenuhi asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.Salah satu asas yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak, karena asas ini merupakan dasar dari keseluruhan hukum perdata Indonesia. Kehadiran asas kebebasan berkontrak tidak hanya dijamin dalam hukum perjanjian , namun pada saat yang bersamaan kebebasan tersebut harus di bingkai dengan ketentuan-ketentuan lainnya, sehingga suatu perjanjian dapat berlangsung secara proporsional dan adil. Begitupun dengan asas konsesualisme yang memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak, tanpa sepakat dari salah satu pihak, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.Perjanjian baku pada kenyataannya menimbulkan banyak masalah terutama dalam hal tidak adanya persesuaian kehendak dan seringkali menimbulkan kedudukan yang tidak berimbang antara kedua belah pihak.Atas dasar itu kami melakukan Penelitian terhadap salah satu produk perjanjian baku dengan judul “Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Pendirian Apotek (Suatu Analisa Terhadap Perjanjian Penyertaan Modal antara Investor dengan Apoteker di Propinsi Jawa Barat)”, dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dan melakukan penelitian kepustakaan sebagai sumber data. Perjanjian pendirian apotek ini telah dibakukan oleh Ikatan Apoteker Indonesia Propinsi Jawa Barat, Jika dilihat dari isi maupun cara pembuatannya perjanjian antara investor dengan apoteker ini tidak mencerminkan adanya asas kebebasan berkontrak, Investor dan apoteker sebagai pelaksana perjanjian tidak leluasa untuk mengexplorasi keinginannya untuk dituangkan ke dalam perjanjian tersebut.Begitupun dengan asas keseimbangan yang mestinya hadir dalam pembuatan perjanjian kurang Nampak.sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap mekanisme pembuatan perjanjian ini.Sebenarnya perjanjian baku yang dibuat oleh siapapun termasuk oleh asosiasi apoteker ini tidak bermasalah sepanjang mampu mengakomodir kepentingan para pihak, namun jika isi perjanjian itu tidak dapat mengakomodir kepentingan para pihak, maka perjanjian itu menjadi formalitas semata.
ABSTRACT
The Standart agreement is the agreement whose contents have been compiled and are set unilaterally by one of the parties, and other parties on the basis of his not having the opportunity to ask for changes. However, the validity of the agreement in question no longer need to baku because baku agreement its existence arises as well as evolved from the needs of the community, the problem is not about standardising klausulanya, but the formulation of the clause-klausulanya in order to be balanced, their definitions and meets the principles of law and legislation apply.One of the principles that must be observed in making the Treaty is the basis of freedom of contracts, since this principle was the basis of the whole civil law Indonesia. The presence of the principle of freedom of contracts not only guaranteed in the law of treaties, but at the same time it must be freedom in frame with other provisions, so that an agreement can take place proportionally and fairly. Likewise with the steadying presence of konsesualisme the basic principle of freedom of contracts, without the agreement of one of the parties, the agreements that were made can be undone.Raw deal in reality pose a lot of problems especially in terms of the absence of rapprochement will and often give rise to the position that is not balanced between the two parties.On that basis we do research on one of the raw deal product title "The application of the principle of freedom of Contracts in the Treaty of establishment of the pharmacy (an analysis of Capital Participation Agreement between the investors with a pharmacist in West Java province)", by using the juridical normative approach, methods and research library as a data source. Treaty of establishment of the Pharmacy has been standardized by the bonds of Indonesia's West Java province, the Pharmacist, if seen from the content and ways of making agreements between investors with the pharmacist does not reflect the existence of the principle of freedom of contracts, investors and the implementing agreements as a pharmacist is not mengexplorasi his desire to freely poured into the Treaty.As well as the principle of balance it should be present in the making of the Treaty less Apparent. so needs to be done to change the mechanism of making this agreement.The standard agreement is actually made by anyone, including by associations of pharmacists is not problematic as long as able to accommodate the interests of the parties, but if the content of the Covenant could not accommodate the interests of the parties, then it becomes a mere formality.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library