Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nassor Rashid Hamad
"Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang paling umum ditemukan pada neonatus. Gangguan dapat diatasi dengan mudah bila didiagnosis pada awal kelahiran. Prevalensi global gangguan pendengaran permanen pada neonatus kebanyakan berasal dari negara berkembang sekitar 0,5-5 per 1000 kelahiran. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi efek terapi aminoglikosida dan faktor yang dapat menginduksi gangguan pendengaran pada neonatus yang dirawat di NICU Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian bersifat case-control dengan sampel 112 neonatus di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Data skrining pendengaran neonatus secara retrospektif dikumpulkan melalui data rekam medis elektronik dan data medis pasien. Hanya pasien yang dirawat dan diobati di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dari November 2018 hingga Oktober 2019 yang diambil sebagai sampel penelitian. Usia gestasional saat kelahiran (LGA) dan anomali kraniofasial dianggap sebagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran karena secara statistik signifikan (p < 0,05). Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dari jenis kelamin, berat badan saat kelahiran, ventilasi mekanik, lama rawat di NICU (>5 hari), hiperbilirubinemia (> 10 mg/dl), asfiksia, dan terapi aminoglikosida (p > 0,05). Prevalensi gangguan pendengaran pada neonatus dengan usia gestasional saat lahir dibawah dari 37 minggu dan adanya anomali kraniofasial memiliki signifikansi yang tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan normal. Kedua faktor tersebut memiliki risiko gangguan pendengaran pada neonatus 8 hingga 14 kali lebih tinggi. Sebaliknya, terapi aminoglikosida ditemukan tidak berbeda signifikan pada penelitian ini dikarenakan nilai p sebesar 0,124 yang lebih besar dari 0,05 untuk interval kepercayaan 95%. Temuan lainnya yang tidak berbeda secara signifikan adalah jenis kelamin, berat badan saat lahir, lama rawat di NICU selama > 5 hari, dukungan ventilator > 5 hari, bayi lahir dengan asfiksia dan hiperbilirubinemia > 10 mmol/l

Hearing loss is the most common disorder in neonates; it can be best managed if diagnosed at an early stage of life. The global prevalence of permanent neonatal hearing loss mainly occurs in developing countries, accounting for 0.5 to 5.0 per 1000 live births. This study's objective was to evaluate effects of aminoglycoside therapy, and associated factors that can induce hearing loss in neonates admitted to NICU at Dr.Cipto-Mangunkusumo Hospital. This was a case-control study conducted among 112 neonates at Dr. Cipto-Mangunkusumo Hospital (CMH). Data of neonatal hearing screening were retrospectively collected from hospital electronic medical records and medical files. Only patients admitted and treated at the Neonatal Intensive Care Unit from November 2018 to October 2019 were recruited. Out of 112 neonates studied, the Low Gestational Age at birth (L.G.A.) and Craniofacial anomalies were considered as risk factors for hearing loss since they were statistically significant (p< 0.05). The study showed no statistically significant association in gender, birth weight, mechanical ventilation, NICU stay period (>5 days), hyperbilirubinemia (>10mg/dl), asphyxia, and aminoglycoside therapy (p>0.05). The prevalence of hearing loss in neonates with a lower gestational age of leser than 37 weeks and craniofacial anomalies are significantly higher compare to full-term neonates born. They are more associated with 8 to 14 times increased risk of hearing loss in neonates. In contrast, aminoglycoside therapy was found insignificant different in this study since its p-value were 0.124 which is greter than p-value <0.05 for 95% signicant interval. Other finds that were not significantly different are gender, birth weight, extended stay at ICU for >5 days, ventilatory support > 5days, baby borns with asphyxia and hyperbilirubinemia > 10mmol/l."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nassor Rashid Hamad
"Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang paling umum ditemukan pada neonatus. Gangguan dapat diatasi dengan mudah bila didiagnosis pada awal kelahiran. Prevalensi global gangguan pendengaran permanen pada neonatus kebanyakan berasal dari negara berkembang sekitar 0,5-5 per 1000 kelahiran. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi efek terapi aminoglikosida dan faktor yang dapat menginduksi gangguan pendengaran pada neonatus yang dirawat di NICU Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian bersifat case-control dengan sampel 112 neonatus di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Data skrining pendengaran neonatus secara retrospektif dikumpulkan melalui data rekam medis elektronik dan data medis pasien. Hanya pasien yang dirawat dan diobati di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dari November 2018 hingga Oktober 2019 yang diambil sebagai sampel penelitian. Usia gestasional saat kelahiran (LGA) dan anomali kraniofasial dianggap sebagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran karena secara statistik signifikan (p < 0,05). Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dari jenis kelamin, berat badan saat kelahiran, ventilasi mekanik, lama rawat di NICU (>5 hari), hiperbilirubinemia (> 10 mg/dl), asfiksia, dan terapi aminoglikosida (p > 0,05). Prevalensi gangguan pendengaran pada neonatus dengan usia gestasional saat lahir dibawah dari 37 minggu dan adanya anomali kraniofasial memiliki signifikansi yang tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan normal. Kedua faktor tersebut memiliki risiko gangguan pendengaran pada neonatus 8 hingga 14 kali lebih tinggi. Sebaliknya, terapi aminoglikosida ditemukan tidak berbeda signifikan pada penelitian ini dikarenakan nilai p sebesar 0,124 yang lebih besar dari 0,05 untuk interval kepercayaan 95%. Temuan lainnya yang tidak berbeda secara signifikan adalah jenis kelamin, berat badan saat lahir, lama rawat di NICU selama > 5 hari, dukungan ventilator > 5 hari, bayi lahir dengan asfiksia dan hiperbilirubinemia > 10 mmol/l

Hearing loss is the most common disorder in neonates; it can be best managed if diagnosed at an early stage of life. The global prevalence of permanent neonatal hearing loss mainly occurs in developing countries, accounting for 0.5 to 5.0 per 1000 live births. This study's objective was to evaluate effects of aminoglycoside therapy, and associated factors that can induce hearing loss in neonates admitted to NICU at Dr.Cipto-Mangunkusumo Hospital. This was a case-control study conducted among 112 neonates at Dr. Cipto-Mangunkusumo Hospital (CMH). Data of neonatal hearing screening were retrospectively collected from hospital electronic medical records and medical files. Only patients admitted and treated at the Neonatal Intensive Care Unit from November 2018 to October 2019 were recruited. Out of 112 neonates studied, the Low Gestational Age at birth (L.G.A.) and Craniofacial anomalies were considered as risk factors for hearing loss since they were statistically significant (p< 0.05). The study showed no statistically significant association in gender, birth weight, mechanical ventilation, NICU stay period (>5 days), hyperbilirubinemia (>10mg/dl), asphyxia, and aminoglycoside therapy (p>0.05). The prevalence of hearing loss in neonates with a lower gestational age of leser than 37 weeks and craniofacial anomalies are significantly higher compare to full-term neonates born. They are more associated with 8 to 14 times increased risk of hearing loss in neonates. In contrast, aminoglycoside therapy was found insignificant different in this study since its p-value were 0.124 which is greter than p-value <0.05 for 95% signicant interval. Other finds that were not significantly different are gender, birth weight, extended stay at ICU for >5 days, ventilatory support > 5days, baby borns with asphyxia and hyperbilirubinemia > 10mmol/l."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wijayanti Permatasari
"Latar Belakang: Antimicrobial Resistance (AMR) merupakan ancaman serius bidang kesehatan diseluruh dunia yang menjadi salah satu penyebab kematian. Patogen E. coli dan K. pneumoniae penyebab Infeksi Intra Abdominal (IAI) terbanyak dikhawatirkan memiliki resistan terhadap antibiotik aminoglikosida. Penggunaan antibiotik aminoglikosida (gentamisin dan amikasin) rutin dipakai sebagai terapi pasien IAI di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pentingnya diketahuai data karakteristik resistan aminoglikosida pada E. coli dan K.pneumonia penyebab IAI di Indonesia sebagai panduan untuk mencegah penyebaran gen resistan antibiotik melalui penggunaan antibiotik yang bijak di komunitas dan lingkungan rumah sakit. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang observasional analitik untuk mengetahui karakteristik fenotip dan genotip resistan aminoglikosida pada bakteri Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae sebagai patogen penyebab terbanyak IAI, dan pengaruhnya terhadap luaran klinis pembedahan digestif di RSCM. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu semua isolat tersimpan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI dari pasien IAI yang dilakukan pembedahan di RSCM pada Januari tahun 2019 hingga Desember 2020 yang mendapat peretujuan penelitian dan memiliki berkas rekam medik. Penelitian ini akan dilakukan di LMK dan RSCM Jakarta pada tahun 2022-2023. Hasil Penelitian: Hasil studi dari 63 subjek penelitian didapatkan 79 isolat yang dianalisis. Teridentifikasi 57 isolat E. coli dan 22 isolat K. pneumoniae. Penelitian tersebut didapatkan E. coli resistan gentamisin 45,6% dan resistan amikasin 1,7% sedangkan K. pneumoniae resistan gentamisin 45,4% , resistan amikasin 27,3%. Prevalensi gen armA ditemukan lebih banyak pada isolat E. coli (3,9%) maupun K. pneumoniae (20%) peka amikasin . Luaran klinis pasien terinfeksi E. coli resistan aminoglikosida yang meninggal 14,81% sedangkan pasien terinfeksi K. pneumoniae resistan aminoglikosida yang meninggal 12,5%. Faktor risiko yang bermakna terhadap luaran klinis adalah usia (p = 0,003), dan tidak ada hubungan bermakna E. coli dan K. pneumoniae resistan aminoglikosida penyebab IAI terhadap luaran klinis pasien.

Background: Antimicrobial Resistance (AMR) is a serious threat to health worldwide and one of the leading causes of death. The pathogens E. coli and K. pneumoniae that cause most Intra Abdominal Infections (IAI) are feared to be resistant to aminoglycoside antibiotics. The use of aminoglycoside antibiotics (gentamicin and amikacin) is routinely used as therapy for IAI patients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). It is important to know data on the characteristics of aminoglycoside-resistant E. coli and K. pneumoniae causing IAI in Indonesia as a guide to preventing the spread of antibiotic-resistant genes through the wise use of antibiotics in the community and hospital environment. Methods: This study used an analytic observational cross-sectional design to determine the phenotypic and genotypic characteristics of aminoglycoside resistance in E. coli and K. pneumoniae bacteria as the most causative pathogens of IAI, and its effect on clinical outcomes of digestive surgery in RSCM. Samples are those that meet the inclusion criteria, namely all isolates stored in the FKUI Clinical Microbiology Laboratory (LMK) from IAI patients who underwent surgery at RSCM from January 2019 to December 2020, who received research approval and had medical record files. This study will be conducted at LMK and RSCM Jakarta in 2022-2023. Research Results: The study results from 63 research subjects obtained 79 isolates analyzed identified 57 isolates of E. coli and 22 isolates of K. pneumoniae. The study obtained gentamicin-resistant E. coli at 45.6% and amikacin-resistant at 1.7% while K. pneumoniae at 45,4% gentamicin resistant amikacin-resistant at 27,3%. The prevalence of the armA gene was found to be higher in amikacin sensitive E. coli (3.9%) and K. pneumoniae (20%) isolates. Clinical outcomes of patients infected with aminoglycoside resistant E. coli caused 14.81% of patients to die while those infected with aminoglycoside resistant K. pneumonia caused 12.5% of patients to die. The significant risk factor for clinical outcomes was age (p = 0.003), and there was no significant association between aminoglycoside resistant E. coli and K. pneumoniae causing IAI with the clinical outcomes of patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Syarah Sartika
"Monitoring efek samping obat perlu dilakukan terutama untuk antibiotik golongan aminoglikosida dengan indeks terapi sempit sehingga dapat meminimalisir masalah terkait obat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan monitoring efek samping obat pada pasien yang mendapatkan antibiotik aminoglikosida di Instalasi Rawat Inap RSUP Fatmawati periode Maret-Mei 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pengambilan data secara prospektif menggunakan data primer dari wawancara pasien serta data sekunder dari resep pasien dan rekam medis. Data dikumpulkan secara total sampling.
