Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Glory Gelarich
Abstrak :
Resistensi antibiotik merupakan masalah utama yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau transfer gen horizontal yang membawa gen resisten dari satu bakteri ke bakteri lainnya. Rumah sakit merupakan sumber penularan dan penyebaran bakteri pembawa gen resisten antibiotik (ARG) serta sumber senyawa antibiotik yang tinggi sehingga merupakan reservoir utama dan tempat sempurna untuk transfer gen resisten antibiotik yang menyebabkan bakteri berkembang menjadi Multi-drug resistance (MDR). Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu bakteri batang gram negatif yang sering ditemukan pada air limbah. Hal ini terkait dengan tingginya prevalensi infeksi yang disebabkan oleh patogen ini. Berbagai gen seperti blaNDM dan blaTEM pada K. pneumoniae meningkat pada air limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi K. pneumoniae dan gen resistensi pengkode ESBL (blaTEM) dan carbapenemase (blaNDM) pada air limbah rumah sakit untuk mendapatkan data primer Antimicrobial Resistance (AMR) di lingkungan yang pertama di Indonesia. Metode deteksi gen resisten yang dikembangkan menggunakan singleplex Real-Time PCR berbasis SYBR Green dan multiplex Real-Time PCR berbasis probe. Hasil dianalisis untuk pemeriksaan kuantitatif secara absolut dan relatif. Penelitian ini menggunakan 24 sampel air limbah berasal dari inlet dan outlet. Dengan menggunakan kedua metode, semua gen dapat terdeteksi pada sampel inlet. Namun pada sampel outlet ditemukan blaNDM dan blaTEM pada singleplex tetapi tidak terdeteksi pada multiplex PCR dan beberapa blaNDM juga dapat terdeteksi pada multiplex namun tidak terdeteksi pada singleplex PCR. Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan bahwa deteksi gen resisten menggunakan singleplex lebih sensitif dibandingkan dengan multiplex PCR. Selain itu, proses pengerjaan seperti pipetting dan konsentrasi komponen PCR harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi hasil pengujian. ......Antibiotic resistance is a major problem caused by various factors, such as inappropriate use of antibiotics or horizontal gene transfer that carries resistance genes from one bacterium to another. Hospitals are a source of transmission and spread of bacteria that carry antibiotic resistance genes (ARGs) and are high sources of antibiotic compounds so that they are the main reservoir and perfect place for the transfer of antibiotic-resistant genes that cause bacteria to develop into Multi-drug resistance (MDR). Klebsiella pneumoniae is one of the bacilli gram-negative bacteria that is often found in wastewater. This is related to the high prevalence of infections caused by this pathogen. Various genes such as blaNDM and blaTEM in K. pneumoniae were increased in wastewater. This study aims to detect K. pneumoniae and resistance genes encoding ESBL (blaTEM) and carbapenemase (blaNDM) in hospital wastewater to obtain primary data on Antimicrobial Resistance (AMR) in the first environment in Indonesia. The resistance gene detection method was developed using singleplex Real-Time PCR based on SYBR Green and multiplex Real-Time PCR based on probe. The results were analyzed for quantitative examination in absolute and relative terms. This study used 24 samples of wastewater from the inlet and outlet. Using both methods, all genes could be detected in the inlet sample. However, in the outlet samples, blaNDM and blaTEM were found in singleplex but not detected in multiplex PCR and some blaNDM could also be detected in multiplex but not detected in singleplex PCR. Based on the results, it can be concluded that the detection of resistance genes using singleplex is more sensitive than multiplex PCR. In addition, processing processes such as pipetting and the concentration of PCR components must be considered because they can affect the test results.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fachmi Adi Pratama
Abstrak :
Penatagunaan antibiotik merupakan salah satu strategi penting dalam mengurangi resistensi antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan kebijakan penggunaan antibiotik di RSUD Tarakan Jakarta berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2021. Studi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan di rumah sakit, observasi, dan telaah dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penggunaan antibiotik di RSUD Tarakan Jakarta masih menghadapi beberapa tantangan. Meskipun struktur dan proses kebijakan telah diimplementasikan, kepatuhan terhadap pedoman penggunaan antibiotik masih perlu ditingkatkan. Faktor-faktor seperti kurangnya sosialisasi dan partisipasi dalam sosialisasi, serta kebutuhan untuk meningkatkan wewenang apoteker dalam memberikan rekomendasi terkait pemakaian antibiotik, menjadi kendala utama dalam penerapan kebijakan ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun penerapan kebijakan penggunaan antibiotik di RSUD Tarakan Jakarta sudah berjalan, masih diperlukan upaya peningkatan dalam hal sosialisasi dan perluasan kewenangan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah meningkatkan pelatihan dan sosialisasi mengenai kebijakan penggunaan antibiotik, memperkuat peran apoteker klinis, dan memperbaiki sistem insentif bagi tenaga medis. ......Antibiotic stewardship is an important strategy in reducing antimicrobial resistance. This research aims to implement the antibiotic use policy at the Tarakan Hospital, Jakarta, based on Minister of Health Regulation Number 28 of 2021. This study uses a qualitative descriptive method with a case study approach. Data was obtained through in-depth interviews with various stakeholders in the hospital, observations, and review of related documents. The research results show that the implementation of the antibiotic use policy at the Tarakan Hospital, Jakarta, still faces several challenges. Although policy structures and processes have been implemented, compliance with antibiotic use guidelines still needs to be improved. Factors such as lack of outreach and participation in outreach, as well as the need to increase official pharmacists in providing recommendations regarding antibiotic use, are the main obstacles in implementing this policy. This research concludes that although the antibiotic use policy at the Tarakan District Hospital in Jakarta is already in progress, there is still a need for increased efforts in terms of socialization and expansion of permits. Recommendations from this research are to increase training and outreach regarding antibiotic use policies, strengthen the role of clinical pharmacists, and improve the incentive system for medical personnel.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhila Hasna Hanifah
Abstrak :
Infeksi bakteri adalah salah satu penyebab utama mortalitas secara global dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat mengakibatkan munculnya resistensi antimikroba. Untuk menekan angka resistensi antimikroba, WHO telah menyusun program penatagunaan antimikroba yang mencakup evaluasi antibiotik menggunakan metode ATC/DDD dan pedoman penggunaan antibiotik melalui klasifikasi AWaRe. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif menggunakan metode ATC/DDD secara kualitatif berdasarkan metode DU90% dan klasifikasi AWaRe. Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik cross- sectional dengan pengambilan data retrospektif yang dilakukan di RS Universitas Indonesia. Sampel pada penelitian ini adalah pasien rawat inap ICU dewasa dengan penggunaan antibiotik periode 1 Januari–31 Desember 2022. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah levofloksasin (41,39 DDD/100 pasien-hari), seftriakson (33,57 DDD/100 pasien-hari), dan meropenem (18,18 DDD/100 pasien-hari). Hasil persentase dari masing-masing klasifikasi AWaRe adalah Access (10,97%), Watch (86,68%), Reserve (2,35%). Segmen DU90% disusun oleh 15 jenis antibiotik yang mayoritas berasal dari golongan sefalosporin generasi ketiga, fluorokuinolon, dan karbapenem. Dengan hasil yang telah dipaparkan, sebaiknya program penatagunaan antibiotik terus dilakukan agar dapat menurunkan peluang terjadinya resistensi antibiotik.  ......Bacterial infections are one of the main causes of mortality on a global scale, and the indiscriminate use of antibiotics can result in the emergence of antimicrobial resistance. To reduce the number of antimicrobial resistance, WHO has established the Antimicrobial Stewardship Program that includes antibiotic evaluation using the ATC/DDD method and guidelines for proper antibiotic usage through AWaRe classification. This study aimed to evaluate the use of antibiotics quantitatively using the ATC/DDD method and qualitatively based on the DU90% method and AWaRe classification. This research is a cross-sectional analytical descriptive study with retrospective data collection conducted at RS Universitas Indonesia. The sample of this study is adult ICU patients with antibiotic usage from January 1 to December 31, 2022. The most frequently used antibiotics were levofloxacin (41.39 DDD/100 patient-days), ceftriaxone (33.57 DDD/100 patient-days), and meropenem (18.18 DDD/100 patient-days). The results for each AWaRe classification are Access (10.97%), Watch (86.68%), Reserve (2.35%). The DU90% segment contains 15 types of antibiotics, most of which were from third-generation cephalosporins, fluoroquinolones, and carbapenems. With these results, it is best if the antibiotic stewardship program continues to be applied to reduce the occurrence of antibiotic resistance. 
