Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andy Wasono
Abstrak :
ABSTRAK
Polri merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara yang memiliki tugas dalam bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat masyarakat (ps. 2 UU RI No.2, 2002 tentang Polri). Oleh karena itu tugas Polri tidaklah mudah karena harus selalu berhubungan dengan masyarakat sehingga menuntut setiap anggota Polri untuk memiliki kemampuan dan profesional yang tinggi (Kunarto,1997). Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme Polri yaitu dengan membagi tugas Polri dalam 5 fungsi teknis kepolisian, diantaranya adalah fungsi Reserse dan fungsi Sabhara yang memiliki tugas dan peranan yang berbeda. Reserse dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari lebih cenderung bersifat Represif (penindakan) sedangkan Sabhara, lebih menjurus pada tindakan yang bersifat pencegahan (Kunarto, 1997). Walaupun terdapat adanya perbedaan dalam peran maupun tugas, pada dasarnya setiap anggota polisi memiliki tugas untuk memberikan pelayanan pada masyarakat, sehingga bisa dikatakan profesi ini memiliki tugas yang kompleks karena profesi ini mengurusi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara (Adlow, dalam Tabah 2001). Untuk itu profesi ini dinilai memiliki derajat tingkatan stres yang cukup tinggi (Donzinger, dalam Tabah 2001) Stres merupakan suatu keadaan yang timbul karena adanya suatu tuntutan atau kebutuhan pada individu yang menuntut adanya sumber daya atau kemampuan individu tersebut untuk memenuhinya (Lazarus, 1976) dan Lazarus juga mengatakan bahwa ada 2 kelompok sumber stresor yaitu Physical stressor dan Psychological atau psychosocia/ stressor. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimanakah perbedaan rating (urutan) stres dari anggota Polri pada fungsi Reserse dan Sabhara terhadap kejadian sehari-hari yang bisa menimbulkan stres pada diri mereka. Intrument penelitian yang digunakan adalah Law Enforcement Critical Life Events Scale dari Sewell (dalam Yarmey, 1990) yang telah diadaptasikan pada anggota polisi di Indonesia. Penelitiaan ini dilakukan pada anggota Polri fungsi Reserse dan Sabhara di wilayah Polda Metro Jaya. Sampel diambil mulai dari jenjang tamtama hingga bintara yang berjumlah 100 orang, dengan gambaran 50 orang dari fungsi Reserse dan 50 orangdari fungsi Sabhara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara anggota Polri pada fungsi Reserse dengan Sabhara terdapat perbedaan dalam rating stresnya. Pada fungsi Reserse, kejadian yang menempati urutan tertinggi dalam rating stres adalah ikut berpartisipasi dalam korupsi di kepolisian, diskors, penyalahgunaan obat-obatan terlarang secara pribadi, mengkonsumsi alkohol saat bertugas dan terlibat secara pribadi dalam peristiwa penembakan, sedangkan pada fungsi Sabhara yaitu pemecatan, diskors, penggunaan obat-obatan terlarang, pengurangan gaji dan ikut berpartisipasi dalam korupsi di kepolisian. Kemudian kejadian yang menempati urutan stres terendah pada fungsi Reserse adalah menerima surat pengahargaan dari masyarakat, liburan, penghargaan administrasi, menerima penghargaan dari kelompok masyarakat dan kenaikan gaji, sedangkan pada fungsi Sabhara yaitu promosi kenaikan jabatan dengan ditugaskan di unit lain, menerima penghargaan dari kelompok masyarakat, penghargaan administrasi, kenaikan gaji serta liburan.
