Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Okta Fitrianos
Abstrak :
Kampus Ui Depok adalah suatu daerah yang kegiatan utamanya adalah pendidikan dan penelitian yang ditunjang dngan kegiatan administrasi Ribuan orang melakukan aktivitas setiap hari pada daerah ini. Dalam kegiatannya populasi ini menggunakan air bersih dan menghasilkan limbah cair. Pada saat ini kebutuhan air bersih kampus UI Depok dipasok dari jaringan distribusi PDAM. Adanya curah hujan yang turun pada kampus UI Depok dapat dijadikan altematif pemasok kebutuhan air bersih tersebut. Perhitungann pemanfaatan potensi air hujan dilakukan dengan 2 alternatif, yaitu dengan mengasumsikan keseluruhan luas kampus UI Depok sebagai daerah tangkapan air hujan dan dengan mengasumsikan luas atap bangunan sebagai daerah tangkapan. Pemanfaatan air hujan memerlukan suatu studi kelayakan tentang kapasitas dan kualitas air hujan tersebut. Kapasitas air hujan yang dapat ditampung beserta perangkat yang diperiukan penting untuk dipertimbangkan Kualitas air hujan juga perlu diteliti untuk mengetahui kelayakan pemakaiannya sebagai air bersih maupun sebagai air, minum dan untuk mengetahui jenis pengolahan yang diperlukan. Dengan pemanfaatan air hujan maka pemakaian air dari suplai PDAM dapat dikurangi serta pemakaian air tanah dapat dihindari dalam rangka konsentrasi sumber daya air tanah.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S35041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwadi Nugroho
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50469
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Hanna Alfa Putri
Abstrak :
Perihal ketersediaan dan pemerataan distribusi air bersih masih menjadi masalah di berbagai wilayah. Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang membutuhkan suplai air bersih dalam jumlah tinggi setiap harinya. Suplai air bersih dapat diperoleh dari air tanah dan air permukaan yang diolah oleh perusahaan air bersih. Namun, pemompaan air tanah yang terus menerus menyebabkan ketersediaan air tanah semakin menipis, dan masih terbatasnya ketersediaan air olahan perusahaan air bersih. Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH) diharapkan dapat menjadi salah satu sumber alternatif sumber air bersih, terutama di wilayah perkotaan. Belum banyak yang mengimplementasikan SPAH karena berbagai faktor, salah satunya karena kurangnya pemahaman terhadap kualitas dan kuantitas air hujan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh fungsi wilayah terhadap kandungan air hujan serta memetakan sebaran wilayah potensial untuk mendukung SPAH. Lima fungsi wilayah yang diamati yaitu wilayah komersial, bandara, pemukiman, wilayah industri, dan pesisir pantai. Dari masing-masing wilayah diambil sampel air hujan sebanyak lima kali periode sampling. Setelah sampel diuji laboratorium, kemudian analisis pengaruh fungsi wilayah dilakukan menggunakan uji anova, kemudian dibuat pemetaannya menggunakan ArcGIS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi fungsi wilayah tidak mempengaruhi kandungan kimia air hujan namun berpengaruh signifikan terhadap kandungan fisik dan biologis air hujan. Berdasarkan pemetaan spasial, diketahui wilayah yang paling potensial untuk menerapkan SPAH adalah wilayah pemukiman, wilayah komersial, dan wilayah pesisir.
