Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bryanna Infinita Laviashna Saputro
Abstrak :

Latar Belakang

Brain Arteriovenous Malformation (BAVM) merupakan salah satu anomali vaskular pada otak yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Baku emas untuk mendeteksi BAVM adalah dengan digital subtraction angiography (DSA), namun modalitas ini tidak tersedia secara luas di Indonesia. Penelitian ini disusun untuk memberikan gambaran profil karakteristik klinis dan temuan dari DSA, CT-Angiography (CTA), dan MR-Angiography (MRA) dalam sesuai penilaian Grade Spezler-Martin.

Metode

Data rekam medis dan hasil pencitraan kasus BAVM dengan DSA disertai atau tidak pemeriksaan MRA atau CTA didapat dari Departemen Bedah Saraf RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada periode 2018-2022. Kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi disertakan penelitian deskriptif obserasional ini.

Hasil

Terdapat total 37 subjek pada penelitian ini. Kasus BAVM didominasi oleh laki-laki (62,2%) dan lebih banyak pada pasien dewasa berusia >18 tahun (75,7%). Hampir seluruh pasien menggunakan jaminan kesehatan BPJS (94,6%) dan asal rujukan terbanyak adalah dari Jabodetabek (54,1%). Gejala terbanyak pada pasien adalah nyeri kepala 59,4%), diikuti dengan kesadaran terganggu (37,8%) dan kejang (35,1%). Temuan DSA tidak berbeda jauh dengan temuan MRA dan CTA. Hampir seluruh pasien memiliki feeding artery [DSA (97,3%); CTA dan MRA (100%)], mayoritas terdapat lokasi eloquent [DSA (67,6%); MRA (71,4%); CTA (80%)], berukuran sedang (3-6 cm) [DSA (59,5%); MRA (71,4%); CTA (40%)], dan memiliki drainase vena superficial [DSA (59,5%); MRA (71,4%); CTA (40%)]. Presentase grade SM terbanyak adalah grade III (31,6%), diikuti oleh grade IV (28,9%) dan grade II (21,1%).

Kesimpulan

Pengetahuan akan profil karakteristik klinis dan profil temuan pencitraan dapat memberikan pengetahuan lebih untuk membantu dokter menunjang diagnosis BAVM. ......Background

Brain Arteriovenous Malformation (BAVM) is a vascular anomaly in the brain that can cause various complications. The gold standard for detecting BAVM is digital subtraction angiography (DSA), but this modality is not widely available in Indonesia. This study was designed to provide an overview of the profile of clinical characteristics and findings from DSA, CT-Angiography (CTA), and MR-Angiography (MRA) in accordance with the Spezler-Martin Grade assessment.

Method

Medical record data and imaging results of BAVM cases with DSA accompanied/not by MRA or CTA examination were obtained from the Department of Neurosurgery, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) in the 2018-2022 period. Cases that met the inclusion and exclusion criteria were included in this observational descriptive study.

Results

There was a total of 37 subjects in this study. BAVM cases are dominated by men (62.2%) and are more common in adult patients aged >18 years (75.7%). Almost all patients use BPJS health insurance (94.6%) and the highest number of referrals is from Jabodetabek (54.1%). The most common symptom in patients was headache, 59.4%), followed by impaired consciousness (37.8%) and seizures (35.1%). DSA findings do not differ much from MRA and CTA findings. Almost all patients had a feeding artery [DSA (97.3%); CTA and MRA (100%)], the majority had eloquent locations [DSA (67.6%); MRA (71.4%); CTA (80%)], medium-sized (3-6 cm) [DSA (59.5%); MRA (71.4%); CTA  (40%)], and had superficial venous drainage [DSA (59.5%); MRA (71.4%); CTAs (40%)].  The highest percentage of SM grade was grade III (31.6%), followed by grade IV (28.9%) and grade II (21.1%).

