Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Tutty Kartawidjaja
Abstrak :
Judul dan masalah pokok skripsi diambil dari buku karangan Theodore Roszak berjudul : The Making of A Counterculture dengan anak judul : Reflections on the Technocratic Society and Its Youthful Opposition. Dalam buku tersebut Roszak rnemperkenalkan istilah Counterculture yang oleh penulis diberi padanan dalam bahasa Indonesia Kebudayaan Tandingan. Roszak dalam karangannya tersebut mengemukakan bahwa dalam kebudayaan teknokratis yang melanda dunia secara dahsyat setelah Perang Dunia II, dalam tahun 1960-an ada kelompok kecil, suatu minoritas yang terutama terdiri dari kalangan muda yang berani menyuarakan ketidakpuasan mereka dengan disertai tindakan. Mereka merasa terasing dari generasi, orangtua mereka dan masyarakat sekelilingnya. Mereka sendiri tidak tahu apa yang ingin mereka capai. Mereka merupakan barisan orang muda yang tidak puas dengan tatanan mayarakat yang ada. Mereka muncul di berbagai pelosok negara bagian Arnerika Serikat dan negara maju lainnya sebagai barisan yang tidak terorganisir yang ingin berontak terhadap Cara hidup orangtua mereka. Mereka menunjukkan gejala kebudayaan tandingan sebab mereka menganut nilai-nilai yang berbeda secara radikal dari apa yang berlaku dalam masyarakat mapan, yang dewasa kini dikuasai teknokrasi. Menurut Roszak teknokrasi yang menguasai dunia itu ternyata hanya mampu mengurangi ketegangan yang ada dalam hidup bermasyarakat termasuk kesengsaraan dan ketidakadilan. Teknokrasi tidak mampu mengatasi atau melenyapkannya. Para pemuda ini menolak apa yang ditawarkan teknokrasi dam oleh orangtua dan masyarakat sekeliling mereka dan berpaling kepada nilai-nilai dunia Timur, termasuk agama dan mistik. Mereka juga menggunakan psikedelika dalam upaya mencari kebenaran dan mengadakan eksperimen mencari bentuk-bentuk baru atas Cara hidup komunal. Roszak berpendapat bahwa walaupun para pemuda itu merupakan suatu minoritas dan tempat berpijak mereka masih sangat goyah untuk menimbulkan suatu Umwentlung, mereka merupakan barisan depan suatu gelombang pembaharuan, skripsi juga mengetengahkan pemikiran Prof. Pr. C. A. van Peursen dalam buku berjudul Cultuur in Stroomversnelling een geheel bewerkte uitgave van Strategic van de Cultuur, terbit dalam tahun 1970 di negeri Belanda, dan Alvin Toffler dalam buku karangannya berjudul Future Shock yang terbit di Amerika Serikat dalam tahun 1970 sebagai bahan pembanding. Penulis berpendapat bahwa gejala Kebudayaan Tandingan terdapat pada setiap kebudayaan manapun dan merupakan hal yang relevan juga untuk Indonesia yang kini dalam tahap pembangunan.
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hendra Nanto Widjaja
Abstrak :
Teknologi kini sedang menjadi pokok pembicaraan hangat, terutama di dalam kalangan intelektual yang merasa berhak bahkan wajib membicarakannya. Umum berpendapat bahwa kita mau tidak mau harus menerima kehadiran teknologi sebagai bagian dari hidup dan perkembangan manusia. Teknologi menciptakan berbagai kemungkinan yang mempermudah hidup manusia, hal itu dapat kita saksikan di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Terlepas dari berbagai sumbangan positifnya bagi manusia, teknologi juga telah mengakibatkan berbagai dampak negatif Orang tersentak menyaksikan polusi yang diakibatkan oleh pabrik-pabrik industri serta terjadinya peningkatan pengangguran karena komputerisasi dan otomatisasi dalam proses produksi dan sebagainya. Singkatnya, kemajuan teknologi telah menbawa perubahan-perubahan sosial baik positif maupun negatif. Kenyataan terakhir inilah yang memaksa sementara orang menjadi begitu pesimis terhadap janji manis yang ditawarkan teknologi. Kenyataan terakhir ini hanya akan menjadi semakin parah kalau kita tenggelam di dalam pesimisme dan hanyut di dalam cengkeraman teknologi, tanpa berusaha membekali diri dan menghadapinya secara serius. Teknologi sebagai hasil budaya manusia seharusnya tidak menjadi momok yang menakutkan, kalau manusia senantiasa siap untuk mengikuti dan mengendalikannya. Bahkan bila manusia dengan penuh disiplin memperhatikan setiap perkembangannya, serta mengarahkannya secara tepat, maka teknologi justru membuka peluang-peluang baru yang meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan demikian kita tidak harus berkerut dahi dan berwajah muram menghadapi teknologi . Pandangan optimis tentang teknologi inilah yang ingin diperlihatkan di dalam skripsi ini melalui pandangan dan pemikiran futurolog Alvin Toffler (1928 - ). Dalam karyanya The Third Wave, tahun 1980, tampak jelas optimisme Toffler terhadap perkemibangan teknologi serta sumbangannya terhadap peradaban manusia. Untuk memperlihatkan garis perkembangan teknologi dan pengaruhnya pada perubahan sosial, Toffler membagi era peradaban manusia menjadi tiga bagian. Yang pertama disebutnya era Gelombang Pertama. Era ini terutama ditandai dengan sosiosfer yang bertumpu pada pertanian dan teknologinya yang masih serba tradisional. Sementara pada era Gelombang Kedua manusia menyaksikan suatu loncatan baru di dalam peradabannya berupa revolusi industri. Terbentuklah pusat-pusat industri yang memprodukmemproduksi barang-barang dalam skala besar (massifikasi). Terjadilah sentralisasi kerja dan produksi yang menimbulkan jurang antara produsen dan konsumen. Bahkan penerapan teknologi pada era ini menurut Toffler sendiri banyak memberi dampak negatif . Sedangkan pada era Gelombang Ketiga justru merupakan pembalikan dari era Gelombang Kedua. Masyarakat yang ditandai oleh teknologi tinggi informasi cenderung mengalihkan kerja dari pusat-pusat produksi (sentralisasi) ke lingkungan rumah atau keluarga (desentralisasi). Produksi lebih berorientasi kepada sistem produksi dalam skala kecil (demassifikasi) dengan penekanan pada prinsip prosumen . Dalam era Gelombang Ketiga teknologi justru menjadi sarana yang sungguh-sungguh memanusiakan dunia dan dengan itu pula meningkatkan kualitas hidup manusia . Akhirnya muncul juga pertanyaan, apakah teknologi yang serba canggih itu memang sesuai untuk seluruh situasi peradaban yang beranekaragam di dunia ini? Atau, apakah semua bangsa siap menerima dan menghadapi perkembangan-perkembangan teknologi yang spektakuler itu?. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini perlu kita ajukan dalam rangka suatu catatan kritis menanggapi optimisme Toffler.
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16184
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library