Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Albimandaka Muhammad Gani
Abstrak :
Manajemen risiko adalah aktivitias mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko  dalam seluruh kegiatan perusahaan dengan tujuan memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Metode yang digunakan adalah House of Risk (HOR). HOR diadopsi dari metode perhitungan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan model korelasi Quality Function Deployment (QFD). Pada penelitian ini, manajemen risiko dilakukan pada kegiatan operasional after-sales service PT XYZ. Analisis risiko pada HOR 1 diawali dengan identifikasi risiko melalui diskusi dengan expert dan studi literatur, kemudian dilakukan penilaian terhadap nilai severity dari risk events dan nilai risk agents dari risk agents. Hasil dari HOR 1 menunjukkan 14 risk events dan 22 risk agents. Berdasarkan perhitungan Pareto, didapatkan 10 risk agents prioritas. Risk agent dengan nilai terbesar adalah sparepart inden lama dengan nilai ARP sebesar 1071. HOR 2 mengidentifikasi 13 langkah preventif untuk mitigasi risiko prioritas. Berdasarkan pengolahan data HOR 2, didapatkan bahwa langkah preventif yang paling efektif untuk dilakukan adalah diversifikasi vendor, yaitu mengembangkan hubungan dengan beberapa vendor untuk mengurangi ketergantungan pada satu vendor saja. dengan nilai ETDk sebesar 2493,8. ......Risk management is the activity of knowing, analyzing and controlling risks in all company activities with the aim of achieving higher effectiveness and efficiency. The method used is House of Risk (HOR). HOR is adopted from the Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) calculation method and the Quality Function Deployment (QFD) correlation model. In this research, risk management was carried out in PT XYZ's after-sales service operational activities. Risk analysis in HOR 1 begins with risk identification through discussions with experts and literature studies, then an assessment of the severity value of risk events and the risk agents value of risk agents is carried out. The results of HOR 1 show 14 risk events and 22 risk agents. Based on Pareto calculations, 10 priority risk agents were obtained. The risk agent with the largest value is old pivot spare parts with an ARP value of 1071. HOR 2 identifies 13 preventive steps to mitigate priority risks. Based on HOR 2 data processing, it was found that the most effective preventive step to take is vendor diversification, namely developing relationships with several vendors to reduce dependence on just one vendor. with an ETDk value of 2493,8.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanni Attarfi
Abstrak :
Pandemi COVID-19 berdampak pada penjualan kendaraan otomotif. Banyak perusahaan otomotif yang mengalihkan fokus dari penjualan ke layanan purna jual, dan tren layanan purna jual mulai pulih dan memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan. Seiring dengan pertumbuhan teknologi digital dan e-commerce, perusahaan otomotif harus beradaptasi dan mengembangkan strategi baru untuk bersaing dengan pesaing mereka dan memaksimalkan potensi mereka dalam layanan purna jual. Penelitian ini bertujuan untuk merancang perbaikan proses bisnis dengan menggunakan Business Process Reengineering (BPR) untuk meningkatkan efisiensi waktu perjalanan layanan purna jual di salah satu perusahaan otomotif di Indonesia. Metode tersebut digunakan untuk merancang perbaikan perjalanan layanan menggunakan perangkat lunak iGrafx. Penyempurnaan dilakukan pada seluruh perjalanan layanan mobil, mulai dari penerimaan pelanggan hingga pengiriman layanan dan pembayaran. Pengumpulan data mengenai proses service mobil dilakukan di salah satu perusahaan otomotif di Indonesia. Metode tersebut terdiri dari tiga langkah yaitu mapping as-is process, analisis as-is process, dan modeling to-be process. Hasil dari penelitian ini didapatkan skenario solusi proses to-be dengan pengurangan waktu paling tinggi. ......The COVID-19 pandemic has harmed automotive vehicle sales. A lot of automotive companies have shifted their focus from sales to after-sales service, and the trend in after- sales service is starting to recover and has a big contribution to the revenue. Along with the growth of digital technology and e-commerce, automotive companies must adapt and develop new strategies to compete with their competitors and maximize their potential in after-sales service. This study aims to design business process improvements by using Business Process Reengineering (BPR) to increase the time efficiency of the after-sales service journey in one of the automotive companies in Indonesia. The method is used to design improvements to the service journey using the iGrafx software. Improvements are carried out on the whole journey of car service, starting from customer reception until service delivery and payment. Data collection regarding the car service process was collected in one of the automotive companies in Indonesia. The method consists of three steps namely mapping as-is process, analyzing as-is process, and modelling to-be process. The results of this study obtained an improvement scenario of a to-be process with the highest reduction in time.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Amirah Wibowo
