Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohanna Sienny Wijaya
Abstrak :
ABSTRAK


Beberapa jenis mikroorganisme menghsilkan enzim ekstraselular untuk menghidrolisis senyawa polimer yang terdapat di dalam substrat pertumbuhannya menjadi unit-unit kecil yang dapat diserap. Kapang kelompok Aspergillus niger antara lain menghasilkan enzim a-amilase dan glikoamilase, sehingga dapat menghidrolisis pati menjadi glukosa.

Penelitian ini bertujuan membandingkan aktivitas amilolitik empat strain kelompok A. niger berdasarkan konsentrasi gula terlarut hasil hidrolisis pati, yang diukur dengan metode anthron. Keempat strain tersebut adalah A.nig.5, A.nig.9, A.nig.18, dan A.nig.31. Pengujian dilakukan dalam medium cair, dengan tepung beras sebagai sumber karbohidrat.

Hasil pengukuran konsentrasi gula terlarut sesudah fermentsi 42 jam tidak menunjukkan perbedaan aktivitas amilolitik di antara keempat strain tersebut. Hasil pengukuran sesudah fermentasi 48 jam menunjukkan perbedaan aktivitas amilolitik antar strain, kecuali A.nig.9 dan A.nig.31.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pati singkong merupakan eksipien yang paling umum di gunakan dalam sediaan farmasi, tetapi penggunaannya terbatas pada pembuatan tablet secara granulasi. Untuk memperluas pemanfaatan pati alami, akhir-akhir ini telah dilakukan proses modifikasi pati sehingga dapat meningkatkan fungsi dan sifat fisika-kimia dapat digunakan sebagai bahan pembantu dalam sediaan oral. Dua unsur utama pati adalah amilosa dan amilopektin, dimana amilosa dua kali lebih mudah disubtitusi dengan gugus lain, sehingga perlu ditentukan derajat subtitusi amilosa yang tersubtitusi oleh asetat anhidrida. Modifikasi pati yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan metode esterifikasi yaitu menambahkan gugus asetat anhidrida pada molekul amilosa dan pati. Metode esterifikasi yang digunakan dengan menggunakan microwave pada suhu 900C dengan variasi waktu 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; dan 4 menit. Hasil pengukuran spectrum IR menunjukkan adanya gugus asetat tersubstitusi pada molekul pati dan amilosa pada bilangan gelombang 1732,13 cm-1 dan 1716,70 cm-1. Nilai tertinggi derajat subtitusi amilosa dan pati asetat diperoleh pada pemanasan microwave 4 menit dengan derajat substitusi kurang dari 0,5.
Universitas Indonesia, 2009
S33026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Athar Azis
Abstrak :
Salah satu komponen nutrisi utama pada beras adalah karbohidrat. Karbohidrat pada beras banyak tersimpan dalam bentuk pati. Pati dibagi menjadi dua fraksi, yakni amilosa dan amilopektin. Pati beras dapat dimodifikasi dengan berbagai cara untuk mendapat sifat baru yang lebih dikehendaki. Modifikasi pati beras dapat dilakukan dengan metode fisika salah satunya dengan sinar gama. Sinar gama merupakan isotop radioaktif berupa kobal-60 atau cesium-137 yang akan mengemisikan energi tinggi untuk menginduksi perubahan pada struktur pati dengan memfragmentasi ikatan glikosida pati. Pada penelitian ini sebanyak dua belas varietas beras organik dan nonorganik (Pandan Wangi, IR64, Rojolele, IR42, C4, dan Cisokan) dianalisis kandungan amilosanya setelah diberikan iradiasi sinar gama dengan variasi dosis 2, 5, 10, 20, dan 30 kGy. Pemberian iradiasi sinar gama menaikkan kadar amilosa pada varietas Pandan Wangi nonorganik, IR64 nonorganik, Rojolele nonorganik, IR42 nonorganik, C4 nonorganik, dan Cisokan nonorganik. Pemberian iradiasi sinar gama akan menurunkan kadar amilosa pada varietas Pandan Wangi organik, IR64 organik, Rojolele organik, IR42 organik, C4 organik, dan Cisokan organik. Berdasarkan