Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muzzammil Al Macky
"Mineralisasi Emas terjadi karena naiknya cairan hidrotermal di bawah permukaan bumi oleh aktivitas tektonik. Aktivitas tektonik menyebabkan mineralisasi emas di beberapa lingkungan pengendapan, salah satunya adalah endapan epitermal sulfida rendah. Jenis endapan ini ditandai oleh suhu yang rendah dan dikontrol oleh banyak struktur geologi. Penemuan urat-urat vein dalam pemetaan geologi perlu didukung oleh eksplorasi geofisika untuk mengidentifikasi distribusi zona mineralisasi emas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi zona mineralisasi emas berdasarkan data magnetik. selain itu, dilakukan interpretasikan struktur bawah permukaan berdasarkan analisis derivative dan pemodelan forward 2D serta 3D inversi untuk mendapatkan parameter suseptibilitas bawah permukaan terkait dengan struktur geologi dan zona mineralisasi emas. hasil dari penelitian ini di dapatkan batuan teralterasi yang di indikasikan sebagai pembawa zona mineralisasi emas lapangan MZ berada pada distribusi nilai anomali magnetik rendah-sangat rendah (<-50 nT),dan berada di zona patahan yang memiliki ciri kemenerusan data magnetik yang sempit mengikuti jalur patahan yang ada. Distribusi nilai ini terletak di zona X didaerah tenggara lapangan MZ. Berdasarkan hasil intepretasi gabungan inversi 3D magnetik dengan data gravitasi dan geologi pada zona X, dihasilkan 2 daerah Blok yang diduga sebagai zona persebaran mineralisasi emas yaitu Blok A dan B yang memiliki arah orientasi memanjang dari tenggara hingga barat laut , dimana zona ini memiliki nilai anomali residual graviti(tinggi) sekitar 3-7 mGal dan memiliki nilai suseptibilitas magnetik yang rendah(< -0.065)cgs di sertai dengan keberadaan patahan normal yang kompleks sehingga berkembang urat-urat mineralisasi bukaan (tension) yang memiliki arah sejajar dengan struktur pengontrolnya.

Gold Mineralization occurs due to rising of hydrothermal fluid in subsurface of the earth by tectonic activity. Tectonic activity causes gold mineralization in several depositional environments, one of them is low sulfidation epithermal deposit. This deposit type is characterized by relatively low temperature than high sulfidation epithermal deposit, And it is controlled by many geological structure. The Discovery gold vein in result of surface geological mapping need to be supported by geophysics exploration to identify distribution of gold mineralization zone. This research is aims to identifiy gold mineralization zone based on magnetic data and zoning gold mineralization potential area. in addition, it interpret subsurface structure based on derivative analysis and 2D-3D inversion modelling to obtain subsurface suseptibility parameter related to geological structure and gold mineralization zone. the result of this research is altered rocks has indicated as indication of gold mineralization zone in MZ field that has low to very low anomaly magnetic distribution (<-50nT), and it is found in fault zone, which is available magnetic data continuity along the fault. This Distribution data is located in southeast area of MZ field. Based on the relation of 3D inversion magnetic interpretation,Gravity data, and geology data in zone X, two blocks area are thought to be distribution of gold mineralization, they are block A and B which have orientation directions along southeast to northwest, it has high value residual anomaly gravity (about 3-7mGal) and has low value magnetic suseptibility (<-0.065cgs), it is located in complex normal fault zone, it possible to develop (tension) open vein mineral which are parallel to their structure control."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Luthfiyah
"Ramainya lalu lintas pelayaran di perairan Teluk Jakarta akibat keberadaan Pelabuhan Maura Angke dan Pelabuhan Muara Baru menyebabkan tingginya resiko kecelakaan laut di daerah tersebut. Salah satu kecelakaan laut yang mungkin terjadi adalah kebocoran pipa bawah laut akibat jangkar kapal. Kurangnya pengetahuan para pelaut akan posisi pipa tersebut merupakan penyebab umum dari kecelakaan laut tersebut. Selain itu, pipa bawah laut juga sering kali dibangun tanpa adanya kerja sama antar perusahaan pemilik dengan lembaga pemerintahan terkait sehingga letaknya tidak terpetakan dengan baik dalam Peta Laut Indonesia. Maka dari itu, diperlukan pemetaan jalur pipa bawah laut yang lebih lanjut menggunakan metode geofisika seperti metode magnetik. Metode ini dipilih karena selain dapat mengidentifikasi struktur geologi dasar laut juga dapat mendeteksi objek-objek seperti jaringan pipa, kabel optik, dan persenjataan yang terkubur di bawah laut. Data magnetik yang diolah dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL (PUSHIDROSAL) yang diakuisisi pada tanggal 6 dan 7 September 2021 dengan instrumen Geometrics G-882 Marine Magnetometer pada 46 lintasan. Selain itu, digunakan pula data pendukung yaitu data batimetri dan Peta Laut Indonesia (PLI) no. 86A tahun 2018. Pengolahan data magnetik dilakukan dengan menerapkan koreksi IGRF, transformasi reduce to pole, dan analytic signal. Sedangkan, PLI diolah dengan melakukan digitasi peta kontur batimetri. Dilakukan pula pemodelan 2D dari data magnetik dengan melakukan pemotongan pada 4 titik di peta hasil analytic signal. Melalui hasil pengolahan dan pemodelan 2D, diketahui bahwa terdapat sebuah pipa bawah laut yang terletak serong dari arah Barat Laut hingga Tenggara dengan besar anomali magnetik 2 – 5,6 nT. Kedalaman pipa ini ditentukan dengan data kontur batimetri dan peraturan yang berlaku yaitu diasumsikan sebesar 9 – 11 meter. Di sekitar pipa juga terdapat anomali lain yang berasal dari kabel dan objek yang belum teridentifikasi. Analisis hasil pengolahan dengan peraturan pelayaran yang ada menghasilkan langkah mitigasi keselamatan pelayaran di sekitar pipa, antara lain, kegiatan pelayaran harus mengacu pada PLI serta dalam lego jangkar kapal lebih baik dilakukan di lokasi yang berjarak lebih dari 500 meter dari letak instalasi atau pipa laut.

