Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sekti Prameswari Susilo
"Swamedikasi dapat terjadi ketika mendapatkan obat tanpa resep dokter, pemberian dari teman atau keluarga, dan membelinya berdasarkan resep sebelumnya atau menggunakan obat sisa. Untuk mengatasi ketidaktepatan dalam swamedikasi diperlukan pengetahuan yang baik terkait obat yang digunakan. Tanpa adanya edukasi dari tenaga kesehatan, potensi penggunaan antijamur yang tidak rasional akan lebih besar menimbulkan masalah berupa resistensi yang berdampak pada peningkatan penyakit infeksi, dan kerugian ekonomi untuk mengatasi penyakit yang semakin meluas. Oleh karena itu tujuan dari kegiatan ini yaitu membuat leaflet yang memuat informasi seputar obat antijamur yang dapat digunakan sebagai media edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait obat antijamur. Kegiatan ini dilakukan dengan mencari referensi terkait obat antijamur dan melihat jenis obat antijamur yang dijual di Apotek Kimia Farma 87 Jebres. Kemudian dilakukan pembuatan leaflet seputar informasi obat antijamur menggunakan aplikasi Canva. Hasil pembuatan leaflet dicetak, diperbanyak dan diberikan pada Apotek Kimia Farma 87 untuk diletakkan pada meja penyerahan obat. Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa leaflet terkait obat antijamur yang telah dibuat dapat digunakan sebagai media edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait obat antijamur.
Self-medication can occur when getting medicine without a doctor's prescription, giving it from friends or family, and buying it based on a previous prescription or using leftover medicine. To overcome inaccuracy in self-medication requires good knowledge regarding the drugs used. Without education from health workers, the potential for irrational use of antifungals will cause a greater problem in the form of resistance which results in an increase in infectious diseases, and economic losses in dealing with increasingly widespread diseases. Therefore the aim of this activity is to make a leaflet containing information about antifungal drugs which can be used as educational media to increase public knowledge regarding antifungal drugs. This activity was carried out by looking for references related to antifungal drugs and looking at the types of antifungal drugs being sold at the Kimia Farma 87 Jebres Pharmacy. Then, leaflets with information on antifungal drugs were made using the Canva application. The results of making leaflets were printed, reproduced, and given to the Kimia Farma 87 Pharmacy to be placed on the drug delivery table. Based on the results of the activities that have been carried out, it can be concluded that leaflets related to antifungal drugs that have been made can be used as educational media for the public to increase public knowledge regarding antifungal drugs."
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Hana Iradhati
"Griseofulvin merupakan obat antifungi yang memiliki kelarutan yang buruk serta dapat memberikan efek samping apabila digunakan secara oral dalam jangka panjang; seperti proteinuria, nefrosis, leukopenia, dan hepatitis. Griseofulvin dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutannya. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengevaluasi formulasi mikroemulsi gel untuk penggunaan topikal sehingga meningkatkan kelarutan dan keamanan griseofulvin. Formula mikroemulsi yang didapatkan dari hasil optimasi mengandung 5% asam oleat sebagai fase minyak, 25% tween 80 sebagai surfaktan, dan 20% etanol (96%) sebagai kosurfaktan. Pengamatan organoleptis menunjukkan mikroemulsi memberikan warna kuning dan transparan, sementara mikroemulsi gel memberikan warna kuning dan agak keruh. Sediaan mikroemulsi dan mikroemulsi gel yang dihasilkan memiliki ukuran globul 158.0 nm dan 226.0 nm dan stabil pada penyimpananpada temperatur 4°C ± 2°C, 25°C ± 2°C, dan 40°C ± 2°C.

Griseofulvin is an antifungal drug with low solubility and several serious side effects that could occur when used orally for long period of time, such as proteinuria, nephrosis, leucopenia, and hepatitis. Griseofulvin solubility could be enhanced by formulating it into microemulsion. The main objective of this research is to make and evaluate the formulationof griseofulvon microemulsion gel for topical use to increase the solubility and safety of the drug. The optimized microemulsion formula contains 5% oleic acid as oil phase, 25% tween 80 as surfactant, and 20% etanol (96%) as cosurfactant. Organoleptic observation of microemulsion showed clear and transparent yellowish color, while the microemulsion gel showed hazy yellowish color. Both microemulsion and microemulsion gel have alcoholic smell. The globule size of microemulsion and microemulsion gel are 158.0 nm and 226.0, respectively. Griseofulvin microemulsion gel was stable at temperature 4°C ± 2°C, 25°C ± 2°C, and 40°C ± 2°C."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isa Bella
"Pendahuluan: Pasien yang dirawat di ICU berisiko tinggi terserang kandidiasis invasif. Pemberian antijamur empirik dini dapat memperbaiki kondisi klinis pasien dan menurunkan angka kematian. Candida Score dari Leon mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk menggolongkan pasien ICU yang memang benar membutuhkan terapi empirik antijamur. Penelitian ini menganalisis kesesuaian kriteria Candida Score dan hasil kultur darah dengan pemberian antijamur pada pasien sepsis di ICU RSCM.