uji lanjut Tukey ANAVA dua arah, dosis iradiasi sinar gama yang paling berpengaruh untuk mengubah kadar amilosa adalah dosis 10 kGy. ...... One of the main nutrition component in rice is carbohydrate. Carbohydrate in rice is storaged well in the form of starch. Starch itself contains of two fraction, amylose and amylopectin. With certain method, rice's starch could be modified to obtain the desired property. Rice's starch modification could be done with gamma ray irradiation. Gamma ray is the radioactive isotope which could be obtained by the energy emitted by either cobalt-60 or cesium-137 that will induced the starch structural change by the manner of fragmentate the starch’s glycoside bond. The test used the rice from twelve rice variety from organic and non-organic rice (Pandan Wangi, IR64, Rojolele, IR42, C4, and Cisokan), the assay performed after the administration of 2, 5, 10, 20, and 30 kGy doses. The gamma ray irradiation dose that administered to those varieties downgraded the organic Pandan Wangi, IR64, Rojolele, IR42, C4, and Cisokan rice amylose content while upgraded the non-organic Pandan Wangi, IR64, Rojolele, IR42, C4, and Cisokan rice amylose content. According to the post-hoc test from two-way ANAVA, 10 kGy gamma-ray dose was the most affect to altered the amylose content.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Starch is one of food component that contribute in defining textural properties of carbohydrat base fried food. The difference of amylose and amylopectin content in starch plays an important role in microstructural properties of food and may cause any different expansion and crispness to fried food. This research had studied amylose content effect on batter expansion and crispness during frying. This research aimed to develop expansion and crispness kinetic model as initial volume and frying time function, to develop kinetic model of frying temperature effect on batter expansion and crispness, and to define optimal amylose content and temperature on frying. Five amylose content levels (21, 25, 29, 33 and 37%) of mixed rice flour and corn starch dough were prepared by ratio flour:water 1:1,2. This flour water suspension were deep fat fried at frying temperature of 170 °C. The result had shown that amylose content were highly correlated to batter expansion and crispness.. High amylose content result in high expansion level and crispness. Batter volume changed during frying was saturated with first order kinetic. Amylose content, 1C,,,â?? was linearly correlated to expansion constant kri, when fried at 170 °C. Amylose content and batter crispness (sbreak) when fried at 170°C was exponentially correlated. Optimal amylose content on this research design was 37%.
580 AGR 19 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Montasya Ingana Natalia
Abstrak :
ABSTRAK


Sodium alginat (Alginat) adalah salah satu matriks yang dapat digunakan untuk imobilisasi sel dengan metode penjebakan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh konsentrasi alginat dan konsentrasi sel, terhadap sintesis enzim α-amilase Bacillus sp. Th4. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui konsentrasi alginat dan sel yang optimum bagi sintesis enzim α-amilase Bacillus sp. Th4.

Untuk itu telah diuji coba konsentrasi alginat antara 2--6%, dan konsentrasi sel antara 5--25% dengan 5 macam kombinasi menggunakan Central Composite Experimental Design (CCED). Sintesis enzim α-amilase diukur dengan metode Virolle et al. yang dimodifikasi. Aktivitas enzim α-amilase dinyatakan dalam unit/ml, kemudian dikonversikan terhadap aktivitas enzim α-amilase standar.

