Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukma Alifiana Aziz
Abstrak :
Kerang hijau Perna viridis merupakan makan laut favorit, yang memiliki kandungan protein yang baik dan harga yang ekonomis. Kekhawatiran mengkonsumsi kerang hijau karena habitat kerang hijau telah tercemar logam berat akibat aktivitas industri. Dilakukan studi bioakumulasi logam berat untuk mengetahui proses akumulasi logam berat pada biota dengan menggunakan dosis tertentu. Digunakan logam berat kadmium untuk paparan pada biota Kerang Hijau sebanyak setengah LC50 yaitu 0.1 ppm. Dilakukan proses depurasi untuk mengurangi kadar logam kadmium pada kerang hijau. Digunakan metode depurasi pengaliran air selama tujuh hari, perendaman asam asetat dan asam sitrat dengan variasi konsentrasi 0.75 , 1.5 , dan 2.25 dalam variasi waktu 24, 48, 72, 96, 120 menit. Kadar kadmium pada kerang hijau dilakukan pengukuran menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Didapatkan penurunan konsentrasi terendah pada depurasi pengaliran air 3,05 mg.Kg-1, depurasi perendaman asam asetat 1,7 mg.Kg-1, perendaman asam sitrat 0,65 mg.Kg-1. ......Green mussel Perna viridis is a favorite seafood, which has good protein content and economical price. Concerns consume green mussel due to the habitat of green mussels have been polluted heavy metals due to industrial activity. Bioaccumulation heavy metal study was conducted to determine the process of heavy metal accumulation in biota by using a certain dosage. Used heavy metals cadmium for exposure to biota as much as half LC50 is 0.1 ppm. Perform depuration process to reduce the levels of cadmium metal in green mussel. A seven day drainage depuration method was used, immersing acetic acid and citric acid with variations of concentration 0.75 , 1.5 , and 2.25 in 24, 48, 72, 96, 120 minute variations. Levels of cadmium in green mussel were measured using Atomic Absorption Spectrophotometry. The lowest concentration decrease in depuration of water drainage was 3.05 mg.Kg 1, deposition of immersion of acetic acid 1,7 mg.Kg 1, soaking of citric acid 0,65 mg.Kg 1.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The Jakarta bay and and lada bay have been known as a polluted environment. The dominant polluted is heavy metals such as Pb, Cd, Cr ang hg....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tiny Agustini Koesmawati
Abstrak :
ABSTRACT
Mercury and arsenic are considered to be among the most toxic metals and have been associated with serious adverse health effects. These two trace metals and other contaminants that are found in fish products are therefore of public concern for food safety reasons. Hence, we selected three marine species to study i.e., yellow fin tuna, marlin and green mussels because of their economic values in the international and local markets. The objective of our study was to determine the arsenic and mercury content in these three marine species as a first step in monitoring metal content in seafood products. The tissue samples of tuna and marlin were collected from the Jakarta Fishing Port, while the green mussels was collected from aqua culture sites in Jakarta Bay. The metal content was determined by ICP MS and validated using CRM DORM Z and DORM 3. The speciation of arsenic (organic and inorganic forms) was determined using HPLC ICPMS. All measurements were based on dry weight samples. The result showed that the mercury concentration in yellow fin tuna, marlin and green mussel samples was 0.68 :1: 0.08 mg kg", 0.56 :1: 0.06 mg kg"and 1.51 :t 0.10 mg kg, respectively. The total arsenic concentration in yellow fin tuna, marlin and green mussel samples was 3.47 i 0.21 mg kg, 2.71 i 0.18 mg kg, and 6.77 :t 0.32 mg kg, respectively. The mercury content in the fish tissue was below the maximum allowable concentration (National Standard of Indonesia 1.0 mg kg), except for the green mussels. For total arsenic concentration, all the samples were above the national standard concentration (1.0 mg kg). The organic arsenic species arsentobetaine (AB) found in tuna and marlin fish samples was not toxic. Inorganic and organic arsenic was found in the green mussel samples. Our results suggest that there is a need to establish a national program to regularly monitor the content of selected trace metals in fishery products.
Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI, 2015
550 MRI 40:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ikin Fathoniah
Abstrak :
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelimpahan mikroplastik pada kerang hijau Perna viridis berbagai ukuran, mengetahui organ tubuh kerang hijau yang paling banyak menyimpan mikroplastik, serta mengetahui korelasi antara kelimpahan mikroplastik pada kerang hijau, air, dan sedimen. Sampel kerang hijau, air, dan sedimen diambil dari 3 stasiun berbeda dengan jarak masing-masing sekitar 500 m. Analisis kelimpahan mikroplastik dilakukan dengan cara mengisolasi mikroplastik pada setiap sampel. Isolasi pada sampel kerang dilakukan dengan melarutkan kerang di dalam larutan HNO3 65, sementara sampel air dan sedimen dilakukan dengan cara pemisahan berdasarkan ukuran dan massa jenis dengan perendaman dalam larutan NaCl jenuh. Hasil yang didapatkan, yaitu rata-rata kelimpahan mikroplastik pada kerang hijau ukuran 3, 6, dan 9 cm, yaitu 5,35; 24,99; dan 39,00 partikel/gram. Mikroplastik kelompok fiber dominan pada sampel kerang. Rata-rata kelimpahan mikroplastik di air dan sedimen, yaitu 13,15 partikel/L air laut dan 0,92 partikel/g sedimen kering. Mikroplastik kelompok film dominan pada sampel air dan sedimen. Sementara, kelompok pelet tidak ditemukan pada ketiga sampel. Terdapat korelasi antara kelimpahan mikroplastik dengan ukuran cangkang kerang, maupun dengan kelimpahan mikroplastik kelompok film dan fiber pada air dan sedimen. ......Research on abundance of microplastic in green mussel Perna viridis, water and sediments in Kamal Muara, North Jakarta has been done. The research determined the abundance of microplastic in green mussel of various sizes, the organ of the green mussels most storey microplastic, and the correlation between abundance of microplastic in green mussel, water, and sediment. Samples of green mussel, water and sediments were taken from 3 different stations with a distance of about 500 meters each. Analysis of abundance of microplastic was done by isolating microplastic in each sample. The isolation of the green mussel samples was done by dissolving the mussels in the HNO3 solution, while the water and sediment samples were performed by separation by size and density by immersion in a saturated NaCl solution. The results obtained were, on average, abundance of microplastic in green mussel size 3, 6, and 9 cm ie, 5.35 24.99 and 39,00 particles gram. Microplastic fiber was dominant in mussel sample. The average abundance of microplastic in water and sediment are 13.15 particles L of sea water and 0.92 particles gram of dry sediment. Microplastic film was dominant in water and sediment samples. Meanwhile, pellet was not found in all three samples. There was a correlation between abundance of microplastic with green mussel size, as well as with abundance of microplastic of film and fiber in water and sediment.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Tamala
Abstrak :
Kerang hijau merupakan suatu sumber bahan makanan yang cukup banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia karena kerang hijau tersebut tersebar secara luas di sepanjang pesisir wilayah Indo-Pasifik. Kerang hijau akuatik ini sangat rentan terkontaminasi logam berat mengingat asupannya yang bersifat filter feeder dan sifatnya yang menetap sessile . Hal ini menyebabkan mudahnya logam berat terakumulasi di dalam tubuh kerang. Pencegahan ataupun usaha yang dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran logam perlu untuk dilakukan, sehingga dilakukan proses depurasi logam yang ada di daging kerang khususnya pada ion logam timbal Pb. Metode peluruhan yang dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara pengaliran dengan air secara berulang flow rate dan perendaman dengan dua macam asam yaitu asam asetat dan asam sitrat dan dilakukan analisis kadar logam dengan menggunakan intrumentasi Spektroskopi Serapan Atom SSA dan analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl serta dilakukan pemodelan untuk mengetahui akumulasi ion logam Pb dalam sampel uji. Didapatkan nilai penurunan sebesar 18,46 mg/kg pada depurasi dengan pengaliran air, 20,91 mg/kg untuk depurasi asam asetat 2,25 , dan 16,96 mg/kg untuk depurasi asam sitrat 2,25 . Kadar protein pada kerang hijau mengalami