Conclusion

Knowledge of the profile of clinical characteristics and profile of imaging findings can  provide more knowledge to help doctors support the diagnosis of BAVM.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendya Perbangkara
Abstrak :
ABSTRAK
Perkembangan CT scan generasi multislice yang begitu pesat membuat pemeriksaan CT angiografi coroner sering dilaksanakan, akan tetapi pemberian informasi tentang dosis yang di terima pasien masih jarang dilakukan. Sehingga perlu dilakukan estimasi dosis pasien pada pemeriksaan CT angiografi coroner untuk mengetahui nilai dosis yang diterima oleh organ-organ yang sensitive terhadap radiasi seperti esophagus, paru-paru, payudara (pada wanita) dan jantung. Estimasi dosis dilakukan menggunakan program imPACT® dengan nilai nCTDIw didapat dari hasil pengukuran mengunakan detector pencil ion chamber menggunakan phantom acrilic 32 cm. Dari hasil estimasi di dapat dosis ekivalen yang diterima jantung 110 mSv ? 140 mSv, dosis efektif esophagus (thymus) 2,9 mSv ? 5.7 mSv, dosis efektif paru-paru 10 mSv -14 mSv, dosis efektif payudara 10 mSv ? 13 mSv dan total dosis efektif berkisar antara 31 mSv ? 42 mSv. Mengingat nilai total dosis efektif yang diterima pasien cukup tinggi, maka pasien CT angiografi coroner harus mendapatkan justifikasi yang kuat.
ABSTRACT
The Fast development of CT generation makes CT angiography coroner examination more frequence to be done, but the dose information of patient is rarely to be done. So it require to make patient dose estimation on CT angiography coroner examination. In order to know the dose receive by sensitive organ set of oesophagus, lung, brest and heart. Dose estimation is done using imPACT® program, using CTDI value obtain measurement using acrylic phantom with 32 cm diameter. From dose calculation the dose equivalent by heart is between 110 mSv - 140 mSv, and effective dose for oesophagus 2.9 mSv ? 5.7 mSv, lung 10 mSv ? 14 mSv and total effective dose between 31 mSv ? 42 mSv. Because effective dose receive by patient is very high, the CT angiography coroner patient must have a very strong justification.
Universitas Indonesia, 2011
S651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Darliana
Abstrak :
Pasien yang menjalani prosedur invasif coronary angiography umumnya akan mengalami stres baik secara psikologis (kecemasan) maupun secara fisiologis berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya tekanan darah dan frekuensi nadi akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien, tekanan darah dan frekuensi nadi pasien yang menjalani prosedur coronary angiography. Design penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan non equivalent pretest-posttest with control group. Penelitian ini dilakukan dengan random sampling, 60 orang sampel yaitu 30 kelompok kontrol dan 30 kelompok intervensi. Pengumpulan data kecemasan menggunakan kuesioner sedangkan (Mean Arterial Pressure) MAP dan frekuensi nadi menggunakan sphygmomanometer dan external cardiac monitor. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pengalaman menjalani coronary angiography sebelumnya terhadap kecemasan pasien. Tidak ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap frekuensi nadi pasien dan tidak juga ada hubungan umur dan jenis kelamin pasien terhadap Mean Arterial Pressure (MAP) pasien. Ada hubungan stres (state anxiety) terhadap MAP dan ada hubungan stres (state anxiety) terhadap frekuensi nadi. Ada pengaruh jenis prosedur yang dilakukan dengan kecemasan pasien. Ada pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien secara signifikan, namun tidak ada pengaruh terapi musik terhadap MAP dan frekuensi nadi pasien yang menjalani coronary angiography. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka terapi musik dapat digunakan untuk mengurangi stres psikologis (kecemasan) pasien yang menjalani prosedur invasif, sehingga terapi musik diharapkan dapat diaplikasikan di pelayanan kesehatan. ......Patients having invasive coronary angiography are commonly having psychological stress (state anxiety) and physiological stress (elevated blood pressure and heart rate). These are highly dangerous because elevated blood pressure and heart rate will increase oxygent demand and heart work, thus will increase heart complication. This research was aim to examine effects of music theraphy on patient state anxiety, blood pressure and heart rate of patient having coronary angiography procedure. Research design was quasi experimental using non equivalent pretest-postest with control group. 