Metodologi: Studi potong lintang dilakukan pada pasien sepsis di ICU RSCM pada Maret 2015-Oktober 2015. Dilakukan kultur pada spesimen darah, urin, dan sekret saluran nafas, selanjutnya dibiakkan. Karakteristik pasien dan riwayat klinisnya dicatat. Candida Score dihitung pada setiap pasien kemudian diuji asosiasinya dengan terapi yang didapatkan.
Hasil: Dari 100 pasien 57 pasien mendapatkan antijamur. Proporsi pasien yang mendapat antijamur yaitu 50 , 17 , 57 , 83 , dan 100 pada kelompok pasien dengan Candida score 0-4 berturut-turut. Dalam penelitian ini tidak kami dapatkan pasien dengan Candida score=5. Hasil kultur darah positif Candida didapatkan pada 4 orang pasien dengan angka kematian sebesar 100 . Tiga pasien kandidemia dengan Candida score >3 mendapatkan antijamur setelah hasil kultur darah positif Candida.
Kesimpulan: Terdapat asosiasi bermakna antara kriteria Candida score dengan pemberian antijamur pada pasien sepsis di ICU RSCM p3 tidak mendapatkan terapi empirik.

Introduction Prompt empirical antifungal therapy is essential for controling invasive candidiasis and has been shown to reduce mortality. Candida Score, established by Leon, has a good sensitivity and specivicity to distinguish critically ill patients whose invasive candidiasis is highly probable. This study analyzed the conformity between candida score criteria and blood culture results with the antifungal administration in patients with sepsis at the ICU of Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital RSCM
Methods A cross sectional study was conducted from March October 2015 at the ICU of RSCM. Critically ill patients who exhibited sepsis were included in this study. The urine, blood, and respiratory secrete were collected and were cultured in the microbiology laboratory. Each patient rsquo s characteristics and medical history were also recorded. The candida score was calculated and then tested for their association with treatment obtained.
Results Of the 100 patients, 57 patients received antifungal therapy, with the proportion of 50 , 17 , 57 , 83 , and 100 in the patients group broken by the Candida Score of 0 to 4 respectively. There rsquo s no patient with Candida Score of 5. Candida positive blood culture results candidaemia were observed in 4 patients, with a mortality rate of 100 . Three of which had the score of 3 but received antifungal therapy after the positive blood culture results were obtained.
Conclusion There is a significant association between Candida Score criteria with antifungal administration in septic patients in the ICU of RSCM p 3 did not get empiric antifungal therapy. "
Depok: Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agusdini Banun Saptaningsih
"Telah dilakukan penellUan aktivitas antibakteri dari getah tumbuhan EtLphorba ant iquorvin. Linn terhadap kuman Pseticloraon.as aer-ugnosa ATCC 27853 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan
antijamur terhadap jamur Tr?Lcophyton rubrvJrL. dan Cand?Lda aLbtcans,
yaitu dengan menentukari aktivitas anti bakteri dan antijamur
dengan metoda cakram serta menentukan kadar hambat minimal dengan
metoda pengenceran tabung.
Dalam penelitian mi diunakan getah segar dan getah yang
di k er I ngk an. Penyar I an dli ak uk an dengan menggunak an sothl et
dengan pelarut petroleum benzefi, kloroform, etanol dan air.
Hasil penelitlan menunjukkan báhwa getah segar, sari etanol
95°% dan sari air menunjukkan aktivitas antibakteni terhadap kuman
Pseudoraonas aeruetnosa ATCC 27853 dan StaphyLococcvs avreus ATCC
26923 dan aritijamur terhadap jamur Tricophyton rubrwn, sedangkan
sari petroleum benzen dan sari kloroform tidak mempunyai
aktivitas antlbakteri dan antijamur terhadap kuman dan jamur uji.
Dari seiuruh sari dan getah segar E'uphorbiLa ant iquoruin Linn
yang diuji, kadar hambat minimal yang terendah adalah 488,28
g,/cc., yaltu dari sari etanol dan getah segar terhadap
Staphylococcus aureus dan getah segar terhadap TriLcophyton
rubrum.. Kadar hambat minimal yang ten ti nggi adal ah 31,25 mgVcc
yaltu kadar hambat minimal getah segar, sari ètanol 95°% dan sari
air dari getah EuphorbiLa ant Lquorvia Linn terhadap Psezidomonas
aerunosa ATCC 27853."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Husnia Al Haq
"ABSTRACT
Latar Belakang: Pada beberapa tahun terakhir, terjadi kenaikan insidensi infeksi jamur yang diiringi dengan kenaikan resistensi terhadap flukonazol sebagai salah satu pilihan obat untuk infeksi jamur. Sehingga perlu dipertimbangkan adanya alternatif obat yang efektif dan diharapkan juga memiliki efek samping minimal, salah satunya adalah propolis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi terhadap pertumbuhan Candida sp. dan Cryptococcus neoformans. Metode: Penelitian eksperimental untuk menguji sensitivitas propolis dengan menggunakan teknik difusi cakram yang dilakukan pada enam jenis jamur yaitu Candida albicans, Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida krusei, Candida tropicalis, dan Cryptococcus neoformans. Sampel yang diuji adalah emulsi propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi dengan konsentrasi 10 mg/ml, 50 mg/ml, dan 70 mg/ml. Hasil: Propolis jenis ini tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, dan Candida krusei, namun berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Candida glabrata dan Cryptococcus neoformans. Kenaikan konsentrasi tidak berpengaruh terhadap daya hambat propolis. Diskusi Konsentrasi propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi yang lebih rendah dari 10 mg/ml dapat dipertimbangkan untuk memberikan hasil yang lebih optimal.

ABSTRACT
Background: In recent years, there has been an increase in the incidence of fungal infections accompanied by an increase in resistance to fluconazole as one of the drug choices for fungal infections. So that it needs to be considered the existence of an alternative drug that is effective and also expected to have minimal side effect, one of which is propolis. This research was done to determine the activity of Indonesian Propolis from Tetragonula biroi Bee on the growth of Candida sp. and Cryptococcus neoformans. Methods: An experimental study to test the susceptibility of propolis using disc diffusion technique performed on six types of fungi, they are Candida albicans, Candida glabrata, Candida parapsilosis, Candida krusei, Candida tropicalis, and Cryptococcus neoformans. The samples tested were Indonesian propolis emulsion from Tetragonula biroi bee with concentration of 10 mg/ml, 50 mg/ml, and 70 mg/ml. Results: This type of propolis is not effective in inhibiting the growth of Candida albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, and Candida krusei, but has the potential to inhibit the growth of Candida glabrata and Cryptococcus neoformans. The increase in concentration does not affect the inhibition of propolis. Discussion: The lower concentration than 10 mg/ml of Indonesian propolis emulsion from Tetragonula biroi bee can be considered to provide more optimal results. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Marwah Lestari
"ABSTRAK
Infeksi Microsporum canis pada manusia adalah timbulnya tinea kapitis terutama pada anak-anak. Salah satu bahan alam yang memiliki aktivitas antijamur Microsporum canis yaitu daun puding (Polyscias guilfoylei L.). Pada penelitian ini, ekstrak daun puding dibuat menjadi sediaan sampo berbentuk cair. Selain itu, sediaan sampo ini juga diharapkan memberikan nilai keamanan pada penggunaannya terutama terhadap mata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan sampo antijamur Microsporum canis dari ekstrak metanol daun puding yang aman. Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak yang diperoleh dikarakterisasi (non spesifik dan spesifik) dan diuji aktivitas antijamurnya, serta dibuat menjadi sediaan sampo dan diuji kemaanannya. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun puding memenuhi persyaratan umum parameter non spesifik dan spesifik mutu ekstrak. Hasil formulasi sediaan menunjukkan bahwa sediaan sampo ekstrak metanol daun puding masih harus diperbaiki pada sisi organoleptiknya, yaitu aroma. Hasil uji keamanan sediaan sampo ekstrak metanol daun puding menunjukkan bahwa sediaan bersifat mengiritasi sedang terhadap mata.