The issue of availability and equal distribution of clean water is still a problem in various regions. Urban areas are areas that require a high supply of clean water every day. Clean water supply can be obtained from ground water and surface water treated by clean water companies. However, continuous pumping of ground water causes the availability of groundwater to be depleted, and the availability of processed water from clean water companies is still limited. The Rainwater Harvesting System (RWH) is expected to be an alternative source of clean water, especially in urban areas. Not many have implemented RWH because of various factors, one of which is due to a lack of knowledge about the quality and quantity of rainwater. So, this study aims to analyze the effect of regional function on the content in rainwater and map the potential distribution of areas in the utilization of RWH. Areas that are compared are commercial area, airport, cluster area, industrial area, and coastal area. From each region rainwater sample was taken five times in sampling period. After the samples were tested in laboratory, then analysis effect of regional functions was carried out using ANOVA test, then the mapping was made using ArcGIS.The results showed that the function of the region did not affect the chemical content in rainwater but affected the physical and biological content in rainwater. And the mapping results show that the areas that have the most potential in utilizing RWH are residential area, commercial area, and coastal area. Whereas the least potential is the industrial area.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Wakhid
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya pertanian di lahan rawa pasang surut adalah waktu tanam.Waktu tanam tanaman pangan terutama padi mempunyai peranan yang sangat penting pada produksi akhir hasilpertanian. Di Indonesia saat ini dikenal 3 Musim Tanam, yaitu musim hujan, antara bulan November-Pebruari,musim kemarau I, antara bulan Maret-Juni; dan musim kemarau II, antara bulan Juli-Oktober. Akan tetapi,dinamika perubahan iklim seperti kekeringan (El Nino) dan kebasahan (La Nina) yang tidak menentu, berimbaspada pergeseran awal dan akhir musim tanam serta berdampak negatif bagi produktivitas tanaman padi. Adanyahal tersebut, analisis tentang waktu tanam padi di lahan rawa pasang surut Pulau Kalimantan perlu dilakukan.Waktu tanam di lahan pasang surut dimulai setelah jumlah air hujan mencukupi untuk melarutkan kadar besi yangada di dalam air. Realisasi tanam di Provinsi Kalimantan Barat umumnya terjadi pada Dasarian 28 (Oktober),Kalimantan Timur pada Dasarian 31 (November), serta Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada Dasarian7 (Maret). Waktu tanam di lahan rawa pasang surut menunjukkan tingkat kekukuhan yang tinggi terhadapperubahan iklim, dimana waktu tanam tidak terlalu berubah selama 10 tahun pada kondisi iklim yang berbeda.
Universitas Jenderal Soedirman. Fakultas Pertanian, 2018
630 AGRIN 22:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sigih Sigit Hendro Budiman
Abstrak :
ABSTRAK
Telah kita ketahui oleh sementara penduduk air hujan telah diperg nakan untuk keperluan nunah tangga. Tetapi umumnya penggunaan air hujan ini hanya berupa sambil lalu atau sekedar untuk mengisi kekurangan air. Dengan adanya hujan dimana air hujan dari taiang-talang rumah dikumpulkan dalam tandon-taudon air seperti drum-drum, bak-bak dsb. Ada puia yang mengetahui manfaat air hujan, sehingga untuk menampung air hujan dibuatlah reservoir yang lebih besar dan lebih baik.

Di Daerah Jakarta Utara, kebutuhan akan air bersih makin meningkat sching dengan pertambahan penduduk. Sedangkan sumber air bersih makin menipis akibat eksploitasi besar-besaran seperti pengeboran air tanah yang mengakibatkan intrusi air Taut ke daratan. Dan berdasarkan penelitian dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), 100% dari 100 sampel sumur dangkal di kawasan Jabotabek sudah tercemar oleh limbah penduduk, yaitu bakteri coli tinja, disamping zat kimia organik, amonia dan nitrit. Kondisi ini mengakibatkan air tanah di daerah Jakarta Utara sekarang ini menjadi payau dan tercemar oleh baktcri yang berbahaya sehingga tidak iayak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Sumber air bersih utama yang scat ini diandalkan adalah Bari suplai air jaringan pipa PDAM DKI Jakarta. Akan tetapi kemampuan untuk mensuplai air bersili inasih terbatas. Disampuag tarif iuran buianan yang makin naik terkadang layanan air PDAM kurang memuaskan sepeni air yang kotor dan berwarna coklat. Sumber air kedua yaitu dari air tanali yang tidak iayak dipergunakaii, Icarena terasa asin akibat intrusi air laut. Dan suriiber ketiga adalah dengan membeli air dari penjual air pikulan. Dengan biaya yang reiatif malial yaitu Rp.800 per pikul (isi 40 liter).

Sedangkan sumber air lain yang memungkinkan dapat dipakai yaitu dari air hujan. Akan tetapi sayangnya banyak anggota masyarakat yang belum mengetahui manfaat dari air hujan, cars pembuatan bait penainpung air hujan dan cara-cars pengolahan air hujan yang sesuai dengan syarat-syarat kesehatan. Untuk itu dengan adanya Karya TuIis ini dengan judul "Kajian Kelayakan Air Hujan sebagai Surnber Air Bersih di Wilayah Jakarta Utara" diharapkan dapat sebagai panduan dan promosi agar pembaca dapat tertarik dan memanfaatkan air liujan seoptimal mungkin.