60 patients were selected by random sampling, devided into two groups, 30 patients for control group and intervention group respectively. State anxiety data were collected using questioner, Mean Arterial Pressure (MAP) and heart rate were measure by sphygmomanometre and external cardiac monitor. This result revealed that there was a relationship between procedur and patient state anxiety. There were a relationship between state anxiety and MAP and heart rate. There was a significant effect of music theraphy on patient state anxiety but there was no effect of music theraphy on MAP and heart rate. It is conclude that music theraphy can be used to reduce patient psychological stress (state anxiety) in having invasive coronary angiography procedure. It is recommended to employ music theraphy in health care facilities.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Rosfiati
Abstrak :
Dealing with coronary angiography diagnostic procedures and the possibility of being intervene with PCI, SAP patients are often anxious, feel uncomfortable due to stress. Anxiety and discomfort are physiological and psychological response, which can be noticed on the change in blood pressure status, pulse, respiration and body temperature. This research was conducted with the main objective to identify the effect of back-rub on the level of patient?s anxiety and comfort before coronary angiography procedure. Design used in this research was an equivalent pretest-posttest with control group quasi experiment. Research was conducted using a probability simple random sampling; with 30 respondents participated. A questionnaire was used for data collecting of anxiety level with 0-10 scale, digital sphygmomanometer was used for measuring blood pressure and number of pulse, and digital battery powered thermometer was used for measuring body temperature. Research finding showed that before back-rub a difference is found in anxiety level (p value 0.048). After back-rub differences are found in anxiety level (p value 0.002, comfort level (p value 0.0001), diastole BP (0.016), pulse (p value 0.0001), respiration (p value 0.005) and temperature (p value 0.052). Before back-rub, no differences are found in comfort level, systole BP, pulse, respiration and temperature and after back-rub no differences in systole BP between intervened and controlled group. Based on the findings, it can be concluded that back-rub can be applied to reduce patient?s psychological stress (anxiety) and increase comfort before coronary angiography procedure. A recommendation is directed to the management of the ward to apply back-rub as a part of SOP of Angio Procedure. ......Menghadapi tindakan diagnostik coronary angiography dan kemungkinan di intervensi lanjut dengan PCI, pasien APS sering cemas, merasa tidak nyaman karena stress. Cemas dan tidak nyaman sebagai respon fisiologis dan psikologis tubuh, terlihat juga pada perubahan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh back-rub terhadap tingkat kecemasan dan kenyamanan serta dampaknya pada TD, nadi, respirasi dan suhu sebelum tindakan coronary angiography. Desain penelitian ini adalah equivalent pretestposttest with control group quasi experiment. Pemilihan sampel dengan probability simple random sampling, didapat 30 responden. Data kecemasan dan kenyamanan dikumpulkan menggunakan kuesioner berskala 0-10, pengukuran tekanan darah dan jumlah denyut nadi menggunakan tensimeter digital dan suhu menggunakan termometer digital dengan batere. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan tingkat kecemasan (p value 0.048) sebelum back-rub. Sesudah backrub perbedaan pada tingkat kecemasan (p value 0.002), tingkat kenyamanan ( p value 0,0001), tekanan darah diastole(p value 0,016), nadi (p value 0.0001), respirasi (p value 0,005) dan suhu (p value 0,052). Tidak ada perbedaan sebelum back-rub pada tingkat kenyamanan, tekanan darah systole, nadi, respirasi, suhu dan sesudah back-rub pada tekanan darah systole antara kelompok intervensi dan kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini maka back-rub dapat digunakan untuk mengurangi stress psikologis (kecemasan) dan meningkatkan kenyamanan pasien sebelum tindakan coronary angiography. Rekomendasi ditujukan kepada manajemen ruangan untuk mengaplikasikan back-rub sebagai bagian dari SPO Angiography.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T38255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman
Abstrak :
Kateterisasi jantung menggunakan zat kontras untuk memandu prosedur terapeutik ke jantung dan pembuluh darah. Karena sifat agen kontras yang membebani secara biologis, penggunaan agen kontras harus dibatasi seminimal mungkin dengan hasil gambar yang dapat diidentifikasi. Sementara ambang berbasis fisiologis tersedia, ambang berbasis gambar masih belum tersedia. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis ambang batas volume dan debit untuk penggunaan bahan kontras. Studi pendahuluan pertama kali dilakukan untuk menentukan cairan buatan yang akan digunakan sebagai pengganti darah yang sebenarnya. Menggunakan dosing pump yang dilengkapi in-house blood flow phantom setebal 3 cm ketebalan jantung dan slab phantom setebal 23 cm ketebalan dada, mesin injektor menyuntikkan volume yang diatur dengan variasi 3, 5, 7, 10, dan 13 mL, dan variasi debit 1, 2, 3, 4, dan 5 mL/s. Hasil citra diolah menggunakan aplikasi ImageJ dengan perhitungan SDNR. Studi pendahuluan telah menunjukkan bahwa natrium klorida paling cocok untuk digunakan sebagai pengganti darah. Hasil penggunaan NaCl 0,9% sebagai darah menunjukkan bahwa ambang penggunaan zat kontras berada pada kisaran 7 mL dengan kecepatan 3 mL/s. Penggunaan agen kontras dengan volume dan laju alir yang lebih tinggi tidak menunjukkan kontras yang lebih tinggi. ......Cardiac catheterization uses contrast agents to guide therapeutic procedures to the heart and blood vessels. Due to the biologically burdening nature of contrast agents, the use of contrast agents should be limited to be minimal with identifiable image results. While physiologically based thresholds are available, image-based thresholds are still unavailable. Therefore, it is necessary to analyze the threshold of volume and flowrate for the use of contrast agents. A preliminary study was first conducted to determine the artificial liquid to be used in place of actual blood. Using dosing pump-equipped in-house blood flow phantom 3 cm thick as heart thickness and slab phantom 23 cm thick as chest thickness, the injector machine injects the regulated volumes with variations of 3, 5, 7, 10, and 13 mL, and varied flowrate of 1, 2, 3, 4, and 5 mL/s. The image results were processed using the ImageJ application with SDNR calculations. Preliminary study has shown that natrium chloride was best suited for use in place of blood. Results using NaCl 0.9% as blood shown that the threshold for the use of contrast agent was in the range of 7 mL at a speed of 3 mL/s. The use of contrast agents with higher volumes and flowrates did not demonstrate higher contrast.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Hayyu Isfiati
Abstrak :
Iskemia makula merupakan penyebab penurunan penglihatan pada retinopati yang berhubungan dengan progresi retinopati diabetik dan dapat terjadi sebelum mikroaneurisma terlihat secara klinis. Fovea avascular zone (FAZ) merupakan area di makula yang mencerminkan kondisi mikrokapiler makula dan sensitif terhadap iskemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan parameter area dan sirkularitas FAZ pleksus kapiler superfisial (PKS) dan pleksus kapiler dalam (PKD) yang diukur menggunakan Optical Coherence Tomography Angiography (OCTA) pada pasien diabetes melitus (DM) dengan dan tanpa retinopati diabetik. Penelitian potong lintang dilakukan pada 90 mata pasien diabetes yang terbagi menjadi lima kelompok yaitu DM tanpa retinopati diabetik , non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) ringan, NPDR sedang, NPDR berat, dan proliferative diabetic retinopathy (PDR). Area dan sirkularitas FAZ PKS dan PKD pada OCTA makula 3x3 mm diukur menggunakan ImageJ. Area FAZ PKS pada NPDR ringan, NPDR berat, dan PDR secara bermakna lebih lebar dibandingkan dengan DM tanpa retinopati diabetik (p=0,026). Sirkularitas FAZ PKD secara bermakna lebih rendah pada kelompok NPDR sedang dan berat dibandingkan dengan NPDR ringan (p=0,003). Pelebaran dan perubahan bentuk FAZ PKS dan PKD pada retinopati