penurunan terbesar didapat setelah proses depurasi pengaliran air sebesar 5,29. ......The green mussel is a source of food which quite widely used by the people of Indonesia because the green mussel are widely spread along the coast of the Indo Pasific region. This aquatic green mussel is very susceptible to heavy metal contamination considering it rsquo s filter feeder intake and it rsquo s sedentary nature sessile . It makes easy for heavy metals to accumulate in the body of mussel. Prevention or attempts made to reduce the level of metal pollution need to be done. One of the efforts made is the process of depuration. The depuration method are done by two ways. The ways are drainage with water repeatedly flow rate and immersion with two kinds of acids, acetic acid and sitric acid. Then, analyzed the metal content by using Atomic Absorption Spectroscopy AAS and protein contetnt analysis using Kjeldahl method and modelling to know the accumulation of Lead ions in the test sample. The lowest concentration decrease in depuration of water drainage was 18,46 mg kg, deposition of immersion from acetic acid was 20,91 mg kg, deposition of immersion from sitric acid was 16,96 mg kg. The higher protein content of green mussel after depuration of water drainage was 5,29.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Teluk Jakarta merupakan kawasan perairan pesisir yang terletak di utara kota Jakarta. Kawasan pesisir merupakan tempat pemukiman padat penduduk yang banyak menyumbang bahan pencemar dari kegiatan di daratan maupun di perairan laut. Teluk Jakarta, khususnya Muara Kamal dan Cilincing banyak dijadikan sebagai lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis L.). Tingginya tingkat pencemaran dapat membahayakan manusia yang mengonsumsi kerang hijau dari perairan tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi pencemaran bakteri Escherichia coli dan koliform di kerang hijau pada musim peralihan I di Muara Kamal dan Cilincing, Teluk Jakarta. Penghitungan bakteri dilakukan pada sampel kerang hijau yang diambil pada bulan Mei 2010 di perairan Muara Kamal dan Cilincing dengan metode membran filter. Hasil penghitungan bakteri E. coli maupun koliform pada daging kerang menunjukkan bahwa perairan Muara Kamal dan Cilincing tidak layak dijadikan lokasi budidaya kerang hijau. Kepadatan bakteri E. coli dan koliform pada daging kerang yang berasal dari bagan budidaya di kedua lokasi tersebut terbukti melebihi baku mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Malaysia Food Act and Regulations. Hasil analisis bakteri di daging kerang menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan bakteri E. coli dari perairan Muara Kamal dan Cilincing masing-masing 28 ribu dan 665 ribu kali lebih tinggi dari nilai yang diijinkan berdasarkan SNI. Sedangkan kepadatan koliform pada daging kerang dari Muara Kamal dan Cilincing masing-masing 462 ribu dan 9,1 juta kali lebih tinggi dari nilai baku mutu Malaysia Food Act and Regulations.
Universitas Indonesia, 2010
S31606
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasqia Putri Soniansi
Abstrak :
Pada penelitian ini dilakukan simulasi pencemaran logam berat Seng (Zn) pada kerang hijau (Perna viridis). Proses bioakumulasi kerang hijau melalui jalur pakan dengan perunut radioaktif 65Zn. Pakan yang digunakan dengan diberikan kontaminasi logam seng yakni Botryococcus braunii. Proses Bioakumulasi dilakukan pada variasi suhu air laut 30, 31, dan 32°C. Setiap hari seluruh hewan percobaan dianalisis menggunakan spektrometer gamma untuk memperoleh data pengambilan kontaminan dari aktivitas 65Zn. Untuk mengurangi kandungan logam yang terdapat pada biota uji dilakukan metode depurasi. Metode depurasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pengaliran air berulang dan perendaman asam. Pada metode perendaman asam digunakan asam asetat dengan variasi waktu selama 30 menit, 60 menit, 120 menit dan 180 menit serta variasi konsentrasi 0.025 %, 0,050%, 0,075%, dan 0,100 %. Setelah selesai, kemudian dilihat pengaruh metode depurasi terhadap kandungan pada protein Perna viridis dengan metode kjehdahl. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai ku yang didapat dari nilai faktor konsentrasi paparan ion logam Zn selama 7 hari yakni 0,17 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 30oC, 0,18 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 31oC dan 0,27 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 32°C. Sementara nilai ke untuk perlakuan depurasi dengan metode pengaliran air berulang didapatkan 0,10 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 30°C, 0,09 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 31°C, dan 0,07 Bq/gram.hari untuk variasi suhu air laut 32°C. Selanjutnya pada penelitian ini didapatkan nilai BAF sebesar 21,13 Bq/gram.hari untuk variasi suhu 30°C, 26,67 Bq/gram.hari untuk suhu 31°C, dan 61,67 Bq/gram.hari untuk suhu 32°C. ......In this study a simulation of heavy metal zinc (Zn) ion contamination in green mussel (Perna viridis) was carried out. Bioaccumulation process of green mussel through food pathway using 65Zn radioactive tracer. Botryococcus braunii was used to be food of heavy metal zinc contamination. The bioaccumulation process is carried out at variations in sea water temperature 30, 31 and 32°C. Every day all green mussels were analyzed using a gamma spectrometer to obtain contaminant retrieval data from 65Zn activities. To reduce the metal content found in the test biota, needs depuration method. The depuration method used in this study is a method of repetitive water flow recirculating depuration and using acid. The acid method uses acetic acid with a variation of time is 30 minutes, 60 minutes, 120 minutes and 180 minutes and variations in concentration of acetic acid 0.025%, 0.050%, 0.075%, and 0.100%. After that, the effect of the depuration method on green mussels was analyzed by kjehdahl method. Based on the results, uptake value (ku) obtained from metal ion Zn exposure during 7 days is 0.17 Bq /gram.day for 30oC sea water temperature variation, 0.18 Bq/gram.day for 31oC sea water temperature variation, 27 Bq/gram.days for 32°C sea water temperature variations. While the depuration value (ke) treatment with water flow method is obtained 0.10 Bq/gram.days for variations in sea water temperature of 30oC, 0.09 Bq/gram.days for variations in sea water temperature of 31°C, and 0.07 Bq/gram.days for 32°C sea water temperature variations. Furthermore, in this study the BAF value was 21.13 Bq/gram.days for temperature variations of 30°C, 26.67 Bq/gram.days for 31°C, and 61.67 Bq/gram.days for 32°C.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktarina Sumandari
Abstrak :
Metarhizium majus UICC 295 adalah kapang entomopatogen. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh penambahan tepung cangkang kerang hijau terhadap kemampuan M. majus UICC 295 menginfeksi larva O. rhinoceros dan viabilitas M. majus UICC 295 setelah dipreservasi dengan metode freezing pada suhu -80°C. Metarhizium majus UICC 295 pada medium Saboraud Dextrose with Yeast Extract Agar (SDYA) dengan penambahan tepung cangkang kerang hijau 10% (b/v) dapat membunuh larva O. rhinoceros 6,67%--100% dalam waktu 7--12 hari. Metarhizium majus UICC 295 pada medium SDYA dapat membunuh larva O. rhinoceros 3,33%--100% dalam waktu 7--11 hari. Metarhizium majus UICC 295 setelah dipreservasi selama 30 hari dalam gliserol 10% (v/v) dan dalam gliserol 10% (v/v) dengan glukosa 5% (v/v) tetap memiliki viabilitas. O. rhinoceros setelah dipreservasi selama 1 hari dalam gliserol 10% dan dalam gliserol 10% dengan glukosa 5% tetap memiliki viabilitas. ......Metarhizium majus UICC 295 is an entomopathogenic fungus. This research investigated the effect of green mussel shell powder on the pathogenicity of M. majus UICC 295 to infect O. rhinoceros larvae and investigated the viability of M. majus UICC 295 after preservation with freezing at -80°C. Metarhizium majus UICC 295 in Saboraud Dextrose Agar with Yeast Extract (SDAY) medium with 10% (w/v) green mussel shell powder caused 6.67%--100% larval mortality in 7--12 days. Metarhizium majus UICC 295 in SDAY medium caused 3.33%--100% larval mortality in 7--11 days. Metarhizium majus UICC 295 after being preserved for 30 days in 10% (v/v) glycerol and 10% (v/v) glycerol with 5% (v/v) glucose are still viable. Metarhizium majus UICC 295 on cadaver of O. rhinoceros larvae after being preserved for 1 day in 10% glycerol and 10% glycerol with 5% glucose are still viable.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42982
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover