Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ema Hermawati
Abstrak :
Faktor iklim seperti temperatur, kelembaban, curah hujan dan angin setempat mempengaruhi kehidupan nyamuk Anopheles termasuk perilaku menggiggit. Kepadatan menggigit nyamuk Anopheles betina, yang diukur melalui Angka Man Biting Rate, (MBR) tentunya akan berpengaruh terhadap kejadian kasus malariabaru. Telah dilakukan studi untuk rnenganalisis hubungan antara kepadatan menggigit (MBR) Anopheles sundaicus dan fluktuasi iklim dengan jumlah kasus malaria di Desa Nongsa Pantai dan Teluk Mata Ikan, Kota Batam selama bulan Juli sampai Oktober 2004, Studi menggunakan rancangan ekologi-korelasi dengan data selcunder angka MBR dan data kasus berasal dari penelitian sebelumnya oleh Susanna (2005) bexjudul "Pala Penularan Malaria di Ekosistem Persawahan, Perbukitan, dan Pantai (Studi di Kabupaten Jepara, Purworejo dan Kota Batam)". Sedangkan data iklim diperoleh dari stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam. Hubungan dianalisis melalui angka korelasi (r) pada p value = 0,05 dan pembacaan graik berdasarkan waktu Hasil uji statistik menunjukkan bahwa Suhu berkorelasi Sedang dan negatif (r = -0,491) dengan MBR., suhu maksimum 28°C terjadi di minggu ke-7 (Agustus) sementara MBR maksimum 13,5 terjadi di minggu ke-15 A (Oktober), Kelembaban berkorelasi kuat dan positif (r = 0,722) dengan MBR, maksimum teljadi di minggu ke-i5 (Oktober) yaitu 86% bersamaan dengan angka MBR maksimum, grafik memprediksikan kelembaban maksimum akan mempengaruhi angka MBR di mjnggu yang sama. Curah hujan berkorelasi kuat dan negatif (r = -0,653) dengan MBR, curah hujan maksimum 49 mm teljadi di minggu ke-9 (September), graiik memprediksi saat curah hujn maksimum enam minggu kemudian mempengaruhi angka MBR. Kecepatan angin berkorelasi kuat dan negatif (r = -(1,646) dengan MBR, kecepatan angin maksimum 7 knot texjadi di minggu ke-7 (Agustus), graiik memprediksi saat kecepatan angin maksimum delapan minggu kemudian mernpengaruhi angka MBR. Dari hasil prediksi, disarankan program surveilans vektor dilakukan segexa setelah kelembaban, curah hujan dan kecqpatan angiu mencapai nilai rnaksimum. Antara kasus malaria dan angka MBR tenjadi hubungan yang sedang dengan arah negatif (r = -0,453), angka MBR maksimmn ada di rninggu ke-15a(Oktober) sedangkan kasus tertinggi yaitu 25 kasus terjadi diminggu ke-8 (Agustus). Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa suhu, kelembaban, curah hujan dan kecepatan angin berkorelasi sangat lemah dengan kasus malaria. Suhu berkorelasi negatif (r = -0,044), kelembaban berkorelasi negatif (r = -0,206), curah hujan berkorelasi positif (r = 0,l98), dan kecepatan angin berkorelasi positif (r = 0,l36) dengan kasus malaria. Prediksi tidak dilakukan pada hubungan yang sangat lemah.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T31591
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Sukamto
Abstrak :
Di Kabupaten Kulon Progo telah terjadi KLB malaria pada tahun 2012, sebagian besar kasus terjadi di wilayah Puskesmas Kokap 2 yaitu sebanyak 89 dan 20 kasus pada tahun 2012 dan 2013. Jarak terbang nyamuk anopheles merupakan salah satu faktor sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit malaria. Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Subyek penelitian sebanyak 120 responden terdiri dari 60 kasus dan 60 kontrol. Hasil penelitian menunjukkan jarak terjauh yang mempunyai nilai kemaknaan secara statistik adalah kurang dari 400 meter yang mempunyai nilai OR= 2,500 (95% CI 1,052 - 5,940) dan nilai p= 0,035. Variabel lain yang berpotensi adalah kebiasaan keluar malam, pekerjaan dan tindakan pencegahan yang dilakukan. Perlu upaya yang menyeluruh dari semua lapisan masyarakat dalam upaya mengurangi tempat perindukan nyamuk anopheles di sekitar rumahnya dan mengurangi risiko tertular malaria. ......In Kulon Progo Regency has been an outbreak of malaria in 2012, most cases occurred in the area of health center Kokap 2 is as much as 89 and 20 cases in 2012 and 2013. Anopheles mosquito flight range is one of the influential factors on the incidence of malaria. The design study is a case control. The study subjects consisted of 120 respondents from 60 cases and 60 controls. The results showed that the farthest distance has a value of statistical significance is less than 400 meters which has a value of OR = 2.500 (95% CI 1.052 to 5.940) and the value of p = 0.035. Other variables that are potentially habit out at night, work and preventive measures undertaken. Need a complete effort from all levels of society in an effort to reduce the mosquito Anopheles breeding places around the house and reduce the risk of contracting malaria.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Nurdiantika Sari
Abstrak :
Malaria merupakan penyakit menular yang penyebab utamanya adalah parasite (Protozoa) dari genus Plasmodium. Masih tingginya kejadian malaria di Kab. Belu Nusa Tenggara Timur Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dan mengukur besarnya faktor risiko yang berhubungan terhadap kejadian malaria. Penelitian ini menggunakan desain study cross-sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mass screening & selective treatment oleh Sutanto et al pada tahun 2013 di Kabupaten Belu, NTT, Indonesia. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 1113 Subjek. Analisis menggunakan cox regression dengan tingkat kemaknaan α = 5% dan nilai confidence interval 95%. Hasil analisis multivariat dengan cox regression, menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kab. Belu NTT yaitu umur PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, pekerjaan PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, penggunaan obat malaria PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, dan Desa. Disimpulkan bahwa umur, pekerjaan, konsumsi obat antimalaria, dan Desa merupakan faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur Indonesia. ......Malaria is an infectious disease transmitted by Protozoa of the genus Plasmodium. This study is conducted due to the high malaria incidence in Kab. Belu, East Nusa Tenggara, Indonesia, which presents itself as a public health threat. Study aims include analyzing and measuring the magnitude of the risk factors associated with malaria incidence. This study utilized a cross-sectional study design, and is part of a larger surveillance study by Sutanto et al in 2013, which conducts large-scale mass screening and selective treatment in Belu Regency, NTT, Indonesia. The number of samples included in the study were 1113 subjects, with statistical analysis using cox regression models with 5% significance level and 95% confidence interval. The results of multivariate analysis suggested that the the risk factors associated with the malaria incidence were (1) age PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, (2) occupation PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, (4) malaria drug use PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, and (4) Village. Therefore, malaria incidence in Belu District, East Nusa Tenggara Indonesia, were heavily influenced by age, occupation, consumption of antimalarial drugs, and village.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lepa S.
