Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Ekstrapolisakarida (EPS) adalah semua bentuk polisakarida yang terdapat di luar dinding sel. Khamir dari genus Rhodotorula (F.C. Harrison)merupakan salah satu genus yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan
EPS dalam bentuk kapsul dan lendir. Penelitian yang dilakukan bertujuan memperoleh strain khamir dari genus Rhodotorula yang berpotensi menghasilkan EPS dengan kandungan -1,3-glukan yang tinggi. Penelitian
dilakukan di Departemen Biologi, Kimia, dan Farmasi, FMIPA UI, Depok selama 10 bulan (Juni 2006 sampai Maret 2007). Penapisan dilakukan berdasarkan intensitas kompleks warna antara biomassa kering dengan aniline blue, pewarna yang spesifik untuk mendeteksi -1,3-glukan. Sebanyak 40 strain Rhodotorula positif menghasilkan -1,3-glukan pada
dinding sel dan EPS, dengan intensitas warna biru yang bervariasi. Intensitas warna biru diberi skor 1--4 untuk biru muda hingga biru tua keunguan. Sebanyak empat strain Rhodotorula mucilaginosa, yaitu UICC
Y-116, UICC Y-128, UICC Y-141, dan UICC Y-165 menunjukkan intensitas warna biru paling pekat (skor empat), yang mengindikasikan konsentrasi
polimer dan derajat polimerisasi -1,3-glukan yang tinggi. Hasil penapisan menunjukkan bahwa keempat strain tersebut paling potensial menghasilkan -1,3-glukan pada dinding sel dan EPS. Ekstrapolisakarida dari dua strain, yaitu UICC Y-128 dan UICC Y-116 diisolasi dan dimurnikan, serta dianalisis dengan HPLC. Strain UICC Y-128 menghasilkan EPS sebanyak 0,84 g/g
biomassa kering (84%) dan UICC Y-116 sebanyak 0,85 g/g biomassa kering (85%). Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa EPS kedua strain kemungkinan merupakan -glukan."
Universitas Indonesia, 2007
S31446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadian Ramadhan
"Infertilitas pria akibat penyebab yang tidak diketahui merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang serius. Dibutuhkan analisis tambahan yang mampu menunjang hasil analisis semen standar, salah satunya adalah uji pewarnaan Aniline Blue yang dapat mengenali sperma dengan kromatin imatur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kematangan kromatin sperma dari pria fertil normospermi dan sperma dari pria infertil menggunakan pewarnaan Aniline Blue.
Penelitian dengan desain cross-sectional dilaksanakan di Laboratorium Andrologi Universitas Diponegoro dan Laboratorium Andrologi Departemen Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sampel sperma yang diteliti berjumlah total 121 sampel pria yang dikelompokkan menjadi 39 sampel asthenozoospermia dan 55 sampel oligoasthenozooespermia dari sperma pasien klinik infertilitas RS Telogorejo dan 27 sampel sperma terfiksasi dari donor fertil yang telah dianalisis profil spermanya dan diwarnai dengan pewarnaan Aniline Blue.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan persentase kromatin sperma imatur yang signifikan kelompok oligoasthenozoospermia dan kelompok asthenozoospermia dibandingkan dengan kelompok normospermi (p < 0,001). Maturitas kromatin sperma memiliki korelasi dengan abnormalitas sperma pada pasien dengan infertilitas (r=0,446; p< 0,001).

Idiopathic male infertility is a serious reproductive concern in many parts of the world. This causes the need of additional examinations that can support the results of standard semen analysis, of which one likely candidate is the Aniline Blue staining examination, which stains sperm with immature chromatin. This study aims to compare the percentage of sperms with immature chromatin between infertile men with sperm abnormalities and fertile normospermic men.
This cross-sectional design study was conducted in two laboratories, which are the Andrology Laboratory at Faculty of Medicine Universitas Diponegoro and Andrology Laboratory at Department of Medical Biology, Faculty Medicine Universitas Indonesia. This study analyzed a total of 121 sperm samples which are grouped into 39 asthenozoospermic and 55 oligoasthenozoospermic sperm samples from the patients who came to infertility clinic in Telogorejo Hospital and 27 sperm samples from normospermic fertile donors, which are analyzed using standard semen analysis technique and stained using the Aniline Blue staining method.
This study shows that there was a significant difference in the percentage of sperms with immature chromatin between normospermic group and oligoasthenozoospermic group (p < 0,001) along with the asthenozoospermic group (p < 0,001). This study also shows that there was a positive correlation between sperm chromatin maturity and the findings of standard semen analysis (r = 0,446; p < 0,001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Cryptococcus (Vuillemin) merupakan salah satu genus khamir yang berpotensi sebagai penghasil β-glukan karena memiliki ekstrapolisakarida (EPS) dengan salah satu komponen adalah glukan. Penelitian bertujuan memperoleh strain Cryptococcus potensial sebagai penghasil EPS yang mengandung β-1,3-glukan yang tinggi. Penelitian dilakukan di Departemen Biologi, Departemen Farmasi dan Departemen Kimia, FMIPA UI, Depok selama 10 bulan (Juni 2006--Maret 2007). Penapisan pada 36 strain Cryptococcus berdasarkan intensitas warna biru yang terbentuk antara kompleks aniline blue dan β-1,3-glukan. Hasil penapisan menunjukkan bahwa seluruh strain Cryptococcus positif mengandung β-1,3-glukan pada dinding sel dan EPS dengan intensitas warna biru yang bervariasi (skor 1--3 dari biru muda sampai biru tua). Skor tiga ditunjukkan oleh tiga strain, yaitu Cryptococcus laurentii UICC Y-232, Cryptococcus sp. UICC Y-179 dan Cryptococcus heveanensis UICC Y-230 yang menunjukkan bahwa ketiga strain paling potensial dalam menghasilkan β-1,3-glukan pada dinding sel dan EPS. EPS dari dua strain paling potensial diisolasi dan dimurnikan, serta dianalisis dengan HPLC. Cryptococcus laurentii UICC Y-232 menghasilkan EPS sebanyak 0,8 g/g berat kering (80%) sedangkan Cryptococcus sp. UICC Y-179 sebanyak 0,77 g/g berat kering (77%). Berdasarkan hasil analisis HPLC, EPS dari C. laurentii UICC Y-232 dan Cryptococcus sp. UICC Y-179 kemungkinan merupakan β-glukan."