diabetik dapat dideteksi dengan OCTA. Pelebaran FAZ PKS dan penurunan sirkulasi FAZ PKD terjadi mulai dari retinopati derajad awal. ......Macular ischemia is cause of decreased vision in diabetic retinopathy (DR) associated with the progression of retinopathy and can occur before microaneurysms are detected clinically. Fovea avascular zone (FAZ) is an area in macula that reflects the condition of macular microcapillaries and sensitive to ischemia. This study aims to compare area and circularity of superficial capillary plexus (SCP) and deep capillary plexus (DCP) FAZ as measured using Optical Coherence Tomography Angiography (OCTA) in diabetic patient with and without DR. A cross-sectional study was conducted on 90 eyes of diabetic patients divided into five groups, namely DM with no DR, mild non-proliferative DR (NPDR), moderate NPDR, severe NPDR, and proliferative DR (PDR). Area and circularity of SCP and DCP FAZ in 3×3 mm macular OCTA was measured using ImageJ. The SCP FAZ area was significantly larger in mild NPDR, severe NPDR, and PDR compared to no DR (p=0.026). DCP FAZ circularity was significantly lower in moderate and severe NPDR compared to the mild NPDR (p=0.003). Enlargement and irregularity of SCP and DCP FAZ in DR can be detected by OCTA. Enlargement of SCP FAZ area and decrease in DCP FAZ circularity occurs from early degree of DR.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Rosfiati
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
610 JKI 18:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Carr, James C.
Abstrak :
Magnetic resonance angiography : principles and applications is a comprehensive text covering magnetic resonance angiography (MRA) in current clinical use. The first part of the book focuses on techniques, with chapters on contrast-enhanced MRA, time of flight, phase contrast, time-resolved angiography, and coronary MRA, as well as several chapters devoted to new non-contrast MRA techniques. Additionally, chapters describe in detail specific topics such as high-field MRA, susceptibility-weighted imaging, acceleration strategies such as parallel imaging, vessel wall imaging, targeted contrast agents, and low dose contrast-enhanced MRA. The second part of the book covers clinical applications of MRA, with each chapter describing the MRA techniques and protocols for a particular disease and vascular territory, as well as the pathology and imaging findings relevant to the disease state being discussed.
New York: Springer, 2012
e20426102
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Deka Hardiyan
Abstrak :
ABSTRAK
Kecemasan merupakan masalah yang sering dialami pasien sebelum angiografi koroner. Intervensi yang dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan sebelum angiografi koroner yaitu pemberian terapi komplementer dan alternatif. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi pengaruh aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, frekuensi nadi, dan frekuensi napas pada pasien angiografi koroner. Desain penelitian quasi eksperimen pretest posttest with control group. Metode pemilihan sampel menggunakan consecutive sampling dengan jumlah 36 responden, dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan aromaterapi lavender, sedangkan kelompok kontrol diberikan intervensi standar rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan pada kedua kelompok terjadi penurunan yang bermakna (p < 0,05; α 0.05) pada skor kecemasan, frekuensi nadi, dan frekuensi napas. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan intervensi, namun kelompok intervensi menunjukkan selisih rerata lebih besar dibanding kelompok kontrol. Aromaterapi lavender direkomendasikan sebagai terapi untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien angiografi koroner dengan memperhatikan faktor eksternal ketika aromaterapi lavender diberikan.
ABSTRACT
Anxiety is frequent problem in patients undergoing coronary angiography. Intervention that can be used to reduce anxiety levels before coronary angiography is complementary and alternative therapy. The purpose of this study was to identified the effect of lavender aromatherapy towards anxiety level, systolic blood pressure, diastolic blood pressure, heart rate, and respiratory rate of coronary angiography patient. Study design was quasi experiment with pretest posttest control group. The sample selection used consecutive sampling method with 36 respondents, divided into intervention and control group. The intervention group was given lavender aromatherapy, while the control group with standard hospital intervention. The results suggest that in both group there was a significant effect (p < 0,05; α 0.05) towards anxiety level, heart rate, and respiratory rate. There was no significant difference between intervention and control group after intervention, but the intervention group showed higher mean difference than control group. Lavender aromatherapy is recommended as one of therapy to reduce anxiety levels of coronary angiography patient by considering the external factors when lavender aromatherapy has given.
2017
T47762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neli Mariani
Abstrak :
Salah satu tindakan diagnostic dan intervensi pada pasien dengan penyakit jantung koroner adalah coronary angiography. Tindakan tersebut dapat dilakukan secara urgent ataupun elektif yang dapat menimbulkan respon psikososial berupa kecemasan. Kecemasan pada pasein yang akan dilakukan tindakan coronary angiography yang tidak teratasi dapat berdampak terhadap status kesehatan pasien timbulnya berbagai komplikasi, antara lain dapat berupa gangguan hemodinamik, rasa ingin pingsan, nyeri dada, gangguan pencernaan, kejadian iskemik berulang dan disritmia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kecemasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan elektif coronary angiography. Desain penelitian ini dengan menggunakan analytic descriptive observation dengan pendekatan cross sectional pada 110 responden. Hasil uji statistik menunjukan bahawa adanya kecemasan yang berat pada 75 responden (68,2%) dan cemas sedang pada 35 responden (31,8%). Dari hasil uji bivariat menunjukan adanya hubungan antara usia p-value 0,000, penghasilan p-value 0,003, pendidikan p-value 0,000, riwayat pernah dilakukan tindakan coronary angiography p-value 0,000, pengetahuan penyakit jantung koroner p-value 0,000 dan pengetahuan tentang tindakan coronary angiography p- value 0,000 dengan kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan coronary angiography, dengan keseluruhan nilai p-value < 0,05. Sedangkan jenis kelamin tidak menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan kecemasan p-value 0,669 > 0,05. Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa faktor yang paling dominan menyebabkan kecemasan pada pasien yang akan menjalani tindakan coronary angiography adalah pengetahuan penyakit jantung koroner dengan nilai odds rasio terbesar 4,617 ......One of the diagnostic and intervention measures in patients with coronary heart disease is coronary angiography. These actions can be carried out urgently or electively which can cause a psychosocial response in the form of anxiety. Anxiety in patients undergoing coronary angiography that is not resolved can have impact on the patient’s health status and the emergence of various complications, including hemodynamic disturbances, feeling like fainting, chest pain, indigestion, recurrent ischemic events and dysrhythmias. The purpose of this study was to determine the level of anxiety and the factors that influence anxiety in patients undergoing elective coronary angiography. The design of this study used analytic descriptive observation with a cross sectional approach to 110 respondents. The results of statistical tests showed that there was severe anxiety in 75 respondents (68,2%) and moderate anxiety in 35 respondents (31,8%). The results of the bivariate test showed that there was relationship between age (p-value 0,000), income (p-value 0,003), education (p-value 0,000), history of coronary angiography (p-value 0,000), knowledge of coronary heart disease (p-value 0,000), and knowledge about coronary angiography (p-value 0,000) with anxiety in patients who will undergo coronary angiography, with an overall p-value <0,05. But there is not relation between gender and anxiety with p-value 0,669 > 0,05. From the results of multivariate analysis, it was found that the most dominant factors causing anxiety in patients who will undergo coronary angiography is knowledge of coronary heart disease with Odds ratio 4,617
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>