The heavy shipping traffic in the waters of Jakarta Bay due to the presence of Maura Angke Port and Maura Baru Port causes a high risk of marine accidents in the area. One of the marine accidents that may occur is a leak of a submarine pipe due to a ship's anchor. The seafarers' lack of knowledge of the position of the pipeline is a common cause of these marine accidents. In addition to that, submarine pipelines are also often built without cooperation between the owner company and the relevant government institutions so that their location is not well mapped in the Indonesian Marine Map. Therefore, further mapping of submarine pipelines using geophysical methods such as magnetic methods is required. This method was chosen because apart from being able to identify the geological structure of the seabed, it can also detect objects such as pipelines, optical cables, and weapons buried under the sea. The magnetic data used in this study is secondary data from the Indonesian Navy's Hydro-Oceanography Center (PUSHIDROSAL), which was acquired on 6 and 7 September 2021 with the Geometrics G-882 Marine Magnetometer instrument on 46 tracks. In addition, supporting data such as bathymetry data and the Indonesian Marine Map (PLI) no. 86A 2018 are used. Magnetic data processing is carried out by applying IGRF correction, reduce to pole transformation, and analytic signal. Meanwhile, PLI is processed by digitizing bathymetric contour maps. 2D modeling of magnetic data was also carried out by cutting 4 points on the map resulting from the analytic signal. Through the results of processing and 2D modeling, it is known that an underwater pipe is located obliquely from the Northwest to the Southeast with a magnetic anomaly of 2 – 5.6 nT. The depth of this pipe is determined by bathymetric contour data, and the applicable regulations are assumed to be 9 – 11 meters. Around the pipe, there are other anomalies originating from cables and objects that have not been identified. The analysis of the processing results with existing shipping regulations results in mitigating steps for shipping safety around the pipeline; shipping activities must refer to PLI, and it is better to do ship anchorage at a location that is more than 500 meters from the installation or marine pipeline."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jahrudin
"ABSTRAK
Pemodelan Inversi 3D struktur bawah permukaan berdasarkan data anomali gaya berat dan dan 2D anomali magnetik dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan potensi hidrokarbon di daerah ldquo;X rdquo;, dimana pada daerah penelitian terdapat struktur up dome yang mengindikasikan beberapa kemungkinan, diantaranya intrusi batuan, carbonate bulid up dan juga mud diapir. Model inversi 3D data anomali gaya berat dan magnetik telah dikoreksi dengan 2 dua penampang seismik yang ada pada daerah penelitian. Model inversi 3D dilakuan pada data anomali residual pada model gaya berat dan 2D pada anomali magnetik. Hasil pemodelan inversi 3D data anomali gaya berat menunjukan bahwa puncak up dome berada pada kedalaman sekitar 800 meter dari permukaan daerah penelitian, hasil ini sesuai dengan analisis spektrum dan kedalaman pada penampang seismik, adapun nilai densitas dari tubuh up dome tersebut bernilai sekitar 2,78 g/cm3. Sedangkan pada anomali magnetik yang telah dilakukan, struktur tersebut mengindikasikan merupakan batuan intrusi dengan anomali suceptibilitas sekitar 7.4 SI, yang menunjukan batuan beku.

ABSTRACT
3D inversion modeling of subsurface based on gravity anomaly data and 2D magnetik anomaly data used for identifcation hydrocarbon potential in ldquo x rdquo . Where in the study area there are up dome structures that indicate some possibilities, including igneous rock intrusion, carbonate bulid up and also mud diapir. 3D inversion modeling of gravity and magnetic anomaly data correlated to two sesimic section which avilable in study location. 3D inversion model is performed on the residual anomaly data on the gravity model and 2D in the magnetic anomaly. The result of 3D inversion modeling of gravity anomaly data shows that the peak up dome is at a depth of about 800 meters from the surface of the research area, this result corresponds to spectrum analysis and depth on the seismic cross section, while the density value of the up dome body is approximately 2.78 g cm3. While on the magnetic anomaly that has been done, structure of the dome indicates an intrusion structure with suceptibility anomaly approximately 7.4 SI, show the structure of igneous rock."
2018
T51598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library