Hasil pengujian statistik dengan menggunakan analisis regresi menunjukkan ada pengaruh linier, pengaruh kuadratik, dan pengaruh interaksi antara konsentrasi alginat dan sel terhadap sintesis enzim α-amilase. Berdasarkan perhitungan menggunakan kalkulus sederhana, sintesis enzim α-amilase optimum dapat tercapai jika konsentrasi alginat 2,980 % (b/v) dan konsentrasi sel Bacillus sp. Th4 20,278 % (b/v).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astina Sicilia
Abstrak :
Sediaan hidrogel transdermal adalah sediaan yang tersusun atas polimer tiga dimensi yang mampu mengikat air dalam jumlah besar dan digunakan pada sistem penghantaran transdermal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya eksipien CL12-Ko-A-XG 1:2 memiliki karakteristik sebagai matriks hidrogel dengan beberapa parameter seperti kemampuan mengembang, kekuatan gel dan viskositas yang cukup besar dengan derajat substitusi yaitu 0,171 ± 0,04. Pada penelitian kali ini bertujuan untuk membuat formulasi dengan eksipien CL12-Ko-A-XG 1:2 sebagai matriks untuk sediaan hidrogel transdermal dan mengetahui kemampuannya dalam menghantarkan obat melalui uji penetrasi secara in vitro dan in vivo. Uji penetrasi secara in vitro dilakukan menggunakan alat sel difusi Franz dengan membran abdomen tikus jantan galur Sprague-Dawley. Uji penetrasi in vivo dilakukan pada tikus jantan galur Sprague-Dawley dengan dosis 25mg/kg selama 12 jam. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan fluks natrium diklofenak dari sediaan hidrogel transdermal sebesar 736,98 ± 15,39 µg.cm-2.jam-1. Melalui uji penetrasi in vivo diketahui nilai AUC0-12 sebesar 14,38 ± 2,38 µg.jam.mL-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa eksipien CL12-Ko-A-XG 1:2 dapat diaplikasikan sebagai eksipien pembentuk matriks pada sediaan transdermal dan menghantarkan natrium diklofenak melewai kulit menuju sirkulasi sistemik. ...... Transdermal hydrogel dosage form is a dosage form based on three-dimensional polymer network that is able to bind water in large quantities and is used for transdermal delivery systems. In the previous study, 12-crosslinked excipient of co-processed amylose-xanthan gum 1:2 (CL12-Co-A-XG 1:2) was proven to have charactheristic as hydrogel matrix based on sufficient gel strength, viscosity, swelling index, and also substitution degree as 0.171 ± 0.004. The aims of this study were to formulate CL12-Co-A-XG 1:2 excipients as a matrix on transdermal hydrogel dosage forms and to evaluate its ability on delivering drug substances by in vitro and in vivo penetration test. In vitro test was performed by Franz diffusion cell using abdominal membrane of Sprague-Dawley strain male rats. In vivo penetration test was performed on Sprague-Dawley strain male rats at a dose of 25 mg/kg for 12 hours. Flux of diclofenac sodium from transdermal hydrogel dosage form was 736.98 ± 15.93 µg.cm-2.hour-1. The value of AUC0-12 was 14.38 ± 2.38 µg.hour.mL-1. Based on the results, it could be concluded that CL12-Co-A-XG 1:2 could be applied as a matrix former excipients on transdermal hydrogel dosage forms and delivered diclofenac sodium through skin to systemic circulation.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Lestari
Abstrak :
Transdermal drug delivery system (TDDS) adalah sistem penghantaran obat yang digunakan pada permukaan kulit dengan tujuan sistemik. Untuk itu, diperlukan suatu eksipien pembentuk matriks transdermal yang dapat menghantarkan obat masuk ke dalam kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan eksipien koproses xanthan gum dan amilosa tersambungsilang-6 (Ko-CLA6-XG) sebagai matriks sediaan transdermal, kemudian dilakukan uji penetrasi secara in vitro dan in vivo. Ko-CLA6-XG diformulasikan dalam bentuk hidrogel dengan model obat natrium diklofenak. Uji penetrasi in vitro dilakukan menggunakan sel difusi Franz yang kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV. Uji in vivo dilakukan dengan cara mengaplikasikan satu gram hidrogel dengan luas aplikasi 1,13 cm2 di atas kulit tikus bagian abdomen, kemudian