Analisis kasualitas efek samping dilakukan dengan menggunakan algoritma Naranjo. Total pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebagai subjek penelitian adalah 33 pasien. Sebanyak 14 pasien 42,4 mengalami efek samping nefrotoksik dan 5 pasien 15,2 mengalami ototoksik. Berdasarkan analisis algoritma Naranjo, 5 kejadian 15,15 dikategorikan mungkin probable . Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara usia P = 0,726 dan jenis kelamin P = 0,620 dengan efek samping obat.

Monitoring of drug side effects needs to be done especially for aminoglycoside antibiotic with narrow therapeutic index to minimize drug related problems. The purpose of this research was to monitor the side effects of patients who received aminoglycoside antibiotics at the Inpatient Installation of Fatmawati Hospital from March to May 2017. The method of this research was analytical descriptive with prospective data were collected from primary data through patient interview and secondary data through patient prescription and medical record. Data were collected by total sampling.
Causality analysis of side effects was done by using Naranjo Algorithm. Total patients who participated for the study were 33 patients. Fourteen patients 42.4 experienced nephrotoxicity and 5 patients 15,2 experienced ototoxicity. Based on Naranjo algorithm analysis, five 15,15 were catagorized as probable. The result of chi square test showed there was no correlation between age P 0.726 and sex P 0.620 with drug side effects.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Sucipto
"Kanamysin adalah salah satu antibiotik aminoglikosida terkenal yang banyak digunakan sebagai agen anti-tuberkulosis. Kanamysin mengandung sebuah aminosiklitol 2-deoksistreptamin (DOS) yang unik sebagai pusat aglikon, dilengkapi dengan kanosamin pada C-6 dan 6-amino-6- deoksiglukosa atau neosamin C atau glukosamin pada C-4. Pada tahun 2004, kluster gen biosintesis kanamysin diidentifikasi dari mikroorganisme produser Streptomyces kanamyceticus dan ada dua glikosiltransferase putatif yaitu Orf14 dan Orf20 yang diperkirakan terlibat dalam pembentukan ikatan glikosida.
Dalam studi ini, analisis fungsional dari Orf14 dan Orf20 dilakukan melalui protein rekombinan. Diawali dengan melakukan variasi kondisi ekspresi Escherichia coli ( vektor dan temperatur induksi). Sebagai hasilnya, Orf14 didapatkan sebagai protein yang larut ketika ekspresi dilakukan pada suhu 15°C, sedangkan Orf20 tidak. Kemudian, Orf14 dipurifikasi sebagian dengan fraksionasi amonium sulfat (10-40%) dan reaksi enzimatik diinvestigasi dengan substrat yang telah diprediksi kecocokannya.
Setelah dilakukan derivatisasi dinitrofenil, analisis HPLC menunjukkan adanya puncak baru pada campuran antara paromamin dan uridin 5?-difosfo(UDP)-glukosa dengan Orf14. Selanjutnya, analisis NMR dan MS dari produk reaksi Orf14 memastikan terjadinya pembentukan pseudotrisakarida. Oleh karena ituOrf14 dikarakterisasi sebagai UDP-glukosa : paromamin glikosiltransferase dalam biosintesis kanamycin."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30362
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library