Abstrak :
ABSTRAK
Gamma aminobutyric acid (GABA) reseptor merupakan situs target insektisida dieldrin dan endosulfan, kelompok insektisida siklodien. Mutasi pada gen pengkode reseptor GABA menyebabkan resistansi terhadap dieldrin (Rdl). Resistansi ditandai dengan perubahan asam amino pada kodon A302G/S saluran ion reseptor GABA. Mutasi tersebut telah ditemukan terhadap beberapa jenis serangga, termasuk nyamuk anopheline dan dikaitkan dengan resistansi terhadap insektisida siklodien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi keberadaan mutan alel Rdl pada spesies Anopheles di Indonesia. Analisis molekuler dilakukan pada sampel nyamuk Anopheles dari beberapa daerah di Indonesia (Aceh, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Lampung, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Maluku dan Maluku Utara) untuk mendeteksi keberadaan alel Rdl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 11% dari 154 total sampel Anopheles yang dianalisis mengalami mutasi. Mutasi A302S alel Rdl ditemukan pada An. vagus (dari Jawa Tengah, Lampung dan Nusa Tenggara Barat), An. aconitus (dari Jawa Tengah), An. barbirostris (dari Jawa Tengah dan Lampung), An. sundaicus (dari Sumatera Utara dan Lampung), An. nigerrimus (dari Sumatera Utara), sedangkan mutasi alel A302G hanya ditemukan pada An. farauti dari Maluku. Uji Kerentanan dilakukan dengan menggunakan prosedur standar dari WHO, CDC dan modifikasi dari penelitian sebelumnya. Uji tersebut menggunakan endosulfan (merk dagang Akodan 35 EC) dengan konsentrasi 0- 0.4% (g/L), dua kali ulangan terhadap 20-30 sampel larva dari Kecamatan Katibung dan Rajabasa, Provinsi Lampung. Setelah bioasay dilanjutkan analisis molekuler pengkodean subunit GABA. Nilai LC50 larva adalah 0.00893 (0.00332- xiv 0.01697) dan 0.00904 (0.00401-0.01586) dari Kecamatan Katibung dan Rajabasa. Analisis molekuler menunjukkan bahwa seluruh larva membawa alel Rdl A302, tipe normal. Adanya mutasi pada alel Rdl menunjukkan bahwa paparan insektisida pada populasi Anopheles di daerah ini mungkin masih berlangsung (meskipun tidak secara langsung terkait dengan program pengendalian malaria) atau spesies yang membawa alel resistan dapat bersaing dengan spesies normal pada populasi Anopheles sehingga bentuk mutan dari alel Rdl relatif stabil dalam ketiadaan insektisida dieldrin yang sudah tidak digunakan lagi. Meskipun demikian, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa manajemen hama terpadu diperlukan pada daerah endemik malaria di mana insektisida juga digunakan untuk keperluan lain seperti pertanian.
Abstract
The gamma-aminobutyric acid (GABA) receptor-chloride channel complex is known to be the target site of dieldrin and endosulfan, a cyclodiene insecticide. Mutation in the gene encoding the GABA-receptors, resistance to dieldrin (Rdl), which renders amino acid substitutions at codon A302G/S in the putative ion-channel lining region. The mutation has been found in a wide range of insect including anopheline mosquitoes and confers resistance to cyclodiene insecticide, such as dieldrin and picrotoxin. The present study aims to explore the existence and frequency distribution of the Rdl mutant alleles among the Anopheles species in Indonesia. Molecular analyses have been performed on Anopheles mosquito samples collected from several areas across Indonesia (Aceh, North Sumatra, Bangka Belitung, Lampung, Central Java, East Nusa Tenggara, West Nusa Tenggara, West Sulawesi, Molucca and North Molucca) and the Rdl gene was Polymerase-Chain Reaction (PCR) amplified and sequenced to detect the existence of the Rdl mutant alleles. The results indicated that 11 % of the total 154 Anopheles samples examined carried the mutant Rdl alleles. The A302S allele was observed in An. vagus (from Central Java, Lampung and West Nusa Tenggara), An. aconitus (from Central Java), An. barbirostris (from Central Java and Lampung), An. sundaicus (from North Sumatra and Lampung), An. nigerrimus (from North Sumatra), whereas the A302G allele was only found in An. farauti from Molucca. Susceptibility test were carried out using World Health Organization (WHO), Centers Disease Control and Prevention (CDC) and previously publish method with tight modification standard procedures. The test using 0-0.4% (w/v) endosulfan concentrations (Akodan 35 EC trademark) with two replicates and 20-30 larvae samples from the field of Katibung and Rajabasa sub-district, Lampung Province and followed by molecular analyses of the gene encoding the GABA subunit. The LC50 of the larvae were 0.00893 (0.00332- 0.01697) and 0.00904 (0.00401-0.01586) from Katibung and Rajabasa and all of the larvae carried A302 Rdl allele. The existence of the Rdl mutant allele indicates that, either insecticide pressure on the Anopheles population in these area might still ongoing (though not directly associated with malaria control program) or that the mutant form of the Rdl allele is relatively stable in the absence of insecticide. Nonetheless, the finding suggests that integrated pest management is warranted in malaria endemic areas where insecticides are widely used for other purposes.