sampel darah dikumpulkan melalui sinus orbitalis mata dan dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif obat yang terpenetrasi ke dalam kulit hingga 12 jam sebanyak 1435 ± 180 µg cm-2 dengan fluks total sebesar 118,55 ± 23,01 µg cm-2 jam-1 (r=0,0994) dan waktu tunda selama 48,6 ± 15,6 menit. Profil pelepasan natrium diklofenak selama 12 jam pada uji in vivo mencapai konsentrasi puncak plasma sebesar 2236 ± 398 ng/ml pada 0,86 ± 0,21 jam dengan AUC sebesar 25273 ± 4133 ng ml-1 jam. Kedua hasil uji memberikan gambaran bahwa hidrogel mengandung natrium diklofenak dengan Ko-CLA6-XG sebagai matriks dapat dikembangkan untuk sediaan transdermal. ......Transdermal drug delivery system (TDDS) is the administration of therapeutic agents through the skin for systemic effect. Therefore, it requires an excipient for transdermal matrix-forming that can deliver drug across the skin. This present research was intended to develop the utilization of coprocessed excipient of xanthan gum and 6-cross-linked amylose (Co-CLA6-XG) as a matrix for transdermal and then evaluate the in vitro and in vivo penetration. Co-CLA6-XG was formulated as hydrogel with sodium diclofenac as a drug model. In vitro penetration study was evaluated using Franz diffusion cell analysed with spectrophotometre UV. The in vivo experiment was performed by applied one gram of hydrogel spread over 1,13 cm2 to the rat abdoment skin, then the blood samples were obtained from sinus orbitalis and analysed with high-performance liquid chromatography (HPLC). In vitro study records the cumulative drug permeated across the skin for 12 hours ranged 1435 ± 180 µg cm-2 and shows the transdermal flux 118,55 ± 23,01 µg cm-2 hours-1 (r = 0,994) with the lag time value ranged 48,6 ± 15,6 min. The release profile of sodium diclofenac for 12 hours in vivo reached a maximum peak of 2236 ± 398 ng/ml at 0,86 ± 0,21 hours with the AUC value was 25273 ± 4133 ng ml-1 hour. Thus diclofenaccontaining hydrogel using Co-CLA6-XG as a matrix could be developed as transdermal drug delivery.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55177
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprillia Wulandari
Abstrak :
Eksipien koproses xanthan gum-amilosa tersambungsilang (Ko-CLA-XG) beresiko mengalami degradasi enzimatis oleh α-amilase. Hal ini dapat mempengaruhi pelepasan obat dalam matriks eksipien Ko-CLA-XG. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui degradasi enzimatis eksipien Ko-CLA-XG dan melihat pengaruh α-amilase pada profil disolusi tablet lepas lambat natrium diklofenak dengan matriks eksipien Ko-CLA-XG. Eksipien Ko-CLA-XG merupakan hasil koproses dari amilosa tersambungsilang dengan xanthan gum. Amilosa disambungsilang dengan menggunakan natrium trimetafosfat dalam konsentrasi 6% dan 12%. Eksipien Ko-CLA6-XG dan Ko-CLA12-XG dibuat dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1 kemudian dilakukan uji degradasi enzimatis dengan metode iodin. Selanjutnya eksipien Ko-CLA-XG diformulasikan menjadi tablet lepas lambat dengan metode kempa langsung. Tablet lepas lambat yang dihasilkan dievaluasi dan dipelajari profil pelepasan obat dengan dan tanpa menggunakan α-amilase. Hasil penelitian menunjukkan derajat substitusi CLA6 dan CLA12 adalah 0,204 dan 0,319. Waktu untuk mendegradasi CLA sebanyak 20% dari eksipien Ko-CLA6-XG 1:1, 1:2, dan 2:1 berturut-turut adalah 28 menit, 43 menit, dan 24 menit serta eksipien Ko-CLA12-XG 1:1, 1:2, dan 2:1 berturut-turut adalah 44 menit, 45 menit, dan 36 menit. Seluruh tablet lepas lambat yang diformulasikan memenuhi persyaratan evaluasi tablet. Profil pelepasan tablet dengan matriks eksipien Ko-CLA-XG tidak terpengaruh oleh adanya α-amilase. Oleh karena itu, eksipien Ko-CLAXG dapat digunakan sebagai matriks tablet lepas lambat. ......Coproccessed xanthan gum-crosslinked amylose (Co-CLA-XG) excipients are at risk of enzymatic degradation by α-amylase. It may affect the drug release of tablets with Co-CLA-XG excipients matrices. This study aims to know the enzymatic degradation of Co-CLA-XG excipients