2003
S3216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Purwo Nugroho
Abstrak :
Pemilihan karir merupakan saat untuk mengarahkan diri kepada suatu tahap dalam kehidupannya, saat bagi seorang anak melihat posisinya dalam kehidupan, dan menentukan kemana akan pergi. Diantara banyaknya pilihan karir atau pekerjaan adalah menjadi anggota Polri, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Dit Litbang Polri bahwa profesi sebagai anggota Polri kurang diminati oleh masyarakat. Hal itu bertolak belakang dengan jumlah peserta seleksi calon anggota Polri di mana dari tahun ke tahun jumlah peserta seleksi terus bertambah. Hal ini merupakan sesuatu yang menarik untuk dilihat penyebabnya. Salah satu penyebabnya yaitu intensi, karena dapat digunakan untuk memprediksi tingkah laku di kemudian hari. Oleh karena itu penelitian tentang intensi menjadi anggota Polri ini menjadi sangat penting. Teori intensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan teori intensi Fishbein & Ajzen (1975) dan Ajzen (1988) di mana intensi terbentuk atas 3 (tiga) faktor, yaitu sikap (attilude toward behan’ior), norma subyektif (siibjective norms), dan perceived behcrvior control (PBC). Intensi untuk menjadi anggota Polri terbentuk oleh 3 (tiga) faktor yaitu sikap terhadap anggota Polri, norma subyektif tentang anggota Polri dan perceived behcrvior control (PBC) atau hal-hal yang menjadi pendorong atau penghambat untuk menjadi anggota Polri. Berdasarkan faktor yang kedua yaitu norma subyektif tentang anggota Polri di' mana yang menjadi acuan utama adalah orang tua, maka adanya perbedaan profesi orang tua dapat menimbulkan perbedaan intensi anak untuk menjadi anggota Polri. Oleh karena itu, intensi anak anggota Polri diasumsikan memiliki intensi yang lebih tinggi untuk menjadi anggota Polri dibandingkan dengan bukan anak anggota Polri. Penelitian ini dilakukan di Polda Metro Jaya pada saat subyek penelitian mengikuti seleksi calon anggota Polri. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling untuk subyek anak anggota Polri dan incidental untuk subyek bukan anak anggota Polri. Subyek penelitian beijumlah 107 orang yang terdiri dari 52 orang anak anggota Polri dan 55 orang anak bukan anak anggota Polri. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimental. Untuk mengumpulkan data tentang intensi digunakan skala Intensi untuk menjadi anggota Polri yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan ketiga faktor pembentuk intensi. Selanjutnya data diolah dengan membandingkan rata-rata (mean average) skor tes intensi untuk menjadi anggota Polri antara anak anggota Polri dengan bukan anak anggota Polri dengan menggunakan t-test, yaitu uji t terhadap dua sampel independen (anak anggota Polri dan bukan anak anggota Polri). Hasil analisis data menunjukkan bahwa intensi anak anggota Polri untuk menjadi anggota Polri lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan intensi bukan anak anggota Polri. Ditemukannya perbedaan yang signifikan tersebut disebabkan faktor sikap, norma subyektif dan perceived behavior control anak anggota Polri cenderung mendukung intensi dibandingkan dengan faktor sikap, norma subyektif dan perceived behavior control bukan anak anggota Polri yang cenderung tidak mendukung intensi.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Sucipto
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3390
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udin Yulianto
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk meningkatkan profesionalisme Polri, pimpinan Polri berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia anggotanya melalui pendidikan, terutama pendidikan yang bersifat akademis. Untuk itu pimpinan Polri memberikan kesempatan pada anggotanya untuk melaksanakan pendidikan di Perguruan Tinggi. Anggota Polri yang melaksanakan pendidikan di Perguruan Tinggi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar dan anggota Polri yang mendapatkan ijin belajar dari pimpinan Polri. Masing-masing kelompok tentu mempunyai motivasi meraih sukses dan motivasi menghindari kegagalan yang berbeda-beda dalam melaksanakan belajarnya, karena kedua kelompok tersebut mendapatkan tugas dan perlakuan yang berbeda dari pimpinannya Dalam kaitan itu semua, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kecenderungan meraih sukses dan kecenderungan menghindari kegagalan anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar dan ijin belajar di Perguruan Tinggi. Penelitian