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Bestari Sutantoputri
Abstrak :
Data Indonesia Antimicrobial Surveillance System (INASS) tahun 2019 menunjukkan tingginya tingkat resistensi bakteri penghasil extended-spectrum beta-lactamase (ESBL) terhadap sefalosporin generasi ketiga dan fluorokuinolon. Untuk menekan angka resistensi, diusung program penatagunaan antibiotik yang mencakup evaluasi penggunaan antibiotik dan pemberian antibiotik berdasarkan klasifikasi Acces, Watch, Reserve (AWaRe). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik data pasien rawat inap non-intensif di RSUI yang berusia ≥ 18 tahun yang menggunakan antibiotik pada periode 1 Januari–31 Desember 2022 berdasarkan klasifikasi AWaRe dan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD). Penelitian deskriptif analitik dengan desain studi cross-sectional ini memperoleh sampel dengan teknik total sampling dan diolah menggunakan Microsoft Excel. Data pasien dengan data rekam medis nihil, data pasien yang menggunakan antibiotik rute topikal, serta antibiotik yang tidak memiliki nilai standar DDD dari WHO dieksklusi dari penelitian. Hasil penelitian menunjukkan total penggunaan antibiotik sebesar 258,37 DDD/100 pasien-hari dengan sefiksim (60,63 DDD/100 pasien-hari) sebagai antibiotik dengan penggunaan tertinggi. Persentase penggunaan antibiotik berdasarkan klasifikasi AWaRe dari WHO, yaitu klasifikasi Access (14,80%), Watch (85,01%), Reserve (0,19%). Antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga (sefiksim, seftriakson), fluorokuinolon (levofloksasin, siprofloksasin), dan makrolida (azitromisin) termasuk ke dalam segmen 90%. ......Indonesia Antimicrobial Surveillance System (INASS) data in 2019 shows increased resistance of extended-spectrum beta-lactamase (ESBL)-producing bacteria to third-generation cephalosporins and fluoroquinolones. The antimicrobial stewardship programs to suppress resistance rates are an evaluation of antibiotic use also the antibiotic administration based on the Access, Watch, Reserve (AWaRe) classification. This study aimed to evaluate the use of antibiotics among non-intensive inpatients' data aged ≥ 18 years who were taking antibiotics at RS Universitas Indonesia between 1st January–31st December 2022 based on AWaRe classification and the ATC/DDD method. This cross-sectional descriptive analytic study was conducted using total sampling and processed using Microsoft Excel. Meanwhile, patients' data with zero medical record data, patients' data who were using topical antibiotics, and antibiotics that did not have a WHO standard DDD value were excluded in this study. The total antibiotic utilization was 258,37 DDD/100 patient-days. The antibiotic with the highest use was cefixime (60,63 DDD/100 patient-days). Access (14,80%), Watch (85,01%), Reserve (0,19%) are the percentages of antibiotic usage based on the WHO AWaRe classification. Third-generation cephalosporins (cefixime, ceftriaxone), fluoroquinolones (levofloxacin, ciprofloxacin), and macrolides (azithromycin) belong to the 90% segment.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurazizah Putri
Abstrak :
Resistensi antimikroba semakin sulit diatasi karena keterbatasan obat sehingga dibutuhkan sumber lain untuk dijadikan pengobatan alternatif. Telah diketahui bahwa ekstrak daun Averrhoa carambola (A. carambola) atau belimbing manis memiliki aktivitas antibakteri dan antifungi. Penelitian ini bertujuan menguji potensi antimikroba dari fraksi etil asetat daun A. carambola terhadap tiga mikroorganisme yang berasal dari golongan yang berbeda, yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Candida krusei. Penelitian dilakukan dengan menentukan nilai konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh minimal. Selain itu, dilakukan pengujian efek kombinasi antara fraksi etil asetat daun A. carambola dan obat yang sudah ada. Metode yang digunakan adalah mikrodilusi. Berdasarkan hasil penelitian ini, fraksi etil asetat daun A. carambola tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa ketika digunakan sebagai zat tunggal. Ditemukan efek indifferent ketika fraksi etil asetat daun A. carambola dikombinasikan dengan gentamisin terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 15,625 µg/ml dan 31,25 µg/ml dan efek antagonis ketika melebihi konsentrasi tersebut. Efek indifferent juga diamati pada kombinasi fraksi etil asetat daun A. carambola terhadap Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas antifungi fraksi etil asetat daun A. carambola terhadap Candida krusei masih belum dapat disimpulkan. ......Antimicrobial resistance has been increasingly difficult to treat because of limited drug choices. One of the natural resources known to possess antibacterial and antifungal activities is the leaf extract of Averrhoa carambola (A. carambola) or star fruit. This study aims to evaluate the potential of ethyl acetate fraction of the leaf extract of A. carambola as an antimicrobial against three distinguished microorganisms, which are Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, and Candida krusei. This is conducted by determination of minimal inhibitory concentration and minimal bactericidal/fungicidal concentration. The effect of the A. carambola leaves’ ethyl acetate fraction when combined with existing drugs is also evaluated. The method used is microdilution. Based on this study's results, the ethyl acetate fraction of A. carambola leaves does not possess antibacterial activity against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa when used alone. When combined with gentamicin, the fraction showed indifference against Staphylococcus aureus at concentrations 15,625 µg/ml and 31,25 µg/ml, but showed antagonism when the concentration is higher than that. Indifference was also observed in the combination of the fraction and gentamicin against Pseudomonas aeruginosa. The antifungal activity of ethyl acetate fraction of A. carambola leaf's extract against Candida krusei could not be determined.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Gozali Surono
Abstrak :
Masalah kesehatan yang terjadi secara global saat ini adalah resistensi antimikroba. Resistensi ini menyebabkan meningkatnya mortalitas penyakit, memanjangnya lama hari rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Salah satu strategi yang diusung untuk menanggulangi resistensi ini adalah dengan menerapkan pola kuman sebagai acuan dalam perumusan panduan penggunaan antibiotika yang rasional. Pola kuman berguna bagi para klinisi untuk membantu memberikan petunjuk dalam pemberian terapi empiris. Pola kuman juga berfungsi untuk menunjukkan tren sensitivitas jenis kuman terhadap suatu jenis antibiotika. Indonesia menunjukkan kepeduliaannya dengan membuat suatu peraturan tentang Program Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA). Rumah sakit Santa Maria merupakan rumah sakit swsata yang sudah menerapkan pola kuman dalam panduan penggunaan antibiotika. Penelitian yang dilakukan terhadap kasus infeks jaringan lunak di RS Santa Maria mendapatkan bahwa Staphylococcus aureus merupakan jenis kuman yang paling banyak ditemukan di kasus infeksi jaringan lunak dan pada uji sensitivitas antibiotika masih mempunyai derajat sensitivitas yang cukup baik terhadap golongan cephalosporin generasi ketiga. Pola kuman ini juga mendorong para klinisi agar memberi pengobatan sesuai dengan panduan antibiotika yang diberlakukan di RS Santa Maria. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa dengan penerapan pola kuman terhadap panduan penggunaan antibiotika, pasien mempunyai outcome sembuh dengan lama hari rawat yang lebih pendek (5.45 hari vs 4.3 hari dengan P<0.001), biaya belanja obat antibiotika berkuurang (Rp.79.982.730 vs Rp.41.020.622) dan rata-rata total biaya yang lebih efisien (Rp.13.854.266 vs Rp.11.930.250). Hal ini dikarenakan jumlah penggunaan antibiotika yang berkurang setelah PPRA. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam ere PPRA di RS Santa Maria adalah mengoptimalkan pemakaian penggunaan jenis antibiotika spektrum sempit dan peningkata kualitas pengumpulan data pola kuman dengan teknik yang benar, alat yang menunjang dan sumber daya manusia yang berkompetensi di bidangnya . Beberapa hal yang harus diperhitungkan oleh rumah sakit terkait pola kuman ini adalah manfaat yang didapat haruslah lebih besar nilainya daripada biaya investasi, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan yang harus dikeluarkan baik terhadap pasien, klinisi dan rumah sakit.
Global health issue that is crucial nowadays problems is antimicrobial resistance. This resistance leads to increased disease mortality, extended length of stay and increased cost of treatment. One of the strategies that is carried out to overcome this resistance is to apply antibiogra, patterns as a reference in the formulation for rational use of antibiotics guidelines. Antibiogram patterns are useful for clinicians in giving empirical therapy thorough an educated guess. Antibiogram patterns are also useful to show trends of antibiotic sensitivity againts certain type of germ. Indonesia shows its concern by making a regulation on the Antimicrobial Stewardship (AMS). Santa Maria Hospital, a private hospital has applied antibiogram patterns to formulate antibiotic guidelines. This thesis was conducted on soft tissue infections cases found in Santa Maria Hospital . The result was that Staphylococcus aureus is the most commonly germ found in cases of soft tissue infections and still has a moderate sensitivity to antibiotic such as third generation of cephalosporin. This antibiogram pattern also encourages clinicians to treat patient diagnosed with soft tissue infection based on the antibiotic guidelines that applicable in Santa Maria Hospital. The results of this study found that with the application of antibiogram patterns to formulate antibiotic guidelines, brings benefit such as not only patients were recovered from the infection but also recovery with shorter length of stay (and 5.45 days vs 4.3 days with P<0.001), cost expenses for phharmacy logistic decreased (Rp.79.982.730 vs Rp.41.020.622) and decreased mean of treatment cost (Rp.13.854.266 vs Rp.11.930.250). The reason for this to happened is that the amount of antibiotic used to treat pastient is decreased after AMS . Some matter that need to be improved in the AMS program at Santa Maria Hospital is to optimize the use of narrow spectrum antibiotics and to improve the quality of collecting data for antibiogram pattern by improving techniques, supporting tools and competent human resources. Consideration that must be taken into account is that regarding this antibiogram pattern bring benefits for patients, clinicians and hospitals which is more important than the investment costs, operational costs, and maintenance costs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michicho Citra Zhangrila
Abstrak :
Peningkatan persentase resistensi antimikroba (AMR) yang cukup tinggi di Indonesia disebabkan oleh penggunaan antimikroba yang tidak tepat, terutama dalam pelayanan kesehatan. Salah satu cara untuk mengatasi AMR adalah dengan mengoptimalkan penggunaan antibiotik. Maka dari itu, diperlukan evaluasi penggunaan antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan untuk memastikan optimalisasi penggunaan antibiotik tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif dengan metode ATC/DDD di Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu pada periode 2021. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode 2021 milik Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu yang diperoleh dari arsip LPLPO di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2022 berdasarkan jenis antibiotik, rute pemberian, dan klasifikasi ATC yang telah ditetapkan oleh WHO. Setelah itu dihitung total kekuatan antibiotik yang digunakan, serta analisis kuantitatif menggunakan metode DDD/1000 penduduk/hari. Berdasarkan persentase pemakaian dan nilai DDD/1000 penduduk/hari, lima antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu Amoksisilin (52,78%; 0,4284 DDD), Azitromisin (18,86%; 0,1531 DDD), Siprofloksasin (8,08%; 0,0655 DDD), Sefadroksil (5,85%; 0,0475 DDD), dan Doksisiklin (5,09%; 0,0413 DDD). Jumlah total penggunaan antibiotik di Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu selama tahun 2021 yaitu sebesar 6228,80 DDD dan 0,8116 DDD/1000 penduduk/hari. ......The increase in the percentage of antimicrobial resistance (AMR) in Indonesia is relatively high and primarily caused by inappropriate use of antimicrobials, especially in healthcare services. One way to address AMR is by optimizing the use of antibiotics. Therefore, it is necessary to evaluate the use of antibiotics in healthcare facilities to ensure their optimal use. This study quantitatively evaluated antibiotic usage using the ATC/DDD method at the Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu during the period 2021. Data collection was done retrospectively using secondary data, specifically the Drug Use and Request Form (LPLPO) for 2021, obtained from the archives of the Puskesmas Kecamatan Jatinegara. The data were processed using Microsoft Excel 2022, categorized by antibiotic type, administration route, and WHO-established ATC classification. Subsequently, the total antibiotic strength used was calculated, and quantitative analysis was performed using the DDD/1000 inhabitants/day method. Based on the percentage of usage and DDD/1000 inhabitants/day values, the five most commonly used antibiotics were Amoxicillin (52.78%; 0.4284 DDD), Azithromycin (18.86%; 0.1531 DDD), Ciprofloxacin (8.08%; 0.0655 DDD), Cefadroxil (5.85%; 0.0475 DDD), and Doxycycline (5.09%; 0.0413 DDD). The total amount of antibiotics used at the Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu in 2021 was 6228.80 DDD and 0.8116 DDD/1000 inhabitants/day.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Halabi, Sam F.
Abstrak :
The outbreak of Ebola virus disease in West Africa shocked the world as the disease spread rapidly from its origin to neighboring countries, Europe, and North America while the systems in place to handle such an epidemic failed. The United Nations, the World Health Organization, and major international humanitarian organizations scrambled to respond as thousands died and infections spiraled out of control. All are now contemplating: What went wrong, and how do we stop it from happening again? Global Management of Infectious Disease After Ebola is the first and most comprehensive volume to address these questions. It brings together the analyses and retrospectives of diplomats, scholars, and advocates studying from afar, as well as those of physicians and front-line responders who witnessed the epidemic sweep through already poor, devastated countries as their nascent health systems collapsed. The volume assesses not only the global response to Ebola but also current and emerging infectious disease threats, changes in the global system to handle them, and the critical ethics and human rights issues that will shape the next episode in the perpetual struggle against infectious disease.
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20470527
eBooks  Universitas Indonesia Library