Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Betriza
Abstrak :
Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara stenosis arteri koroner dan ketebalan intima media arteri karotis pada populasi umum. Ketebalan intima media arteri karotis ini pada penderita DMTTI lebih tebal dibandingkan pada penderita yang tanpa diabetes. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah berat dan luasnya stenosis arteri koroner secara angiografi pada penderita PJK dengan DMTTI mempunyai korelasi dengan makin tebalnya intima media arteri karotis. Telah dilakukan pemeriksaan ketebalan intima media arteri karotis komunis, bifurkasio-bulbus, arteri karotis interna dan eksterna kanan dan kiri pada 30 orang penderita PJK dengan DMTTI yang terdiri dari 25 laki-laki dan 5 perempuan, berumur rata-rata 58 ± 8,5 tahun (44 - 74 tahun). Dari hasil angiografi koroner terdapat 2 orang dengan 1 VD, 11 orang dengan 2VD dan 17 orang dengan 3VD. Terdapat penebalan intima media arteri karotis pada semua penderita dengan rata-rata ketebalan intima media arteri karotis yaitu 2,6 ± 1,1 mm (1 - 6 mm), ini menunjukkan adanya korelasi antara ketebalan intima media arteri karotis dan stenosis arteri koroner, namun tidak didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara 1 VD, 2 VD dan 3 VD dengan ketebalan intima media arteri karotis yang lebih tebal meskipun ada kecenderungan bahwa makin banyak pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis makin tebal intima media arteri karotis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjatur Yoga Utaman
Abstrak :
Untuk mengetahui sejauh mana peranan arteri karotis membantu deteksi dini penyakit jantung koroner, telah dilakukan penelitian terhadap 200 orang Indonesia yang diotopsi di Jakarta. Dilakukan pemeriksaan indeks ater o sklerosis secara langsung terhadap arteri karotis komunis dan arteri koronaria pada semua golongan umur, jenis kelamin, sosial ekonomi dan suku bangsa. Hubungan antara aterosklerosis arteri karotis dan arteri koronaria dianalisa secara regresi. Juga dilakukan analisa statistik pengaruh umur, jenis kelamin, sosial ekonomi dan suku terhadap aterosklerosis arteri karotis dan arteri koronaria. Sebagai hasil ternyata didapatkan hubungan yang sangat kuat antara aterosklerosis arteri karotis dengan aterosklerosis arteri koronaria ( r = 0,96 ). Faktor umur saja hanya berpengaruh 42 % terhadap aterosklerosis arteri koronaria. Umur rata-rata saat timbulnya aterosklerosis untuk orang Indonesia adalah 28 tahun. Hanya sosial ekonomi tinggi saja yang berhubungan secara bermakna terhadap aterosklerosis, sedangkan sosial ekonomi sedang dan rendah tidak berhubungan secara bermakna. Jenis kelamin juga tidak berhubungan secara bermakna terhadap aterosklerosis. Sedang faktor suku terhadap aterosklerosis dalam penelitian ini tidak dianalisa karena penyebaran sampel yang tidak merata.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T58808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Julwan Pribadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fery Agusman
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui gambaran atheroskierosis arteri karotis komunis dan arteri ekstremitas bawah (femoralis komunis) pada pasien stroke iskemik dengan USG Color Doppler dan pengaruh faktor-faktor resiko terhadap terjadinya atheroskierosis (plak). BAHAN DAN METODE Penelitian "cross sectional", dimulai dari bulan November 2004 sampai dengan April 2005. Penelitian pada 32 pasien stroke iskemik (berdasarkan klinis&CT Scan), menggunakan CDU, transduser 10 MHz. Dilakukan pemeriksaan CDU arteri karotis dan ekstremitas bawah (kanan-kiri) untuk melihat adanya penebalan intima-media, plak, dan pola aliran darah. Faktor-faktor resiko stroke (usia, jenis kelamin, DM, merokok, hiperkoleslerol, riwayat jantung dan stroke) pada pasien dicatat. Hasil dianalisa olch peneliti dan spesialis radiologi. HASIL Rata-rata diameter lumen arteri karotis komunis kanan dan kid adalah 0,89 dan 0,85 cm. Rata-rata diameter lumen arteri femoralis komunis adalah 0,90 dan 0,90 cm. Faktor resiko terbesar penyebab stroke adalah hipertensi (84,4%), disusul riwayat stroke (53,1%), diabetes militus (50,1%), merokok (46,9%), hiperkolesterol (31,3%), jantung (18,8%). Jumlah temuan penebalan intima-media pada arteri karotis dan femoralis komunis hampir sama. Tetapi temuan plak arteri femoralis komunis lebih sering dibandingkan pada arteri karotis komunis, dan pada uji Mc Nemar terdapat hubungan bermakna bahwa plak di arteri femoralis komunis lebih awal dibandingkan pada arteri karotis komunis. Lokasi plak tersering berada di biffurcatio. Pada penelitian ini tidak didapatkan stenosis bermakna, sehingga nilai PI dan RI masih dalam batas normal. Faktor resiko penyebab timbulnya plak tersering adalah hiperkolesterol, disusul DM, jantung, stroke, merokok. Semakin banyak Faktor resiko, maka sernakin besar kemungkinan terdapat plak di arteri karotis komunis dan terutama di arteri femoralis komunis. KESIMPULAN Temuan plak di arteri femoralis komunis lebih awal dan lebih sering terjadi dibandingkan di arteri karotis komunis, yang diduga sering mcnyebabkan pelepasan thrombus penyebab stroke iskemik
Purpose To asses atherosclerosis of common carotid artery and common femoral artery in patient with ischemic stroke, and risk factor that influence formation of atherosclerosis (plaque). MATERIALS AND METHODS Study cross sectional; begin from November 2004 to April 2005. Examinations of 32 patients ischemic stroke (based on clinical and CT Scan) use CDU, transducer 10 MHz. CDU carotid and femoral artery right-left was done to evaluated Intima-Media Thickness (IMT) and plaque. Risk factors of stroke (age, sex, diabetes, smoking, hipercholesterol, history of CAD and CVD); in patients being recorded. Reviewed by observer, radiologist. RESULT The mean lumen of diameter right and left command carotid artery is 0,89 and 0.85 cm. The mean of lumen diameter right and left command femoral artery is 0,90 and 0,90 cm. The most frequence risk factor causing ischemic stroke is hipert'nsi (84,4%), then follow history of CVD (53,1%), diabetes (50,1%), smooking (46,9%), hipercholesterol (31,3%), and CAD (18,8%). Amount of Intima-Media Thickness in carotid artery, as common as femoral artery. But plaque in common femoral artery more frequency than in common carotid artery, and with Mc Nemar test there is association that plaque finding in common femoral artery earlier than common carotid artery. Plaque location more frequent in biffurcatio. The most frequency risk factors causing plaque is hipercholesterol, then follow diabetes, CAD, stroke, smoking. Too much risk factor in ischemic stroke, too much plaque finding in common carotid artery and common femoral artery. CONCLUSION Plaque finding in common femoral artery more frequency and earlier than in common carotid artery that suspected release thrombus cause of ischemic stroke.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Mulia
Abstrak :
Latar belakang. Perubahan fungsi endotel mendahului proses perubahan morfologi dan berkontribusi terhadap perkembangan lesi aterosklerosis dan progresinya. Evaluasi dengan menggunakan metode non invasif FMD (flow mediated dilation) brakial memberikan informasi inkonsisten mengenai ekstensi dan beratnya aterosklerosis koroner terkait disfungsi endotel. Penelitian ini akan melihat korelasi nilai FMD brakial dengan derajat beratnya stenosis arteri koroner. Metode. Penelitian ini merupakan suatu penelitian potong lintang. Evaluasi dilakukan pada 85 pasien yang menjalani angiografi koroner elektif di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan memenuhi kriteria inklusi sejak Januari hingga Oktober 2012. Korelasi nilai FMD brakial dengan beratnya stenosis penyakit arteri koroner (PAK) menggunakan Skor Gensini dinilai dengan analisis regresi linier. Hasil. FMD brakial memiliki korelasi negatif dengan Skor Gensini (R= -0,227; P= 0,037). Hipertensi memiliki korelasi negatif dengan nilai FMD brakial (R= -0,235; P= 0,032). Jenis kelamin laki-laki memiliki korelasi positif dengan nilai FMD brakial (R= 0,220; P= 0,040). Kesimpulan. Nilai FMD brakial memiliki korelasi negatif yang lemah dengan Skor Gensini. ......Background. Endothelial dysfunction precedes the development of morphological changes and contributes to atherosclerotic lesion development and progression. Evaluation using non invasive method such