Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidabutar, Noni Valeria
Abstrak :
Air adalah kebutuhan pokok manusia yang jumlahnya akan bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia. Sumber air baku Jakarta berasal dari Waduk Jatiluhur melalui Saluran Tarum Barat. Mutu air baku PAM Jakarta tercemar karena kegiatan antropogenik, padahal air baku yang akan digunakan seharusnya memenuhi baku mutu. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis mutu air, kegiatan antropogenik di pinggir sungai yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan menentukan strategi pemulihan air baku Jakarta. Pendekatan penelitian kuntitatif dan menggunakan metode gabungan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian, yaitu rata-rata mutu air pada 8 titik pemantauan dengan metode STORET tahun 2011-2015, yaitu: (-50), (-53), (-53), (-52), dan (-53), sehingga masuk kategori cemar berat. Berdasarkan IP tahun 2011-2015 rata-rata (4,117), (5,04), (5,341), (4,542), dan (4,831), sehingga air masuk kategori cemar ringan dan sedang. Kegiatan antropogenik di pinggir sungai, yaitu kegiatan MCK, membuang air limbah cair di badan sungai, membuang sampah, dan lainnya. Kesimpulannya adalah air Saluran Tarum Barat tercemar karena kegiatan antropogenik masyarakat di sepanjang pinggir sungai. ......The needs of clean water will increase in line with growth of human population. Currently, the main source of Jakarta?s raw water comes from Jatiluhur that flowed through West Tarum Channel. The water is polluted by anthropogenic activities, whereas raw water should fulfill first class of water quality. The aim of this study was to analyze the water quality status and anthropogenic activities on the riverbank which affect river?s water quality deterioration, and find the proper strategies to clean raw water in Jakarta. This research uses a quantitative research approach with mix-method. The results of this research, using water quality of STORET method in 2011-2015 with the average in 8 monitoring samples are (-50), (-53), (-53), (-52), and (-53). They are classified as heavily polluted. Based on years of pollution index method in 2011-2015 had an average (4.117), (5.04), (5.341), (4.542), and (4.831), so that the water classified as light to lightly- and moderately-polluted. Anthropogenic activities along the riverbank, which are bathing, washing, and latrine activities, discharging domestic wastewater into river body, littering to the river, and others affect the the water quality of the river. The conclusion from this research is that the water in the West Tarum Channel has been contaminated by anthropogenic activities along the riverbank.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keenahansa
Abstrak :
Urban Canyon merupakan sebuah konteks dimana akses jalan pada area perkotaan dikelilingi oleh barisan bangunan pada kedua sisinya secara memanjang sehingga membentuk lembah. Aktivitas yang terjadi di dalam konteks urban canyon tersebut sebagian besar digunakan oleh kendaraan bermotor, pedestrian ataupun kegiatan keramaian manusia di dalamnya (crowd). Peningkatan kepadatan penduduk perkotaan menyebabkan kebutuhan akan alat transportasi pada ruas-ruas kota. Hal tersebut dapat mempengaruhi atmosfer atau kondisi yang ada di dalam urban canyon tersebut, seperti bangunan, suhu udara maupun suhu permukaan yang ada akibat emisi yang dihasilkan. Dengan mengidentifikasi data berdasarkan studi literatur pada fenomena yang terjadi di dalam urban canyon, kemudian dilakukan simulasi angin untuk membuktikan faktor yang berperan dalam urban canyon tersebut dalam mendispersi polutan di dalamnya yang dapat mempengaruhi suhu yang ada. Simulasi yang dilakukan secara komputasional kemudian dianalisis untuk mengetahui sejauh apa dampak geometri yang ada pada urban canyon terhadap suhu di dalamnya. Pada penulisan ini, studi kasus yang digunakan adalah konteks Urban Canyon Margonda. Penulisan skripsi ini juga menunjukkan bahwa perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap fenomena yang terjadi pada urban canyon di Indonesia yang jarang diperhatikan baik dalam skala makro maupun mikro. ......Urban Canyon is a context where the road access in urban areas is surrounded by rows of building on both sides lengthwise, forming a canyon. Most of the activities that occur in the urban canyon context are used by motorized vehicles, pedestrians, or human crowds. The increasing urban population density causes the need for transportation equipment on city segments. This can affect the atmospheric conditions in the urban canyon, such as buildings, air temperature and surface surface temperature due to the emissions produced. By identifying data, based on literature studies on the phenomena that occur in urban canyons, wind simulations are used to prove the factors that play a role in the urban canyon in dispersing pollutants inside which can affect the existing temperature. Computational simulation analyzed to determine how far the geometry of urban canyon impacts to the inside of urban canyon temperatures itself. At this writing, the case study used is the context of Urban Canyon Margonda. At this writing also, shows that there is a need for further study of the phenomena that occur in urban canyons in Indonesia which are rarely noticed both on a macro and micro scale.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firouza Hilmayati Putri
Abstrak :
[Ekosistem perairan tawar, seperti sungai sebagai penyangga dari aktivitas antropogenik. Manusia sebagai elemen utama memiliki kewajiban untuk menjaga kualitas sungai, baik sebagai masyarakat ataupun pemerintah. Limbah domestik dari aktivitas manusia, seperti limbah deterjen dan fecal coliform telah melebihi daya tampung dan daya dukung perairan. Sehingga berdampak pada degradasi lingkungan. Kebijakan hukum lingkungan hidup dapat menjadi batasan untuk aktivitas manusia yang menggunakan bantaran sungai, tetapi dalam penerapannya masih terdapat kesenjangan antara masyarakat, pemerintah, dan produk hukum. Atas dasar deskripsi tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis status mutu air yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003 dan meramalkan kebijakan lingkungan hidup dengan rencana skenario kebijakan yang akan datang. Studi kasus dilakukan di bantaran Sungai Cipinang dengan metode bola salju. Nilai mutu air Sungai Cipinang adalah -134 dengan status tercemar berat. Rencana skenario kebijakan lingkungan hidup menghasilkan empat macam narasi. Narasi satu adalah kondisi ideal, narasi dua adalah keterkaitan antara nilai masyarakat terhadap lingkungan, narasi tiga adalah kerusakan sumber daya alam bersama, dan narasi empat adalah tidak terlaksananya peraturan., River is one of the freshwater aquatic ecosystem. The function of river as a buffer for human activity. Humans as a major element have an obligation to maintain the water quality of river, either as a society or government. Domestic waste from human activities, such as detergent and fecal coliform have been exceeded of carrying capacity. It can impact to environmental degradation and river become damage. Policy of environmental’s law, may be limit to human activities, but in practice, there is still gap between society, government, and legal products. Based on the description, the purposes of this study are, to analyze the status of water quality based on the decree of the Minister Environment No. 115 in 2003, community participation, and predict the environmental policy with scenario. Case studies conducted in Cipinang’s river with the snowball method. The value of water quality is -134, and the status are heavily polluted. Scenario planning for environmental’s policy have four scenarios. First scenario is an ideal condition, second is relationship between the communities values and environmental, third is tragedy of the commons, and fourth is not implemented of regulations.