ini mengunakan sampel sebanyak 70 orang, dengan perincian 35 orang dari anggota Polri tugas belajar dan 35 orang lainnya dari anggota Polri yang ijin belajar. Pengambilan sampel menggunakan metode incidental sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner skala kecenderungan berprestasi yang terdiri dari motif meraih sukses dan motif menghindari kegagalan yang diadaptasi dari Mehrabian dan ditambah beberapa item hasil elisitasi. Pengolahan data dengan menggunakan analisis mean dan t-test. Hasil analisis data menunjukkan bahwa motivasi meraih sukses antara anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar dan anggota Polri yang ijin belajar berbeda secara signifikan, yaitu lebih tinggi anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar. Demikian pula dengan motivasi menghindari kegagalannya. Dengan hasil yang demikian, penelitian ini memberikan gambaran bahwa motivasi meraih sukses dan motivasi menghindari kegagalan anggota Polri yang tugas belajar dan anggota Polri yang ijin belajar berbeda secara signifikan. Perbedaan tersebut dipengaruhi antara lain oleh faktor perbedaan tugas dan perbedaan perlakuan yang diterima kedua kelompok tersebut. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan pendekatan gabungan antara kualitatif dan kuantitatif, agar diperoleh data yang lebih mendalam, sehingga hasil penelitian lebih sempurna.
2003
S3195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Supriyadi
Abstrak :
ABSTRAK
Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mencapai usia ke-58, dimana pada usia ini adalah usia yang bisa dikatakan dewasa dalam suatu perkembangan sebuah organisasi. Dalam usia yang sudah semakin dewasa ini, Polri semakin berusaha membenahi diri dalam segala bidang, baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. Masyarakat yang semakin kritis dan maju, menginginkan aparat Polri-nya untuk menjadi Polri yang mandiri dan profesional. Semenjak Polri berpisah dari ABRI, Polri semakin berusaha untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya. Telah banyak cara dan usaha yang dilakukan untuk itu. Walaupun demikian, banyak faktor yang harus diperhatikan pada individu itu sendiri. Selain penguasaan pengetahuan tentang kepolisian dan masyarakat, harus diperhatikan juga masalah kesejahteraan anggota Polri. Masalah ini merupakan masalah yang sangat penting dan fundamental bagi setiap orang di dunia timur seperti Indonesia. Sebagai aparat negara penegak hukum, akan sangat berbahaya bila kesejahteraan mereka tidak diperhatikan atau dalam tingkat rendah karena bukan tidak mungkin mereka akan menggunakan hukum itu sendiri untuk tujuan yang tidak kita kehendaki bersama (Korry, dalam Kunarto, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kesejahteraan subyektif anggota Polri, terutama yang masih melajang pada masa dewasa muda di Jakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik incidental sampling. Sampel berjumlah 108 orang yang bertugas di wilayah hukum Jakarta dan berpangkat Tamtama, Bintara dan Perwira. Alat ukur yang digunakan berbentuk kuesioner yang peneliti susun berdasarkan dimensi-dimensi yang membentuk kesejahteraan subyektif. Untuk melihat gambaran umum dari tingkat kesejahteraan subyektif anggota Polri ini, dilakukan tehnik perhitungan nilai rata-rata dari seluruh kuesioner. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan anggota Polri yang melajang pada masa dewasa muda di Jakarta berada pada tingkat yang agak tinggi. Banyak sekali faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Diantaranya yaitu kurangnya perilaku asertif dari anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, aktivitas yang cenderung monoton, neflected appraisal dari lingkungan sekitar atau masyarakat yang sudah melabel Polri bahwa Polri bukan untuk masyarakat, kurangnya dukungan sosial untuk Polri guna merubah dirinya serta kurangnya sumber daya yang ada dalam tubuh Polri dan anggotanya. Terutama untuk sumber daya materi, harus diberi perhatian lebih karena gaji polisi kita hanya 26 % dari gaji pegawai keuangan negara, padahal standar PBB, gaji anggota polisi harus di atas gaji pegawai bank atau keuangan negara untuk menciptakan polisi yang professional (Tabah, 2002). Dengan meningkatkan kesejahteraan subyektif anggota Polri, merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang harus dilakukan oleh Polri untuk dapat mencapai Polri yang mandiri, Polri professional yang diidam-idamkan masyarakat Indonesia selama ini.
2003
S3221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veri Triyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam organisasi Polri pelayanan kepada masyarakat merupakan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, karena dengan pelayanan kita akan dapat memahami kebutuhan dan harapan dari masyarakat. Gambaran masyarakat tentang kinerja pelayanan Polri selama ini dinilai kurang begitu baik Sedangkan kondisi riil polisi saat ini belumlah banyak berubah, termasuk kurang profesionalnya para anggota Polri dalam memberikan pelayanan. Untuk itu Polri harus mampu mendesain dan mengelola fungsi pelayanannya dengan lebih. baik. Dalam usaha meningkatkan kualitas pelayananya, Polri mendirikan suatu unit yang bertugas menangani lansung pengaduan dan memberikan penanganan secepatnya. Unit ini dinamakan unit Yanmas. Unjuk kerja anggota Polri dalam memberikan pelayanan, dapat dikatakan baik bila ia berhasil memberikan kepuasan kepada orang lain. Maka dipastikan motivasi memiliki pengaruh terhadap kemauan anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mulins (1989) mengatakan bahwa unjuk kerja seseorang antara lain ditentukan oleh faktor kemampuan dan motivasi. Hal ini didukung pula oleh Newstorm & Davis (1993) yang mengatakan bahwa motivasi adalah faktor yang mendasari semua perilaku manusia yang disadari. Dalam kaitannya dengan hal diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara motif afiliasi dengan sikap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepolisian. Selain itu juga akan dilihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara anggota Yanmas selaku ujung tombak pelayanan dengan anggota Polri pada unit lain (Brimob) dalam hal motif afiliasi dan sikapnya dalam memberikan pelayanan kepolisian. Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data berupa kuesioner yang berbentuk skala yang terdiri dari skala motif afiliasi dan skala sikap dalam memberikan pelayanan kepolisian. Penelitian ini dilakukan pada 100 anggota Polri yang terdiri dari 50 anggota Yanmas dan 50 anggota Brimob yang bertugas diwilayah Jakarta. Dari hasil perhitungan korelasi antara motif afiliasi dan sikap anggota Polri (Yanmas dan Brimob) dalam memberikan pelayanan kepolisian, diperoleh korelasi sebesar 0,495 dengan p < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa antara motif afiliasi dan sikap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepolisian mempunyai hubungan yang signifikan, yaitu semakin tinggi motif afiliasi makin positif pula sikap anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepolisian. Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui bahwa ada perbedaan motif afiliasi antara anggota Yanmas dengan anggota Brimob. Sedangkan dalam hal sikap dalam memberikan pelayanan kepolisian antara anggota Yanmas dengan anggota Brimob, diperoleh hasil yang tidak signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap dalam memberikan pelayanan kepolisian antara anggota Yanmas dengan anggota Brimob.