2012
T31006
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Waris
Abstrak :
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia termasuk di Kalimantan Selatan dan merupakan reemerging disease di dunia. Spesies vektor malaria yang terpenting di pulau Kalimantan adalah An.subpicius Grassi, menjadi masalah karena sehubungan dengan terjadinya penebangan hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Pyriproxyfen terhadap pertumbuhan, perkembangan dan mortalitas larva An.subpictus. Metode penelitian adalah eksperimen skala laboratorium dimana variabel dependen adalah konsentrasi Pyriproxyfen (ppm) dan variabel independen adalah pertumbuhan dan perkembangan larva dan pupa, mortalitas larva dan pupa, abnormalitas dari pra-dewasa dan nyamuk dewasa. Analisis statistik adalah correlation regression dilakukan untuk melihat hubungan korelasi antara variabel dependen dan variabel independen. Pemeriksaan mikroskop dilakukan untuk melihat perkembangan yang abnormal dan penyebab terjadinya kematian pada stadium pra-dewasa. Hasil penelitian adalah Pyriproxyfen sebagai suatu alternatif IGR, memberikan dampak kematian dan pengaruh pertumbuhan terhadap stadium larva ke pupa dan stadium pupa ke nyamuk dewasa. Makin tinggi konsentrasi Pyriproxyfen, makin tinggi kematian larva (p=0,012), dan makin sedikit pupa yang terbentuk (p=0,007), dan makin sedikit pupa yang mati (p=0,015). Hasil analisis korelasi memperlihatkan hubungan positif antara Pyriproxyfen terhadap kematian larva (Kematian Larva=22,29+0,4*Konsentrasi), hubungan negatif antara Pyriproxyfen terhadap pembentukan pupa (Pembentukan Pupa=2,71-24*Konsentrasi), dan hubungan negatif antara Pyriproxyfen terhadap kematian pupa (Kematian Pupa=2,86-0,44*Konsentrasi). Dari penelitian ini tidak ada pupa yang berhasil menjadi nyamuk dewasa. Pengaruh Pyriproxyfen terhadap pertumbuhan larva dan pupa adalah menggagalkan proses ecdysis yang menyebabkan kematian pada larva dan pupa. Malaria is still as a public health problem in Indonesia including South Kalimantan, and one of a reemerging disease. The important of species malaria vector in coastal area of Kalimantan is An. subpictus Grassi, this species become very important malaria vector due to an increasing deforestation of mangrove. The objective of this study is to describe the impact of Pyriproxyfen to the growth, development and mortality of An. subpictus larvae. The study design is an experimental in laboratory scale, where dependent variable is Pyriproxyfen concentration (ppm) and the independent variables are larvae and pupae growth and development, mortality of larvae and pupae, an abnormality of immature and adult stages. Statistical analysis, correlation regression were used to describe a correlation between dependent and independent variables. Microscopic examinations were carried out to examined development and describe any anomaly or abnormalities, and caused of dead of the immature stages. The results of this study showed that the Pyriproxyfen is very potential IGR, it were kill and hampered the development of larvae to pupae and also pupae to adults stages. The higher concentration of Pyriproxyfen, the higher rate of larva mortality (p=0,012), and as lower pupa formed (p=0,007), and lower rate of pupa mortality (p=0,015). The correlation analysis found that relation between Pyriproxyfen to larva mortality is positive (mortality of larva=22,29+0,4*concentration), relation between Pyriproxyfen to pupa formed is negative (pupa formed=2,71-24*concentration), and relation between Pyriproxyfen to pupa mortality is negative (mortality of pupa= 2,86-0,44*concentration). None of the pupa has been succeeds to emerged become adult stage (mosquito). The important effect of Pyriproxyfen is to the growth of larvae and pupae, it is hampered the ecdysis and at the end will cause death of larva and pupa.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana
Abstrak :
Di Indonesia malaria masih merupakan penyakit yang sulit diberantas meskipun upaya pemberantasan telah dilakukan sejak tahun 1952. Kesulitan ini antara lain disebabkan adanya hambatan dalam memberantas vektor malaria karena tempat perindukannya yang luas dan sulit dijangkau manusia. Oleh karena itu diperlukan insektisida yang mempunyai daya residu lama dan dapat digunakan pada tempat perindukan vektor malaria.Salah satu cara yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah penggunaan metopren bentuk briket. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi metopren bentuk briket terhadap pertumbuhan nyamuk An. farauti di laboratorium dan pengaruh 4 macam konsentrasi metopren terhadap angka kematian larva, pupa dan nyamuk dewasa An. farauti. Pada penelitian ini larva An. farauti diuji dengan 4 macam konsentrasi metopren yaitu 0.0029 g/50 1 air, 0.0058 g/50 1 air ,0,0116 g/50 1 air ,0,0232 g/50 1 air. Sebagai kontrol, satu kelompok larva tidak diberi metopren. Perlakuan ini dilakukan dengan 4 kali ulangan selama 4 minggu. Setelah itu ke dalam drum tersebut dimasukkan metopren dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kemudian sebanyak 100 ekor larva instar I akhir yang berumur 1-2 hari dimasukkan ke dalam drum yang berisi 50 1 air. Selanjutnya pertumbuhan larva diamati dan dihitung angka kematian larva, pupa dan nyamuk dewasa. Efikasi metopren dihitung berdasarkan rumus % efikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kematian larva, pupa dan nyamuk dewasa (PC0.05). Hal ini berarti bahwa angka kematian tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi metopren. Makin tinggi konsentrasi yang diberikan makin tinggi angka kematian larva, pupa dan nyamuk dewasa. Kematian larva terjadi pada instar IV. Sebagian larva dapat meneruskan siklus hidupnya dan berubah menjadi pupa, tetapi pada saat nyamuk dewasa akan keluar dari pupa, pupa tidak terbuka sehingga terjadi kematian. Sementara itu, nyamuk dewasa yang berhasil keluar dari pupa banyak yang cacat yaitu tarsus bengkok, ujung tarsus dan abdomen melekat pada pupa, bentuk sayap tidak sempurna, sehingga nyamuk tidak bisa terbang tinggi dan akhirnya mati. Efikasi rata-rata metopren pada keempat konsentrasi berturut-turut 72.52%, 91.93%, 97.32% dan 99.24% ; efikasi metopren ini tidak berbeda makna pada minggu pertama sampai minggu keempat. Berdasarkan analisis probit diketahui bahwa konsentrasi metopren untuk menghambat 50% pertumbuhan larva adalah 0,0014 g/50 1 air dan untuk menghambat 95% pertumbuhan larva adalah 0,0085 g/50 1 air. Disimpulkan bahwa metopren bentuk briket dapat digunakan untuk pengendalian .An. farauti.
In Indonesia malaria is still a disease that is difficult to be controlled despite malaria eradication program has been conducted since 1952. The difficulty of the problem among other things was due to the vector control's obstacles in conjunction with the wide pread mosquito breeding places to which are had to be reached. Therefore, an insecticide characterized by long residual action is needed for the control of malaria vector breeding sites.One of the methods that could be used to overcome this problem is the use of methoprene in the briquet form. The purpose of this study was to know the efficacy of methoprene in briquet form to wards the growth of An farauti and the effect of 4 different concentration of methoprene to the mortality rates of larvae, pupae and adult masquito population of An farauti. In this study, An farauti larvae were tested with 4 different concentration of methoprene, namely 0,0029 g/50 1 water, 0,0058 g/50 1 water, 0,0116 g/50 1 water and 0,0232 g/50 1 water. As a control, one group of larvae was not given methoprene, this test was repeated 4 time in 4 weeks. After that, methoprene