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Sungai Cikaniki merupakan anak Sungai Cisadane yang memiliki peran penting bagi sektor pertanian maupun sektor lainnya. Adanya aktivitas antropogenik (pertanian, domestik, dan penambangan emas) yang terjadi di Sungai Cikaniki ditengarai dapat mengganggu keseimbangan ekologi dari komunitas fauna makrobentik yang hidup di dalamya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dampak aktivitas antropogenik yang terjadi di sekitar Sungai Cikaniki terhadap kondisi ekologi pada komunitas fauna makrobentik. Penelitian telah dilakukan selama 3 tahun dimulai bulan Mei 2006 hingga Agustus 2008. Pengambilan fauna makrobentik dengan menggunakan alai D-frame kick net dan renumerasi sampel menggunakan metode fix count 100 individu. Dari penelitian ini menunjukkan adanya aktivitas antropogenik yang terjadi di Sungai Cikaniki dapat mempengaruhi jumlah taxa, komposisi, dan kelimpahan dari fauna makrobentik. Di samping itu, penggunaan metrik biologi seperti EPT, kekayaan taxa, dan indek diversitas Shannon-Wiener relatif sensitif dalam mendeteksi tingginya kontaminasi logam merkuri di sedimen, konduktivitas, oksigen terlarut, dan suhu air. Dari ordinasi canonical correspondence analysis (CCA) menunjukkan larvae Trichoptera Glossosoma sp., Coleoptera Berosus sp., Nympha Odonata Diplebia coerulescens, Plecoptera Nemoura sp., Amphinemoura sp., Ephemeroptera Atalophlebia sp., Larva Diptera Hexatoma sp. dan Glutops sp. relatif sensitif dicirikan oleh rendahnya suhu, konduktivitas, debit, dan konsentrasi merkuri di air, dan sedimen. Larva Coleoptera Notriolus sp, Diptera Chironomidae Krenopelopia sp., Polypedilum flavum, Eukiefferiella sp., Cricotopus politus, Trichoptera Ceratopsyche sp., Lepidoptera Nymphulinae dan nympha Ephemeroptera Platybaetis sp relatif toleran terhadap peningkatan variabel suhu air, konduktivitas, debit air, konsentrasi merkuri di air dan sedimen yang relatif tinggi.
551 LIMNO 16:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Kuntjoro
Abstrak :
Kondisi daya dukung lingkungan di sebelah utara Gunung Salak sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah sumberdaya air. Sumberdaya air merupakan bagian dari sumberdaya alam yang sangat dipengaruhi oleh faktor alami (curah hujan, jenis tanah, jenis batuan dan kemiringan lereng) dan faktor antropogenik (penggunaan lahan yang aktual) Penampalan dari berbagai faktor tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis dan perangkat lunak Arc View 3.2 dapat memberikan informasi tentang Kemampuan Alami Sumberdaya Air dan Kondisi Daya Dukung Lingkungan Berdasarkan Kemampuan Sumberdaya Air. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan di kawasan sebelah utara Gunung Salak berdasarkan kamampuan alami sumber daya airnya dapat diklasifikasikan ke dalam tingkat sesuai dan sangat sesuai ± 28% (17,861, 978 ha) yang terletak di sebelah selatan kawasan penelitian, tingkat agak sesuai ± 55,28% (34.903,795 ha) sangat mendominasi, sedangkan kurang sesuai ± 16,424% (10.370,131 ha) dan tidak sesuai ± 5,769% (3.643 ha) terletak di utara kawasan penelitian. Hasil dari penampalan antara Peta Kemampuan Alami Sumberdaya Air dengan Peta Penggunaan Lahan dapat dihasilkan Peta Kondisi Daya Dukung Lingkungan Berdasarkan Kemampuan Sumberdaya Air. Berdasarkan kemampuan sumberdaya air, Daya Dukung Lingkungan di kawasan sebelah utara Gunung Salak dapat diklasifikasikan kedalam tingkat yang baik ± 31,212% (19,707,308 ha), normal ± 15,639% (9.874,869 ha), kurang baik ±16,694% (10.540,678 ha), tidak baik ± 28,929 % (18.265,868 ha) dan sangat tidak baik ±7,524% (4.750,803 ha), dari semua itu menunjukkan kondisi daya dukung lingkungan di kawasan penelitian masih baik, dimana 48,84% (29,582,177 ha) dari luas keseluruhan mempunyai tingkat kondisi yang baik dan normal serta penggunaan lahannya masih berupa hutan dan perkebunan. Arahan dalam penggunaan lahan di kawasan penelitian adalah dengan tetap mempertahankan kawasan dengan tingkat kondisi daya dukung lingkungan yang baik dan normal sebagai kawasan lindung sedangkan tingkatan lainnya dapat mengikuti RTRW yang ada.