and to view α-amylase effect on dissolution profile of sodium diclofenac sustained release tablet with Co-CLA-XG excipients matrices. Co-CLA-XG excipients is the result of crosslinked amylose and coproccessed with xanthan gum. Amylose was crosslinked using sodium trimetaphosphate, which is 6% and 12%. Co-CLA6-XG and Co-CLA12-XG excipients were made with a ratio of 1:1, 1:2, and 2:1 then evaluated for enzymatic degradation using iodine method. Afterward, Co-CLA-XG excipients were formulated into sustained release tablets by direct compression. Tablets were evaluated and studied drug release profile using and without α-amylase. The results showed substitution degree of CLA6 and CLA12 were 0.204 and 0.319. Time to degrade 20% CLA for Co-CLA6-XG excipients 1:1, 1:2, and 2:1 were 28, 43, and 24 minutes with Co-CLA12-XG excipients 1:1, 1:2, and 2:1 were 44, 45, and 36 minutes. Tablets fulfilled tablet evaluation requirements. The release profile of tablets with Co-CLA-XG excipients matrices were not affected by α-amylase. Therefore, Co-CLA-XG excipients can be used as a sustained-release tablet matrices.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Nizma
Abstrak :
Berdasarkan penelitian sebelumnya, eksipien sambung silang koproses xanthan gum-amilosa (CL-Ko-A-XG) berpotensi sebagai matriks dalam formulasi tablet lepas lambat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah eksipien yang terdegradasi oleh α-amilase dan pengaruh α-amilase terhadap profil disolusi dari tablet lepas lambat yang menggunakan matriks CL-Ko-A-XG. Eksipien disambungsilang dengan dua konsentrasi natrium trimetafosfat, yaitu 6% (CL6-Ko-A-XG) dan 12% (CL12-Ko-A-XG). Tiap eksipien dibuat dengan tiga perbandingan amilosa-xanthan gum, antara lain 1:1, 1:2 dan 2:1. Uji degradasi enzimatik dilakukan dilakukan terhadap serbuk eksipien selama 60 menit. Selain itu, eksipien digunakan sebagai matriks tablet lepas lambat dan diformulasi dengan metode kempa langsung. Kemudian, dilakukan uji disolusi dalam medium dapar fosfat pH 7,4 dengan dan tanpa α-amylase selama 8 jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksipien CL6-Ko-A-XG dan CL12-Ko-A-XG terdegradasi sebesar 20% berturut-turut selama 10 dan 30 menit. Selain itu, tablet F1-F6 menunjukkan profil pelepasan obat diperlambat yang mengikuti kinetika pelepasan orde nol dan Korsmeyer-Peppas, dan tidak terpengaruh dengan adanya α-amylase. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa eksipien CL-Ko-A-XG lebih tahan terhadap degradasi enzimatik dibandingkan amilosa. Oleh karena itu, eksipien ini berpotensi sebagai matriks tunggal tablet lepas lambat. ...... Based on previous studies, cross-linked of coprocessed xanthan gum-amylose excipient (CL-Co-A-XG) has potential as a matrix in a sustained release tablet formulation. This study aims to determine amount of excipient that is degraded by α-amylase and influence of α-amylase to the dissolution profile of sustained release tablet that used matrix CL-Co-A-XG. Excipient is cross-linked with two concentration of sodium trimetaphospate, which is 6% (CL6-Co-A-XG) and 12% (CL12-Co-A-XG). Each excipient was made with ratio 1:1, 1:2 and 2:1 amylose-xanthan gum. Enzymatic degradation testhas been performed on excipient powder for 60 minutes. Beside that, sustained release tablet with CL-Co-A-XG excipient as matrix was formulated by direct compression method. Then, performed drug dissolution test in phosphate buffer pH 7.4 using and without α-amylase as medium for 8 hours. The results of this study showed that CL6-Co-A-XG and CL12-Co-A-XG were degraded 20% for 10 and 30 minutes. In addition, the release profile of F1-F6 tablets showed the sustained release profile which follow zero-order and Korsmeyer-Peppas kinetic, and not affected by presence of α-amylase. From this study, it can be concluded that the CL-Ko-A-XG excipients is more resistant from enzymatic degradation than amylose. Therefore, this excipient potential as a single matrix sustained release tablets.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library