ABSTRACT
Microsporum canis infection in humans causes of tinea capitis, especially in children. One of the natural ingredients that have the antifungal activity of Microsporum canis is pudding leaf (Polyscias guilfoylei L.). In this study, P. guilfoylei leaves extract was made into a liquid shampoo preparation. This shampoo preparation is also expected to provide safety value for its use, especially to the eyes. The purpose of this study was to make a safe of antifungal Microsporum canis shampoo. The leaves powder was extracted by maceration using methanol as a solvent. The extract obtained was characterized (non-specific and specific), tested for antifungal activity, and made into a shampoo preparation, and tested for its safety. The results showed that the P. guilfoyleileaves extract fulfilled the general requirements of the non-specific and the specific quality control parameters of the extract. The result of the formulation showed that the extract of P. guilfoylei leaves shampoo still had to be improved on the organoleptic side, which is the aroma. The safety test results showed that the extract of P. guilfoylei leaves shampoo was moderate eye irritation."
2019
T55346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazma Indira
"Meningkatnya jumlah pasien lanjut usia dan pasien disfungsi imun berkontribusi terhadap tingginya beban infeksi jamur invasif di Indonesia. Keterbatasan informasi dan pedoman penggunaan antijamur sistemik di Indonesia menyebabkan penggunaannya berkaitan dengan masalah terkait obat (MTO). Di Indonesia, antijamur sistemik bentuk injeksi memiliki biaya yang tinggi dan ketersediaan yang terbatas. Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengevaluasi profil penggunaan dan MTO antijamur sistemik bentuk injeksi di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Gedung A periode Januari-Desember tahun 2022. Pengambilan sampel menggunakan metode quota sampling pada data sekunder berupa rekam medis. Analisis MTO terhadap regimen pengobatan pasien difokuskan pada ketepatan dosis, ketepatan durasi, potensi interaksi obat, dan efek samping obat. Flukonazol merupakan antijamur sistemik bentuk injeksi yang paling sering digunakan (63,6%) dengan indikasi penggunaan empiris yang paling umum (41,1%). Kandidiasis merupakan jenis infeksi jamur invasif yang paling umum terjadi (26,2%) dengan median durasi pengobatan antijamur sistemik selama 9 (4-26) hari. Terdapat 45 pasien yang mengalami MTO. Termasuk dosis terlalu rendah sebanyak 4 (3,7%), durasi pengobatan terlalu singkat sebanyak 10 (9,3%), durasi pengobatan terlalu lama sebanyak 3 (2,8%), potensi interaksi obat sebanyak 19 (17,8%), dan efek samping obat sebanyak 18 (16,8%) pasien. Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa pasien dengan durasi pengobatan  >9 hari (p = 0,041) dan berusia >60 tahun (p = 0,005) lebih tinggi 2,438 dan 3,646 kali mengalami MTO antijamur sistemik bentuk injeksi. Temuan terkait efek samping obat dan interaksi obat memerlukan pemantauan oleh tenaga kesehatan dan implementasi protokol de-eskalasi antijamur untuk MTO terkait durasi dapat mengurangi biaya perawatan pasien di rumah sakit.

The rising population of elderly and immunocompromised patients contributes to Indonesia's high burden of invasive fungal infections. Limited information and guidelines on systemic antifungal agents in Indonesia contribute to drug-related problems (DRPs). Moreover, in Indonesia, injectable forms of systemic antifungals have high costs and limited availability. This cross-sectional study aims to assess the utilization profile and DRP of injectable systemic antifungal medicines at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Building A between January and December 2022. This study utilized quota sampling of secondary data from medical records. The DRP evaluation of patient treatment regimens focused on dosage accuracy, duration accuracy, possible drug interactions, and adverse drug events (ADE). Fluconazole was the most frequently administered intravenous antifungal drug (63,66%), with empirical therapy being the primary indication for treatment (41,1%). Candidiasis was the most prevalent invasive fungal infection (26,2%), and the median duration of intravenous antifungal treatment was 9 (4-26) days. A total of 45 patients experienced DRPs, encompassing dosage too low in 4 (3,7%), treatment duration too short in 10 (9,3%), treatment duration too long in 3 (2,8%), potential drug interactions in 19 (17,8%), and ADE occurring in 18 (16,8%) patients. Chi-square analysis indicated that patients with treatment duration >9 days and those >60 years of age were 2,438 and 3,646 times more likely to experience DRPs (p = 0,041 and p = 0,005, respectively). Findings concerning ADE and potential drug interactions require monitoring by healthcare providers, and antifungal de-escalation protocols for duration-associated DRPs help reduce hospitalization costs."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Nubla