Environmental Carrying Capacity Condition Based On the Capability of Water Resource (Case study on North Mount Salak, Bogor, Jawa Barat)Environmental carrying capacity in North Mount Salak is dependent on many factors; one of those is the capability of water resource. Water resource is a part of nature resources that is influenced by natural factors (rain fall, soil type, rock type and slope land) and anthropogenic factors (actual land use). Result from overlay of many factors using Geographic Information System (GIS) and Arc View 3.2.software provided information on natural capability of water resource and environmental carrying capacity based on capability of water resource. The results of this research in terms of natural capability of water resource in Northern side of Mounth Salak are classified into suitable and very suitable approximate to 28% (17861.978 ha) which are dominant in the southern side of research area, rather suitable 55,28% (34903195 ha) very dominant, low suitable 16.424% (10370.131 ha) and not suitable 5.769% (3643 ha) in the northern side of research area. Overlay between maps of natural capability of water resource and land use produced map of environmental carrying capacity based on capability of water resource. Based on the capability of water resource, environmental carrying capacity on North Mount Salak areas are classified into 5 categories, i.e. good category 31.212% (19707.308 ha), normal 15.639% (9874.869 ha), less good 16.694% (10540.678 ha), not good 28.929% (18265.868 ha) and very poor 7.524% (4750.803%), all of those parameters indicate that environmental carrying capacity in research location mostly in good condition, where 48.84% (29582.177 ha) from all areas are in good and normal levels condition. The suggestions for land use in the research in term of its carrying capacity area are to maintain good and normal level as protected areas, while for good and normal levels can follow the existing RTRW.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waty Darmawaty
Abstrak :
Kehadiran manusia di suatu lingkungan akan menimbulkan pengaruh timbalbalik karena kegiatannya memenuhi kebutuhan hidup dasar maupun kebutuhan hidup sampingan, selain itu kegiatan manusia itu sendiri akan menghasilkan limbah yang pada gilirannya akan mempengaruhi lingkungan khususnya air di lingkungannya (Situ Cigayonggong). Dalam membina hubungan timbal-balik dengan lingkungannya, manusia harus mampu beradaptasi. Pengalaman beradaptasi terhadap lingkungannya itu diartikan sebagai kearifan lingkungan (environmental wisdom) yang merupakan mekanisme untuk menjaga keseimbangan lingkungan, sedangkan perilaku manusia dalam kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan berkaitan dengan persepsi mereka mengenai lingkungan alam. Situ Cigayonggong adalah suatu ekosistem lahan basah di Kabupaten Subang yang perlu dijaga eksistensinya, karena situ ini dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk Desa Kasomalang Wean untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari (minum, mandi, mencuci, mengairi sawah/kolam, dan lain-lain). Tahun 1981 situ ini luasnya 3,87 Ha, sekarang luasnya tinggal sekitar 2,87 Ha. Permasalahan pokok yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah dampak aktivitas penduduk terhadap kelestarian fungsi situ bagi keseimbangan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendapatkan data mengenai kondisi kualitas air Situ Cigayonggong dengan adanya limbah yang berasal dari aktivitas manusia di sekitarnya; 2) mengetahui aktivitas penduduk yang terkait dengan kehadiran Situ Cigayonggong; 3) mengetahui kondisi dan persepsi masyarakat yang ada di sekitar Situ Cigayonggong terhadap fungsi situ, serta 4) mengetahui kearifan lingkungan yang berkembang. Hipotesis penelitian ini adalah tekanan penduduk serta memudarnya kearifan lingkungan mempercepat penyusutan sumber daya alam perairan dan kualitas lingkungan. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah mengenai aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi perubahan kualitas lingkungan, khususnya terhadap fungsi ekosistem lahan basah (situ), serta sebagai masukan untuk program-program pengendalian pencemaran dan pengelolaan perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Juli Tahun 2003 di Situ Cigayonggong, Desa Kasomalang Wetan, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, dengan menggunakan metode Ex Post Facto. Pengambilan data primer meliputi pengambilan sampel fisik, kimia, dan biologi kualitas air serta pengambilan data sosial melalui penelitian di lapangan dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari dinas/instansi terkait serta literatur yang mendukung. Hasil kajian latar belakang sejarah Desa Kasomalang Wetan dan Situ Cigayonggong memperlihatkan ada peningkatan jumlah penduduk serta perubahan lingkungan di sekitar kawasan Situ Cigayonggong. Hampir sebagian besar desa ini merupakan areal perkebunan kopi milik Belanda (sekitar abad ke-18) telah mengalami perubahan menjadi permukiman penduduk. Indikasi perubahan kondisi Situ. Cigayonggong di lokasi penelitian tersirat dari jawaban responden mengenai perubaban tersedianya air, luas situ dan kondisi ikan di Situ Cigayonggong (sekitar 80%) menyatakan semakin berkurang. Hasil telaah hubungan fungsional indeks kualitas air permukaan dan dasar (nilai R2 =0,78-0,86) serta indeks keragaman bentos dengan habitatnya (nilai R2=0,84-0,99) memperlihatkan aktivitas manusia di sekitar Situ Cigayonggong menyebabkan perubahan kualitas air serta keragaman jenis makroinvertebrata bentos. Hasil analisis aspek sosial memperlihatkan kondisi sanitasi penduduk yang kurang baik, pudarnya kearifan lingkungan serta kehadiran pendatang yang kurang memperhatikan kearifan lingkungan turut mempercepat penurunan sumberdaya alam dan kualitas lingkungan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertumbuhan penduduk yang pesat dan kemajuan teknologi yang mempermudah manusia mengolah sumber daya alam sekitarnya sering dilakukan tanpa mengenal batas daya dukung ataupun daya tampung, sehingga menimbulkan mutual depletion, sangat cepat. Akibatnya keseimbangan lingkungan menjadi rusak atau terganggu. Hasil penelitian yang dilakukan selama periode bulan Januari sampai Juni 2003, diketahui: 1. Hasil analisis kondisi kualitas air Situ Cigayonggong selama pengamatan tanggal 13 Mei - 10 Juni 2003 memperlihatkan adanya dampak negatif akibat efek antropogenik dengan indikasi sebagai berikut: a. Stasiun IV (stasiun yang tidak mendapat masukan limbah hasil aktvitas manusia) memiliki kualitas air lebih baik dibanding stasiun I, II dan III (stasiun-stasiun yang menerima limbah hasil aktivitas manusia). Indeks kualitas air tertinggi sebesar 3,99 terdapat pada stasiun IV, sedangkan indeks kualitas air terendah sebesar 2,79 terdapat pada stasiun II (Indeks kualitas air angkanya 1 sampai 5 dengan kategori 1=buruk; 2=agak buruk; 3=sedang; 4=baik; dan 5=baik sekali). b. Makroinvertebrata bentos yang ditemukan di Situ Cigayonggong sebanyak 8 jenis, terdiri atas kelas Oligochaeta (2 jenis), Gastropoda (3 jenis) dan Pelecypoda (3 jenis). Makroinvertebrata bentos tersebut adalah jenis yang biasa ditemukan pada kondisi bahan organik yang melimpah. Nilai indeks keragarnan makroinvertebrata bentos selama penelitian di Situ Cigayonggong, berkisar antara 0,27 (stasiun II)-1,38 stasiun IV). 2. Bentuk aktivitas penduduk yang terkait dengan kehadiran Situ Cigayonggong adalah pemanfaatan Situ Cigayonggong untuk sumber air minum dan memasak, mandi, mencuci, mengairi sawah/kolam, serta pemanfaatan lainnya (usaha pencucian kendaraan serta usaha industri kecil pabrik tahu). 3. Kondisi dan persepsi penduduk di sekitar Situ Cigayonggong adalah: a. Penduduk Desa Kasomalang lebih mudah menangkap informasi secara lisan dari teman, tetangga (orang-orang terdekatnya) dibandingkan sumber informasi lainnya. Kondisi ini mempengaruhi pengetahuan dan pemaharnan mereka terhadap lingkungannya. Penduduk Desa Kasomalang Wetan di lokasi penelitian menyatakan Situ Cigayonggong harus dipertahankan, tetapi tidak diikuti dengan perilaku yang menunjang kelestariannya. Masih terdapat penduduk yang rumahnya tidak dilengkapi saluran pembuangan limbah rumah tangga, membuang sampah ke sungai, serta membuang hajat besar di sungai ataupun Situ Cigayonggong. b. Persepsi Penduduk Desa Kasomalang Wetan untuk fungsi situ yang dianggap paling panting oleh penduduk Desa Kasomalang Wetan adalah untuk menjaga ketersediaan air di desanya serta untuk kepentingan sehari? hari. 4. Kearifan lingkungan yang masih bertahan di Desa Kasomalang Wetan adalah pantangan menangkap ikan pada hari Senin dan Jumat, pantangan berenang bagi pendatang, serta bentuk jamban tradisional memakai pancuran yang dibangun di atas kolam ikan. Sebagai upaya untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan khususnya Situ Cigayonggong maka dapat disarankan: 1. Perlu penerangan lebih lanjut kepada masyarakat khususnya pengelola Pesantren Darussalam agar tidak memanfaatkan mata air secara langsung dari sumbernya, tetapi dengan cara ditampung terlebih dahulu dalam bak penampungan, selanjutnya dialirkan melalui pipa-pipa mengikuti ketinggian tempat. Demikian juga dengan limbah yang dihasilkan oleh Pesantren Darussalam, pabrik tahu dan tempe, supaya limbahnya diolah terlebih dahulu menggunakan teknologi pengelolaan limbah sederhana (misal kolam pengendapan, kolam fakultatif, kolam maturasi). 2. Pengetahuan lingkungan hidup dapat disampaikan melalui media informasi yang sudah ada (cerarnah-ceramah agama). 3. Kearifan lingkungan yang ada di Desa Kasomalang Wetan perlu dikembangkan menjadi peraturan tertulis. Hal ini untuk menghindari pemanfaatan Situ Cigayonggong secara berlebihan, dan mencegah turunnya daya tampung serta kualitas perairan setempat.
Anthropogenic Effect on the Degradation of Lake Function (A Case Study of the Existence of Organic Substance by Means of Biological Indicator in the Cigayonggong Lake, Subang District)The presence of human being in environment is causing adverse effect due to their fulfillment of primary and secondary needs. Their activities generate wasted material that will in turn be able to give impact on aquatic environment. To develop their relationship with environment, an adaptation is required. Experience of adaptation is abstracted as ecological wisdom that once become environmental balance mechanism, while people's behavior in relation to environmental preservation have something to do with their perception on it. The Cigayonggong Lake is one of wetland ecosystem in Subang Regency that need to be preserved since most of villagers of East Kasomalang Village where it belong to, get benefit of its existence for their daily activities such as drinking, bathing, washing, watering paddy field and fish pond, etc. The area of the lake is decreasing from 3,87 Ha in 1981 to 2,87 at present. The main issue discussed in this research is the impact of peoples activities on the lasting of lake function for environmental balance, mean while the objectives are: 1) To obtain data about water quality of Cigayonggong Lake due to discards from surrounding peoples activities; 2) To acknowledge the villagers activities related to Cigayonggong Lake; 3) To acknowledge the villagers perception about lake function; and 4) To acknowledge ecological wisdom developed in the area. Hypothesis of this research is the pressure of population growth and disappearance of environmental wisdom accelerate the decreasing in water resource and environmental quality. Results of this research are expected to be the scientific information about people?s activities that effect the environmental quality changes, especially wetland ecosystem, and to be utilized for pollution control program as well as water resource management. The research was conducted from January to July 2003 in the Cigayonggong Lake, East Kasomalang Village, Jalancagak Sub District, Subang Regency, using the Ex Post Facto Method. Primary data inquiry includes physical, chemical, and biological parameters of water quality; meanwhile socials aspects data inquiry includes observation and interview. Secondary Data were obtained from related institutional offices and literary. Study of historical background of East Kasomalang Village and the Cigayonggong Lake area indicates significant population growth and environmental changes around the Cigayonggong Lake area. Major part of the village area which used to be the Dutch occupied coffy plantation (18th century), have converted into settlement. These environmental changes also can be known from respondent answer about water availability, lake area and fish condition of the lake that 80 percent of them confirm a decreasing. Result of functional relational analysis of the top with bottom part of water quality index (R2= 0.78-0.86) and diversity index of benthic macro-invertebrate with its habitat (R2 = 0.84-0.99), indicates that people activity around the Cigayonggong Lake cause changes in water quality and diversity of benthic macro-invertebrate. Social aspect analysis indicates of poor condition of sanitation system, decreasing environmental wisdom and the new settler which are unfamiliar with local value, have accelerated degradation in natural resource and environment quality. Conclusion: The