Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Filia
"ABSTRAK
Tuturan yang mengungkapkan tindakan merupakan salah satu fungsi bahasa sebagai instrumen tindakan. Austin (1962:12) mengatakan: "Say something is to do something; or in which by saying or in saying something we are doing something". Dengan demikian ketika seseorang melakukan tindakan dengan bahasa, secara bersamaan mengungkapkan tindak itu sendiri. Tindakan dalam bahasa disebut juga tindak tutur. Searle (1969) juga mengatakan bahwa tindak tutur itu sendiri merupakan tindakan.
Ada pelbagai tindak tutur, salah satu tindak tutur yang digunakan manusia dalam berinteraksi dengan sesama adalah tindak tutur meminta maaf. Tindakan meminta maaf dilakukan ketika ada prilaku yang melanggar norma sosial, antara lain apabila penutur berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan atau telah melukai perasaan petutur. Jika hal ini terjadi hubungan kedua belah pihak menjadi tidak seimbang. Salah satu cara untuk memperbaiki ketidakseimbangan itu ialah dengan meminta maaf (Cohen dan Clshtain, 1983).
Jika hal itu dikaitkan dengan konsep muka yang dikemukakan Brown dan Levinson (1978;1987), meminta maaf merupakan salah satu upaya menghargai muka penutur (karena muka petutur terancam oleh tindakan penutur), akan tetapi di sisi lain muka penutur pun terancam. Untuk menyelamatkan muka kedua belah pihak, penutur dapat memilih cara atau strategi dalam mengungkapkan permintaan maaf.
Berkaitan dengan hal di atas, penulis memfokuskan penelitian tindak tutur meminta maaf dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Memang, Jepang memiliki latar budaya yang berbeda dengan Indonesia. Nakane (1973: 31) mengatakan, dunia orang Jepang terbagi dalam tiga kategori, sempai (senior), kohai (junior), doryo (pangkat yang sama). Dengan demikian, ada perbedaan kadar perhatian orang atas kaidah-kaidah penghormatan rnenurut pribadi tiap-tiap orang (Nakane, 1973:37).
Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa, tiap-tiap suku memiliki budayanya sendiri. Jika dalam masyarakat Jepang secara tegas dikatakan terdiri dari tiga kategori seperti yang telah dikemukakan di atas, tidak demikian halnya dengan masyarakat Indonesia"
2006
T16840
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Komalasari
"Pada suatu komunitas tuturan, pilihan variasi tindak tutur kesopanan dalam peristiwa tuturan permintaan maaf digunakan oleh individu-individu komunitas tersebut bukan merupakan suatu kebetulan. Pilihan variasi tindak tutur tersebut merupakan suatu strategi bertutur dalam bentuk perilaku ketika berinteraksi sosial. Strategi bertutur ini lebih banyak dipengaruhi oleh kendala-kendala sosial-budaya daripada faktor-faktor linguistik. Oleh karena itu, pilihan variasi tindak tutur dapat menghantarkan pada persepsi penutur tentang tindak tutur tersebut sebagai suatu kesatuan makna sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan interpretasi makna sosial dan kendala-kendala sosial-budaya yang mempengaruhi pemilihan variasi tindak tutur yang digunakan oleh pelaku komunikasi dengan melalui analisis tindak tutur yang dipilih oleh penutur dengan pertimbangan yang telah dikemukakan di atas.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Sumber data yang digunakan skenario drama TV Oshin karya Sugako Hashida yang diterbitkan tahun 1983. Penelitian ini dilakukan pada tiga domain bentuk komunikasi interpersonal Jepang. Uchi mono (in-group), shitashii mono (close friend) dan soto mono (out-group). Sumber data yang merupakan cuplikan wacana percakapan dianalisis berdasarkan analisis unit-unit interaksi dari Dell Hymes (1974): situasi tuturan (speech situation), peristiwa tuturan (speech event) dan tindak tutur (speech act). Analisis unit-unit interaksi ini bertujuan mengungkapkan setting dan sistuasi sosial yang muncul dalam pemilihan variasi tindak tutur, teori sosialogi Nakane Chie (1970) untuk menganalisis kendala-kendala sosial-budaya yang mempengaruhi pemilihan variasi tindak tutur kesopanan dalam peristiwa tuturan permintaan maaf; Kubata Osamu (1974), Mio Osamu dan liaruta Toosaku (1995) dan Natsuko Tsujiro (1996) untuk menganalisis faktor-faktor linguistik dan variasi tindak tutur kesopanan yang dipilih oleh pelaku komunikasi.
Hasil temuan dalam penelitian ini adalah pengungkapan kendala-kendala sosial budaya yang dapat mempengaruhi pemilihan tindak tutur kesopanan dalam peristiwa tuturan permintaan maaf status sosial yang bersifat vertikal (joge kankei), kedekatan sosial (Uchi-soto mono dan shitashii mono) dan jenis kesalahan yang dianggap sebagai misbehavior dan tidak berterima dalam masyarakat komunitas tersebut. Pemilihan variasi tindak tutur kesopanan dalam peristiwa tuturan permintaan maaf didominasi pada domain in-group dan digunakan oleh penutur subordinat pada petutur superior dengan jenis pilihan keigo (honorification) : kenjoogo (humble) dan teinego (polite). Jenis variasi tindak tutur kesopanan ini mempunyai makna sosial yang ditekankan pada kerendahan hati dan diri penutur dan menekankan sifat formal. Adanya pemilihan variasi tindak tutur berdasarkan kendala-kendala sosial-budaya ini bertujuan untuk melancarkan alur komunikasi, menghindari konflik sosial dan menjaga keharmonisan diantara partisipan. Strategi tindak tutur kesopanan dalarn hal ini bermakna sebagai penghalus, meminimalisasikan kesalahan penutur dan sebagai penghantar pada tuturan berikutnya yang mengandung intention (maksud) sebenamya yang ingin penutur sampaikan pada petutur. Dengan demikian variasi tindak tutur kesopanan ini juga mempunyai nama indirectness."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library