"Propolis merupakan substansi resin alami yang terbentuk dari kuncup bunga, pohon, dan eksudat resin yang dikumpulkan lebah. Propolis memiliki beberapa sifat terapeutik seperti antibakteri, anti-inflamasi, penyembuhan, anestesi, antioksidan, antifungal, antiprotozoan, dan antiviral. Pada penelitian sebelumnya, ditemukan senyawa asam calophylloidic A, yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan eksplorasi aktivitas antijamur propolis Lombok terhadap empat spesies jamur yaitu Candida albicans, Candida glabrata, Candida Krusei, dan Cryptococcus neoformans. Metode pengujian antijamur yang dilakukan adalah agar difusi dan mikrodilusi. Selain itu, pada penelitian ini juga dilakukan analisis fitokimia yaitu LC-MS/MS, total kandungan polifenol dan flavonoid. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, teridentifikasi 21 senyawa dan 4 diantaranya ditemukan pada ketiga sampel propolis yaitu asam galat, ellagic acid, 18-β-Glycyrrhetinic acid dan maslinic acid. Total kandungan polifenol propolis Rempek, Sekotong, dan Bayan secara berurutan adalah 248,05±39,42; 222,96±31,24; dan 278,15±120,64 mg GAE/g. Sedangkan untuk total kandungan polifenol adalah 1023,71±140,15; 1104,22±73,90; dan 512,01±42,79 mg QE/g. Berdasarkan hasil uji antijamur yang dilakukan, sampel propolis menunjukkan aktivitas antijamur pada spesies C. albicans, C. glabrata, C. krusei, dan Cryptococcus neoformans. Zona hambatan terbaik pada C. albicans, C.glabrata, dan C. krusei secara berurutan adalah 10,4±1,97; 10,0±1,0; dan 9,67±0,58 mm. Sedangkan pada uji antijamur mikrodilusi, ekstrak propolis berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur C. albicans, C.glabrata dan Cryptococcus neoformans.

Propolis is a natural resinous substance formed from flower buds, trees, and resinous exudates collected by bees. Propolis has several therapeutic properties such as antibacterial, anti-inflammatory, healing, anesthetic, antioxidant, antifungal, antiprotozoan, and antiviral. Based on previous study, a new compound was found in Propolis Lombok, which is calophylloidic acid A with antimicrobial activity. The aim of this study is to explore antifungal activity of Lombok Propolis against Candida albicans, Candida glabrata, Candida krusei, and Cryptococcus neoformans. Two methods use on antifungal test, which are agar diffusion and microdilution. In addition, phytochemical analysis also carried out with LC-MS/MS, total polifenol content, and total flavonoid content. 21 compounds found in this study with 4 of them were found in three samples Lombok propolis, namely gallic acid, ellagic acid, 18-β Glycyrrhetinic acid and maslinic acid. The total polyphenol content of Rempek, Sekotong, and Bayan propolis respectively was 248,05±39,42; 222,96±31,24; and 278,15±120,64 mgGAE/g. Meanwhile, the total polyphenol content was 1023,71±140,15; 1104,22±73,90; and 512,01±42,79 mg QE/g. Based on the antifungal tests, propolis samples showed an antifungal activity in C. albicans, C. glabrata, C. krusei, and Cryptococcus neoformans species. Inhibition fungal growth zone for C. albicans, C. glabrata, and C. krusei respectively are 10,4±1,97; 10,0±1,0; and 9,67±0,58 mm. While for microdilution antifungal method, propolis extract only affects C. albicans, C. glabrata and Cryptococcus neoformans growth."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Anggraeni
"Asam risinoleat sebagai komponen utama minyak jarak diketahui memiliki efek anti-inflamasi yang berpotensi menjadi kandidat antijamur. Pada penelitian ini, asam risinoleat dimodifikasi dengan menggunakan glisina dan fenilalanina membentuk lipoamida melalui reaksi esterifikasi dan amidasi. Reaksi esterifikasi dilakukan dengan mencampurkan asam risinoleat, dry metanol, dan HCl pekat untuk membentuk metil risinoleat. Kemudian, metil risinoleat diamidasi dengan glisina dan fenilalanina. Berdasarkan hasil karakterisasi lipoamida menggunakan FT-IR, didapatkan puncak serapan C-N (stretch) dan N-H (bend) yang muncul pada spektrum yang menandakan keberhasilan produk sintesis. Terhadap produk lipoamida yang terbentuk dilakukan pengujian aktivitas antijamur untuk mengetahui aktivitas penghambatan pertumbuhan terhadap Candida albicans. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan bahwa lipoamida risinoleat-glisina dan lipoamida risinoleat-fenilalanina memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan besarnya zona hambat masing-masing yaitu 9 mm (lemah) dan 8 mm (lemah).