2003
S3235
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Dwi Laksono
Abstrak :
Sejarah panjang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah membentuk sikap dan perilaku anggota Polri cenderung militeristik dan merugikan masyarakat. Integrasi Polri dengan ABRI selama Orde Baru ternyata membawa dampak buruk terhadap kineija Polri di masyarakat. Polri cenderung bertindak sebagai aparat penguasa yang melindungi kepentingan pemerintah dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Pada tanggal 1 April 1999 Polri resmi berpisah dari ABRI dan kemudian pada tanggal 1 Juli 2000 Polri benar-benar menjadi lembaga independen dibawah Presiden (Polri Mandiri). Perubahan ini kemudian membawa dampak kepada perubahan paradigma Polri dari kecenderungan mengabdi pada kepentingan penguasa menjadi institusi sipil yang mengabdi kepada masyarakat (civilian police). Berbagai kebijakan dan strategi Polri Mandiri yang gencar digalakkan Polri merupakan salah satu upaya Polri dalam memaksimalkan peran, fungsi dan tugasnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan sikap anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri. Sampel diambil menggunakan metode non probability sampling dengan teknik Occidental sampling, dengan jumlah sampel 200 orang yang terdiri dari 100 anggota Polri dan 100 masyarakat. Untuk melihat perbedaan sikap tersebut dilakukan perhitungan t-test for independent sample pada skor rata-rata sikap masing-masing kelompok. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan perbedaan sikap yang signifikan antara anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa anggota Polri mempunyai kecenderungan sikap yang favorable terhadap Polri Mandiri, sedangkan masyarakat mempunyai kecenderungan sikap yang unfavorable terhadap Polri Mandiri. Perbedaan ini disebabkan karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan sikap seperti pengalaman langsung masyarakat ketika berurusan dengan polisi, pengaruh orang lain, media massa dan juga faktor-faktor emosional. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan sikap antara anggota Polri dan masyarakat terhadap Polri Mandiri adalah indentitas sosial, faktor ingroupoutgroup, dan juga prasangka kelompok.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar Efendi
Abstrak :
ABSTRAK
Pekerjaan sebagai polisi adalah sebuah profesi yang sangat potensial menimbulkan stres. Hal ini dimungkinkan karena profesi ini khususnya polisi Sabhara mempunyai tugas yang sangat kompleks, yaitu tugas pokoknya sebagai pelayan dan pelindung masyarakat Keseharian tugas yang dilaksanakan antara lain dalam bentuk pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli. Hal ini sangat potensial menimbulkan stres yang timbul dari tugas-tugas tersebut maupun sumber stres lain yang ikut berperan dalam pelaksanaan tugasnya. Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya stres dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Sehingga untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan perlu dilakukan pengelolaan stres kerja agar dicapai hasil kerja yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat stres dan kepuasan kerja anggota Polri khususnya pada fungsi Sabhara. Sampel terdiri dari 106 anggota Sabhara yang dipilih dengan menggunakan metode non probability sampling dari wilayah Jakarta dan sekitarnya meliputi Polda Metro Jaya, Mabes Polri, Polres Jakarta Selatan, Polres Jakarta Timur, Polres Jakarta Barat, Polres Jakarta Utara dan Polres Depok. Untuk melihat hubungan stres dan kepuasan kerja tersebut dilakukan perhitungan nilai rata-rata dan korelasi pearson product moment pada kedua alat ukur. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara stres dan kepuasan keija hygiene. Disamping itu juga ditemukan hubungan negatif antara stres dengan kepuasan kerja motivator namun tidak signifikan pada level 0,05. Hal ini berarti ada hubungan terbalik antara tingkat stres dengan kepuasan keija faktor hygiene dan faktor motivator pada anggota polri Sabhara. Dengan perkataan lain, makin tinggi tingkat stres anggota Sabhara maka makin rendah kepuasan kerja (baik faktor hygiene dan motivator) yang dirasakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat stresnya maka makin tinggi kepuasan kerja (hygiene dan motivator) yang dirasakannya. Mayoritas dari sampel penelitian ini terbatas pada anggota Sabhara dengan pangkat Bintara. Untuk mengatasi keterbatasan ini disarankan untuk melakukan penelitian pada sampel yang mencakup beibagai fungsi dan pangkat yang ada di Kepolisian. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh hasil penelitian yang dapat digeneralisasikan pada organisasi Kepolisian. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, setidaknya dapat memberikan gambaran hubungan stres dan kepuasan kerja pada anggota Sabhara. Mengingat bahwa pada akhirnya kepuasan keija dan tingkat stres akan mempengaruhi produktifitas keija, disarankan agar dapat dikembangkan semacam pelatihan untuk mencegah dan mengelola stres yang mungkin dialami anggota Polri. Disamping itu, hasil tentang kepuasan kerja dapat menjadi masukan bagi organisasi Polri untuk dapat lebih meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