as brachial FMD (flow mediated dilation) has given inconsistent information for extension and coronary atherosclerotic severity regarding endothelial dysfunction. This research will evaluate the correlation between brachial FMD and severity of coronary artery disease (CAD) stenosis. Methods. It was a cross sectional study. Evaluations were performed in 85 patients who had followed elective coronary angiography and fulfilled inclusion criteria in National Cardiovascular Center Harapan Kita since January until October of 2012. Correlation between brachial FMD and severity of CAD stenosis (Gensini score) was evaluated using linear regression analysis. Results. Brachial FMD had negative correlation with Gensini score (R= -0,227; P= 0,037). Hypertension had negative correlation with brachial FMD (R= -0,235; P= 0,032). Male gender had positive correlation with brachial FMD (R= 0,220; P=0,040). Conclusion. There was weak negative correlation between brachial FMD and Gensini score.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azri Nurizal
Abstrak :
Latar Belakang: Peningkatan kadar high sensitivity C-reactive protein ( hsCRP ) dan kekakuan arteri berhubungan dengan peningkatan insiden kejadian kardiovaskular dan peningkatan mortalitas akibat penyakit jantung koroner pada pasien diabetes melitus tipe 2. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar hsCRP dan kekakuan arteri pada pasien diabetes melitus tipe 2. Metode : Melalui studi cross-sectional, dilakukan pemeriksaan kadar hsCRP dan derajat kekakuan arteri karotis pada 40 pasien dengan diabetes melitus tipe 2. Kekakuan arteri karotis kommunis diperiksa dengan doppler echotracking system untuk menentukan pulse wave velocity (PWV) atau kekakuan arteri karotis lokal (carotid-PWV). Hasil : Nilai median hsCRP pada penelitian ini adalah 4,5 (0,2 - 18,9) mg/L dan nilai rata-rata kekakuan arteri karotis adalah 8,8 ±1,7 m/detik. hsCRP berkorelasi kuat dengan karotid-PWV (r = 0,503, P = 0,001). Korelasi hsCRP dengan karotid-PWV ini tetap terlihat setelah dilakukan koreksi terhadap umur, indeks masa tubuh dan mean arterial pressure (r = 0,450, P = 0,005). Kesimpulan : Setelah dilakukan koreksi terhadap umur, indeks masa tubuh dan mean arterial pressure, hsCRP berkorelasi positif cukup kuat dengan kekakuan arteri pada pasien diabetes melitus tipe 2. ......Background: The elevated level of high-sensitivity C-reactive protein (hsCRP) and arterial stiffness are associated with higher incidences of cardiovascular events and with increased mortality from coronary heart disease in type 2 diabetic patients. Aim: The aim of this study was to investigate the relationship between hsCRP and arterial stiffness in type 2 diabetic patients. Methods: A cross-sectional study was conducted to assess the plasma levels of high sensitive C-reactive protein and carotid arterial stiffness among 40 patients with type 2 diabetes mellitus. The common carotid artery was studied by a doppler echotracking system to determine the local carotid pulse wave velocity (carotid-PWV). Results: The median value of hsCRP in this study was 4.5 (0.2 to 18.9) mg/L and the average value of local carotid stiffness was 8.8 ± 1.7 m/sec. hsCRP showed a strong correlation with carotid-PWV (r = 0.503, P = 0.001). Levels of hsCRP were independently associated with carotid-PWV after adjusting for age, body mass index, and mean arterial pressure (r = 0,450, P = 0,005). Conclusion: After adjusting for age, body mass index, and mean arterial pressure, hsCRP was strongly positively correlated with arterial stiffness in patients with type 2 diabets mellitus.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Suryaatmaja
Abstrak :
