Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Uji Arum Ismartini
Abstrak :
ABSTRAK
Anak merupakan harta yang paling beiiiarga bagi orangtua. Khususnya bagi ibu, anak yang lahir dengan sehat dan tidak berkelainan memilild simbol bahwa ibu mampu memberikan ketuninan yang baik. Berbedajika anak yang dilahirkan memilild kelainan Down Syndrome. Hal ini dapat membuat ibu mengalami shock dan kekecewaan yang hebat (Ashman & Eikins, 1994), karena kelainan Down Syndrome dapat terlihat dengan jelas, sehingga dapat menimbulkan reaksi lingkungan yang d£Q}at berpengaruh teriiadap penerimaan ibu. Selain itu hadin^ra anak Down Syndrome akan berpengaruh pada pengaturan waktu luang dan ekonomi keluarga Harapan ibu juga akan menurun setelah mengetahui keterbatasan-keterbatasan yang dimilild anak Untuk dapat menerima kondisi anaknya, ibu membutuhkan waktu yang relatif cukup panjang. Diawali dengan perasaan shock, sedih dan kecewa (primary phase). Kemudian dalam diri ibu akan timbul rasa marah, bersalah, ambivalensi dan maiu (secondary phase). Kondisi ini akan terns berlangsung hingga ibu menyadari bahwa anaknya membutidikan intervensi yang tepat (tertiary phase) (Kubler-Ross dalam Gargiulo, 1985). Pada saat ini dapat dikatakan bahwa ibu sudah dapat menerima kondisi anaki^a, walaupun penerimaaniQra tidak akan pemah sempuma karena perasaan sedih dan depresi akan selalu muncul (Gargiulo, 1985). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses penerimaan ibu antara lain adalah sikap lingkungan dan kerabat dekat (significant others), reaksi abnormal anak, kesenjangan yang timbul antara harapan dan kenyataan, serta tingkat ekonomi dan orientasi pendidikan. Kesemuanya itu saling berinteraksi dengan proses yang ibu alami d^am menerima kondisi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penerimaan ibu anak Down Syndrome yang berusia kurang dari lima tahun. Penerimaan ibu merupakan hal yang penting bagi anak Down Syndrome, karena semakin cepat ibu dapat menerima kondisi anak, semakin cepat ibu dapat mengambil tindakan selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan anak. Lima tahun pertama merupakan masa yang relatif berat bagi ibu, dimana ibu memperoleh diagnosa yang akurat, kemudian mengalami berbagai emosi yang berfluktuasi, hingga akhimya dapat menerima kondisi anak (Tumbull, dkk. dalam Heward, 1996). Taliun-tahun selanjutnya ibu sudah mulai dapat mengorganisasi kehidupan seharihari, dan kekhawatiran pada anak sudah mulai berkurang. Untiik dapat mengetahui proses penerimaan teisebut, digunakan pendekatan kualitatif dengan metode single case study. Sampel diperoleh melalui prosedur typical purposeful sampling. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan observasi terhadap tiga orang ibu yang memiliki anak Down Syndrome benisia kurang dari lima tahun dan tinggal bersama anak teisebut. Untuk memenuhi etika penelitian, maka identitas asli dari subjek disamarkan sedemikian rupa sehingga tidak tersebar luas. Penelitian ini divalidasi dengan menggunakan metode member checks. Data yang diperoleh dianalisa dengan cara koding. Hasil dari penelitian mi menunjukkan bahwa pada ketiga ibu muncul reaksi-reaksi primary, secondary, dan tertiary phase. Hanya saja, tidak semua ibu mengalaminya. Misdnya saja sebagian ibu merasa shock dengan hadimya anak Dawn Syndrome, namun ada ibu yang tidak merasa shock. Kemudian, sebagian ibu tidak malu dengan kondisi anaknya, tetapi ada pula ibu yang malu dan risi dengan kondisi anakya. Dari ketiga subjek juga diketahui bahwa reaksi ^ef and depression teijadi sejak anak Dawn Syndrome lahir dan masih berlanjut faingga saat ini. Sedangkan adaptasi teihadap anak yang merupakan bagian dari tertiary phase tennyata muncul sejak awal, beberapa saat setelah anak didiagnosa mengalami Dawn Syruirome. Ketiga subjek juga menunjukkan bahwa reaksireaksi yang mereka ^ami tidak berurutan, seperti ibu yang tidak mengalami reaksi tertentu, kemudian "lompat" pada reaksi selanjutnya. Selain itu juga diketahui reaksi-reaksi yang merupakan bagian dari secondary phase temyata muncul pada saat ibu sedang berada pada primary phase. Begitu juga dengan tertiary phase yang muncul saat ibu sedang berada pada secondary phase, sehingga dapat dikatakan bahwa proses penerimaan yang dilewati ibu anak Dawn Syndrome mengalami tumpang tindih. Hal ini sebenamya merupakan fenomena yang wtgar, karena tergantung sepenuhnya pada keunikan individu masing-masing (Gargiulo, 1985). Dari hasil penelitian juga dapat disimpulkan bahwa pada akhimya ketiga subjek dapat menerima kondisi anak mereka, tenitama karena adanya dukungan dari orang terdekat dan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan pada ibu yang memiliki anak Down Syndrome untuk mengjkuti program parent support group, sehingga dapat berbagi cerita dengan ibu-ibu lain yang juga memiliki anak Down Syndrome. Selain itu bagi konselor yang terlibat dalam parent support group, (hsarankan untuk memfokuskan pada tahap penerimaan yang dialami ibu, sehingga dapat memberikan penanganan yang lebih tepat. Kemudian bagi yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dapat digunakan metode lain dalam kerangkan kualitatii^ kemudian menggunakan sumber data yang lebih bervariasi. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat lebih kaya.