2004
S3506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mapparessa, Achmad Aflus
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Darwis Debby Hermawan
Abstrak :
[ABSTRAK
Fenomena praktek manajemen SDM merupakan permasalahan penelitian yang menarik untuk dikaji terkait dengan kepuasan kerja anggota kepolisian, mengingat kepuasan kerja merupakan indikator efektivitas praktek manajemen SDM dalam organisasi. Kepuasan kerja anggota pada akhirnya akan berdampak terhadap mutu pelayanan yang dilakukan oleh anggota organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara praktek manajemen SDM dan kepuasan kerja anggota kepolisian. Dimensi praktek manajemen SDM mengacu kepada model penelitian yang dikembangkan oleh Wright (2003) yang mencakup dimensi rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, kompensasi, pengembangan karir dan dimensi penilaian kinerja. Sampel penelitian ini sebanyak 375 anggota kepolisian yang diambil secara stratified random sampling yang terdiri dari kelompok Pamen, Pama dan Brigadir. Analisis penelitian ini menggunakan multiple regression analysis untuk mengkaji hubungan antara masing-masing dimensi praktek manajemen SDM dan kepuasan kerja anggota kepolisian. Penelitian menemukan hubungan yang signifikan antara dimensi rekrutmen dan seleksi, pengembangan karir, kompensasi, dan pendidikan dan latihan. Dimensi penilaian kinerja tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja anggota kepolisian. Kontribusi ke empat dimensi praktek manajemen SDM sebesar 48.9% terhadap kepuasan kerja (p<0.000). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makin profesional penerapan praktek manajemen SDM akan berdampak terhadap kepuasan kerja anggota kepolisian.
ABSTRACT
The human resource practice in police organization care becoming a critical factor to the employee satisfaction. The fenomenon of human resource practices in this study include recruitment and selection, career development, compensation, training and development, and performance appraisals and how its implication to the police satisfaction The purpose of this study is to examine the relationship between human resource practice and employee satisfaction. Dimension of human resource practices use the research model developed by Wright (2003) which include the dimension of recruitment and selection, career development, education and training, compensation and performance appraisals. The 375 police officer was selected based on stratified random sampling which include upper, middle and lower level of the police officers. This study employ multiple regression analysis to measure the relationship of each dimension of human resource practices to police officer satisfaction. The study found that there was the relationship between recruitment and selection, career development, compensation, and training and development. The dimension of performance appraisals was not signicantly related to police officer job satisfaction. The contribution of recruitment and selection, career development, compensation, and training development was 48.9% to the police officer job satisfaction (p< 0.000). It could be concluded that the professional the human practices in police organization the better impact to the police officer job satisfaction, The human resource practice in police organization care becoming a critical factor to the employee satisfaction. The fenomenon of human resource practices in this study include recruitment and selection, career development, compensation, training and development, and performance appraisals and how its implication to the police satisfaction The purpose of this study is to examine the relationship between human resource practice and employee satisfaction. Dimension of human resource practices use the research model developed by Wright (2003) which include the dimension of recruitment and selection, career development, education and training, compensation and performance appraisals. The 375 police officer was selected based on stratified random sampling which include upper, middle and lower level of the police officers. This study employ multiple regression analysis to measure the relationship of each dimension of human resource practices to police officer satisfaction. The study found that there was the relationship between recruitment and selection, career development, compensation, and training and development. The dimension of performance appraisals was not signicantly related to police officer job satisfaction. The contribution of recruitment and selection, career development, compensation, and training development was 48.9% to the police officer job satisfaction (p< 0.000). It could be concluded that the professional the human practices in police organization the better impact to the police officer job satisfaction]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>