Latar Belakang : Hipertensi pulmoner (HP) merupakan faktor independen kematian, kematian kardiovaskular, dan gagal jantung pada pengamatan 4 tahun pasien pascabedah katup mitral. Masalah pasien pascabedah thoraks adalah menurunnya fisiologi dan mekanik paru yang menyebabkan gangguan ventilasi perfusi dan hypoxia induced pulmonary vasoconstriction sehingga perbaikan HP pascabedah menjadi lambat. Tujuan Penelitian : Menilai efek latihan pernapasan sebagai adjuvan latihan fisik yang terstruktur terhadap penurunan tekanan sistolik arteri pulmoner (TSAP) pada pasien pascabedah katup mitral dengan hipertensi pulmoner. Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimental acak tersamar ganda dan prospektif. Kelompok perlakuan diberikan latihan pernapasan 50% volume inspirasi maksimal (VIM) sebagai adjuvan latihan fisik atau plasebo pada kelompok kontrol selama rehabilitasi fase 2. Sampel diambil secara konsekutif dari populasi terjangkau pascaoperasi katup mitral yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan 43 subyek yang terbagi dalam 2 kelompok yakni 21 orang kelompok perlakuan dan 22 orang kelompok kontrol. TSAP dinilai dengan ekokardiografi sebelum dan sesudah program latihan. Hasil Penelitian : Didapatkan nilai TSAP sesudah latihan pada kelompok kontrol lebih rendah secara signifikan (35 (29-39) mmHg vs 43 (40-51) mmHg;P<0.001) dan ∆TSAP kelompok perlakuan lebih besar secara signifikan (16 (12-30) mmHg vs 3.5 (2-4) mmHg;P<0.001) bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan : Terdapat penurunan TSAP yang lebih besar pada kelompok yang mendapatkan latihan pernapasan 50% VIM dibanding kelompok plasebo.
Background: Pulmonary hypertension is an independent factor for mortality, cardiovascular mortality, and heart failure in four years observation of patients underwent mitral valve operation. In patient with open chest surgery, lung physiology and mechanic function deteriorates. This leads to ventilation perfusion mismatch and hypoxia induced pulmonary vasoconstriction, causing problems in recovery post operatively. Objectives: To study the effect of respiratory training as an adjuvant to structured physical exercise in the decrease of pulmonary artery systolic pressure in patient with pulmonary hypertension post mitral valve surgery. Methods: a double blind randomized trial was done, dividing 2 groups of subjects. It company the effect of respiratory training of 50% of maximum inspiratory volume (MIV) as an adjuvant intervention to the current phase 2 rehabilitation program in intervention group vs control group. Sample was taken consecutively in patient underwent mitral valve operation and fulfilled inclusion criteria. 43 subjects were divided in 2 groups. 21 patients were given respiratory training and 22 patients were in the placebo group. Systolic pulmonary artery pressure (sPAP) was measured by echocardiography before and after intervention was performed. Result: sPAP and ∆sPAP in the intervention group were significantly lower compare to the placebo group; (35 (29-39) mmHg vs 43 (40-51) mmHg; p<0.001) and (16 (12-30) mmHg vs 3.5 (2-4) mmHg; p<0.001). Conclusion: The decrease of sPAP was found to be significantly higher in the intervention group than placebo.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Aditya
Abstrak :
Latar Belakang : Morbiditas pasca operasi bedah pintas koroner BPAK masih cukuptinggi. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan inflamasi 48 ndash; 72 jam pasca BPAK danpeningkatan pada sistem renin angiotensin dan aldosteron RAAS. Penyekat EKA diketahuidapat menghambat RAAS dan inflamasi. Namun belum ada penelitian yang membuktikanbahwa penyekat EKA dapat menurunkan inflamasi pada pasien pasca BPAK Tujuan : Mengetahui efek captopril dalam menurunkan inflamasi yang diukur menggunakanhsCRP pada pasien yang menjalani BPAK elektif. Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif. Dilakukan di Rumah SakitJantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita RSJPDHK pada subyek yang menjalani BPAKelektif. Durasi penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober 2016. Subyek dibagidalam dua kelompok yaitu kelompok yang mendapatkan captorpil pasca BPAK dan tanpacaptopril. Dilakukan pemeriksaan hsCRP serial sebanyak tiga kali yaitu sebelum operasi,hari ketiga pasca operasi dan sebelum pulang rawat. Hasil Penelitian : Terdapat total 85 subyek, 49 subyek pada kelompok mendapat captoprildan 36 subyek pada kelompok tanpa captopril. Pemeriksaan hsCRP sebelum operasi dan H 3pasca BPAK menunjukkan tidak ada perbedaan pada kedua kelompok. Pemeriksaan hsCRPH 6 pasca BPAK menunjukkan hsCRP pada kelompok yang mendapatkan captopril lebihrendah 31,4 mg/L 10,5 ndash; 154 vs 46,7 