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak konsumen saat pembelian barang elektronik impor. Dengan menganalisa kepatuhan pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya untuk mendirikan pusat layanan purna jual. Dengan pesatnya perkembangan teknologi yang didorong oleh globalisasi, terjadi peningkatan impor produk elektronik. Produk-produk tersebut harus memiliki jaminan dan adanya pusat layanan purna jual untuk dapat menampung. Pusat layanan purna jual merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam tahap pasca transaksi yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam undang-undang tersebut, terdapat kewajiban bagi pelaku usaha untuk menyediakan fasilitas purna jual untuk barang yang memiliki permanfaatan sekurang-kurang nya 1 (satu) tahun. Layanan purna jual diwujudkan dalam beberapa bentuk, seperti perbaikan, penggantian produk, dan ketersediaan suku cadang. Selain itu, perkembangan e-commerce memungkinkan konsumen memiliki akses lebih luas terhadap produk. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap pemenuhan layanan purna jual oleh pelaku usaha. ......The Article aims to analyze the protection of consumer interest in the purchasing of imported electronic products. Which will be conducted by analyzing the compliance of business actors to establish after sales service centers. With the rapid development of technology in the background of globalization has lead to an increase of imported electronic products. In which such products must have a guarantee of an after sales service. After sales service is a form of post-transaction stated under Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection. In which states that it is an obligation that business actors must fulfil for products that has a durability period for more than 1 (one) year. After sales service are manifested in several forms such as; repairs, replacement of product, and availability of spare parts. In addition, to developments in e-commerce allowing consumers to have more access to products. Which, raises concerns with the fulfillment of after sales service by business actors. This article aims to explore the obligation, rights of business actors and supervision of after sales service by analyzing the after sales service that is presented in the market today.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Amirah Wibowo
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak konsumen saat pembelian barang elektronik impor. Dengan menganalisa kepatuhan pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya untuk mendirikan pusat layanan purna jual. Dengan pesatnya perkembangan teknologi yang didorong oleh globalisasi, terjadi peningkatan impor produk elektronik. Produk-produk tersebut harus memiliki jaminan dan adanya pusat layanan purna jual untuk dapat menampung. Pusat layanan purna jual merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam tahap pasca transaksi yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam undang-undang tersebut, terdapat kewajiban bagi pelaku usaha untuk menyediakan fasilitas purna jual untuk barang yang memiliki permanfaatan sekurang-kurang nya 1 (satu) tahun. Layanan purna jual diwujudkan dalam beberapa bentuk, seperti perbaikan, penggantian produk, dan ketersediaan suku cadang. Selain itu, perkembangan e-commerce memungkinkan konsumen memiliki akses lebih luas terhadap produk. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap pemenuhan layanan purna jual oleh pelaku usaha. ......The Article aims to analyze the protection of consumer interest in the purchasing of imported electronic products. Which will be conducted by analyzing the compliance of business actors to establish after sales service centers. With the rapid development of technology in the background of globalization has lead to an increase of imported electronic products. In which such products must have a guarantee of an after sales service. After sales service is a form of post-transaction stated under Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection. In which states that it is an obligation that business actors must fulfil for products that has a durability period for more than 1 (one) year. After sales service are manifested in several forms such as; repairs, replacement of product, and availability of spare parts. In addition, to developments in e-commerce allowing consumers to have more access to products. Which, raises concerns with the fulfillment of after sales service by business actors. This article aims to explore the obligation, rights of business actors and supervision of after sales service by analyzing the after sales service that is presented in the market today.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi Link
Abstrak :
Kepuasan pelanggan adalah hal yang sangat penting bagi perusahaan. Perkembangan internet mengubah pola konsumsi informasi dan komunikasi, salah satunya melalui media sosial. Media sosial merupakan alat untuk eWOM karena setiap pengguna bisa bebas menciptakan dan menyebarkan informasi pada jaringannya. Pada industri otomotif, siklus kepemilikan kendaraan didominasi pada periode purnajual yang memegang peranan penting bagi kepuasan dan berdampak pada keputusan membeli kembali kendaraan. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh ulasan media sosial dan moderasi promosi penjualan terhadap loyalitas pelanggan pada pelayanan purnajual. Penelitian ini menggunakan PLS-SEM dan dari penelitian ini diketahui bahwa variabel yang berpengaruh kepada loyalitas pelanggan adalah service operations.
Customer satisfaction is an important matter for any company. The internet evolution has changed the information consumption and communication, such through social media. Social media is a tool for eWOM since every user may freely create and share information to their network. In automotive industry, vehicle ownership cycle is dominated by after sales period which takes an important role in creating customer satisfaction that will leads to repurchase. This research helps us to understand the impact of social media review and moderation of sales promotion to customer loyalty in after sales service. This research uses PLS SEM and concludes that service operations has significant impact to customer loyalty.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kahlil Alfarabi Suseno
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai pelindungan konsumen terhadap layanan purna jual dan garansi produk elektronika dan telematika, dengan studi kasus Putusan BPSK Nomor 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. Dalam melindungi hak-hak konsumen pengguna produk elektronika dan telematika, penting bagi konsumen untuk mendapatkan pelindungan terhadap layanan purna jual dan garansi yang diberikan oleh pelaku usaha. Dalam hal ini, hukum pelindungan konsumen hadir untuk memberikan pelindungan hukum guna menjaga kepentingan konsumen, khususnya dalam konteks ini, para konsumen pengguna produk elektronika dan telematika. Namun, masih ada permasalahan terkait upaya perlindungan bagi konsumen pengguna produk tersebut, seperti kurangnya pengetahuan dan kesadaran konsumen akan hak-hak yang sebenarnya dimilikinya. Oleh karena itu, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen tentang hak-hak yang mereka miliki menjadi hal yang sangat penting. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dalam menganalisis data yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen masih memiliki pengetahuan yang terbatas dan kurang sadar akan hak-hak yang sebenarnya dimilikinya. Hal ini dapat dilihat dari salah satu contoh kasus dalam Putusan BPSK Nomor 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. Meskipun pelaku usaha telah memenuhi kewajibannya dengan baik, konsumen tetap merasa tidak puas dan mengharapkan lebih banyak. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan konsumen tentang jangka waktu layanan purna jual yang diberikan oleh pelaku usaha. Padahal, jangka waktu layanan purna jual telah diatur secara spesifik dalam kartu jaminan dan Permendag 26/2021. Oleh karena itu, konsumen perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait hak-hak mereka sebagai konsumen terhadap layanan purna jual dan garansi produk elektronika dan telematika. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek layanan purna jual dan garansi yang diberikan oleh pelaku usaha sebelum melakukan pembelian produk. Selain itu, konsumen juga perlu membaca dengan seksama petunjuk penggunaan dan kartu jaminan purna jual yang diberikan oleh pelaku usaha. Dengan demikian, diharapkan kepada konsumen dapat lebih memahami dan meningkatkan kesadaran akan hak-hak yang dimilikinya yang telah dilindungi oleh peraturan perundang-undangan mengenai layanan purna jual dan garansi produk elektronika dan telematika. ......This study aims to examine the juridical review of consumer protection of after-sales service and warranty of electronics and telematics products, with a case study of BPSK Decision Number 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. In protecting the rights of consumers who use electronics and telematics products, it is important for consumers to get protection against after-sales and warranty services provided by business actors. In this case, consumer protection law provides legal protection to safeguard the interests of consumers, especially in the context of consumers who use electronics and telematics products. However, there are still problems related to protection efforts for consumers who use these products, such as the lack of knowledge and awareness of consumers of the rights they actually have, and this emphasizes the importance of increasing consumer’s knowledge regarding their rights. This research uses the juridical-normative method in analyzing relevant data with results showing that consumers still have limited knowledge and are less aware of the rights they actually have reflected in BPSK Decision Number 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. Although business actors have fulfilled their obligations properly, consumers still feel dissatisfied and expect more. This is due to consumers' lack of knowledge about the after-sales service period provided by business actors. In fact, the after-sales service period has been specifically regulated in the warranty card and Minister of Trade Regulation Number 26/2021. Therefore, consumers need to increase their knowledge and understanding of their rights as consumers regarding after-sales service and warranty of electronics and telematics products. This can be done by paying attention to the after-sales service and warranty aspects provided by businesses before purchasing products. In addition, consumers also need to read carefully the instructions for use and the after-sales guarantee card provided by the business. Thus, it is hoped that consumers can better understand and increase awareness of their rights which have been protected by laws and regulations regarding after-sales service and warranty of electronics and telematics products.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library