rapid population growth and the advance of technology that ease them to exploited natural resource in their surrounding often make them ignore its carrying capacity that cause natural depletion and disturb environmental balance. Here are the details: 1. Result of water quality analysis of the Cigayonggong Lake for measurement period of May 13 to June 10th show anthropogenic effects that cause degradation of lake function, as following details: a. Station IV (not receiving any discards of people activity) has better water quality index than 3 other station (station I, II and III) that receive people activity discards. The highest water quality index (3,99) in on station IV, mean while the lowest (2,79) is in station II (Quality Index 1 =worst; 2=not good; 3= median; 4=good; 5 -best). b. Benthic macro-invertebrate found in the Cigayonggong Lake consist of 8 genus. They are Oligochaeia (2 species), Gastropods (3 species) and Pelecypoda (3 species). Such benthic macro-invertebrate found in fair organic concentration. The range of benthic macro-invertebrate diversity index is 0,27 (station II) to 1,38 (station IV). 2. People activities which related to the existence of Cigayonggong Lake are cooking, bathing, washing, watering paddy field, and other purpose such as home industry. 3. Perception and condition of people living around the Cigayonggong Lake are: Spoken information among close person is the most accepted source that influences their understanding about environment. Their demand for the lake preservation is not supported with their behavior to environment. The most important function of the lake in the respondent perception is to preserve water source and daily needs. 4. Ecological wisdom which is still preserved in East Kasomalang Village is forbiddance to catch fish on Monday and Friday, to swim in the lake for visitor, and to place traditional closet over fish pound. To recommendation to preserve the lasting existence of the Cigayonggong Lake function are: 1. Need further explanation to people and especially the board of Pesantren Darussalam about the importance of letting the water flow in ground reservoir before being pumped out with certain regulation, and its recommended to pump out directly from its source. Further more waste water produced (by Pesantren Darussalam and local home industry) need to be stabilized in any waste water treatment. 2. Environmental education can be transferred through existing media such as religious speech. 3. Environmental wisdom need to be developed into written rule, to prevent an over exploitation of the lake and degradation of its carrying capacity, as well as its water quality.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 12258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Anthropogenic changes to the marine environment are causing some considerable concern and yet there is very little information on the overall effects of either single or multiple human influences on species, populations, or, indeed, communities. The indication is that anthropogenic stressors have significantly altered the composition and diversity of marine communities at almost every trophic level, which can have profound effects on surviving species and ecosystems, especially when major processes are supported by a limited number of species. Studies investigating the effects of multiple stressors, however, are challenging as ecological changes are underpinned by physiological adjustments and differences in tolerance levels which are highly variable among and within species and populations. To provide a more comprehensive understanding of the effects of multiple stressors, this volume summarizes current understanding of the physiological and ecological responses of marine species to a wide range of potential stressors (salinity, hypoxia, ocean acidification, temperature, chemical pollution, nitrogen deposition, ultraviolet radiation, and noise), before it considers what is currently known about effects of multiple co-occurring stressors in the marine environment. Expertise, ranging from emerging early career researchers to leaders in the field, have been brought together to outline the responses shown by different marine species and habitats at different levels of biological and ecological organization, as well as to provide perspectives on potential future outcomes for some of the most pressing environmental issues facing society today.