2000
S35624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriadi
Abstrak :
ABSTRAK Perkembangan pembangunan di Jakarta cenderung mengubah tanah menjadi kedap air. Daerah yang sebelumnya merupakan media yang bisa dirembesi air diubah menjadi daerah yang ditutupi berbagai jenis bangunan seperti permukiman, pertokoan, jalan, dll. Sementara itu kebutuhan akan air bersih yang berasal dari air tanah cukup tinggi, yaitu menurut Transoto (1988) 78 %, sedang dari hasil penelitian ini di lapangan adalah 94,7 %. Kebutuhan air bersih yang berasal dari air tanah diperkirakan akan semakin meningkat, karena tingkat pertambahan penduduk yang cukup tinggi (3,0%/tahun), dan meningkatnya jumlah pertokoan, perkantoran serta industri, sementara kemampuan Perusahaan Air Minum (PAM) DKI masih sangat terbatas untuk memasok air bersih. Sebagai akibat dari kekedapan permukaan tanah terhadap air di DKI maka timbul berbagai masalah lingkungan seperti kekeringan pada musim kemarau, (karena persediaan air tanah kurang) dan intrusi air laut. Permasalahan di atas erat kaitannya dengan persepsi masyarakat terhadap sumberdaya air hujan, yang pada akhirnya mempengaruhi pengelolaan air hujan yang di terapkan mereka selama ini. Untuk meliput persepsi masyarakat terhadap air hujan serta tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah dalam hubungannya dengan IMB, terutama Koefisien Dasar Bangunan dan ruang terbuka, maka dalam penelitian ini dicoba untuk meneliti seluruh wilayah DKI Jakarta yang dibagi ke dalam 4 zone. Pembagian zone didasarkan pada perbedaan topografi, dan sifat air tanah. Pada masing-masing zone diambil tiga tempat yang diharapkan dapat menggambarkan zone secara keseluruhan. Sedangkan untuk kelurahan contoh dipilih daerah yang terdapat dibagian tersebut, karena diasumsikan bahwa pada daerah yang terpadat kebutuhan akan air tanah adalah sangat tinggi, dan daerah yang tertutup oleh bangunan atau kedap air lebih luas. Menurut hasil penelitian ini, di zone 2 rasa air tanahnya sekarang adalah payau, sedangkan pada tahun 1979 (Sandy, 1979) rasa airnya masih tawar. Dengan demikian intrusi air laut telah meluas sampai ke zone 2 dalam selang waktu 9 tahun terakhir. Dalam hubungan dengan pengelolaan air hujan yang diterapkan masyarakat ataupun perkantoran, ternyata masyarakat lebih banyak yang membuang air ke selokan atau sungai, tanpa usaha untuk mengembalikannya ke dalam tanah. Hanya sebagian kecil yang mengalirkan air hujan ke dalam kolam atau bak resapan. Ada juga yang membiarkan air hujan itu jatuh dari atap ke halaman, tetapi hal ini bukan untuk mengupayakan air hujan masuk ke dalam tanah. Nampaknya masyarakat selama ini masih menganggap bahwa air hujan merupakan limbah yang secepat mungkin harus dibuang atau dialirkan ke sungai, bukan sebagai suatu sumberdaya yang harus diselamatkan. Dalam hubungannya dengan pengelolaan air hujan hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menggunakan air hujan untuk berbagai keperluan, sedang yang terbanyak mempergunakan air hujan tersebut adalah masyarakat di zone pantai atau zone 1. Sebagian rumah yang dibangun developer telah menerapkan pengelolaan air hujan dengan cara mengalirkan hujan dan atap lewat rantai ke bak resapan. Bak resapan tersebut terletak di sudut teras, akan tetapi bak ini terbuka dan volumenya juga kecil. Tetapi oleh sementara pemilik rumah tersebut, sistem yang begini telah diubah dengan mengalirkan air dari atap ke selokan, berarti kualitas pengelolaannya menjadi turun. Dalam hubungannya dengan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah, terlihat bahwa mayoritas masyarakat memiliki KDB (koefisien Dasar Bangunan) di atas 41 % baik di zone 1, 2, 3 dan maupun di zone 4. Sedangkan dalam peraturan pemerintah KDB diharuskan 40 %. Di samping itu khusus untuk bagian selatan Jakarta pemerintah DKI telah menetapkan bahwa pada setiap kapling harus ada ruang terbuka sebesar 85 % agar air berkesempatan meresap ke dalam tanah lebih banyak. Ternyata dari hasil penelitian ini, umumnya (96 %) masarakat memiliki ruang terbuka di bawah 69 %, bahkan 25 % dan diantaranya hanya 0-17 % saja yang mempunyai ruang terbuka. Dari analisis regresi dan korelasi antara tingkat pendidikan dengan pengelolaan air hujan di zone pantai atau zone 1 ternyata bahwa orang yang berpendidikan lebih tinggi menggunakan sistem pengelolaan air hujan yang lebih baik dari orang yang berpendidikan lebih rendah, akan tetapi hubungannya adalah nyata. Sedangkan masyarakat yang bermukim di zone 2 dan 3 ternyata orang yang berpendidikan lebih tinggi menerapkan sistem pengelolaan air hujan yang lebih jelek dari pada orang yang berpendidikan lebih rendah. Khusus bagi masyarakat yang bermukim di zone 4, sistem pengelolaan air hujan yang diterapkan oleh orang yang berpendidikan lebih tinggi hampir tidak ada bedanya dengan sistem pengelolaan air hujan yang diterapkan oleh orang yang berpendidikan lebih rendah. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan air hujan oleh masyarakat di zone 1 (pantai) ternyata orang yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak menggunakan air hujan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih tinggi, tetapi hubungannya tak nyata. Di zone 2 dan 3 juga orang yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak menggunakan air hujan dari pada orang yang berpendidikan lebih tinggi, dan hubungannya adalah nyata. Akan tetapi di zone 4 temyata orang yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyak menggunakan air hujan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih rendah, dan hubungannya nyata.