Ricinoleic acid as the main component of castor oil is known to have an anti-inflammatory effect that has the potential to be an antifungal candidate. In this study, ricinoleic acid was modified using glycine and phenylalanine to form lipoamides through esterification and amidation reactions. The esterification reaction was carried out by mixing ricinoleic acid, dry methanol, and concentrated HCl to form methyl ricinoleate. Then, methyl ricinoleate was amidated with glycine and phenylalanine. Based on the results of lipoamide characterization using FT-IR, C-N (stretch) and N-H (bend) absorption peaks appeared on the spectrum indicating the success of the synthesis product. The lipoamide product was tested for antifungal activity to determine the growth inhibitory activity against Candida albicans. Based on the test, it was found that ricinoleic-glycine lipoamide and ricinoleic-phenylalanine lipoamide had antifungal activity against Candida albicans with the inhibition zones of 9 mm (weak) and 8 mm (weak)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Candra Widyantari
"Latar belakang: Infeksi jamur oportunistik oleh Candida sp,. di dunia terus bertambah setiap tahunnya. Candida albicans menjadi jamur dengan tingkat infeksi kandidiasis paling banyak. Penggunaan antibiotik spektrum luas dan kateter urin dalam waktu lama menyebabkan obat standar seperti flukonazol mayoritas menjadi resisten terhadap kandidiasis. Propolis ternyata memiliki senyawa bioaktif yang mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans. Propolis Lombok memiliki zat aktif senyawa fenolik seperti flavonoid yang berperan sebagai antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas propolis Lombok dengan flukonazol, serta membandingkan metode well diffusion dengan microbroth dilution. Metode: Penelitian secara in vitro ini menggunakan design penelitian eksperimental yaitu metode well diffusion dan microbroth dilution. Perlakuan dibagi menjadi kelompok kontrol positif: flukonazol, kelompok kontrol negatif: DMSO, serta tiga kelompok propolis dengan kadar 50mg/mL, 70mg/mL, dan 100mg/mL. Setiap prosedur diulang 3 kali. Data dianalisis menggunakan uji statistik Kruskal-walis dan One Way ANOVA. Hasil: Pemberian propolis Lombok menunjukkan zona hambatan dengan rentang rata-rata 7,9 mm–10 mm pada metode agar difusi, sedangkan menunjukkan zona hambatan rata–rata sebesar 15 mm (p < 0,05). Jika dibandingkan dengan metode microbroth dilution ditemukan hasil yang serupa. Pada analisis statistik tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna di antara ketiga konsentrasi propolis Lombok (p > 0,05). Kesimpulan: Propolis Lombok memiliki efek antijamur terhadap pertumbuhan Candida albicans berdasarkan dua metode yang sudah digunakan, namun efektivitasnya masih lebih rendah dibandingkan flukonazol.

Introduction: Opportunistic fungal infection by Candida sp,. in the world continues to grow every year. Candida albicans is the fungus with the highest candidiasis infection rate. The use of broad-spectrum antibiotics and urinary catheters for a long time have caused most of the standard drugs such as fluconazole to become resistant to candidiasis. Propolis turns out to have bioactive compounds that can inhibit the growth of Candida albicans. Lombok propolis has active phenolic compounds such as flavonoids which act as antifungals. This study aims to compare the effectiveness of Lombok propolis with fluconazole, and to compare the well diffusion method with micro broth dilution. Method: This in vitro study used an experimental research design, namely the well diffusion and microbroth dilution methods. The treatment was divided into a positive control group: fluconazole, a negative control group: DMSO, and three groups of propolis with levels of 50mg/mL, 70mg/mL, and 100,g/mL. Each procedure was repeated 3 times. Data were analyzed using the Kruskal-Wallis statistical test and One-Way ANOVA. Result: The provision of propolis in Lombok showed an inhibition zone with an average range of 7.9 mm–10 mm on the agar diffusion method, while the inhibition zone showed an average of 15 mm (p < 0.05). When compared with the microbroth dilution method, similar results were found. Statistical analysis did not find any significant difference between the three concentrations of Lombok propolis (p > 0.05). Conclusion: Lombok propolis has antifungal effect on the growth of Candida albicans based on two methods that have been used, but its effectiveness is still lower than fluconazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>