mg/L 10,3 ndash; 318 dengan nilai signifikansi P=0,018. Kesimpulan : Subyek yang mendapatkan captopril mempunyai tingkat inflamasi yang lebihrendah pada H 6 pasca BPAK yang dinilai dengan hsCRP dibandingkan kelompok yangtidak mendapat captopril. ......Background Postoperative morbidity of coronary artery bypass surgery CABG is fairlyhigh. This is due to increased of inflammatory response 48 ndash 72 hour after surgery andincreased of renin angiotensin aldosteron system RAAS. ACE inhibitors are known toinhibit inflammation and RAAS. However, no study has proved that ACE inhibitors canreduce inflammation in post operative CABG. Objective To determine the effect of captopril in reducing hsCRP post CABG surgery. Methods This is a cohort prospective study that was conducted in Harapan Kita Hospital, on post operative elective CABG subjects on May until October 2016. Subject divided intotwo groups, the group with captopril and the other is without captopril. High sensitive CRPwas measured 3 times day 0 before surgery, day 3 post CABG, day 6 post CABG. Results There are total 85 subjects, 49 subjects with captopril and 36 subjects withoutcaptopril. There was no difference in hsCRP results before surgery and day 3 post CABG. Inday 6 post CABG, hsCRP examination in captopril group is lower than the group withoutcaptopril 31,4 mg L 10,5 ndash 154 vs 46,7 mg L 10,3 ndash 318 with P 0,018. Conclusion Subjects with captopril has lower hsCRP at day 6 post CABG than the subjectswithout captopril.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55620
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bogie Putra Palinggi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Pada lesi stenosis bifurcatio arteri koroner, oklusi akut cabang arterikoroner utama dapat terjadi sebagai komplikasi intervensi koroner perkutan. Peranansudut karina sebagai salah satu bagian karakteristik bifurcatio arteri koroner dalammenyebabkan oklusi akut cabang arteri koroner utama pada tindakan intervensikoroner perkutan elektif masih diperdebatkan. Tujuan. Menilai hubungan antara sudut karina bifurcatio arteri koroner sebagai salahsatu bagian karakteristik bifurcatio arteri koroner, terhadap kejadian oklusi akut cabangarteri koroner utama pada intervensi koroner perkutan elektif dengan lesi stenosisbifurcatio arteri koroner.Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk menilai hubunganantara sudut karina bifurcatio arteri koroner terhadap kejadian oklusi akut cabang arterikoroner utama, pada intervensi koroner perkutan elektif dengan lesi stenosis bifurcatioarteri koroner. Pengukuran sudut karina bifurcatio arteri koroner menggunakanperangkat lunak CAAS 5.1. Penilaian oklusi akut cabang arteri koroner utamadilakukan setelah intervensi koroner perkutan elektif.Hasil. Sebanyak 113 lesi pada 108 sampel yang memenuhi kriteria inklusi periodeFebruari 2016 hingga Oktober 2016. Jumlah lesi oklusi akut cabang arteri koronerutama 15 13,3 , dengan median sudut karina bifurcatio arteri koroner 19,17
ABSTRACT
Background. Side branch occlusion has been implicated as a complication afterpercutaneous coronary bifurcation intervention. The role of carina bifurcation angle asone of the characteristics of the coronary bifurcation lesion in causing side branchocclusion after percutaneous coronary bifurcation lesion intervention is still debated.Objective. To assess the relationship betweeen carina bifurcation angles one of thecharacteristics of the coronary bifurcation lesion and side branch occlusion in electivepercutaneous coronary bifurcation lesion intervention.Methods. This is a cross sectional study to assess the relationship between carinabifurcation angle and side branch occlusion in elective percutaneous coronarybifurcation lesions intervention. CAAS 5.1 software was used to measure carinabifurcation angle. Evaluation of acute occlusion of a side branch conducted afterelective percutaneous coronary intervention.Results. A total of 113 lesions in 108 patients that met the inclusion criteria fromFebruary 2016 to October 2016. Side branch occlusion occurred in 15 lesions 13,3 ,with median carina bifurcation angle 19,170 p
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>