ABSTRACT The development of Jakarta tends to alter land to become impermeable areas which are functioning among others to absorb rainwater, have been changed into buildings, settlements, business centers, roads, etc. In the meantime, the capability of public water supply of Jakarta is limited. Only less then 40 % of 7.5 million populations is supplied with tap water. In the study area there are kampungs that only have 33.8 % tap water supplies. Therefore, the need for clean water is substituted mostly by using river water and pumping the groundwater. It was assumed that the exploitation of groundwater will increase proportionally with the population growth rate of 3.0 % per year. This has become even more serious due to the lack of appropriate management of rainwater by the community. The prospect of rainwater as a resource is neglected, and rainwater is even regarded as a problem. The rapid growths of buildings are also made worse due to the fact that most people do not follow the regulation concerning license to build. They neglect the limit of the allowable building base coefficient. The allowable building basic coefficient is 15 %, while the fact shows that in the study area the coefficient is increasing to 41 %. These conditions gave rise to a lot of environmental problems, such as drought, intrusion of seawater, particularly into densely populated areas where high-rise buildings were built. With the population of 7.5 million people and the water consumption of 200 liter per day per person, there is a daily need for clean water of 15 million cu.m. While the whole Jakarta area (approximately 560.sq. km with its 2,000 mm annual rainfall) may have a daily supply of rain-water of 32 million cu.m. If during the rainy season (with is 6-7 months annually) 50 % of the rainwater can be met. Therefore, there is an urgency to develop rainwater conservation campaign. The conservation of rainwater will serve as a resource, reducing the use of groundwater or dirty river water.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdi Bahalwan
Abstrak :
Pencemaran lingkungan adalah kondisi lingkungan fisik (air, tanah, udara) yang terkontaminasi oleh bahan pencemar melebihi batas-batas yang telah ditetapkan. Sumber pencemar dapat berasal dari limbah kegiatan manusia, dapat pula berasal dari kondisi alam. Saat ini pencemaran terhadap air ditemui pada banyak lokasi terutama di tempat di mana banyak kegiatan manusia, antara lain di sekitar industri, pemukiman, air sungai yang tercemar mengandung bahan organik yang tinggi dan mineral. akibat pencemaran udara, air hujan tercemar sehingga air menjadi asam. Air hujan ini kemungkinan besar merupakan air hujan yang tercemar sebagai akibat pembangunan industri yang pesat, dimana industri-industri ini menyumbangkan limbah yang mengandung zat korosif yang dapat menimbulkan proses korosi dan merusak struktur beton bertulang sehingga mengurangi usia dari struktur tersebut. Demikian pula air tanah yang terintrusi air laut mengandung chlorida tinggi yang berakibat pH menjadi rendah atau air bersifat asam. Banyak bangunan beton bertulang yang kontak dengan air baik dengan air hujan, air tanah, air sungai, air laut. Salah satu hal yang menyebabkan penurunan kekuatan beton bertulang ini adalah apabila terjadi korosi. Korosi adalah proses terjadinya oksidasi logam yang menyebabkan rusaknya struktur logam yang biasanya diikuti dengan berkurangnya logam masuk dalam cairan. Apabila air masuk ke dalam suatu struktur beton bertulang dimana air berfungsi sebagai elektrolit dan berkontak dengan besi tulangan maka proses korosi akan terjadi dan akibatnya kekuatan beton bertulang tersebut berkurang. Masuknya air ke dalam beton bertulang tergantung dari tingkat permeabilitas beton tersebut. Makin tinggi permeabilitas beton makin rendah mutu beton. Penelitian ini dimulai dengan mencari air hujan yang tercemar dengan menggunakan data dari BEPEDAL dan dipilih air hujan daerah jalan tol Cikampek. Sampel air hujan tersebut diperiksa kualitas airnya dan tulangan baja yang