2001
S2804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Afriana Legita
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S7677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiendas, Olivia K.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widayatri S.U.
Abstrak :
Setiap anak, baik anak normal maupun terbelakang mental, semuanya memiliki hak yang sama. Dalam Konvensi Hak-hak Anak (dalam Unicef, 1990) juga disebutkan bahwa setiap negara harus memperhatikan hak-hak setiap anak tanpa diskriminasi. Orang tua sebagai pengasuh utama anak memiliki tanggung jawab utama memberikan pengasuhan yang semaksimal mungkin bagi anak terbelakang mental. Salah satu jenis keterbelakangan mental yang cukup banyak menimbulkan masalah dalam pengasuhan adalah down's syndrome. Menumt Harris & McHale (dalam Atkinson, Chisholm, Dickens,Goldberg, Scott, Blackwell, Tarn, 1995) kehadiran anak down's syndrome dapat memberikan masalah pengasuhan yang cukup besar bagi orang tua. Hall dan Hill (1996) menjelaskan bahwa down's syndrome mempakan salah satu abnormalitas yang sebagian besar disebabkan oleh adanya penambahan jumlah kromosom pada kromosom ke-21. Agar pengasuhan bagi anak down's syndrome dapat diberikan semaksimal mungkin, ibu tentunya tidak dapat melakukan tugas tersebut seorang diri. la memerlukan dukungan untuk menjalankan tugas pengasuhan ini. Tetapi terayata dalam kenyataannya individu-individu yang ada di sekitar ibu tidak hanya menyumbangkan dukungan tetapi juga dapat menimbulkan stres. Belle (dalam Cochran dkk, 1990:9) menyatakan bahwa seseorang tidak hanya akan menerima dukungan tetapi juga akan mempunyai resiko memperoleh stres dari lingkungannya. Cochran (dalam Cochran dkk, 1990) menggunakan istilah jaringan sosial untuk menjelaskan tentang individu-individu yang berperan sebagai sumber dukungan dan sumber stres ini. Dalam penelitian ini ingin digali mengenai jaringan sosial baik sebagai sumber dukungan maupun sebagai sumber stres bagi ibu yang memiliki anak down's syndrome. Mengingat kemungkinan banyaknya anggota jaringan sosial yang dimiliki ibu maka penelitian akan dibatasi pada individu-individu yang mempengaruhi kehidupan ibu dalam 6 bulan terakhir ini, dan minimal berhubungan 1 kali sebulan dengan ibu dari anak down's syndrome. Sumber dukungan dari jaringan sosial yang ingin dilihat dibagi ke dalam dukungan instrumental, emosional, informasi, dan companionship. Sedangkan sumber stres yang ingin dilihat dibagi ke dalam tekanan, fhistasi, konflik, dan kecemasan. Tetapi karena dalam hidup sehari-hari sangat sulit memisahkan antara masing-masing pembagian ini (Atwater, 1983) maka dalam interpretasi peneliti cenderung tidak secara pasti membagi sumber stres ke dalam empat bagian tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam (in depth interview) dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan terhadap empat ibu yang memiliki anak down's syndrome Pemilihan subyek dilakukan dengan pendekatan purposif dimana sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Dari penelitian ditemukan bahwa dukungan instrumental yang diberikan kepada keempat subyek dalam penelitian ini lebih banyak diberikan oleh anggota keluarga. Bantuan yang diberikan meliputi bantuan dalam mengeijakan tugas rumah tangga; mengurus anak down's syndrome, mengantar, menunggu atau menjemput anak down's syndrome di sekolah; menjaga anak down's syndrome bila subyek tidak ada di rumah; dan bantuan keuangan. Walaupun demikian jenis bantuan yang diberikan pada masing-masing subyek berbeda-beda. Dukungan emosional diberikan oleh suami, teman-teman yang juga memiliki anak tuna grahita. Tetangga yang mengerti kondisi anak down's syndrome menjadi dukungan emosional pula bagi subyek. Dukungan informasi diperoleh dari guru, dokter, teman, dan suami. Dukungan companionship diperoleh dari suami dan anak. Sedangkan sumber stres dari jaringan sosial subyek meliputi dua subyek merasakan kurangnya dukungan dalam mengawasi anak down's syndromenydi. Kurangnya dukungan sangat dirasakan oleh satu subyek yang kebetulan juga bekerja, ketika secara bersamaan subyek harus melakukan tugas rumah tangga, bersiap-siap untuk mengajar, sekaligus harus mengawasi anaknya yang juga hiperaktif. Satu subyek merasa kesal karena anak-anaknya kurang membantunya dalam mengawasi anaknya yang down's syndrome. Sering subyek merasa kelelahan harus menjaga dan mengawasi anaknya supaya tidak keluar rumah. Selain itu subyek juga mengatakan bahwa aktifitas mengajar ngaji juga terhambat karena harus menunggu salah satu anaknya pulang supaya ada yang menjaga anaknya yang down's syndrome. Rasa fhistasi akibat tidak menemukan orang yang dapat diajak bercerita dan berkeluh kesah karena suami yang sibuk bekerja dan anak-anak yang sibuk bekerja dan kuliah kadang-kadang dirasakan oleh satu subyek. Omongan saudara dan anggota keluarga yang menyakitkan juga menjadi sumber stres bagi tiga subyek. Selain itu dua subyek kadang-kadang juga merasa sedih dan prustasi atas ucapan teman-teman yang berhubungan dengan anaknya yang down's syndrome. Dua subyek yang sudah memasuki akhir usia middle adulthood juga merasakan kecemasan yang berhubungan dengan siapa yang akan mengasuh anak down's syndrome bila subyek sudah tidak ada.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library