was given in concentration as described above. An amount of 100 late stadium larvae of instar 1, 1-2 days old, was put into a drum containing 50 liters of water. The growth of larvae was abserved and mortality rates for larvae, pupae and adult mosquitoes were counted. Methoprene efficacy was counted with % efficacy formula. The result of this study indicates that there was a significant difference of larval, pupal and adult mosquito mortality rates (P.0,05). This means that mortality rates were affected by methoprene concentrated. The higher concentrated, the higher mortality rates of larvae, pupae and adult mosquitoes. Larval mortality occurred on instar IV. A part of larvae could continue their life cycles and changed to pupae, but when adult mosquitoes were coming out from pupae, pupae did not open so that they died. Meanwhile, adult mosquitoes that were able to come out were invalid as shown by crooked tarsus and abdomen that were sticked to pupae including wing formation that were not perfect, so that they could not fly high and then died. Average methoprene efficacy on the four concentration were 72,52%, 91,93%, 97,32% and 99,24% respectively; there was no significant difference from fist to fourth week's observation. Based in probit analysis it was recoqnized that methoprene concentrated to inhibit 50% of larval growth was 0,0014 g/50 1 water and to inhibit 95% of larval growth was 0,0085 g/50 1 water. This study conclude that methoprene in 'briquet form may be used for An farauti control.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T4573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdianal
Abstrak :
Kecamatan Kampar Kiri Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar yang mempunyai angka penderita malaria klinis yang tertinggi (AMI = 79,19) dari 18 (delapan belas) kecamatan yang berada di Kabupaten Kampar. Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk anopheles, sp sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan dan salah satu dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian di Indonesia, dan dapat menimbulkan kerugian di bidang sosial ekonomi. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar. Sebagai kasus adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dengan gejala klinis dan basil pemeriksaan darah malaria positif, sedangkan kontrol adalah pasien yang berkunjung tanpa gejala malaria klinis, dan basil pemeriksaan darah negatif. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 69 kasus. Faktor-faktor yang diteliti adalah tempat perkembangbiakan nyamuk, pemeltharaan temak besar, pemakaian kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, pemakaian kawat kasa, dan pemakaian bahan penolak nyamuk (repelen). Dari basil penelitian ini diketahui ada lima variabel yang berhubungan dengan kejadiaan malaria, yaitu tempat perkembangbiakan nyamuk dengan nilai p = 0,006 (OR 2,8 ; 95 CI 1,381 - 5,512), perneliharaan temak besar nilai p = 0,001 (OR 3,2 ; 95 CI 1,650 - 6,693), pemakaian kelambu nilai p = 0,017 (OR 2,4 ; 95 CI 1,226 - 4,845), penggunaan obat anti nyamuk nilai p = 0,026 (OR 2,3; 95% CI 1,158 - 4,564), dan penggunaan kawat kasa nyamuk nilai p = 0,027 (OR 2,3 ; 95% CI 1,153 -- 4,513). Dan hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan adalah pemeliharaan temak besar, dan diikuti oleh tempat perkembangbiakan nyamuk, dan pemakaian obat anti nyamuk. Hasil penelitian ini agar pemerintah daerah Kabupaten Kampar merencanakan program pemberantasan malaria, dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang telah ada di masyarakat, meniadakan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk dan atau memeliharan ikan pemakan jentik nyamuk, memelihara temak, membudayakan pemakaian kelambu, memasang kawat kasa nyamuk di ventilasi rumah, dan pemakaian obat anti nyamuk yang ramah lingkungnan.
Kampar Kiri Tengah Sub-District has the highest number of malaria patients (AMI:79,19) out of 18 sub-district in Kampar district. Malaria is caused by Plasmodium and transmitted out by anopheles sp mosquitoes. Until now, malaria is a major health problem in Indonesia and is one of the top ten high fatality diseases in Indonesia, and is detrimental to socio-economic field. This study utilizes a case control research design and the objective is to find out the factors related to the occurrence of malaria disease in Kampar Kiri Tengah Sub-District, Kampar District. The case group consists of patients who visit health centre and show clinical symptoms of malaria and whose blood examination result is positive. The control group consists of patients who do not have clinical symptoms of malaria and the blood examination is negative. The number of case group and control group is 69 patients, respectively. Factors studied are mosquito breeding sites, living next to large cattle barns, the use of bed net, anti-mosquito chemical, wire netting, and repellent. The result of the study suggested that there are five variables related to occurrence of malaria, namely mosquito breeding sites with p value = 0,006 (OR 2,8 ; 95% CI 1,381-5,512), living next to large cattle with p value = 0,001 (OR 3,2 ; 95% CI 1,650-6,693), the use of bed net with p value = 0,017 (OR 2,4 ; 95% CI 1,226 - 4,845), the use of anti-mosquito chemicals with p value = 0,026 (OR 2,3; 95% CI 1,158 - 4,564) and the use of wire netting with p value = 0,027 (OR 2,3 ; 95% CI 1,153 -4,513). Multivariate analysis showed that most dominant factors is living next to large cattle, followed by mosquito breeding sites and the use of anti-mosquito chemical. The results of study suggest that the authorities in Kampar district should plan and implement programs in eradicating malaria, by providing health education to the community through activities already undertaken within the community, eliminating possible site for mosquito breeding or encourage people to keep fish that predate on mosquito larvae, keep cattle, socializing the use of bed net, installing wire net on house ventilatioii and windows, and suggesting the use of environmentally anti-mosquito chemical.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muhtar Arkan Nauf
Abstrak :
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium. Malaria disebarkan oleh nyamuk Anopheles betina yang sedang menyelesaikan tahap regenerasi. Malaria adalah masalah kesehatan global serius yang sangat merusak bagi negara berkembang. Sebagian besar program pengendalian malaria menggunakan insektisida untuk mengendalikan populasi nyamuk. Penggunaan berskala besar dari insektisida ini memberikan tekanan seleksi besar-besaran pada nyamuk yang membuat nyamuk menghasilkan keturunan yang tahan insektisida. Dengan demikian, mengembangkan strategi alternatif sangat penting untuk pengendalian malaria berkelanjutan. Malaria tidak dapat menyebar tanpa nyamuk, oleh karena itu mengendalikan populasi vektor, gigitan nyamuk, atau mengganggu kemampuan nyamuk untuk menampung parasit Plasmodium dapat membatasi penyebaran nyamuk. Oleh karena itu metode paratransgenesis dilakukan. Paratransgenesis adalah metode untuk mengganggu kemampuan vektor menampung parasit Plasmodium falciparum. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kegunaan paratransgenesis untuk mengendalikan malaria dengan menggunakan model matematika. Dari model matematika tersebut akan dikaji titik ekuilibrium dan kestabilannya, nilai ambang batas (R0) dan diberikan simulasi numerik untuk model tersebut. ......Malaria is a disease caused by the Plasmodium parasite. Malaria is spread by female Anopheles mosquitoes which are completing the regeneration stage. Malaria is a serious global health problem that is very damaging to developing countries. Most malaria control programs use insecticides to control mosquito populations. The large-scale use of these insecticides puts a huge selection pressure on mosquitoes which makes mosquitoes produce insecticide-resistant offspring. As such, developing alternative strategies is very important for sustainable malaria control. Malaria cannot spread without mosquitoes, therefore controlling the vector population, mosquito bites, or interfering with the ability of mosquitoes to accommodate the Plasmodium parasite can limit the spread of mosquitoes. Therefore the paratransgenesis method is carried out. Paratransgenesis is a method for disrupting the vector’s ability to accommodate the Plasmodium falciparum parasite. This research was conducted to evaluate the use of paratransgenesis to control malaria by using mathematical models. From the mathematical model, the equilibrium point and its stability, threshold value (R0) will be examined and numerical simulations are given for the model.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Kristiani
Abstrak :
Artikel ini mengkaji tentang usaha-usaha Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dalam memberantas wabah malaria di Batavia pada tahun 1928-1938. Batavia merupakan salah satu daerah endemi malaria di Pulau Jawa. Hal ini dikarenakan kondisi geografis kota Batavia yang lembab sehingga menjadi potensi berkembangnya nyamuk dan parasit yang menjadi penyebab penyakit malaria tersebut. Penelitian-penelitian dilakukan pada awal abad ke-20 yang menyebutkan bahwa pembangunan tambak di Batavia ternyata menjadi pemicu munculnya wabah malaria sebagai tempat bersarangnya nyamuk Anopheles. Kajian ini berbeda dengan kajian sebelumnya yang membahas secara rinci perkembangan penyakit malaria sejak masa VOC sampai kehancurannya di Batavia, kajian ini berfokus pada usaha pemerintah kolonial dalam memberantas penyakit malaria, kendala yg dihadapi dan dampaknya. Kajian ini menggunakan metode sejarah, yang terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan adalah sumber primer dan sumber sekunder yang meliputi arsip, buku-buku, jurnal kesehatan dan koran sezaman. Kajian ini membuktikan bahwa pemerintah kolonial melakukan upaya pengobatan maupun pencegahan untuk mengatasi wabah malaria yang berdampak pada menurunnya angka malaria di Batavia. ......This article examines the efforts of the Dutch East Indies Colonial Government in eradicating the malaria outbreak in Batavia in 1928-1938. Batavia is one of the malaria endemic areas on the island of Java. This is because the geographical conditions of the city of Batavia are humid so that it becomes a potential for the development of mosquitoes and parasites that cause malaria. Research conducted at the beginning of the 20th century stated that the construction of ponds in Batavia turned out to be the trigger for the emergence of malaria outbreaks as a nesting place for Anopheles mosquitoes. This study is different from previous studies, which discussed in detail the development of malaria from the time of the VOC until its demise in Batavia. This study focuses on the efforts of the colonial government to eradicate malaria, the obstacles it faced and its impact. This study uses historical methods, which consist of heuristics, verification, interpretation, and historiography. The sources used are primary and secondary sources which include archives, books, contemporary medical journals and newspapers. This study proves that the colonial government carried out treatment and prevention efforts to overcome malaria outbreaks which had an impact on reducing the number of malaria in Batavia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Samidjo Onggowaluyo
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara penelitian : Penelitian kepekaan Anopheles sinensis terhadap larva filaria W. bancrofti telah dilakukan di Laboratorium Bagian Parasitologi FKUI, Naval Medical Research Unit (NAMRU) No.2 Jakarta dan Laboratorium SPVP Balitbangkes Dep Kes RI Salatiga. Sumber infeksi W. bancrofti berasal dari wilayah kecamatan Serpong, Tangerang, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mikrofilaria W, bancrofti tipe urban yang vektor aktualnya Culex quinquefasciatus dapat berkembang dalam An. sinensis yang umumnya banyak terdapat pada daerah persawahan di pedesaan. Strain An. sinensis berasal dari kepulauan Nias dan dikembang-biakan di Laboratorium SPVP Balitbangkes Dep Kes RI Salatiga, sedangkan Cx.quinquefasciatus sebagai kontrol telah dikembangbiakkan di Laboratorium NAMRU No. 2 Jakarta. Penelitian ini dimulai dengan infeksi nyamuk An. sinensis dan Cx. quinquefasciatus dewasa muda dengan mikrofilaria secara per os. Pengamatan perkembangan larva filaria dilakukan melalui pembedahan nyamuk yang telah kenyang darah (full fed) masing-masing 20 ekor pada 1 jam, 3, 6, 9, 12, 15 hari pasca infeksi dan dilakukan 3 kali pengulangan untuk mengetahui : angka infeksi, densitas infeksi, waktu perkembangan larva serta tingkat efisiensi. Pengamatan umur An. sinensis dilakukan dengan mengamati jumlah kematian nyamuk setiap hari pasca infeksi pada kelompok nyamuk yang tidak di bedah.

Hasil dan kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan perbandingan angka 'infeksi (68,3% : 56,7%), densitas infeksi (1,2 mikrofilaria/nyamuk : 1,3 mikrofilaria/nyamuk) serta tingkat efisiensi (0,58 : 0,59) pada An. sinensis tidak berbeda bermakna dengan Cx. quinquefasciatus. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan larva filaria seluruhnya(100%) menjadi stadium infektif pada An. sinensis (17 hari) lebih lama daripada Cx.quinquefasciatus (15 hari). Umur nyamuk maksimum yang mengisap darah mengandung mikrofilaria pada An. sinensis dan Cx.quinquefasciatus (26 hari) lebih kecil dari nyamuk yang mengisap darah normal. Keberhasilan An. sinensis mengembangkan larva stadium infektif (L3) serta umur nyamuk yang lebih panjang dari waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan larva infektif dalam penelitian ini, menyebabkan An.sinensis dapat dikategorikan sebagai vektor potensial bagi W.bancrofti.

1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>