Oxford: Oxford University Press, 2016
e20469635
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Faiz Fadzil
Abstrak :
A study was carried out to evaluate the extent of total petroleum hydrocarbon (TPH) and oil and grease (O&G) pollution in the waters of Ramsar Gazetted mangrove area Johor, during monsoon (February) and post-monsoon (May), 2013. The concentrations of |TPH obtained using UV-fluorescence spectroscopy ranged between 6.50-80.3 (mean 20.2 ±15.7) ug L-1 Tapis crude oil equivalent and O&G using gravimetric analysis ranged from 0.06-1.50 (mean 0.37 ± 0.28) mg L-1. Higher TPH in area surrounding the Kukup Island is probably due to illegal desludging and active shipping activities. The O&G was found higher in the Strait of Kukup Island and Pulai River; high surface run-off of lipophilic matters from terrestrial and anthropogenic activities could have enriched the waterways. In general, anthropogenic activities, tidal influence and dynamic of mixing affected the distribution of O&G and TPH in the study area. Values obtained were comparable to reported data elsewhere in Malaysian waters.
Terengganu: UMT, 2017
500 JSSM 12:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ramanatalia Parhusip
Abstrak :
Kenaikan suhu di daerah perkotaan yang mengakibatkan terbentuknya UHI, diduga didorong oleh mengikatnya konsentrasi emisi antropogenik efek dari aktivitas manusia. Belakang ini, pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia, sehingga untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19, pemerintah memberlakukan peraturan seperti PSBB dan PPKM yang salahsatunya diterapkan di Kabupaten Bekasi. Adanya pembatasan pergerakan masyarakat ini memicu terjadi penurunan konsentrasi emisi antropogenik yang disinyalir akan mengurangi fenomena UHI di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial dan temporal emisi antropogenik dan UHI di Kabupaten Bekasi, serta keterkaitan keduanya. Metode yang digunakan yaitu pengolah dari citra Sentinel 5P untuk mendapatkan nilai konsentrasi emisi antropogenik (NO2 dan SO2) dan Landsat 8 untuk mendapatkan suhu permukaan daratan (SPD). Hasil penelitian ini menujukan bahwa Kabupaten Bekasi sempat mengalami penurunan konsentrasi emisi antropogenik pada saat pandemi 2020, kemudian meningkat kembali pada saat pandemi 2021. Adapun wilayah yang terdampak urban heat island terus mengalami peningkatan luas pada saat pandemi COVID-19. Hasil ini didukung oleh uji statistik yang menunjukkan semakin tinggi konsentrasi emisi antropogenik, maka dapat meningkatkan urban heat island. ......The rise in temperature in urban areas resulting in the formation of UHI is thought to be significantly driven by anthropogenic emissions due to human activities. During the COVID-19 pandemic, the Indonesian government issued the Large-Scale Social Restrictions (PSBB) and Community Activities Restrictions Enforcement (PPKM) policy. Bekasi Regency is part of the Jabodetabek megapolitan that applied strict PSBB and PPKM treatment during the pandemic. The existence of restrictions on the movement of this community triggered a decrease in the concentration of anthropogenic emissions which allegedly will reduce the phenomenon of UHI in Bekasi regency. This study aims to determine the spatial and temporal patterns of anthropogenic emissions and UHI in Bekasi regency, also the association between the variables. The research method uses processed satellite imagery from Sentinel 5P to get anthropogenic emissions concentrations (NO2 and SO2) and Landsat 8 to get land surface temperature (LST). The results showed that Bekasi had a slight decrease in the concentration of anthropogenic emissions during COVID-19 pandemic 2020, then increased during COVID-19 pandemic 2021. The areas affected by urban heat islands increased steadily during the COVID-19 pandemic. Therefore, when the concentration of anthropogenic emissions rises, the UHI ascends.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library