Universitas Indonesia, 2007
S31452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhriti Chandru Bhavnani
"Latar Belakang: Kasus infeksi HIV-1 terus meningkat di dunia dan di Indonesia setiap tahunnya. Diperkirakan 5,8 juta orang hidup dengan HIV dan 640.000 di antaranya tinggal di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, HIV telah dikendalikan karena terapi antiretroviral (ART) seumur hidup yang efektif. Oleh karena itu, ada peningkatan dalam keinginan untuk memiliki anak kandung terutama pada pasien yang berada pada usia reproduksi yang prima. HIV-1 dan ART telah dikaitkan dengan infertilitas terutama akibat stress oksidatif yang dapat menganggu pematangan kromatin sperma. Pematangan kromatin sperma merupakan proses penting dimana protein histon yang berkaitan dengan DNA sperma digantikan oleh protamin dan membuatnya jauh lebih padat dibandingkan sel somatik, untuk memastikan bahwa informasi genetik ayah diturunkan dengan aman dari generasi ke generasi. Abnormalitas dalam proses ini telah dikaitkan dengan infertilitas, aborsi berulang, peningkatan risiko kelainan kongenital, perkembangan dan pembentukan embrio yang buruk serta kelahiran anak yang tidak sehat. Oleh karena itu, pematangan kromatin sperma dapat digunakan sebagai parameter untuk menilai infertilitas pada laki-laki. Penggunaan pematangan kromatin sperma untuk mempredisi hasil fertilitas pada laki-laki HIV-1 positif di Indonesia masih kurang, meskipun dapat menjadi alat diagnostic yang baik untuk menilai kesuburan dan memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh dengan analisis sperma sederhana (konsentrasi, motilitas dan morfologi).
Metode: Sampel sperma akan diperoleh dari 36 subjek, dengan 18 subjek positif HIV dan 18 subjek kontrol dengan HIV seronegative. Sampel kemudian diapuskan pada kaca objek dan dilakukan pewarnaan sesuai petunjuk dari SpermFunc® Histone kit for determination of the maturity of spermatozoan nucleoprotein (Aniline Blue Staining Method). Slide kemudian akan diamati di bawah mikroskop cahaya dan jumlah inti sperma yang diwarnai biru (belum matang) dan diwarnai merah-ungu (matang) akan dihitung dalam 100 sperma.
Hasil: Terdapat perbedaan statistik yang signifikan antara kelompok HIV dan Non-HIV (p<0,05). Kelompok subjek HIV memiliki proporsi/persentase pematangan sperma yang tergolong buruk (AB<87%) lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Kesimpulan: Terjadi penurunan pematangan kromatin sperma pada kelompok subjek HIV dibandingkan dengan kontrol yang mungkin disebabkan oleh stres oksidatif, hal ini dapat mempengaruhi kesuburan pada laki-laki HIV-1 positif.

Introduction: HIV-1 infection cases continue to rise globally and in Indonesia each year. It is estimated that 5.8 million people are living with HIV and of those, 640,000 are living in Indonesia. However, HIV have been declared manageable in the past few decades due to the effective lifelong highly active antiretroviral therapy (HAART). Hence, there is an increased desire to have biological children especially in patients who are at a prime reproductive age. HIV-1 and the use of antiretroviral therapy have been linked to infertility mainly as a result of oxidative stress which can disrupt sperm chromatin maturation. Sperm chromatin maturation is a process wherein histone proteins which coils with sperm DNA are replaced by protamine and make it much more compact than somatic cells to ensure that paternal genetic information is safely transferred through generations. Abnormality in this process have been linked to infertility, recurrent abortion, increased risk for congenital abnormalities, poor development and sustenance of embryo as well as the birth of an unhealthy offspring. Hence, sperm chromatin maturation can be used as a parameter to asses male infertility. The use of sperm chromatin maturation to predict fertility outcomes in HIV-1 positive men in Indonesia have been lacking, even though it can be an imperative tool to assess fertility and sperm viability which cannot be obtained from a simple semen analysis (concentration, motility and morphology). Method: Semen samples were taken from 36 subjects, with 18 subjects positive for HIV and 18 subjects as control with seronegative HIV. These samples are then smeared on object glass and stained according to the instructions of the SpermFunc® Histone kit for determination of the maturity of spermatozoan nucleoprotein (Aniline Blue Staining Method). These stained slides will then be observed under the light microscope and number of red-purple stained (mature) and dark blue stained (immature) sperm nuclei will be calculated from 100 sperm. Results: There was a significant statistical difference between HIV and Non-HIV/control group (p<0.05). HIV subject group had a higher proportion of sperm maturation percentage which was classified as poor (AB<87%) in comparison to control group. Conclusion: There is a decreased sperm chromatin maturation in HIV subject group in comparison to control which may be caused by oxidative stress and this may affect fertility in HIV-1 positive men. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library