Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chacuk Tri Sasongko
Abstrak :
Sumber karya sastra Jawa kuno, khususnya cerita-cerita Panji, memuat nama-nama karakter yang berasal dari nama binatang seperti Kuda Narawangsa, Kebo Kanigara, and Kidang Walangka. Fenomena penamaan semacam ini rupanya juga ditemui dalam sumber epigrafi masa Jawa kuno. Permasalahan penelitian meliputi motivasi penamaan dan hubungan antara nama diri dengan jabatan dan status sosial penyandangnya. Seluruh permasalahan tersebut dijawab melalui studi pustaka yang melibatkan metode pengumpulan data, analisis, dan intepretasi. Hasilnya menunjukkan bahwa fenomena penamaan tersebut secara umum dilatarbelakangi oleh apresiasi terhadap binatang-binatang tertentu yang memiliki tempat dan peran penting dalam kebudayaan masyarakat sehingga dianggap penting dan istimewa. Secara garis besar terdapat kecenderungan perkembangan fenomena pada masa Mataram kuno (Abad ke-9-11 M) dan Kadiri-Majapahit (Abad ke-12-16 M). Periode Mataram kuno didominasi oleh nama diri tunggal yang tidak terkait dengan jabatan tertentu kecuali status sosial kelas bawah, sedangkan periode Kadiri-Majapahit terdapat hubungan nama diri dengan jabatan ketentaraan (makasirkasir) dan status kasta ksatria yang sangat mungkin ditandai oleh pemakaian nama binatang di awal nama diri.

Kata kunci: epigrafi, antroponomastika, nama diri, binatang, makasirkasir ......Old Javanese literary works, especially panji tales, contain many character names derived from animal names such as Kuda Narawangsa, Kebo Kanigara, and Kidang Walangka. This naming phenomenon also appears to be found in the old Javanese inscriptions. The research problems of this study include motivation for naming and correlation between the personal names, social status, and official position of the users. This research uses archaeological method involving data collection, analysis, and interpretation. The results show that the naming phenomenon was generally motivated by the appreciation towards certain animals that had a place and roles in the culture of society so that they were perceived as being important and special. Broadly speaking, there was a different development trend in the ancient Mataram period (9th-11th Century AD) and Kadiri-Majapahit period (12th-16th Century AD). The ancient Mataram period was dominated by a single personal name that was not related to any particular position. During the Kadiri-Majapahit period, there was a correlation between the personal names and the official position of the army (makasirkasir) and kshatriya caste which was very likely to be marked by the use of the name of the animal at the beginning of the personal name.

Keywords: epigraphy, anthroponomastics, personal name, animal, makasirkasir

 

Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Rika Perdana
Abstrak :
Disertasi ini membahas dinamika nama-nama marga masyarakat Simalungun yang dianalisis dengan menerapkan teori antroponimi. Minimnya penelitian Antroponimi mengenai nama-nama marga di Indonesia menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan penelitian di samping untuk turut melestarikan budaya Nusantara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan alasan-alasan terjadinya dinamika perubahan penggunaan nama marga Simalungun dari masa ke masa. Data pada penelitian ini berupa nama-nama marga/submarga Simalungun yang dihimpun dari sejumlah nama-nama masyarakat Simalungun. Sebanyak 1600 nama yang terjaring dalam penelitian ini diperoleh dari salinan Kartu Keluarga yang resmi diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Simalungun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan nama marga Simalungun terjadi karena berbagai alasan, antara lain (a) pernikahan, (b) lingkungan tempat tinggal, (c) mobilisasi penduduk. Pewarisan marga secara turun temurun menunjukkan adanya sebuah tradisi yang terjaga dalam suatu masyarakat. Keberagaman nama marga menunjukkan kekayaan budaya sekelompok etnik yang sarat akan adat istiadatnya. Marga yang merupakan warisan budaya Simalungun telah terbukti mampu bertahan melampaui zaman.
The theses examines the dynamics of margas (clan names) of the Batak Simalungun analyzed by using anthroponymy theory. Besides preserving culture of Nusantara, the lack of anthroponymy research on clan names in Indonesia becomes one of my considerations in conducting this research. This qualitative research is aimed at explaining the reasons behind the dynamics and the changing of the Batak Simalungun clan names from time to time. Data in this study consists of marga/submarga collected from a number of Simalungun people`s names. 1600 names are taken from Kartu Keluarga or Family Card issued by Population and Civil Registration Agency (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Simalungun). The results show that changes in Batak Simalungun`s marga occur due to some reasons such as (a) marriage, (b) the environment where people live, and (c) people mobilization. The process of inheritance marga to the descendant shows that local wisdom and old traditions are still preserved in a certain group or society until today. In addition, the diversity of Batak Simalungun`s clan names also shows the richness of custom of this ethnic group. Marga or clan name as a cultural heritage of Simalungun has been proven to be able to survive through the ages.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2598
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library