Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jasmine Aina Salsabila
"Sekarang ini, dalam lingkup fandom daring, berkembang kelompok yang dikenal sebagai anti-shippers atau antis. Kelompok tersebut memiliki pemahaman bahwa ketertarikan dan imajinasi fiksional mencerminkan moralitas mereka di dunia nyata. Dengan anggapan tersebut, antis melakukan kekerasan dan ancaman kekerasan pada anggota fandom yang dianggap tidak bermoral. Penelitian ini mencoba menelaaah bagaimana perilaku demikian dapat dikatakan sebagai moral panic dan bagaimana perilaku ini dilihat dalam kriminologi budaya. Sebanyak total 896 post di media sosial X dalam kurun 2020-2024 dikumpulkan dan dikode secara kualitatif menggunakan analisis konten. Penelitian ini menemukan perilaku antis ini memenuhi aspek-aspek moral panic, di mana terdapat kekhawatiran mendalam pada sesuatu yang dianggap sebagai menyimpang, pembesar-besaran masalah, persetujuan bahwa masalah tersebut nyata dan harus segera diatasi, dan rasa permusuhan pada bagian fandom yang dianggap menyimpang. Selain itu, kekhawatiran ini pasang surut, di mana terdapat perbedaan perilaku kekerasan oleh antis yang diobservasi pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya. Menggunakan sudut pandang kriminologi budaya, dapat dikatakan antis mengkriminalisasi budaya yang telah ada dalam fandom dengan perilaku kekerasan yang sendirinya juga menjadi bagian dari budaya fandom. Antis sebagai bagian media baru memiliki konstruksi makna sendiri atas konsep kejahatan, serta menggunakan agenda political correctness. Penggunaan agenda tersebut digunakan untuk memposisikan diri sebagai pihak yang berwenang untuk menentukan moral mana yang benar dan yang tidak. Penggunaan kata-kata yang serius seperti pedofil sebagai senjata untuk membungkam konten fiksional yang dianggap menyimpang dikhawatirkan membuat maknanya berkurang dan merugikan bagi pihak yang secara keliru diberi stigma pelaku tindak kejahatan demikian.

Recently in online fandom space, there is an emerging group which contends that fictional interests and imaginations are indications of their morality in real life, known as anti-shippers or antis. With that belief, antis use violence and violent threats to those deemed immoral in the larger fandom space. This thesis examine how those behavior can be identified as a moral panic and how this behavior can be seen from cultural criminological lens. A total of 896 posts in social media X from 2020-2024 were evaluated and coded, utilizing content analysis. This thesis shows that the anti behavior fulfills aspects of moral panic, in which a deep concern of something deemed as a problem results in exaggeration of the problem itself, a consensus that the problem is real and something should be done, and hostility to those deemed as the problem. From cultural criminological lens, antis criminalize the fandom culture using violence, which in itself inevitably a part of fandom culture. As a part of new media, antis has their own construction of crime, using politically correct agendas to position themselves as morally pure people who has the authority to decide who is evil and who is not. Usage of heavy words such as “pedophile” as a weapon to silence fictional content regarded as deviant could result in the reduction of the meaning and could harm people who were wrongfully stigmatized as such."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafif Fadhilah Ushaim
"Dalam sistem presensi konvensional, seringkali terjadi kecurangan dalam proses presensi baik itu yang menggunakan RFID ataupun manual dengan tanda tangan. Begitu pula dengan presensi menggunakan teknologi pengenalan wajah juga terjadi kecurangan dengan menggunakan foto gambar wajah atau rekaman video,  Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan penggunaan algoritma Deep Learning untuk mendeteksi serangan face spoofing dalam sistem presensi berbasis wajah. Pada pengimplementasiannya digunakan Raspberry Pi 4 Model B agar lebih efektif dan efisien dalam penerapannya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan dataset wajah asli dan palsu, kemudian dilakukan proses pelatihan menggunakan algoritma Deep Learning. Algoritma Deep Learning sudah terkenal efektif dalam mengenali fitur wajah. Dataset yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara dataset wajah asli dan palsu yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pengenalan wajah dengan penerapan algoritma Deep Learning sebagai Face Anti-Spoofing (FAS) mampu mendeteksi serangan face spoofing dalam sistem presensi berbasis wajah. Hal ini terlihat dari tingkat keakuratan yang diperoleh dari proses pengujian yang dilakukan pada sistem presensi yang dikembangkan. Diharapkan sistem presensi ini dapat diimplementasikan secara luas untuk meningkatkan keamanan dan keandalan dalam sistem presensi berbasis wajah.

In conventional attendance systems, cheating often occurs in the attendance process, whether using RFID or manual methods with signatures. Similarly, in attendance systems that utilize facial recognition technology, cheating can occur through the use of facial photos or video recordings. Therefore, this research proposes the use of Deep Learning algorithms to detect face spoofing attacks in facial-based attendance systems. For implementation, Raspberry Pi 4 Model B is employed to enhance effectiveness and efficiency. The methodology utilized in this study involves collecting genuine and fake face datasets, followed by training processes using Deep Learning algorithms. Deep Learning algorithms are renowned for their effectiveness in recognizing facial features. The dataset used in this research is a combination of genuine and fake face data collected from various sources. The results obtained from this research demonstrate that employing facial recognition technology with the application of Deep Learning algorithms as Face Anti-Spoofing (FAS) is capable of detecting face spoofing attacks in facial-based attendance systems. This is evident from the accuracy achieved during the testing process conducted on the developed attendance system. It is hoped that this attendance system can be widely implemented to enhance security and reliability in facial-based attendance systems."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library