diteliti adalah ST.41 dan ST.60 serta diukur laju korosinya dengan 2 cara yaitu elektrokimia dan immersion test dengan air rendaman air hujan tercemar dan air bersih sebagai pengontrol. Untuk tulangan berlapis beton hanya digunakan studi literatur. Hasil laju korosi berdasarkan uji elektrokimia adalah, untuk air hujan nilai laju korosi tulangan S.T 41=0,926mpy(0,05mm/year) dan tulangan S.T = 60=0,558mpy(0,215mm/year), sedangkan air bersih laku korosi tulangan S.T 41=3.2934mpy(0,215mm/year), nilailaku korosi tulangan S.T 60=0,882mpy(0,0224mm/year). Untuk metode immersion test air bersih mempunyai nilai laju korosi 7,176mpy(0,182mm/year). Angka ini lebih dapat diterima karena proses percobaannya mendekati kondisi lapangan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesisnya adalah semakin rendah mutu beton, semakin besar kemungkinan terjadinya korosi. Makin tercemar air yang berada di sekitar beton bertulang, makin cepat korosi terjadi. Pembuktian terhadaphipotesis ini diwujudkan dengan melakukan percobaan di laboratorium dengan menentukan angka permeabilitas beton bertulang pada berbagai jenis air yang tercemar tersebut, kemudian mengukur laju korosi tulangan tanpa lapis beton dan tulangan berlapis beton secara teoritis, serta mengidentifikasi kualitas air sungai, air laut, air rawa, dan air hujan. Manfaat penelitian ini memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang korosi beton bertulang, dan dapat digunakan untuk mencari alternatif pemecah masalah korosi tersebut.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S34811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Amelia
Abstrak :
Udara menjadi hal yang utama bagi manusia, sehingga pencemaran udara adalah salah satu masalah di DKI Jakarta. Sumber pencemar udara di DKI Jakarta adalah akibat dari kegiatan industri dan jumlah kendaraan bermotor yang berarti mempengaruhi udara di DKI Jakarta, dengan kandungan SO₂ dan NO₂ semakin meningkat. Zat pencemar udara SO₂ dan NO₂ diantaranya merupakan penyebab terjadinya hujan asam di DKI Jakarta. Penelitian ini mengkaji mengenai pola spasial tingkat keasaman air hujan di DKI Jakarta dan hubungannya dengan zat pencemar udara yaitu SO₂ dan NO₂ serta wilayah sumber pencemar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola spasial tingkat keasaman air hujan di DKI Jakarta, dari barat menuju timur laut, pH air hujan akan semakin rendah.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34173
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Elly Kusumawati Budirahardjo
Abstrak :
Penampungan air hujan (PAH) merupakan salah satu solusi yang dapat diimplementasikan di perkotaan untuk menambah ketersediaan air baku dan mengurangi genangan banjir. Di Indonesia kajian potensi PAH pada wilayah berskala regional masih terbatas sehingga belum memberikan informasi yang cukup bagi penerapan praktis. Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan kurva tampungan PAH sehingga dapat menjadi acuan praktis bagi pengguna dalam memilih volume tampungan sesuai dengan luas bidang tangkap, besarnya kebutuhan air dan reliabilitas yang dikehendaki. Lokasi kajian berada di Provinsi DKI Jakarta dengan 4 wilayah administrasi yaitu Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Kajian ini menggunakan metoda Analisis Simulasi untuk menghitung volume tampungan dengan 4 variasi luasan atap, kebutuhan air dan tingkat reliabilitas. Hasil analisis kurva tampungan menunjukkan semakin besar kebutuhan air dan tingkat reliabilitas yang dikehendaki, semakin besar pula volume tampungan yang dibutuhkan. Di wilayah Jakarta dimana PAH dimanfaatkan sebagai sumber air baku alternatif, dapat dipilih tampungan dengan tingkat reliabilitas 70%. Rumah dengan luas bidang tangkap lebih dari 140 m2 disarankan menggunakan tampungan 2 m3 sedangkan rumah yang lebih kecil dapat menggunakan tampungan 1 m3. Tampungan 2 m3 dapat melayani kebutuhan air maksimal 240 L/rumah/hari sedangkan tampungan 1 m3 dapat melayani maksimal 120 L/rumah/hari.
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>